Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

“BENCANA BANJIR”
Dosen pengampu : Ns. Sukarno, S.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Nama NIM
1. Masahidah 010114a066
2. Maulana Arafi 010114a067
3. Muyasaroh 010114a074
4. Nanda Riski Riyanto 010114a076
5. Ni Wayan Ida Purnami 010114a078
6. Ni Wayan Novi Andari 010114a081
7. Ria Novita Sari 010114a101
8. Rikha Amalia Malik 010114a103
9. Risa Khoirunisa 010114a106
10. Shanti Amalia 010114a0
11. Yogi Nur Hidayat 010114a0

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hampir seluruh negara di dunia mengalami masalah banjir, tidak terkecuali di
negara-negara yang telah maju sekalipun. Masalah tersebut mulai muncul sejak manusia
bermukim dan melakukan berbagai kegiatan di kawasan yang berupa dataran banjir
(flood plain) suatu sungai. Kondisi lahan di kawasan ini pada umumnya subur serta
menyimpan berbagai potensi dan kemudahan sehingga mempunyai daya tarik yang tinggi
untuk dibudidayakan. Oleh karena itu, kota-kota besar serta pusat-pusat perdagangan dan
kegiatan-kegiatan penting lainnya seperti kawasan industri, pariwisata, prasarana
perhubungan dan sebagainya sebagian besar tumbuh dan berkembang di kawasan ini.
Sebagai contoh, di Jepang sebanyak 49% jumlah penduduk dan 75% properti terletak di
dataran banjir yang luasnya 10% luas daratan; sedangkan sisanya 51% jumlah penduduk
dan hanya 25% properti yang berada di luar dataran banjir yang luasnya 90% luas
daratan. Hampir seluruh kota-kota besar di Indonesia juga berada di dataran banjir.
Selain memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, dataran banjir juga
mengandung potensi yang merugikan sehubungan dengan terdapatnya ancaman berupa
genangan banjir yang dapat menimbulkan kerusakan dan bencana. Seiring dengan laju
pertumbuhan pembangunan di dataran banjir maka potensi terjadinya kerusakan dan
bencana tersebut mengalami peningkatan pula dari waktu ke waktu. Indikasi terjadinya
peningkatan masalah yang disebabkan oleh banjir di Indonesia dapat diketahui dari
peningkatan luas kawasan yang mengalami masalah banjir sejak Pelita I sampai sekarang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah diatas, maka masalah-masalah yang di bahas dapat di
rumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana definisi atau pengertian dari banjir?
2. Apa saja jenis-jenis banjir?
3. Dimana daerah yang rawan banjir?
4. Apa saja penyebab terjadinya banjir?
5. Apa saja dampak dari banjir?
6. Bagaimana respon atau upaya penanggulangan banjir?
7. Bagaimana rehabilitasi banjir?
8. Bagaimana konstruksi banjir?
9. Bagaimana mitigasi banjir?
10. Bagaimana peran perawat terhadap banjir?

C. Tujuan
Dari judul yang diangkat yaitu tentang banjir, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi atau pengertian dari banjir
2. Untuk mengetahui jenis-jenis banjir
3. Untuk mengetahui daerah yang rawan banjir
4. Untuk mengetahui penyebab terjadinya banjir
5. Untuk mengetahui dampak dari banjir
6. Untuk mengetahui respon atau upaya penanggulangan banjir
7. Untuk mengetahui rehabilitasi banjir
8. Untuk mengetahui konstruksi banjir
9. Untuk mengetahui mitigasi banjir
10. Untuk mengetahui peran perawat terhadap banjir
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Banjir
Menurut Undang-undang No.24 Tahun 2007, bencana didefinisikan sebagai
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Bencana dapat disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya
suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi kapasitas pembuangan air disuatu
wilayah dan menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009).
Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari
saluran yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang
paling sering terjadi dan paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun
ekonomi (IDEP, 2007).

B. Jenisi Banjir
1. Berdasarkan lokasi sumber aliran permukaannya, terdiri dari :
a. Banjir kiriman (banjir bandang)
yaitu banjir yang diakibatkan oleh tingginya curah hujan didaerah hulu sungai.
b. Banjir lokal
yaitu banjir yang terjadi karena volume hujan setempat yang melebihi kapasitas
pembuangan disuatu wilayah.
2. Berdasarkan mekanisme terjadinya banjir yaitu:
a. Regular flood
yaitu banjir yang diakibatkan oleh hujan.
b. Irregular flood
yaitu banjir yang diakibatkan oleh selain hujan, seperti tsunami, gelombang
pasang, dan hancurnya bendungan.(Utara, 2009)

C. Daerah Rawan Banjir


Ciri – cirri suatu daerah yang rawan terkena banjir, antara lain:
1. Curah hujan tinggi
2. Permukaan tanah lebih rendah dibandingkan muka air laut
3. Terletak pada suatu cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan pengaliran air
keluar sempit
4. Terletak didekat sungai atau sungai yang memiliki daerah aliran sungai yang luas
5. Kurangnya tutupan vegetasi didaerah hulu sungai
6. Banyak pemukiman yang dibangun pada dataran sepanjang pinggir sungai
7. Aliran sungai tidak lancer akibat banyaknya sampah serta bangunan dipinggir sungai.

