Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya
batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki ukuran,bentuk dan
komposisi yang bervariasi.

2.2 Epidemiologi
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta
orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu
kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena
belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan
ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat
operasi untuk tujuan yang lain.
Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama
pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet tinggi
lemak dan genetik. Insiden pada laki-laki dan wanita pada batu pigmen tidak terlalu
banyak berbeda.
Peneliti dari Jepang yang menemukan bukti bahwa orang dengan diet berat
biasanya menderita batu jenis kolesterol, sedangkan yang dietnya tetap biasanya
menderita batu jenis pigmen. Faktor keluarga juga berperan dimana bila keluarga
menderita batu empedu kemungkinan untuk menderita penyakit tersebut dua kali lipat
dari orang normal.
2.3 ANATOMI

Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada
permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum.
Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana
fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX
kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang
dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum
minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus
koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna
menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V.
cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat
kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf
yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

2.4 FISIOLOGI SALURAN EMPEDU


Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica
fellea mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini,
mukosanya mempunyai lipatan – lipatan permanen yang satu sama lain saling
berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang
membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian
disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris.
Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian
keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai
doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi
sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU


Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.
Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak
menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon
kemudian masuk ke dalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat
yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula
relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum.
Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam
usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua
aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
- Hormonal : Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum
akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas.
Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
- Neurogen : Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi
cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan
kontraksi dari kandung empedu.
Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai
Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu
akan tetap keluar walaupun sedikit.
Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal
memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.
KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU

Dari Dari Kandung


Komponen
Hati Empedu

Air 9 g 95 g
7 m m
, %
5 %

Garam Empedu 1 g 6 g
, m m
1 %
%
Bilirubin 0 g 0,3 g
, m m
0 %
4 %

Kolesterol 0 g 0,3 – g
, m 0,9 m
1 %
%

Asam Lemak 0 g 0,3 – g


, m 1,2 m
1 %
2 %

Lecithin 0 g 0,3 g
, m m
0 %
4 %
Elektrolit - -

1. Garam Empedu
Garam empedu berasal dari kolesterol. Garam empedu dari hati ada dua macam yaitu:
Garam Deoxycholat dan Garam Cholat. Fungsi garam empedu adalah: menurunkan
tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel
lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih
lanjut, membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut
dalam lemak. Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman
usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu
dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan
dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut
terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut
misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.
2. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme
bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi biliverdin yang segera
berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin.
Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide.
Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin
yang terbentuk sangat banyak.

2.5 ETIOLOGI
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor predisposisi
terpenting, yaitu: gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.
a. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam
pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini
mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya)
untuk membentuk batu empedu.
b. Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-insur tersebut. Gangguan
kontraksi kandung empedu atau spasme spingter oddi, atau keduanya dapat
menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin ) dapat
dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.
c. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus
meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai
pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu,
dibanding panyebab terbentuknya batu.

2.6 PATOLOGI
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu, yang terdiri dari :
kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, fosfolipid (lesitin) dan
elektrolit. Batu empedu memiliki komposisi yang terutama terbagi atas 3 jenis :
1. batu pigmen
2. batu kolesterol
3. batu campuran (kolesterol dan pigmen)

2.7 PATOFISIOLOGI
1. Batu pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal
akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim
glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau
tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan
presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak
terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak. sehingga lama kelamaan
terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu
tapi ini jarang terjadi. Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok : batu Calcium
bilirubinat (batu infeksi) dan batu pigmen murni (batu non infeksi). Pembentukan
batu bilirubin terdiri dari 2 fase :
a. Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang
berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi
saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi
yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang
dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung
glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.
b. Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh
bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 %
batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides.
Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing
tambang.
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi

2. Batu kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh dalam
pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol
sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).

Proses degenerasi dan adanya penyakit hati



Penurunan fungsi hati

Penyakit gastrointestinal Gangguan metabolisme
↓ ↓
Mal absorpsi garam empedu ¬ Penurunan sintesis (pembentukan) asam empedu

Peningkatan sintesis kolesterol

Berperan sebagai penunjang
iritan pada kandung empedu ¬ Supersaturasi (kejenuhan) getah empedu oleh kolesterol
↓ ↓
Peradangan dalam Peningkatan sekresi kolesterol

kandung empedu
↓ ↓
Kemudian kolesterol keluar dari getah empedu
Penyakit kandung ↓
empedu (kolesistitis) Pengendapan kolesterol

Batu empedu

Pembentukan batu kolesterol melalui tiga fase :


a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut
dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah
larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai
tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin
dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan
supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada
rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :
peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh
lebih banyak; orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga
terjadi supersaturasi; diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet); pemakaian
obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi; pool asam empedu
dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum terminale akibat
peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik); pemakaian tablet KB
(estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar chenodeoxycholat rendah, padahal
chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi
kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai
tiga tahun.
b. Fase Pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen
bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada
peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang
menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.
c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa
berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu
cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa
keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol
yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.
Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada
pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada
keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan
dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar.

