Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau
keseluruhan. Integrasi nasional diartikan sebagai usaha dan proses mempersatukan
perbedaan-perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan
keselarasan secara nasional.

Di Indonesia istilah integrasi masih sering disamakan dengan istilah pembauran atau
asimilasi, padahal kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Integrasi diartikan dengan
integrasi kebudayaan, integrasi sosial, dan pluralisme sosial. Sementara pembauran dapat
berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan mengenai berapa unsur kebudayaan
(cultural traits) mereka yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu
sistem kebudayaan yang selaras (harmonis). Caranya adalah melalui difusi (penyebaran),
dimana unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berada dalam
keadaan konflik dengan unsur kebudayaan tradisional tertentu. Cara penanggulangan
masalah konflik adalah melalui modifikasi dan koordinasi dari unsur - unsur kebudayaan
baru dan lama. Inilah yang disebut sebagai Integrasi Sosial (Theodorson & Theodorson, 1979
dalam Danandjaja, 1999). Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang
sangat besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak
positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau
mengelola budaya budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain
menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru.
Kita ketahui dengan wilayah dan budaya yang melimpah itu akan menghasilkan karakter atau
manusia manusia yang berbeda pula sehingga dapat mengancam keutuhan bangsa Indonesia.
Agar pembahasan tidak menyimpang dari materi, penulis menyusun makalah ini dengan
membuat beberapa rumusan masalah.
1.1 Rumusan Masalah
1.1.1 Apa yang dimaksud dengan integrasi nasional?
1.1.2 Bagaimana upaya dalam memilih strategi integrasi yang tepat untuk masyarakat
Indonesia?
1.1.3 Bagaimana mewujudkan integrasi nasional Indonesia (Bhineka Tunggal Ika)?

1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui apa yang dimaksud dengan integrasi nasional
1.2.2 Mengetahui strategi integrasi yang tepat untuk masyarakat Indonesia

1
1.2.3 Mengetahui integrasi nasional Indonesia (Bhineka Tunggal Ika)
1.3 Batasan Masalah
Agar pembahasan materi tidak meluas, dalam penulisan makalah ini penulis membatasi
pembahasan sesuai dengan rumusan masalah, yaitu integrasi nasional Indonesia (Bhineka
Tunggal Ika).

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Pengertian Integrasi Nasional

Istilah integrasi nasional terdiri dari kata integrasi dan nasional. Integrasi berasal
dari bahasa Inggris “integrastion” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi
memiliki dua pengertian, yaitu (a) pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan
social dalam suatu sistem social tertentu dan (b) membuat suatu keseluruhan dan
menyatukan unsur-unsur tertentu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata integrasi mempunyai arti
pembauran atau penyatuan sehingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat.
Berintegrasi berarti berpadu (bergabung agar menjadi kesatuan yang utuh). Kata
“mengintegrasikan” berarti membuat untuk atau menyempurnakan dengan jalan
menyatukan unsur-unsur yang semula terpisah-pisah.

Definisi integrasi menurut Myron Weiner (1971)


 Integrasi menunjuk pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial
dalam satu wilayah dan proses pembentukan identitas nasional, membangun rasa
kebangsaan dengan cara menghapus kesetiaan pada ikatan-ikatan yang lebih sempit.
 Integrasi menunjuk pada masalah pembentukan wewenang kekuasaan nasional pusat
di atas unit-unit sosial yang lebih kecil yang beranggotakan kelompok-kelompok
sosial budaya masyarakat tertentu.
 Integrasi menunjuk pada masalah menghubungkan antara pemerintah dengan yang
diperintah. Mendekatkan perbedaan perbedaan mengenai aspirasi dan nilai pada
kelompok elit dan massa.
 Integrasi menunjuk pada adanya konsensus terhadap nilai yang minimum yang
diperlukan dalam memelihara tertib sosial.
 Integrasi menunjuk pada penciptaan tingkah laku yang terintegrasi dan yang diterima
demi mencapai tujuan bersama.
 Sejalan dengan definisi tersebut, Myron Weiner membedakan 5 (lima) tipe integrasi
yaitu integrasi nasional, integrasi wilayah, integrasi nilai, integrasi elit-massa, dan
integrasi tingkah laku (tindakan integratif).