D. Penyebab Banjir
1. Luapan Air Sungai
Sungai yang lebar dan kedalamannya tidak berubah, namun di sekitarnya terjadi
peningkatan jumlah penduduk yang sangat signifikan dapat menyebabkan
ketidakmampuan sungai untuk menampung secara keseluruhan air buangan, air hujan
dan sampah yang masuk ke dalamnya. Jika sudah penuh, maka air akan menggenangi
pinggiran sungai dan daerah rendah lainnya.
2. Pendangkalan Sungai, Kali, Selokan, Danau, Situ, dll
Jika orang-orang selalu membuang sampah di sungai atau terus-menerus terjadi erosi
tanah di sekitarnya, maka akan terjadi pendangkalan. Sungai, danau dan selokan yang
dangkal tidak akan mampu menampung air dalam jumlah besar sehingga air akan
meluap menggenangi sekitarnya dan daerah-daerah yang rendah.
3. Kegagalan Tanah Menyerap Air
Jika jumlah luas keseluruhan lahan terbuka hijau dan tanah kosong berkurang drastis
di suatu daerah akibat berbagai sebab, maka air hujan yang turun akan langsung
meluncur dengan cepat ke selokan, sungai dan akhirnya ke laut. Jika air yang
meluncur tersebut sangat banyak jumlahnya, maka otomatis tidak akan tertampung di
saluran air yang ada. Walhasil air yang tidak dapat ditampung oleh saluaran
pembuangan air akan tergenang bebas dan menyebabkan banjir.
4. Penggundulan Hutan
Hutan yang berisi berbagai macam pohon-pohon lebat nan rindang serta semak
belukar yang rimbun dengan lantai hutan yang penuh dengan kompos alami sampah
hutan dapat menyerap air hujan dalam jumlah besar. Jika hutan digunduli dan
dipersempit, maka air hujan akan meluncur ke sungai dan kemudian berakhir di laut.
Jika sungai tidak mampu menampung air dalam jumlah besar, maka akan terjadi
banjir di sekitar sungai dan daerah rendah yang ada di sekitarnya.
5. Air Bah / Banjir Bandang
Air bah atau air banjir bandang yang datangnya cepat dan tiba-tiba bisa saja terjadi
akibat terjadinya sesuatu hal seperti jebol tanggul, jebol bendungan, tanah longsor,
hujan lebat di daerah sekitar hulu sungai, salju mencair masal secara tiba-tiba dan lain
sebagainya. Banjir yang tiba-tiba ini bisa saja langsung menghajar dan menggenangi
daerah pemukiman penduduk.
6. Hujan Deras Yang Lama
Jika hujan terjadi dengan intensitas yang tinggi dalam waktu yang panjang bisa
mengakibatkan suatu daerah yang tidak biasa banjir menjadi banjir jika tidak sigap
menghadapi kuantitas air yang tidak wajar di luar kebiasaan normalnya.
7. Air Laut Pasang (Rob)
Permukaan air laut yang dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan permukaan
daratan yang terus-menerus ambles mengakibatkan pada saat air pasang, daerah-
daerah pantai dan daerah yang rendah akan digenangi air laut yang asin.
8. Saluran Air Mampet
Jika got, selokan, comberan, parit dan atau sebangsanya mampet karena sampah,
maka aliran air akan terhambat, dengan begitu air yang tidak bisa menembus barikade
sampah tersebut akan meluap dan menggenangi di sekitar saluran air tersebut. Oleh
sebab itu perlu kesadaran masyarakat yang tinggi untuk tidak membuang sampah
sembarangan di mana pun berada. Terkadang orang menganggap kali sebagai tempat
membuang sampah yang sah, sehingga saat sampah menyangkut dan menghambat
laju air, maka bisa mengakibatkan banjir.
9. Perubahan Sistem Drainase Pembuangan Air
Suatu daerah yang biasanya tidak banjir bisa saja menjadi daerah langganan banjir
baru jika daerah di sekitarnya melakukan sesuatu yang mengubah sistem drainase
yang sudah ada tanpa memperhatikan amdal (analisis mengenai dampak lingkungan).
Contohnya seperti peninggian masal suatu wilayah rendah untuk komplek perumahan
baru, menyempitkan saluran air yang ada untuk suatu pembangunan, hilangnya daerah
rawa-rawa untuk dijadikan mall, dan lain sebagainya.
10. Tsunami Air Laut
Adanya gempa bumi, pergeseran lempengan bumi, tumbukan meteor besar, ledakan
bom, angin besar, tanah longsor, es longsor, dan lain sebagainya bisa saja
menyebabkan gelombang tinggi air laut yang menyapu suatu daratan baik skala kecil
maupun besar. Banjir air laut akibat sunami bisa mencapai ketinggian ratusan meter
sehingga dapat menewaskan banyak orang yang dilaluinya.

