PEDOMAN UMUM
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
Tujuan penyusunan pedoman umum ini adalah untuk memberikan acuan dasar
penyelenggaraan KLHS bagi para pembuat kebijakan, rencana dan/atau program, baik
sektoral maupun kewilayahan. Pedoman ini memuat dasar dan tata cara penyelenggaraan
KLHS yang berlaku untuk berbagai jenis kebijakan, rencana dan/atau program di
Indonesia sesuai dengan keragaman fungsi, proses, prosedur, dan kelembagaan masing-
masing. Hal-hal yang bersifat lebih teknis akan dimuat dalam peraturan dan/atau
pedoman masing-masing kementerian/lembaga.
Pengantar ..................................................................................................................... i
Daftar Isi ...................................................................................................................... ii
Daftar Gambar ..................................................................................................................iii
Daftar Tabel ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Pengertian KLHS ................................................................................... 1
1.2 Tujuan dan Manfaat KLHS .................................................................... 1
1.3 Pendekatan dan Prinsip-prinsip KLHS .................................................. 2
BAB II INTEGRASI KLHS KE DALAM PROSES PERUMUSAN
KEBIJAKAN, RENCANA DAN/ATAU PROGRAM ................................. 6
2.1 Karakteristik Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau
Program di Indonesia ............................................................................. 6
2.2 Obyek KLHS .......................................................................................... 8
2.3 Integrasi KLHS ke dalam Proses Perumusan Kebijakan,
Rencana dan/atau Program .................................................................... 9
BAB III TAHAPAN PENYELENGGARAAN KLHS ................................................ 12
3.1 Penapisan ................................................................................................ 12
3.2 Pelaksanaan KLHS ................................................................................. 14
3.2.1 Pengkajian Pengaruh Kebijakan, Rencana dan/atau Program
terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah .............. 15
3.2.2 Perumusan Alternatif Penyempurnaan Kebijakan, Rencana
dan/atau Program .......................................................................... 29
3.2.3 Rekomendasi Perbaikan Kebijakan, Rencana dan/atau Program
dan Pengintegrasian Hasil KLHS ................................................. 31
BAB IV METODE PELAKSANAAN KLHS .............................................................. 35
4.1 Metode Pelaksanaan KLHS Berdasarkan Tingkat Kedetilan ................ 35
4.1.1 Metode Cepat (Quick Appraisal) ................................................. 37
4.1.2 Metode Semi Detil ........................................................................ 38
4.1.3 Metode Detil ................................................................................. 39
4.2 Data dan Informasi .................................................................................. 40
4.3 Komunikasi dan Negosiasi dalam KLHS .............................................. 43
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Daftar Uji Penapisan Kebijakan, Rencana dan/atau Program Yang
Berpotensi Menimbulkan Dampak dan/atau Risiko Lingkungan
Hidup ......................................................................................................... 13
Tabel 3.7 Alur Pikir Isu Strategis sampai dengan Rekomendasi ............................... 33
Tabel 5.1 Contoh Ringkasan Dokumentasi Pelaksanaan dan Hasil KLHS ................ 47
Makna strategis mengandung arti perbuatan atau aktivitas sejak awal proses
pengambilan keputusan yang berakibat signifikan terhadap hasil akhir yang akan
diraih. Dalam konteks KLHS perbuatan dimaksud adalah suatu proses kajian yang
dapat menjamin dipertimbangkannya hal-hal yang prioritas dari aspek pembangunan
berkelanjutan dalam proses pengambilan keputusan pada kebijakan, rencana
dan/atau program sejak dini.
KLHS merupakan upaya untuk mencari terobosan dan memastikan bahwa pada
tahap awal penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan sudah dipertimbangkan. KLHS bermanfaat untuk
menjamin bahwa setiap kebijakan, rencana dan/atau program „lebih hijau‟ dalam
artian dapat menghindarkan atau mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan
hidup. Dalam hal ini, KLHS berarti juga menerapkan prinsip precautionary
principles, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam
menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif
terhadap lingkungan hidup.