3
Jadi, menurut Myron Weiner integrasi merupakan upaya menyatukan bangsa-
bangsa yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi satu keseluruhan yang lebih utuh,
atau memadukan masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi satu bangsa. Secara
umum integrasi nasional dapat diartikan sebagai usaha dan proses mempersatukan
perbedaan-perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan
keselarasan secara nasional.

2.1.2 Integrasi Nasional Indonesia

Untuk mewujudkan strategi integrasi nasional Indonesia yang tepat, terdapat beberapa
strategi yang mungkin ditempuh, yaitu:

1. Strategi Asilmilasi

Strategi asimilasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih
menjadi satu kebudayaan yang baru, di mana dengan percampuran tersebut maka
masing-masing unsur budaya melebur menjadi satu sehingga dalam kebudayaan yang
baru itu tidak tampak lagi identitas masing-masing budaya pembentuknya. Ketika
asimilasi ini menjadi sebuah strategi integrasi nasional, berarti bahwa negara
mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan agar unsur-unsur budaya
yang ada dalam negara itu benar-benar melebur menjadi satu dan tidak lagi
menampakkan identitas budaya kelompok atau budaya lokal. Dengan strategi yang
demikian tampak bahwa upaya mewujudkan integrasi nasional dilakukan tanpa
menghargai unsur-unsur budaya kelompok atau budaya lokal dalam masyarakat
negara yang bersangkutan. Dalam konteks perubahan budaya, asimilasi memang bisa
saja terjadi dengan sendirinya oleh adanya kondisi tertentu dalam masyarakat. Namun
bisa juga hal itu merupakan bagian dari strategi pemerintah negara dalam
mengintegrasikan masyarakatnya, yaitu dengan cara melakukan rekayasa budaya agar
integrasi nasional dapat diwujudkan. Dilihat dari perspektif demokrasi, apabila upaya
yang demikian itu dilakukan dapat dikatakan sebagai cara yang kurang demokratis
dalam mewujudkan integrasi nasional.

2. Strategi Akulturasi

Akulturasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih sehingga
memunculkan kebudayaan yang baru, di mana ciri-ciri budaya asli pembentuknya masih
tampak dalam kebudayaan baru tersebut. Dengan demikian berarti bahwa kebudayaan baru
yang terbentuk tidak “melumat” semua unsur budaya pembentuknya. Apabila akulturasi ini

4
menjadi strategi integrasi yang diterapkan oleh pemerintah suatu negara, berarti bahwa
negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan adanya identitas budaya
bersama namun tidak menghilangkan seluruh unsur budaya kelompok atau budaya lokal.
Dengan strategi yang demikian tampak bahwa upaya mewujudkan integrasi nasional
dilakukan dengan tetap menghargai unsur-unsur budaya kelompok atau budaya lokal,
walaupun penghargaan tersebut dalam kadar yang tidak terlalu besar. Sebagaimana
asimilasi, proses akulturasi juga bisa terjadi dengan sendirinya tanpa sengaja dikendalikan
oleh negara. Namun bisa juga akulturasi menjadi bagian dari strategi pemerintah negara
dalam mengintegrasikan masyarakatnya. Dihat dari perspektif demokrasi, strategi integrasi
nasional melalui upaya akulturasi dapat dikatakan sebagai cara yang cukup demokratis
dalam mewujudkan integrasi nasional, karena masih menunjukkan penghargaan terhadap
unsur-unsur budaya kelompok atau budaya lokal. Contoh: saat budaya rap dari Negara
asing digabungkan dengan bahasa jawa, sehingga menge-rap dengan bahasa jawa.
3. Strategi Pluralis

Paham pluralis merupakan paham yang menghargai terdapatnya perbedaan dalam


masyarakat. Paham pluralis pada prinsipnya mewujudkan integrasi nasional dengan
memberi kesempatan pada segala unsur perbedaan yang ada dalam masyarakat untuk hidup
dan berkembang. Ini berarti bahwa dengan strategi pluralis, dalam mewujudkan integrasi
nasional negara memberi kesempatan kepada semua unsur keragaman dalam negara, baik
suku, agama, budaya daerah, dan perbedaan-perbedaan lainnya untuk tumbuh dan
berkembang, serta hidup berdampingan secara damai. Jadi integrasi nasional diwujudkan
dengan tetap menghargai terdapatnya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. Hal ini
sejalan dengan pandangan multikulturalisme, bahwa setiap unsur perbedaan memiliki nilai
dan kedudukan yang sama, sehingga masing-masing berhak mendapatkan kesempatan
untuk berkembang.