E. Dampak Banjir
Banjir akan terjadi gangguan-gangguan pada beberapa aspek berikut :
1. Aspek penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut, tenggelam,
luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya penyakit seperti penyakit kulit,
demam berdarah, malaria, influenza, gangguan pencernaan dan penduduk terisolasi.
2. Aspek pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya dokumen, arsip,
peralatan, perlengkapan kantor dan terganggunya jalannya pemerintahan.
3. Aspek ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya
pasar tradisional, kerusakan atau hilangnya harta benda, ternak dan terganggunya
perekonomian masyarakat.
4. Aspek sarana/prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk, jembatan,
jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi
listrik, air minum dan jaringan komunikasi.
5. Aspek lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem, objek wisata,
persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul/jaringan irigasi
(Mistra, 2007; Rahayu dkk, 2009).

F. Respon atau Upaya Penanggulangan Banjir


Program untuk mengatasi banjir menurut BPBD DKI Jakarta (2014) dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu :

1. Jangka Pendek :

a. Membangun tanggul pengaman rob.


b. Melaksanakan pengerukan sungai, waduk dan saluran air.
c. Membangun sumur resapan, dangkal, sedang, dan dalam.
d. Melakukan relokasi penduduk yang bermukim di bantaran sungai atau kali.
e. Membangun kesadaran dan partisipasi masyarakat tidak membuang sampah
dan mendirikan bangunan di kali atau sungai dan saluran.
2. Jangka Menengah :

a. Normalisasi kali atau sungai.


b. Membangun sodetan kali atau sungai.
c. Membangun drain 2.
d. Membangun waduk.
e. Memperkuat tanggul rob.
f. Meningkatkan RTH dan penghutanan kembali di kawasan hulu.
g. Menahan penurunan muka tanah dengan memasalkan pembangunan sumur
resapan.
h. Membangun Terowongan Bawah Tanah Multifungsi bila hasil kajian
kelayakannya positif.

3. Jangka Panjang :

a. Membangun Tanggul Laut Raksasa (Giant Sea Wall) mengantisipasi banjir,


penampungan cadangan air baku dan pengolahan air limbah.
b. Memantapkan kerjasama dengan Pemerintah Daerah manajemen penegolaan
air.

Adapun respon atau upaya yang harus di lakukan petugas kesehatan sebelum, saat
dan setelah terjadi banjir (Depkes, 2014) adalah :

1. Sebelum Banjir
a. Membuat peta rawan dan jalur evakuasi.
b. Menyusun rencana kontijensi (perencanaan kegiatan penanggulangan bencana
yang di susun sebelum bencana terjadi).
c. Menigkatkan kegiatan penyuluhan kesehatan lingkungan.
d. Membentuk tim kesehatan di setiap jejaring administrasi.
e. Menyiapkan obat dan logistik kesehatan lain (PAC, Kaporit, kantong sampah,
dll).
f. Meningkatkan kemampuan petugas dengan pelatihan.
g. Menyiapkan sarana komunikasi dan transportasi.
h. Menyiapkan perlengkapan lapangan (tenda velbet, genset, dan lain-lain).
2. Saat Banjir
a. Mengaktifkan unit pelayanan kesehatan dan membuat pos kesehatan di lokasi.
b. Memberikan pelayanan kesehatan dan rujukan.
c. Melakukan penilaian cepat kesehatan (Rapid Healt Assessment)

3. Setelah Banjir
a. Melakukan perbaikan kualitas air bersih.
b. Melakukan surveilans penyakit potensi KLB.
c. Membantu perbaikan kualitas jaman dan saluran pembuangan limbah.

G. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan:
a. Perbaikan lingkungan daerah bencana
Meliputi kegiatan: perbaikan lingkungan fisik untuk kawasan pemukiman , kawasan
industri, kawasan usaha dan kawasan gedung.indikator yang harus dicapai pada
perbaikan lingkungan adalah kondisi lingkungan yang memenuhi persyaratan
teknis, sosial, ekonomi, dan budaya serta ekosistem.
b. Perbaikan prasarana dan sarana umum
Merupakan kegiatan perbaikan prasarana dan sarana umum untuk memenuhi
kebutuhan transportasi , kelancaran kegiatan ekonomi dan kehidupan sosial budaya
masyarakat. Kegiatan perbaikan prasarana dan sarana umum mencakup:
a) perbaikan infrastuktur
b) Fasilitas sosial dan fasilitas umum.
c. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
Yang menjadi target pemberian bantuan adalah masyarakat korban bencana yang
rumah/lingkungannya mengalami kerusakan struktural hingga tingkat sedang akibat
bencana, dan masyarakat korban berkehendak untuk tetap tinggal di tempat semula.
Kerusakan tingkat sedang adalah kerusakan fisik bangunan sebagaimana pedoman
teknis (DepPU,2006) dan atau kerusakan pada halaman dan atau kerusakan pada
utilitas, sehingga mengganggu penyelenggaraan fungsi huniannya. Untuk bangunan
rumah rusak berat atau roboh diarahkan untuk rekontrustruksi.
d. Pemulihan sosial dan psikologis
Ditujukan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak bencana, memulihkan
kembali kehidupan sosial dan kondisi psikologis pada keamanan normal seperti
kondisi sebelum bencana. Dilakukan melalui upaya pelayanan sisial pskologis
berupa :
a) Bantuan konseling dan konsultasi
b) Pendampingan
c) pelatihan.
d) kegiatan psikososial
e. Pelayanan kesehatan
Ditujukan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak bencana dalam
rangka memulihkan kondisi kesehatan masyarakat melalui pemulihan sistem
pelayanan kesehatan masyarakat. Meliputi : SDM kesehatan, sarana/prasarana
kesehatan, kepercayaan masyarakat.
f. Rekonsiliasi dan resolusi konflik
Merukunkan atau mendamaikan kembali pihak-pihak yang terlibat dalam
perselisihan ,pertengkaran dan konflik. Sedangkan kegiatan resolusi adalah
memposisikan perbedaan pendapat, perselisihan pertengkaran atau konflik dan
menyelesaikan masalah atas perselisihan, pertengkaran atau konflik tersebut.
Rekonsiliasi dan resolusi ditujukan untuk membantu masyarakat di daerah bencana
untuk menurunkan eskalasi konflik sosial dan ketegangan serta memulihkan kondisi
sosial kehidupan masyarakat.
g. Pemulihan sosial ekonomi budaya
Dilakukan dengan membantu masyarakat menghidupkan dan mengaktifkan kembali
kegiatan sosial,ekonomi, dan budaya melalui : layanan advokasi dan konseling.
h. Pemulihan keamanan dan ketertiban
Adalah kegiatan mengembalikan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat
sebagaimana sebelum terjadi bencana dan menghilangkan gangguan keamanan dan
ketertiban di daerah bencana. Pemulihan keamanan dan ketertiban ditujukan untuk
membantu memulihkan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah
bencana agar kembali seperti kondisi sebelum terjadi bencana dan terbebas dari rasa
tidak aman dan tidak tertib.
i. Pemulihan fungsi kepemerintahan
Indikator yang harus dicapai pada pemulihan fungsi pemerintahan adalah:
a) Keaktifan kembali petugas pemerintahan.
b) Terselamatkan dan terjaganya dokumen-dokumen negara dan pemerintahan.
c) Konsolidasi dan pengaturan tugas pokok dan fungsi petugas pemerintahan.
d) Berfungsinya kembali peralatan pendukung tugas-tugas pemerintahan.
e) Pengaturan kembali tugas-tugas instansi/ lembaga yang saling terkait.
j. Pemulihan fungsi pelayanan publik
Adalah berlangsungnya kembali berbagai pelayanan publik yang mendukung
kegiatan/ kehidupan sosial dan perekonomian wilayah yang terkena bencana.
dilakukan melalui upaya-upaya :
a) Rehabilitasi dan pemulihan fungsi prasarana dan sarana pelayanan publik
b) Mengaktifkan kembali fungsi pelayanan publik pada instansi / lembaga terkait
c) Pengaturan kembali fungsi pelayanan publik.
Dalam penentuan kebijakan rehabilitasi prinsip dasar yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Menempatkan masyarakat tidak saja sebagai korban bencana, namun juga
sebagai pelaku aktif dalam kegiatan rehabilitasi
2. Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan terintegrasi
dengan kegiatan prabencana, tanggap darurat dan pemulihan dini serta kegiatan
rekonstruksi.
3. “early recovery” dilakukan oleh “rapid assessment team” segera setelah terjadi
bencana.
4. Program rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat (sesuai dengan
perpres tentang penetapan status dan tingkat bencana) dan diakhiri setelah tujuan
utama rehabilitasi tercapai.

Strategi penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi adalah :

1. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam tahapan pelaksanaan


rehabilitasi.
2. Memperhatikan karakter bencana, daerah dan budaya masyarakat setempat
3. Mendasarkan kondisi aktual di lapangan (tingkat kerugian/kerusakan serta
kendala medan).
4. Menjadikan kegiatan rehabilitasi sebagai gerakan dalam masyarakat dengan
menghimpun masyarakat sebagai korban maupun pelaku aktif kegiatan
rehabilitasi dalam kelompok swadaya.
5. Menyalurkan bantuan pada saat, bentuk, dan besaran yang tepat sehingga dapat
memicu/ membangkitkan gerakan rehabilitasi dan penanganan bencana yang
menyeluruh.