2.8 MANIFESTASI KLINIS


Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya
bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya
komplikasi.
Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik
bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di
daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran
kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai
pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin
tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik. Kolik
bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari
spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik
bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi
akut. Kolik bilier biasanya timbul
malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 – 60 menit, menetap, dan nyeri
terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke
pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik
bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada
banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis. Diagnosis dan pengelolaan yang baik
dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu
kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis,
pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan
peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit
penanganannya dan dapat berakibat fatal. Sebagian besar (90 – 95 %) kasus
kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus
yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya
mempunyai kolelitiasis dan telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis
akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 %
pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis.
Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus
koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat
juga terbentuk di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit
koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala
sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata.
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa
menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga
timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang
tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar.
Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif,
kolangitis dan pankreatitis.

2.9 DIAGNOSIS
Diagnosis ditentukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Diagnosis
pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila terjadi
komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar bilirubin
darah dan fosfatase alkali. Nilai normal bilirubin direk (terkonjugasi) : 0,1-0,3 mg/dl,
bilirubin indirek (tidak terkonjugasi) : 0,2-0,7 mg/dl, bilirubin serum total : 0,3-1,0
mg/dl, dan bilirubin urin : 0 (nol).
Asparte aminotransferase (AST / SGOT ) dan alanin aminotransferase (ALT /
SGPT) merupakan enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati, dan jaringan
skelet yang dilepaskan dari jaringan yang rusak (seperti nekrosis atau terjadi perubahan
permeabilitas sel dan akan meningkat pada kerusakan hati. Nilai normal AST / SGOT
dan ALT / SGPT : 5-35 unit/ml.
Alkaline posfatase dibentuk dalam hati dan dieksresikan ke dalam empedu, kadarnya
akan meningkat jika terjadi obstuksi biliaris. Nilai normalnya : 30-120 IU/L atau 2-4
unit/dl.
2. Foto Polos Abdomen
Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga terlihat
pada foto polos abdomen.
3. Kolesistografi
Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang
tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan kawan-
kawan menyatakan bahwa reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral dalam
mengindentifikasikan batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar bilirubin
serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat kontras tidak
diekskresi ke saluran empedu.
4. Ultrasonografi
Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya sampai 98
% dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini adalah mudah
dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Ditambah pula
bahwa USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi kontras, wanita
hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati. Ditinjau dari berbagai segi
keuntungannya, Ugandi menganjurkan agar pemeriksaan USG dipakai sebagai langkah
pemeriksaan awal. Dengan pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut,
ada tidaknya radang akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu, tebal
dinding, ukuran CBD (Common Bile Duct) dan jika ada batu intraduktal.

5. Tomografi Komputer
Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek
gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain. Karena
mahalnya biaya pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.
2.10 PENGELOLAAN KOLELITIASIS
A. Penatalaksanaan Non Operatif, yaitu :
1. Pendukung diit : Cairan rendah lemak
2. Cairan Infus
3. Pengisapan Nasogastrik
4. Analgetik
5. Antibiotik
6. Istirahat
7. ESWL
Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan
batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol. Zat pelarut batu
empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang karena sesuatu hal
sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena terdapat kelebihan kolesterol yang
tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu
empedu tersedia Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan
penghambatan sekresi kolesterol, sehingga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan
batu dapat melarut lagi. Terapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan
baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada 30%
dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL). ESWL merupakan litotripsi untuk
batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut
sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil
bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat serta
pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi
lebih mudah.
Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk membantu
melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi
beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya.

1. Kriteria Munich :
- Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).
- Penderita tidak sedang hamil.
- Batu radiolusen
- Tidak ada obstruksi dari saluran empedu
- Tidak terdapat jaringan parut pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah
batu.
2. Kriteria Dublin :
- Riwayat keluhan batu empedu
- Batu radiolusen
- Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila
multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3.
-
Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik.
Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari sudut penderita
karena dapat dilakukan secara rawat jalan, sehingga tidak mengganggu aktifitas
penderita. Demikian juga halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang
umumnya ditakutkan penderita dapat dihindarkan. Namun tidak semua penderita dapat
dilakukan terapi ini karena hanya dilakukan pada kasus selektif. Di samping itu penderita
harus menjalankan diet ketat, waktu pengobatan lama dan memerlukan biaya yang tidak
sedikit, serta dapat timbul rekurensi setelah pengobatan dihentikan. Faal hati yang baik
juga merupakan salah satu syarat bentuk terapi gabungan ini , karena gangguan faal hati
akan diperberat dengan pemberian asam empedu dalam jangka panjang.
ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak infasif namun dalam
kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi misalnya rasa sakit
di hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan subkapsuler hati,
penebalan dinding dan atropi kandung empedu.
B. Penatalaksanaan Operatif
1. Kolesistektomi
Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.
Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan
tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik.
Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan,
banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat
lain mengingat “silent stone” akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan
komplikasi, maka mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang
paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu
kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik.
Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :
- Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat.
- Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.
- Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya
Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan
sebagainya.

