Anda di halaman 1dari 3

Rido Nurul Adityawan, Juragan Ayam Gepuk Beromset

Rp 8 Miliar
Menjelang akhir tahun 2013, Rido Nurul Adityawan terpaksa
menjual barang-barang pribadinya, antara lain komputer jinjing
dan kamera, untuk menambah biaya operasional bisnis Ayam
Gepuk Pak Gembus yang didirikannya pada 2 Oktober 2013. Saat
itu, modalnya semakin menipis karena hanya sedikit konsumen
yang mengunjungi warungnya. “Sehari hanya 3-4 ekor ayam,
namun saya tidak pantang menyerah,” ujar Rido mengenang.
Warung Ayam Gepuk Pak Gembus yang pertama dibuka di Rido
berlokasi di Jalan Pesanggrahan, Jakarta Barat. Warung kaki lima
itu seluas 3 X 4 m2.
Bisnis Rido bangkit dari keterpurukan saat memasuki bulan
keenam. Konsumen memadati warungnya. Rido bisa menjual 12
ekor ayam setiap hari. Kini, ia berhasil menjual 4,6 ton ayam/hari
dari hasil mewaralabakan Ayam Gepuk Pak Gembus. Omsetnya
pun meroket, “Dalam sebulan hampir Rp 8 miliar. Untuk fee
royalty-nya kami kenakan tarif Rp 500 setiap satu porsi,”
ungkapnya. Harga seporsi ayam plus nasi dibanderol Rp 18 ribu.
Dengan cara getok tular (word of mouth), Rido mempromosikan
berbagai masakan khas Ayam Gepuk Pak Gembus. Ia juga
bekerja sama dengan Grab Food dan Go Food untuk
mempermudah pelanggan membeli ayam gepuknya.

Perjalanan pria kelahiran Magelang, 29 Januari 1988, ini dalam


membesarkan bisnis ayam gepuk berawal dari tekadnya untuk
banting setir dari karyawan menjadi pengusaha. Ia meyisihkan
gajinya selama bekerja di sejumlah perusahaan. Gaji Rido
sebagai staf di MNC Sky Vision, misalnya, yang sebesar Rp 6
juta/bulan, rutin disisakan untuk menambah modal usaha. Ia
berhenti sebagai karyawan ketika modalnya terkumpul Rp 26
juta. Modal kerjanya ini untuk membeli beragam kebutuhan,
seperti tenda, gerobak dan kursi. Ia memilih usaha kuliner karena
punya hobi memasak serta menikmati aneka macam kuliner
bercitarasa pedas.

Alumni D-3 Administrasi Bisnis Politeknik Negeri Semarang ini


mempelajari skema bisnis waralaba dari Internet yang
dipelajarinya dalam sepekan. Setelah memahami seluk-beluk
bisnis waralaba, ia menyodorkan proposal bisnis waralaba Ayam
Gepuk Pak Gembus ke salah satu pelanggan setianya. Setelah
kedua pihak saling sepakat, warung waralaba Ayam Gepuk Pak
Gembus dibuka untuk pertama kali di kawasan Mangga Besar dan
Kebon Sirih, Jakarta. Ketika itu, pemegang waralaba
menyerahkan dana senilai Rp 15 juta kepada Rido. Untuk
memancing minat pembeli waralaba lainnya, ia mempromosikan
sistem waralaba Ayam Gepuk Pak Gembus di banner.

Sistem waralabanya menganut tiga asas, yaitu kekeluargaan,


beretika dan terpercaya. Pewaralaba yang melanggar tiga asas
itu akan ditindak tegas. “Kami bersikap tegas dengan menutup
warungnya,” Rido menegaskan. Saat ini, harga waralaba Ayam
Gepuk Pak Gembus dibanderol Rp 30 juta-33 juta. Pembeli
waralaba antara lain mendapatkan tenda, kursi, meja, dan 12
ekor ayam. Di awal pembukaan gerainya, si pemegang waralaba
diwajibkan mempromosikan paket Rp 10 ribu (ayam dan nasi)
dalam satu pekan.

Saat ini, jumlah cabang Ayam Gepuk Pak Gembus mencapai 281
gerai yang tersebar di Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi
(Jadetabek), Lampung, Medan, Makassar, Manado, Surabaya
Jambi dan Palembang. “Juga, di Malaysia, Singapura, Hong Kong
dan Filipina,” Rido menambahkan. Jumlah cabang di Jadetabek
adalah yang terbanyak, yaitu 214 unit. Citarasa ayam gepuk
dibuat seragam karena Rido memiliki tim pengontrol kualitas
yang beranggotakan delapan orang. Ia juga menyediakan pelatih
untuk meningkatkan keterampilan SDM di cabang.

Cabang di Jadetabek wajib membeli bahan baku --ayam, tahu,


tempe, lalapan dan aneka macam sate-- di PT Yellow Food
Indonesia, perusahaan yang didirikan Rido. Kurir akan
mengirimkan bahan baku ke setiap cabang. Sebanyak 21 kurir
disiagakan beserta kendaraan operasional yang terdiri dari lima
mobil dan 16 sepeda motor. “Sedangkan cabang di luar
Jadetabek hanya wajib membeli bumbu rahasianya saja,” Rido
menerangkan.

Nama “Pak Gembus” dipetik dari panggilan akrab Rido di masa


kecil, yaitu Gembus. Adapun “Pak” digunakan karena merupakan
sapaan bagi orang tua; sapaan yang populer di seluruh
Indonesia. Menunya beragam, antara lain ayam, tahu, tempe dan
sate. “Kelebihan kami adalah ayam dan sambalnya yang fresh
serta pelanggan bisa meminta jumlah cabai yang diinginkan,”
tutur Rido. Ia tidak memungut biaya tambahan apabila konsumen
ingin menambah nasi dan sambal. Kini, ia sendiri mempekerjakan
38 karyawan. “Kalau jumlah total karyawan dan pegawai di
warung-warung cabang berkisar 600 orang,” tuturnya

Anda mungkin juga menyukai