Prinsip-prinsip yang diutamakan dalam rehabilitasi adalah :

a. Partisipaif, artinya dalam setiap tahapan proses (perencanaan, pelaksanaan dan


pertanggung jawaban) selalu melibatkan masyarakat sebagai pelaku sekaligus
penerima manfaat.
b. Transparan dan akuntabel, artinya dalam setiap langkah dan kegiatan harus
dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
luas.
c. Sederhana, artinya pelaksaan seluruh proses kegiatan diupayakan sederhana
dan bisa dilakukan oleh masyarakat dengan tahap mengacu pada tujuan dan
ketentuan dasar pelaksanaan program rehabilitasi ini.
d. Akuntabilitas, artinya seluruh proses pelaksanaan dan pendanaan dilakukan
dengan penuh tanggung jawab.

H. Konstruksi
Setiap proyek konstruksi yang dibangun oleh pemerintah pada umumnya bertujuan
untuk mempermudah layanan pemerintah kepada masyarakat atau berdampak langsung
dan memberikan kepuasan terhadap masyarakat itu sendiri. Namun juga tidak sedikit
proyek konstruksi yang dibangun pemerintah itu yang tidak bermanfaat maksimal
ataupun memberikan kepuasan terhadap masyarakat. Karena itu, menjadi penting
mengevaluasi suatu konstruksi saat terjadi banjir dan setelah kejadian itu. Evaluasi
dimaksudkan supaya kita bisa mendapat jaminan bahwa bangunan/ gedung itu aman
difungsikan setelah banjir, atau harus memerlukan perbaikan/ penguatan pada beberapa
elemen konstruksi.
Pengaruh konstruksi dalam bencana banjir diantaranya yaitu Material dari kayu atau
bambu lebih mudah mengalami kembang susut dan pelapukan. Karena itu, struktur dari
kayu/ bambu yang tergenang air harus segera dikeringkan agar tidak terjadi
pengembangan/ penyusutan dan pelapukan. Air banjir yang terserap oleh kayu/ bambu
juga dapat menjadi sarang bakteri. Material beton atau baja mempunyai tingkat serapan
air sangat kecil, namun pada baja air dapat menimbulkan karat pada permukaan. Pada
material beton bertulang, apabila terjadi retakan, air akan masuk dan menyebabkan korosi
pada baja tulangannya. Untuk itu, setelah kering seyogianya baja segera dicat bahan
antikarat dan beton bertulang yang retak cepat ditambal.
Masyarakat perlu mengevaluasi konstruksi bangunan rumah/ gedung secara
menyeluruh. Apakah menyangkut struktur fondasi, kolom, atau dinding, dan sebagainya
yang mungkin mengalami kerusakan, deformasi, atau ketidakstabilan. Secara umum,
genangan air akan memengaruhi konstruksi fondasi dan dinding.
Kita harus segera memperbaiki dan memperkuat bila menjumpai pergeseran atau
retakan pada fondasi atau dinding. Evaluasi terakhir yang perlu dilakukan adalah
menyangkut jaringan listrik, terutama yang terletak di bawah. Jaringan yang terkena air
sangat berbahaya bagi manusia, dan berisiko mengakibatkan korsleting yang bisa memicu
kebakaran.
Bila masyarakat, terutama yang tinggal di daerah langganan banjir, membudayakan
evaluasi bangunan setelah dilanda banjir, kita mendapat jaminan bahwa bangunan itu
aman untuk kembali ditempati atau digunakan. Penghuni atau pemilik pun bisa
meminimalisasi risiko menghadapi banjir pada masa mendatang.

I. Mitigasi
a. Hazard Assesment
1. Mengidentifikasi populasi
Ekosistem lingkungan menjadi punah dan menjadi tidak seimbang.
2. Mengidentifikasi aset yang terancam
a. Dampak banjir terhadap erbagai sarana dan lingungan. Banjir dapat
membawa dampak berupa rusaknya berbagai sarana, yaitu rumah-rumah
penduduk, jalan-jalan dan fasilitas-fasilitas umum.
b. Dampak banjir terhadap kesehatan. Terjadinya kerusakan dan pencemaran
sarana penyediaan air bersih telah menyebabkan kesulitan untuk keperluan
minum dan memasak makanan. Ingkat kebersihan air yang rendah serta
lingkungan tercemar menyebabkan manusia lebih rentan terhadap penyakit-
penyakit pada saat banjir. Penyakit yang umum merupakan diare, sakit kulit,
mata, gastritis, pneumonia dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
3. Tingkat ancaman
Rumah yang berada dibantaran sungai biasanya terancam terkena banjir
dikarenakan antara rumah dan sungai jaranya sangat dekat. Sedangkan rumah
yang berada jauh dari sungai memiliki tingat ancaman yang rendah, tidak seperti
rumah yang berada dekat dengan sungai.