KLHS bermanfaat untuk memfasilitasi dan menjadi media proses belajar bersama
antar pelaku pembangunan, dimana seluruh pihak yang terkait penyusunan dan
evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dapat secara aktif mendiskusikan
seberapa jauh substansi kebijakan, rencana dan/atau program yang dirumuskan telah
mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Melalui proses
KLHS, diharapkan pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi
kebijakan, rencana dan/atau program dapat mengetahui dan memahami pentingnya
menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap penyusunan
dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program
Prinsip 6: Partisipatif
Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus dilakukan secara terbuka dan
melibatkan pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau
program. Prinsip ini telah menjadi amanat dalam Undnag-undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan harus diwadahi
dalam penyelenggaraan KLHS. Dengan prinsip ini diharapkan proses dan produk
kebijakan, rencana dan/atau program semakin mendapatkan legitimasi atau
kepercayaan publik.
Kadang kala atribut kebijakan, rencana dan/atau program sulit dibedakan secara jelas,
bahkan dapat saling tumpang tindih, namun secara generik perbedaannya adalah
sebagai berikut:
a. Kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah untuk mencapai tujuan. Dalam prakteknya kebijakan
dapat berupa arah yang hendak ditempuh (road map) berdasarkan tujuan
yang digariskan, penetapan prioritas, garis besar aturan dan mekanisme
untuk mengimplementasi tujuan.
b. Rencana adalah hasil suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan
yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya
yang tersedia. Dalam prakteknya rencana dapat berupa rancangan, prioritas,
pilihan, sarana dan langkah-langkah yang akan ditempuh berdasarkan arah
kebijakan dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kesesuaian sumber
daya.
c. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan
yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran
dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat
yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Dalam prakteknya program
dapat berupa serangkaian komitmen, pengorganisasian dan/atau aktivitas
yang akan diimplementasikan pada jangka waktu tertentu dengan
berlandaskan pada kebijakan dan rencana yang telah digariskan.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya terdiri atas:
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan,
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota, dan Rencana
Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.
Dalam penyusunan RPJP dan RPJM, baik untuk tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota, KLHS diwajibkan dalam penyusunan dan evaluasi RPJP/RPJM.
Pengintegrasian penyelenggaraan KLHS secara teknis untuk RPJP/RPJM pada
tingkat nasional akan ditentukan lebih lanjut oleh Bappenas, dan pada tingkat
provinsi dan kabupaten/kota oleh Kementerian Dalam Negeri.
3.1 Penapisan
Apabila proses penapisan ini menyimpulkan bahwa tidak ada potensi dampak
dan/atau risiko lingkungan hidup, maka pembuat kebijakan, rencana dan/atau
program tidak perlu menyelenggarakan KLHS.
Secara teknis, proses penapisan untuk kebijakan, rencana dan/atau program yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup sebagai bagian
integral dari risiko pembangunan berkelanjutan, dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan isu-isu pokok yang ditetapkan dalam UU PPLH (Penjelasan
Pasal 15 ayat 2), sebagai berikut:
1. Perubahan iklim.
2. Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati.
3. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan.
4. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam.
5. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan.
2 Kerusakan,
kemerosotan, dan/atau
kepunahan
3 Peningkatan intensitas
dan cakupan wilayah
bencana banjir,
longsor, kekeringan,
dan/atau kebakaran
hutan dan lahan
4 Penurunan mutu dan
kelimpahan sumber
daya alam
5 Peningkatan alih fungsi
kawasan hutan
dan/atau lahan
6 Peningkatan jumlah
penduduk miskin atau
terancamnya
keberlanjutan
penghidupan
sekelompok
masyarakat
7 Peningkatan risiko
terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia
Catatan:
1. Tabel ini dapat diisi berdasarkan pendapat ahli (professional judgement)
atau hasil penelitian yang telah dilakukan. Apabila dinilai perlu, dapat
dilakukan kajian untuk memastikan apakah kebijakan, rencana dan/atau
program tersebut memang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko
lingkungan hidup.
2. Kesimpulan tentang tingkat signifikansi dampak dan/atau risiko lingkungan
hidup disertai argumen atau penjelasan yang singkat dan logis.
Dalam prakteknya, karena penyelenggaraan dan fokus KLHS akan berbeda untuk
setiap jenis kebijakan, rencana dan/atau program, perlu dilakukan telaah konteks,
posisi dan lingkup KLHS. Sesuai dengan tujuan KLHS untuk memastikan
dipertimbangkannya prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam penyusunan
dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program, maka penyelenggaraannya
membutuhkan proses identifikasi isu-isu pembangunan berkelanjutan termasuk
lingkungan hidup di wilayah perencanaan secara kontekstual. Selain itu dalam
penyelenggaraan KLHS dituntut partisipatif, maka proses KLHS harus melibatkan
masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya, sesuai dengan dinamika proses
penyusunan dan evaluasi tiap-tiap kebijakan, rencana dan/atau program.