Dimensi Integrasi Nasional


Integrasi nasional dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi
horizontal. Dimensi vertikal dari integrasi adalah dimensi yang berkenaan dengan upaya
menyatukan persepsi, keinginan, dan harapan yang ada antara elite dan massa atau antara
pemerintah dan rakyat. Jadi integrasi vertikal merupakan upaya mewujudkan integrasi
dengan menjebatani perbedaan-perbedaan antara pemerintah dan rakyat. Sedangkan
dimensi horisontal dari integrasi adalah dimensi yang berkenaan dengan upaya
mewujudkan persatuan di antara perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat itu
sendiri, baik perbedaan wilayah tempat tinggal, perbedaan suku, perbedaan agama,
5
perbedaan budaya dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jadi, integrasi horisontal merupakan
upaya mewujudkan integrasi dengan menjembatani perbedaan antar kelompok dalam
masyarakat.
Pengertian integrasi nasional mencakup dimensi vertikal maupun dimensi
horizontal. Dengan demikian persoalan integrasi nasional menyangkut keserasian
hubungan antara pemerintah dan rakyat, serta keserasian hubungan di antara kelompok-
kelompok dalam masyarakat dengan latar belakang perbedaan di dalamnya. Dalam upaya
mewujudkan integrasi nasional indonesia, tantangan yang di hadapi datang dari keduanya.
Dalam dimensi horizontal tantangan yang ada berkenaan dengan pembelahan horizontal
yang berakar pada perbedaan suku, agama, ras, dan geografi. Sedangkan dalam dimensi
vertikal tantangan yang ada adalah berupa celah perbedaan antara elite dan massa, dimana
latar belakang pendidikan kekotaan menyebabkan kaum elite berbeda dari massa yang
cenderung berpandangan tradisional. Masalah yang berkenaan dengan dimensi vertikal
lebih sering muncul ke permukaan setelah berbaur dengan dimensi horizontal, sehingga
memberikan kesan bahwa dalam kasus indonesia dimensi horizontal lebih menonjol dari
pada dimensi vertikalnya. (Sjamsuddin, 1989:11).
Tantangan integrasi nasional tersebut lebih menonjol ke permukaan setelah
memasuki era reformasi tahun 1998. Konflik horizontal maupun vertikal sering terjadi
bersamaan dengan melemahnya otoritas pemerintahan di pusat. Kebebasan yang digulirkan
pada era reformasi sebagai bagian dari proses demokratisasi yang telah banyak
disalahgunakan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk bertindak seenaknya
sendiri, tindakan mana kemudian memunculkan adanya gesekan-gesekan antar kelompok
dalam masyarakat dan memicu terjadinya konflik atau kerusuhan antar kelompok.
Bersamaaan dengan itu demontrasi menentang kebijakan pemerintah juga banyak terjadi,
bahkan seringkali demonstrasi itu diikuti oleh tindakan-tindakan anarkis.
Keinginan yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat,
kebijakan pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat, dukungan
masyarakat terhadap pemerintah yang sah, dan ketaatan warga masyarakat melaksanakan
kebijakan pemerintah adalah pertanda adanya integrasi dalam arti vertikal. Sebaliknya
kebijakan demi kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang tidak atau kurang sesuai
dengan keinginan dan harapan masyarakat serta penolakan sebagian besar warga
masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menggambarkan kurang adanya integrasi
vertikal. Memang tidak ada kebijakan pemerintah yang melayani dan memuaskan seluruh