b. Warrning

Early warning system (EWS) atau Sistem Peringatan Dini merupakan sebuah
tatanan penyampaian informasi hasil prediksi terhadap sebuah ancaman kepada
masyarakat sebelum terjadinya sebuah peristiwa yang dapat menimbulkan risiko.
EWS bertujuan untuk memberikan peringatan agar penerima informasi dapat segera
siap siaga dan bertindak sesuai kondisi, situasi dan waktu yang tepat. Prinsip utama
dalam EWS adalah memberikan informasi cepat, akurat, tepat sasaran, mudah
diterima, mudah dipahami, terpercaya dan berkelanjutan.
Pemantau awal dalam EWS banjir lebih didominasi oleh petugas pemantau
tinggi muka air di pintu air sungai yang berada di hulu. Petugas tersebut merupakan
bagian pekerjaan dari Dinas Pekerjaan Umum. Selain memantau tinggi muka air,
mereka juga memantau kondisi curah hujan di sekitar daerah tersebut. Pembawa
berita atau informasi adalah orang atau institusi yang menyambungkan informasi
dari pemantau ke penerima/pengguna berita, yaitu masyarakat yang rawan banjir.
Pembawa informasi tersebut antara lain terdiri : Crisis Center (Satkorlak PBP),
Petugas Posko Bencana (Satlak, Satgas), Lurah, Satlinmas Kelurahan, Ketua
RW/RT, dan Tokoh Masyarakat. Media penyampaian informasi tersebut dapat
menggunakan alat antara lain berupa Handphone (SMS), HT, Telepon, Fax, Internet
dan Video Conference. EWS dapat dibedakan dalam dua jenis yakni:
a. Otomatis: Sirine, HT, kamera (CCTV). Pemberian EWS yang berteknologi
kepada masyarakat ini harus disertai edukasi dan pemeliharaan.
b. Kemasyarakatan ; yakni bersifat dirancang sendiri oleh masyarakat.
Komponen dalam EWS adalah:
a. Prediksi : harus dilakukan dengan ketepatan dan diperlukan pengalaman
b. Interpretasi : menerjemahkan hasil pengamatan
c. Respon dan pengambilan keputusan: siapa yang akan bertanggungjawab untuk
mengambil keputusan karena keputusan tersebut akan mempengaruhi dampak.
EWS dapat dilakukan secara efektif oleh penduduk, bila sistem itu mudah
dimengerti dan dipahami. Manfaatnya pun bisa lebih optimal jika masyarakat
memiliki pengetahuan tentang kebencanaan dengan baik. Di wilayah yang rawan
bencana banjir, seperti Jakarta, EWS merupakan bagian terpenting dalam proses
penanganan bencana. Dengan penerapan yang baik dan benar akan dapat melindungi
dan menyelamatkan warga dari ancaman bencana.
Masyarakat dapat melakukan berbagai upaya penyelamatan jiwa dan harta
bendanya. EWS adalah kunci menuju pengurangan risiko yang efektif. Akan
menjadi efektif jika melibatkan secara aktif masyarakat, dapat dipahami serta
menjangkau seluruh lapisan masyarakat, serta harus diikuti dengan sistem
penanganan penyelamatan yang sistematis. Tim siaga bencana, kesiapan sarana
evakuasi, tempat hunian sementara, penyediaan kebutuhan-kebutuhan dasar maupun
pengelolaan pengungsian yang melibatkan masyarakat.
Empat Kunci EWS
a. Pengetahuan tentang risiko: Pengumpulan data yang sistematis dan assessment
risiko.
b. Pemantauan dan Layanan Peringatan: Membangun pemantauan bahaya dan
layanan peringatan dini
c. Penyebarluasan dan komunikasi: Mengkomunikasikan informasi risiko dan
peringatan dini
d. Kemampuan Merespon: Membangun kemampuan respon nasional dan
masyarakat
Pembelajaran dari proses pengembangan EWS Banjir bersama masyarakat
EWS yang efektif harus bisa dipahami oleh masyarakat hingga kemudian
dapat tertanam kesadaran yang kuat untuk menjadikannya sebagai kebutuhan
bersama. EWS yang dibuat bersama masyarakat merupakan hal yang realistis dan
dapat dipercaya, karena masyarakatlah yang lebih mengetahui karateristik wilayah
serta kebutuhannya. Oleh karenanya, masyarakat perlu didorong untuk terus terlibat
aktif dan bertanggungjawab dalam penerapan EWS termasuk dalam pemeliharaanya.
Sosialisasi EWS kepada masyarakat dan pihak-pihak yang terkait juga sangat
penting, agar warga dapat memahami informasi bencana yang datang dan segera
bisa mengantisipasi dampak yang ditimbulkan.
Dengan sosialisasi tersebut, warga tidak akan merasa ditakut-takuti,
melainkan ditekankan kewaspadaannya. Pemahaman masyarakat bahwa wilayahnya
rawan banjir, sehingga menjadi penting pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana
juga harus terus ditingkatkan. Masyarakat harus disiapkan menghadapi banjir dan
meminimalisasi risiko dan dampaknya. Dengan adanya EWS sangat membantu
warga untuk lebih cepat mengantisipasi ancaman banjir. Di wilayah yang rentan
banjir seperti DKI Jakarta, EWS merupakan salah satu solusi wajib dalam
mengurangi dampak banjir. EWS yang telah diajarkan, harus terus diterapkan dan
selalu mengakomodasikan informasi yang diberikan.
Dari proses pengembangan EWS banjir di atas, pada akhirnya yang
diperlukan adalah kemauan dan keseriusan masyarakat dan pemerintah dalam
meminimalisasi risiko banjir dalam setiap kebijakan dan praktek pengelolaan
sumberdaya. Hal tersebut baru bisa diwujudkan apabila masyarakat dan pemerintah
memahami 16 Early Warning System - draft
prinsip dan tujuan penerapan sistem peringatan dini. Oleh karena itu, upaya strategis
penguatan kapasitas masyarakat serta membangun kerjasama antar semua pihak
dalam meminimalkan dampak/risiko banjir masih perlu dilakukan secara