2. Kolesistostomi
Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-
cabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis
dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini.
Indikasi dari kolesistostomi adalah
- Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan
- Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang
menyertai, kesulitan teknik operasi dan
- Tersangka adanya pankreatitis.
Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar
dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti
dengan kolesistektomi.
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : JS
Umur : 44 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pendidikan : Tamat SLTA
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Jl. Merpati Komp. Burung no 2E
Tanggal Pemeriksaan : 2 Oktober 2012

II. KELUHAN UTAMA


Nyeri perut kanan atas

III. ANAMNESA KHUSUS


Penderita mengeluh nyeri perut kanan atas sejak 6 Bulan yang lalu, hilang timbul
dan memberat sejak 1 minggu SMRS. Nyeri dirasakan sangat berat seperti ditusuk-tusuk.
Nyeri seringkali timbul setiap kali setelah makan. Penderita juga mengeluh mual-mual
dan muntah, isi makanan, tidak disertai darah. Penurunan berat badan disangkal oleh
pasien. Pasien mengeluh badan menjadi kuning sejak 2 minggu yang lalu, dan semakin
lama semakin kuning. Pasien mengalami demam sejak 3 hari yang lalu. Demam sempat
hilang setelah minum obat penurun panas, tetapi kemudian panas timbul lagi. BAB
normal, BAK berwarna seperti teh.

RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA


Penderita tidak memiliki penyakit seperti Hepatitis, Hipertensi, Penyakit Jantung, Ginjal
atau penyakit kronis lainnya.

RIWAYAT PENGOBATAN
Tidak ada

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Di dalam keluarga tidak ada menderita penyakit yang serupa dengan pasien.

RIWAYAT SOSIAL
Penderita bekerja sebagai pegawai swasta, tidak merokok dan tidak minum
minuman alkohol.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Status present :
Keadaan Umum : Sedang
Vital Sign : TD = 130/70 mmHg
N = 82 x /menit
R = 20 x /menit
Tax = 37,9 C
Status general
Kepala : normocephali
Mata : Anemia -/-, Ikterus +/+, Refleks pupil +/+ isokor
THT : kesan tenang
Leher : Pembesaran KGB tidak ada
Thorax : Cor : S1 S2 tunggal,reguler,murmur-
Po : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Abdomen : I : distensi (-)
A : Bising Usus (+) normal
Pal : Nyeri tekan (+) R. Hipokondrium Dextra,
Hepar teraba 5 cm bawah iga, tepi tumpul, padat
kenyal teraba.
Per : Timpani

Extremitas : Hangat + + , Edema - -


+ + - -

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 DL
Tgl 24/9/2012 1/10/2012
Hb : 13,40 10,20 g/dL
HCT : 43,70 30,90 L%
WBC : 3,33. 103/µL 14,71 103/uL
PLT : 112. 103/uL 176,00 103/uL

Tes Fungsi Hati


24/9/2012 1/10/2012
SGPT : 285 54,00 U/L
SGOT : 121,20 38,00 U/L
ALP : 373,1 513 U/L
Bil.total : 5,788 11,35 mg/dL
Direk : 5,51 6,11 mg/dL
Indirek : 0,27 5,24 mg/dL
Alb : 3,29 2,50 g/DL
BUN : 15,55 17,00 mg/dl
Creatinin : 0,83 0,79 mg/dl
GDS : 91,23 110 mg/dl
Na : 133,40 146, 00 mmol/l
K : 2,98 2,8 mmol/l
 Hasil Roentgen (24/9/2012):
Kesan thorax foto : tidak tampak kelainan

 USG abdominal (26/9/2012)


Kesan: Batu duktus Cistikus Komunis ukuran 0,91 cm yang menyebabkan
pelebaran IHBD dan
Lien/ pankreas/buli/ uterus saat ini tidak tampak kelainan.

VI. DIAGNOSIS (26/9/2012)


- Suspek Kholangitis Akut
o Sepsis
- Kolelitiasis

VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa: Sesuai TS Interna
Operatif: (Konsul Bedah Digestiv: Kolesistektomi +Eksplorasi Duktus Koledukus)

Anda mungkin juga menyukai