Catatan:
1. Pembagian isu-isu pembangunan berkelanjutan tidak harus
dalam format tiga pilar pembangunan berkelanjutan
(ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup), seringkali muncul
isu-isu pembangunan berkelanjutan yang terkait dengan
ketiga aspek tersebut.
Catatan:
Pengisian tabel di atas dapat dilakukan dengan meminta penyusun
kebijakan, rencana dan/atau program untuk menjelaskan proses
penyusunan dan substansi kebijakan, rencana dan/atau program,
baik yang sedang dirumuskan, maupun yang akan dievaluasi, untuk
memprediksikan kemungkinan pengaruhnya terhadap isu-isu
pembangunan berkelanjutan di suatu wilayah.
Catatan:
...dst
Catatan:
Kolom (3) merupakan hasil dari kajian lingkungan hidup termasuk
kemungkinan diperlukannya mitigasi dalam proses pembangunan
Pada bab sebelumnya telah diuraikan bahwa KLHS bukan merupakan proses teknokratis
atau ilmiah semata melainkan juga proses politik melalui negosiasi. Meskipun demikian,
berbagai metode ilmiah perlu dikaji kemungkinannya untuk meningkatkan kualitas KLHS.
Tentu saja bahwa metode ilmiah ini sangat beragam dan terus berkembang, oleh
karenanya tidak diperlukan suatu standarisasi dan keharusan untuk menerapkan suatu
metode ilmiah tertentu untuk KLHS.
Penentuan metode analisis teknis dan metode proses pelaksanaan KLHS juga akan
sangat ditentukan oleh konteks, kondisi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau
program yang akan dikaji. Oleh karena itu, diperlukan satu kecermatan dan
kreativitas untuk menentukan metode mana yang tepat dan efisien untuk satu KLHS.
Dengan kata lain, penentuan metode akan sangat ditentukan dengan kekhasan
kondisi, situasi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau programnya. Tabel 4.1
memberikan gambaran tentang tiga metode dan kondisi yang melatarbelakangi
pemilihan metode.
2. Pada metode semi detil dan metode detil sebaiknya didahului dengan
pelingkupan kajian (misalnya lingkup wilayah, lingkup waktu, lingkup substansi
yang dikaji dll).
Metode Cepat atau quick appraisal adalah metode kajian yang lebih
mengandalkan pengalaman dan pandangan para pakar (profesional judgement)
dan cenderung bersifat kualitatif. Metode ini dipilih ketika satu kebijakan,
rencana dan/atau program segera memerlukan pandangan KLHS, tidak
tersedia waktu yang cukup untuk melakukan kajian yang lebih detil. Namun
prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku harus tetap terpenuhi.
Beberapa petunjuk teknis agar metode ini dapat dilakukan dengan baik antara
lain sebagai berikut:
1. Perlu dipilih pakar yang tepat sesuai dengan isu-isu yang terkait
dengan kebijakan, rencana dan/atau program.
2. Perlu dirancang suatu proses diskusi yang efektif dan efisien, antara
lain dengan merumuskan isu-isu pokok yang akan didiskusikan.
3. Moderator yang dipilih sebaiknya handal dan efektif, dapat menjaring
dan merumuskan pandangan para pakar secara obyektif.
4. Seluruh proses perlu dicatat atau didokumentasikan dengan rinci dan
lengkap.
Contoh:
Identifikasi dan perumusan isu-isu pembangunan berkelanjutan dilakukan
melalui suatu forum diskusi dengan pemangku kepentingan dan atau
melibatkan para ahli. dan ditentukan baik melalui kesepakatan bersama,
maupun dengan meminta pendapat para ahli (professional judgement).
Hasilnya diwujudkan dalam daftar sederhana dengan penjelasan sederhana
yang mudah dipahami. Kajian pengaruh antara suatu komponen kebijakan,
rencana dan/atau program dengan potensi dampak dan/atau risiko lingkungan
hidup dilakukan dengan menggunakan matriks, perbandingan, analisis
sederhana, atau analogi.