berkesinambungan.
Keberhasilan dan Kegagalan
Keberhasilan perencanaan program EWS terletak pada perencanaan yang di
lakukan bersama masyarakat. Sudah semustinya kebutuhan akan EWS juga
berdasarkan kebutuhan dari masyarakat sehingga program menjadi efektif
memenuhi kebutuhan bukan menciptakan pemenuhan dari penciptaan kebutuhan.
Pelaksanaan program pun dapat akan menjadi sangat efektif. Alat-alat yang
diusulkan untuk sistem peringatan dini juga berdasarkan kebutuhan dan partisipasi
masyarakat sehingga mereka bisa menggunakan dengan mudah dan tidak terlalu
menelan biaya.
c. Preparedness (Kesiapsiagaan)
Menurut Undang-undang No. 24 tahun 2007, kesiapsiagaan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Menurut Ditjen Binkesmas Depkes (2005), kesiapsiagaan (preparedness) adalah
upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian
langkah-langkah yang tepat guna dan berdayaguna.
Hal – hal yang perlu di lakukan pada saat :
1. Sebelum Banjir
a. Ketahui sumber-sumber informasi dan pengumuman banjir.
Misalnya penjaga pintu-pintu air, Badan Meteorologi dan Geofisika
(BMG), pemerintah, dll.
b. Kenali tanda-tanda banjir sebelumnya, perhatikan dan bandingkan dengan
situasi saat ini.
c. Periksalah saluran-saluran air. Bersihkan jika memang ada yang
menyumbat.
d. Pastikan tempat-tempat pengungsian dan penyimpanan barang dan surat
berharga jika terjadi banjir.
e. Buatlah rencana pengungsian. Pahami tindakan tanggap darurat
(emergency) dan pertolongan pertama.
f. Persiapkan perlengkapan tanggap darurat dan pastikan semua anggota
keluarga mengetahui tindakan pertolongan pertama.
g. Perhatikan rumah kita, jika tidak cukup kuat, upayakan memperkuatnya
agar tidak hanyut.
2. Ketika Muncul Tanda-tanda Banjir
a. Perhatikan jika ada pengumuman banjirbaik melalui TV, radio, tempat
ibadah, atau pemberitahuan langsung dari RT/RW.
b. Isilah tempat-tempat penampungan air bersih, pada saat banjir mungkin
sekali air bersih akan tercemar.
c. Pindahkan peralatan rumah tangga yang berada di luar rumah pindahkan
kedalam rumah atau ke tempat yang tidak terjangkau genangan air, jika
dimungkinkan.
d. Simpanlah surat-surat atau dokumen penting di tempat aman dari
datangnya air. Bungkus dengan bahan yang kedap air, misalnya kantong
plastik.
e. Matikan aliran listrik dan keran air.
f. Informasikan pada tetangga apa yang kita ketahui.
g. Bersiaplah untuk kemungkinan mengungsi.
3. Pada Saat Banjir Di Luar Rumah
a. Bergeraklah ke tempat yang lebih tinggi dan lebih aman.
b. Hindari daerah-daerah genangan banjir. Bisa jadi ada arus kuat yang
menghanyutkan.
c. Jangan berkeliaran di wilayah banjir baik menggunakan sampan/perahu
maupun berjalan kaki.
d. Jangan sentuh tempat melekatnya kabel-kabel.
e. Awasi anak-anak, jangan biarkan mereka bermain-main di genangan air
banjir.
f. Jangan minum air banjir.
g. Jika berada dalam kendaraan dan ketinggian air meningkat, lebih baik
tinggalkan kendaraan dan bergeraklah ke tempat yang lebih aman.
4. Pada Saat Banjir Di Dalam Rumah
a. Tetap pantau perkembangan lewat TV dan radio, dan aktiflah mencari
informasi dari RT/ RW.
b. Jika ada himbauan untuk mengungsi, segera lakukan!
5. Jika Harus Mengungsi
a. Jika ada himbauan mengungsi, segeralah lakukan. Lebih mudah dan
aman mengungsi sebelum ketinggian air membahayakan.
b. Dahulukan anak-anak, orang cacat, dan orang lanjut usia.
c. Ikuti jalur-jalur evakuasi yang ditentukan. Jangan melalui jalur-jalur
yang diinformasikan berbahaya.
6. Di Pengungsian
a. Jangan biarkan anak-anak bermain di air banjir. Tunggu arahan
pemerintah/pihak berwenang, jangan kembali ke rumah sebelum keadaan
benar-benar aman.
b. Jangan biarkan anak-anak bermain di air banjir. Bantulah orang-orang di
sekitar (tetangga) atau mereka yang lemah (orang cacat, orang lanjut usia
atau anak-anak).
7. Kembali Ke Rumah Setelah Banjir
a. Jangan langsung masuk rumah, berhati-hatilah mungkin ada bahaya-
bahaya yang tersembunyi. Pakailah alas kaki.
b. Periksa kerusakan pada dinding, lantai, pintu dan atap.
c. Periksa kalau-kalau ada binatang. Seperti ular, serangga atau tikus yang
mungkin berbahaya.
d. Perhatikan langit-langit dan dinding yang mungkin belah, terbuka dan
roboh.
e. Periksa kabel dan alat-alat listrik yang terendam dalam air.
f. Periksa bahan-bahan yang mudah terbakar yang mungkin mengalir pada
saat banjir terendam (minyak tanah, bensin, solar, spirtus dan lain-lain).
g. Buang bahan-bahan makanan yang terendam.
h. Periksa kerusakan septic tank (bak pembuangan WC) untuk menghindari
pencemaran.
i. Periksa sumber air bersih dirumah, pastikan air yang akan dikonsumsi
benar-benar bersih, tidak terkontaminasi.
j. Jangan biarkan anak-anak bermain di air banjir.
k. Jangan memasukkan tangan ke dalam sudut ruangan atau lemari yang
gelap dan tidak jelas isinya. Mungkin merupakan tempat sembunyi
binatang yang terkena stres dari banjir, seperti tikus, serangga, dan
binatang peliharaan.
l. Cuci barang-barang yang akan digunakan kembali dengan sabun anti
kuman.
m. Tikus, dan lalat kerap berkeliaran sesudah banjir, jagalah kebersihan
makanan.
n. Laporkan kerusakan fasilitas umum kepada pemerintah.