6
warga masyarakat, tetapi setidak-tidaknya kebijakan pemerintah hendaknya dapat melayani
keinginan dan harapan sebagian besar warga masyarakat.
Sedangkan jalinan hubungan dan kerjasama di antara kelompok-kelompok yang
berbeda dalam masyarakat, kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dan saling
menghargai antara kelompok-kelompok masyarakat dengan pembedaaan yang ada satu
sama lain, merupakan pertanda adanya integrasi dalam arti horizontal. Pertentangan atau
konflik antar kelompok dengan berbagai latar belakang perbedaan yang ada, tidak pernah
tertutup sama sekali kemungkinannya untuk terjadi. Namun yang diharapkan bahwa
konflik itu dapat dikelola dan dicarikan solusinya dengan baik, dan terjadi dalam kadar
yang tidak terlalu mengganggu upaya pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat dan
pencapaian tujuan nasional.
2.1.3 Mewujudkan Integrasi Nasional Indonesia
Salah satu persoalan yang dialami oleh negara-negara berkembang termasuk
indonesia dalam mewujudkan integrasi nasional adalah masalah primordialisme yang
masih kuat. Titik pusat goncangan primordial biasanya berkisar pada beberapa hal,
yaitu masalah hubungan darah (kesukuan), jenis bangsa (ras), bahasa, daerah, agama,
dan kebiasaan. (geertz, dalam : sudarsono, 1982: 5-7).
Di era globalisasi, tantangan itu bertambah oleh adanya tarikan global dimana
keberadaan negara dan bangsa sering dirasa terlalu sempit untuk mewadahi tuntunan
dan kecenderungan global. Dengan demikian keberadaan negara berada dalam dua
tarikan sekaligus, yaitu tarikan dari luar berupa globalisasi yang cenderung
mengabaikan batas-batas negara-bangsa, dan tarikan dari dalam berupa kecenderungan
menguatnya ikatan-ikatan yang sempit seperti ikatan etnis, kesukuan, atau kedaerahan.
Disitulah nasionalisme dan keberadaan negara nasional mengalami tantangan yang
semakin berat.
Namun demikian harus tetap diyakini bahwa nasionalisme sebagai karakter
bangsa tetap diperlukan di era indonesia merdeka sebagai kekuatan untuk menjaga
eksistensi, sekaligus mewujudkan taraf peradaban yang luhur, kekuatan yang tangguh,
dan mencapai negara-bangsa yang besar. Nasionalisme sebagai karakter semakin
diperlukan dalam menjaga harkat dan martabat bangsa di era globalisasi karena
gelombang “peradaban kesejagatan” ditandai oleh semakin kaburnya batas-batas
teritorial negara akibat gempuran informasi dan komunikasi. (budimansyah dan
suryadi, 2008:164).

7
Dengan kondisi masyarakat indonesia yang diwarnai oleh berbagai
keanekaragaman, harus disadari bahwa masyarakat indonesia menyimpan potensi
konflik yang sangat besar, baik konflik yang bersifat vertikal maupun bersifat
horizontal. Dalam dimensi vertikal, sepanjang sejarah sejak proklamasi indonesia
hampir tidak pernah lepas dari gejolak kedaerahan berupa tuntutan untuk memisahkan
diri. Sedangkan dalam dimensi horizontal, sering pula dijumpai adanya gejolak atau
pertentangan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat, baik konflik yang
bernuansa ras, kesukuan, keagamaan, atau antar golongan. Disamping itu juga konflik
yang bernuansa kecemburuan sosial.
Dalam skala nasional, kasus aceh, papua, ambon, merupakan konflik yang bersifat
vertikal dengan target untuk memisahkan diri dari negara republik indonesia. Kasus-
kasus tersebut dapat dilihat sebagai konflik antara masyarakat daerah dengan otoritas
kekuasaan yang ada di pusat. Disamping masuknya kepentingan-kepentingan tertentu
dari masyarakat yang ada di daerah, munculnya konflik tersebut merupakan ekspresi
ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat yang diberlakukan di daerah.
Kebijakan pemerintah pusat dianggap memunculkan kesenjangan antar daerah,
sehingga ada daerah-daerah tertentu yang sangat maju pembangunannya, sementara ada
daerah-daerah yang masih terbelakang. Dalam hubungan ini isu dikhotomi jawa dan
luar jawa sangat menonjol, dimana jawa dianggap mempresentasikan pusat kekuasaan
yang kondisinya sangat maju, sementara hanya daerah-daerah di luar jawa yang merasa
menyumbangkan pendapatan yang besar pada negara, kondisinya masih terbelakang.
Dengan mengacu pada faktor-faktor terjadinya konflik kedaerahan sebagaimana
disebutkan diatas, konflik kedaerahan di indonesia terkait secara akumulatif dengan
berbagai faktor tersebut.
Sejak awal berdirinya negara indonesia, para pendiri negara menghendaki
persatuan di negara ini diwujudkan dengan menghargai terdapatnya perbedaan di
dalamnya. Artinya bahwa upaya mewujudkan integrasi nasional indonesia dilakukan
dengan tetap memberi kesempatan kepada unsur-unsur perbedaan yang ada untuk dapat
tumbuh dan berkembang secara bersama-sama. Proses pengesahan pembukaan UUD
1945 oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 yang bahannya diambil dari naskah
piagam jakarta, dan didalamnya terdapat rumusan dasar-dasar negara pancasila,
menunjukkan pada kjita betapa tokoh-tokoh pendiri negara (the founding fathers) pada
waaktu itu menghargai perbedaan-perbadaan yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat indonesia. Para pendiri negara rela mengesampingkan persoalan perbedaan-