Metode semi detil adalah kajian yang memanfaatkan data-data yang ada
digabungkan dengan pengalaman dan pandangan para ahli. Metode ini
merupakan suatu langkah lebih maju daripada metode cepat, dimana
pandangan para pakar didasarkan pada dukungan data-data dan informasi
yang cukup memadai, sehingga keputusannya lebih akurat dan dapat lebih
berifat kuantitatif.
Metode semi detil dipilih apabila kebijakan, rencana dan/atau program yang
dikaji tidak begitu mendesak untuk diputuskan, serta tersedia waktu dan
sumber daya yang cukup untuk mengumpulkan data dan informasi yang dapat
mendukung pengambilan keputusan oleh para pakar. Prasyarat penyusunan
kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku harus tetap terpenuhi. Pada metode ini sebaiknya didahului dengan
pelingkupan kajian (misalnya lingkup wilayah, lingkup waktu, lingkup
substansi yang dikaji dll).
Kiat-kiat untuk melakukan metode semi detil yang efektif dan efisien antara
lain:
1. Pemilihan pakar dan pemangku kepentingan dilakukan secara selektif
dan benar-benar sesuai dengan isu-isu yang terkait dengan kebijakan,
rencana dan/atau program.
2. Data-data dan informasi pendukung yang memadai disiapkan dalam
format-format yang mudah dibaca dan dipahami.
3. Moderator yang dipilih sebaiknya handal dan efektif, dapat menjaring
dan merumuskan pandangan para pakar secara jernih.
Data dan informasi menjadi elemen penting KLHS. Meskipun dalam metode cepat
data dan informasi tidak selalu tersedia, dalam banyak kasus, ketersediaan data dan
informasi sangat mendukung keberhasilan KLHS. Ketersediaan data dan informasi
yang tepat dan akurat dapat meningkatkan peran KLHS. Tabel 4.2 menjelaskan
berbagai kemungkinan sumber data.
Beberapa kode etik penggunaan data dan informasi dalam KLHS adalah :
1. Pencantuman sumber data.
2. Verifikasi data untuk mencegah penggunaan data palsu.
4.3 Metode Komunikasi dan Negosiasi untuk Pelibatan Masyarakat dan Pemangku
Kepentingan Lainnya
Manfaat
Merumuskan
Teknik Menyampaikan Menjaring
Kesepakatan
Informasi Masukan
Bersama
Pemanfaatan V V
dokumen-
dokumen cetak
yang ada
Pameran V V
Poster V V
Layanan V V
Informasi melalui
Hotline
Diskusi melalui V V V
Internet
Survai kuesioner, V V
wawancara serta
observasi fisik
dan sosial
Konsultasi publik V V V
Lokakarya V V V
Pembentukan V V V
komite ahli atau
wakil-wakil
komunitas
Sumber: OCTA Study on EIA-SEA. Volume 2 Manual
Kiat-kiat untuk membangun komunikasi dan dialog yang efektif agar proses KLHS
berjalan efektif, yaitu:
1. Bahan tertulis disiapkan secara ringkas dan jelas.
Dalam banyak kasus, diperlukan metode diskusi kelompok terfokus (focus group
discussion [FGD]) untuk mendiskusikan beberapa isu secara khusus dengan anggota
yang terbatas. Kelebihan metode FGD ini adalah agar kita dapat secara khusus dan
tajam mendiskusikan beberapa isu spesifik dengan peserta yang terbatas sehingga
dialog dan pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan lebih efektif.
Khusus tentang butir (6) dan (7), dokumentasi disusun berdasarkan urutan kegiatan,
tempat, peserta, dan waktu setiap tahapan KLHS. Dokumentasi berupa
narasi/penjelasan kegiatan beserta ringkasannya yang dapat diwujudkan dalam
bentuk tabel. Tabel 5.1 merupakan alternatif pembuatan ringkasan dokumentasi
KLHS. Dokumentasi pelaksanaan KLHS disusun oleh pembuat kebijakan, rencana
dan/atau program dan dilampiri tanda tangan perwakilan pemangku kepentingan
yang terlibat dalam KLHS.
Penjaminan kualitas adalah sebuah upaya untuk memastikan bahwa proses KLHS
sudah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme atau tahapannya, termasuk bahwa
substansi hasil KLHS telah direkomendasikan. Pelaksanaan penjaminan kualitas
menjadi tanggungjawab pembuat kebijakan, rencana dan/atau program itu sendiri.
Publik dan pihak lain yang berkepentingan dapat melakukan penilaian kualitas
KLHS.