J. Peran Perawat
1. Peran dalam Pencegahan Primer
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini, antara
lain:
a. Mengenali instruksi ancaman bahaya
b. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan, air, obat-
obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)
c. Melatih penanganan pertama korban bencana.
d. Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah
nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan
penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada
masyarakat.
Pendidikan kesehatan diarahkan kepada :

a. usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)


b. pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga
dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan, dan pertolongan pertama luka
bakar
c. memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran,
RS dan ambulans.
d. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal pakaian
seperlunya, portable radio, senter, baterai)
e. Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau posko-posko
bencana

2. Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)


Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat setelah
keadaan stabil. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang tim survey mulai
melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan-kerusakan, begitu juga perawat
sebagai bagian dari tim kesehatan.
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan
pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi” pasien untuk penanganan segera
(emergency) akan lebih efektif. (Triase )
TRIASE :

a. Merah: paling penting, prioritas utama. keadaan yang mengancam kehidupan


sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan
internal, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II
b. Kuning: penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injury dengan efek
sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan ini
sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut
antara lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis,
laserasi, luka bakar derajat II
c. Hijau: prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka
bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan dislokasi
d. Hitam: meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari
bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal
Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan
kesehatan di RS
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi,
peralatan kesehatan
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun
kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya
berkoordinasi dengan perawat jiwa
g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi
yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun
reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan
kelemahan otot)
h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan
memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan
psikiater
j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan
kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi
3. Peran perawat dalam fase postimpact
Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan
psikologis korban. Selama masa perbaikan perawat membantu masyarakat untuk
kembali pada kehidupan normal. Beberapa penyakit dan kondisi fisik mungkin
memerlukan jangka waktu yang lama untuk normal kembali bahkan terdapat
keadaan dimana kecacatan terjadi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Banjir merupakan tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi
kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan kerugian fisik, sosial dan
ekonomi.
Jenis banjir terbagi berdasarkan lokasi sumber aliran permukaannya dan
berdasarkan mekanisme terjadinya banjir.
Peran perawat ada 3 yaitu: Peran dalam Pencegahan Primer, Peran Perawat dalam
Keadaan Darurat (Impact Phase), Peran perawat dalam fase postimpact.

B. Saran

kelompok menyadari masih banyak kekurangan dengan penyusun makalah dengan


judul “Banjir” ini . untuk kelompok mengharapkan saran dan kritik . Semoga makalah ini
bdapat bermanfaat bagi para pembacanya.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2014. Data dan Informasi Bencana


Indonesia. (online) Tersedia di : http://dibi.bnpb.go.id/.diakses 04 Desember 2016

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Pidie. 2014.


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pidie 2014-2032. Kabupaten Pidie (ID) : Bappeda.
04 Desember 2016.

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30615/1/WIDIANY%20N
URRAHMAH%20-%20FKIK.PDF. 04 Desember 2016

https://weenbee.wordpress.com/2011/08/23/peran-perawat-dalam-manajemen-
bencana.

Anda mungkin juga menyukai