8
perbedaan yang ada demi membangun sebuah negara yang dapat melindungi seluruh
rakyat indonesia.
Sejalan dengan itu dipakailah semboyan bhineka tunggal ika, yang artinya
walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu adanya. Semboyan tersebut sama maknanya
dengan istilah “unity in diversity:”, yang artinya bersatu dalam keanekaragaman,
sebuah ungkapan yang menggambarkan cara menyatukan secara demokratis suatu
masyarakat yang didalamnya diwarnai oleh adanya berbagai perbedaan. Dengan
semboyan bhineka tunggal ika tersebut segala perbedaan dalam masyarakat ditanggapi
bukan sebagai keadaan yang menghambat persatuan dan kesatuan bangsa, melainkan
sebagai kekayaan budaya yang dapat dijadikan sumber pengayaan kebudayaan nasional
kita.
Untuk terwujudnya masyarakat yang menggambarkan semboyan bhineka tunggal
ika, diperlukan pandangan atau wawasan multikulturalisme. Multikulturalisme adalah
pandangan bahwa setiap kebudayaan memiliki nilai dan kedudukan yang sama dengan
kebudayaan lain, sehingga setiap kebudayaan berhak mendapatkan tempat sebagaimana
kebudayaan lainnya. (baidhawy. 2005:5). Perwujudan dari multikulturalisme adalah
kesediaan orang-orang dari kebudayaan yang beragam untuk hidup berdampingan
secara damai. Disini diperlukan sikap hidup yang memandang perbedaan di antara
anggota masyarakat sebagai kenyataan wajar dan tidak menjadikan perbedaan tersebut
sebagai alasan untuk berkonflik. Disamping itu perlu memandang kebudayaan orang
lain dari perspektif pemilik kebudayaan yang bersangkutan, dan bukan memandang
kebudayaan orang lain dari perspektif dirinya sendiri. Oleh karena itu multikulturalisme
menekankan pentingnya belajar tentang kebudayaan-kebudayaan lain dan mencoba
memahaminya secara penuh dan empatik sehingga dapat menghargai kebudayaan-
kebudayaan lain disamping kebudayaannya sendiri.
2.2 Pembahasan
2.2.1 Pengertian Integrasi Nasional
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata integrasi mempunyai arti
pembauran atau penyatuan sehingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat.
Berintegrasi berarti berpadu (bergabung agar menjadi kesatuan yang utuh). Kata
“mengintegrasikan” berarti membuat untuk atau menyempurnakan dengan jalan
menyatukan unsur-unsur yang semula terpisah-pisah.

Menurut Myron Weiner integrasi merupakan upaya menyatukan bangsa-bangsa


yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi satu keseluruhan yang lebih utuh, atau

9
memadukan masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi satu bangsa. Secara
umum integrasi nasional dapat diartikan sebagai usaha dan proses mempersatukan
perbedaan-perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan
keselarasan secara nasional.

2.2.2 Strategi Integrasi nasional Indonesia

Untuk mewujudkan strategi integrasi nasional Indonesia yang tepat, terdapat beberapa
strategi yang mungkin ditempuh, yaitu:

1. Strategi Asilmilasi

Strategi asimilasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih
menjadi satu kebudayaan yang baru, di mana dengan percampuran tersebut maka
masing-masing unsur budaya melebur menjadi satu sehingga dalam kebudayaan yang
baru itu tidak tampak lagi identitas masing-masing budaya pembentuknya.

2. Strategi Akulturasi

Akulturasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih


sehingga memunculkan kebudayaan yang baru, di mana ciri-ciri budaya asli
pembentuknya masih tampak dalam kebudayaan baru tersebut.

3. Strategi Pluralis

Paham pluralis merupakan paham yang menghargai terdapatnya perbedaan


dalam masyarakat. Paham pluralis pada prinsipnya mewujudkan integrasi nasional
dengan memberi kesempatan pada segala unsur perbedaan yang ada dalam
masyarakat untuk hidup dan berkembang.

2.2.3 Mewujudkan Integrasi Nasional Indonesia

Untuk terwujudnya masyarakat yang menggambarkan semboyan Bhineka


Tunggal Ika, diperlukan pandangan atau wawasan multikulturalisme. Multikulturalisme
adalah pandangan bahwa setiap kebudayaan memiliki nilai dan kedudukan yang sama
dengan kebudayaan lain, sehingga setiap kebudayaan berhak mendapatkan tempat
sebagaimana kebudayaan lainnya. (baidhawy. 2005:5). Perwujudan dari
multikulturalisme adalah kesediaan orang-orang dari kebudayaan yang beragam untuk
hidup berdampingan secara damai. Disini diperlukan sikap hidup yang memandang
perbedaan di antara anggota masyarakat sebagai kenyataan wajar dan tidak menjadikan
perbedaan tersebut sebagai alasan untuk berkonflik. Disamping itu perlu memandang
10
kebudayaan orang lain dari perspektif pemilik kebudayaan yang bersangkutan, dan
bukan memandang kebudayaan orang lain dari perspektif dirinya sendiri. Oleh karena
itu multikulturalisme menekankan pentingnya belajar tentang kebudayaan-kebudayaan
lain dan mencoba memahaminya secara penuh dan empatik sehingga dapat menghargai
kebudayaan-kebudayaan lain disamping kebudayaannya sendiri.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Integrasi nasional merupakan usaha dan proses mempersatukan perbedaan-


perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan
secara nasional. Untuk mewujudkan integrasi nasional Indonesia yang tepat, terdapat
11
beberapa strategi yang mungkin ditempuh, yaitu; Strategi Asilmilasi, Strategi
Akulturasi, Strategi Pluralis. Untuk terwujudnya masyarakat yang menggambarkan
semboyan Bhineka Tunggal Ika, diperlukan pandangan atau wawasan
multikulturalisme.

3.2 Saran
Integrasi nasional sangat diperlukan oleh negara indonesia karena dari integrasi
nasional dapat mempersatukan perbedaan-perbedaan yang ada di indonesia, sehingga
tidak adanya konflik perpecahan yang terjadi dikarenakan perbedaan semata. Walaupun
indonesia ini berbeda-beda suku, ras, agama, dan budaya, tetapi tetap indonesia adalah
negara yang satu yang mempunyai satu tujuan untuk memakmurkan negara indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.answers.yahoo.com
http://lestarisurningsih.blogspot.co.id/2015/04/makalah-pendidikan-kewarganegaraan.html
http://ozifachrur.blogspot.co.id/2014/01/pertentangan-sosial-dan-integrasi.html

12
http://tahta10.blogspot.co.id/2015/03/makalah-tentang-integrasi-nasional.html
Winarno. 2014. Pradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. PT Bumi Aksara: Jakarta.23

13
LAMPIRAN

Contoh kasus ancaman yang pernah mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), yaitu:
1. Contoh Ancaman Fisik
a. Ancaman dari luar, seperti; penembakan kapal patroli Indonesia oleh negara Malaysia,
agresi militer dari tentara Belanda tahun 1947-1949 yang ingin menguasai dan
menjajah Indonesia kembali setelah Indonesia Merdeka, dan penjajahan bangsa Eropa
di Indonesia.
b. Ancaman dari dalam, seperti; penyerangan antarsuku di Papua, teror bom di Solo,
kerusuhan massa di Jakarta, kekejaman aparat keamanan terhadap mahasiswa saat
demonstrasi tahun 1998, tawuran antarwarga di Makassar, dan perusakan kantor
walikota oleh warga yang marah.
2. Contoh Ancaman Ideologi atau Nonfisik
a. Ancaman dari luar seperti; adu domba yang dilakukan pihak asing, adanya campur
tangan politik dari badan badan asing di dalam negeri, maraknya propaganda asing,
penyadapan yang dilakukan pihak asing .
b. Ancaman dari dalam seperti; pemberontakan PKI, gerakan separatis GAM di Aceh,
RMS di Maluki dan OPM di Papua, sikap apatis terhadap pemerintah, provokasi dari
kelompok masyarakat tertentu terhadap kelompok masyarakat lainnya yang
mengandung unsur SARA, dan munculnya berbagai aliran sesat di Indonesia.

14

Anda mungkin juga menyukai