PENDAHULUAN
Begitupula dengan kemiskinan, rantai kemiskinan yang seakan tidak pernah putus menjadi
baying-bayang pembangunan negeri ini. Ketika banyak rakyat yang hidup dibawah garis
kemiskinan dan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka perkembangan suatu
negara akan terhambat.
Untuk itu diperlukan kajian mendalam mengenai konsep distribusi pendapatan dan
kemiskinan, agar nantinya konsep tersebut dapat dikembangkan dan menjadi sebuah dasaran
bagi solusi atas masalah ketimpangan pendapatan dan kemiskinan negeri ini.
1
1.3 Tujuan Pembahasan
1.3.1 Mengetahui apa yang dimaksud dengan distribusi pendapatan dan macam-macam
pendapatan
1.3.2 Mengetahui indicator dari distribusi pendapatan
1.3.3 Mengetahui apa yang dimaksud dengan kemiskinan dan macam macam kemiskinan
1.3.4 Mengetahui strategi pemerataan kemiskinan
1.3.5 Mengetahui perbandingan pemerataan dan pembangunan
1.3.6 Mengetahui apa yang dimaksud dengan Community Based Development
2
BAB II
ISI
2.1.1 PENGERTIAN
Adalah pencerminan merata atau timpangnya pembagian hasil suatu negara di kalangan
penduduknya (Dumairy,1999)
Menurut Adelman & Morris (1973) terdapat delapan penyebab ketimpangan pendapatan;
sebagai berkut :
3
1. Pendanaan yang besar.
Adanya kendala anggaran pada beberapa negara sedang berkembang menjadi kendala
tersendiri dalam upaya pemerataan pendapatan oleh pemerintah.
2. Upaya yang tidak tepat sasaran.
Upaya yang tidak tepat sasaran seringkali menjadi alasan mengapa pemerintah gagal
menjangkau golongan miskin di negara tersebut. Hal ini bisa disebabkan oleh terbatasnya
interaksi antara pedesaan dan sektor sektor informal (yang merupakan intrepretasi
golongan miskin) dengan intitusi intitusi formal, misalnya intitusi keuangan dan
pemerintah terkait.
3. Hambatan politik.
Golongan berpendapat rendah acapkali memiliki kekuatan politik yang lebih kecil
daripada masyarakat dengan penghasilan tinggi. Sementara upaya pengalokasian
pengeluaran tidak dapat dilepaskan dari kebijakan politik suatu negara, sehingga
seringkali politik menjadi hambatan dalam pemerataan pendapatan.
4
3 1,4
4 1,8 5 3,2
5 1,9
6 2,0 3,9
7 2,4
8 2,7 9 5,1
9 2,8
10 3,0 5,8
11 3,4
12 3,8 13 7,2
13 4,2
14 4,8 9,0
15 5,9
16 7,1 22 13,0
17 10,5
18 12,0 22,5
19 13,5
20 15,0 51 28,5
Total (pendapatan nasional) 100 100 100
Catatan: Ukuran ketimpangan = jumlah pendapatan dari 40 persen rumah tangga
termiskin dibagi dengan jumlah pendapatan dari 20 persen rumah tangga terkaya =
14/51 = 0,28.
Dalam tabel tersebut, semua penduduk negara tersebut diwakili oleh 20 individu (atau
lebih tepatnya rumah tangga). Kedua puluh rumah tangga tersebut kemudian diurutkan
berdasarkan jumlah pendapatannya per tahun dari yang terendah (0,8 unit), hingga yang
tertinggi (15 unit). Adapun pendapatan total atau pendapatan nasional yang merupakan
penjumlahan dari pendapatan semua individu adalah 100 unit, seperti tampak pada
kolom 2 dalam tabel tersebut. Dalam kolom 3, segenap rumah tangga digolong-
golongkan menjadi 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 individu atau rumah
tangga. Kuintil pertama menunjukkan 20 persen populasi terbawah pada skala
5
pendapatan. Kelompok ini hanya menerima 5 persen (dalam hal ini adalah 5 unit uang)
dari pendapatan nasional total. Kelompok kedua (individu 5-8) menerima 9 persen dari
pendapatan total. Dengan kata lain, 40 persen populasi terendah (kuintil 1 dan 2) hanya
menerima 14 persen dari pendapatan total, sedangkan 20 persen teratas (kuintil ke lima)
dari populasi menerima 51 persen dari pendapatan total.
6
Aspek keadilan dan pemerataan, selain dapat ditinjau berdasarkan distribusi perorangan
dan fungsional, dapat pula ditinjau berdasarkan distribusi regional (antar daerah).
Misalnya untuk kasus Indonesia, distribusi pendapatan antarkabupaten, antar provinsi.
Untuk Indonesia, berdasarkan data yang ada tampak adanya perbedaan tingkat
kesejahteraan antarwilayah/daerah di Indonesia. Beberapa faktor penting yang diduga
sebagai penyebab terjadinya perbedaan pendapatan antarwilayah ini adalah kepemilikan
sumberdaya alam, ketersediaan infrastruktur, dan kualitas sumberdaya manusia.
1. Kurva Lorenz
Kurva Lorenz yang diambil dari nama seorang ahli statistika Conrad Lorenz, merupakan
metode yang lazim digunakan untuk menganalisis statistik pendapatan perorangan. Pada
tahun 1905, ia menggambarkan hubungan antara kelompok-kelompok penduduk dan
angka share pendapatan mereka. Selebihnya, lihat pada gambar berikut :
Presentase pendapatan
Garis pemerataan
B Kurva Lorenz
7
Pada titik 60 terdapat 60% kelompok bawah, demikian seterusnya samapi pada sumbu
paling ujung yang meliputi 100% atau seluruh populasi atau jumlah penduduk.
Sedangkan sumbu vertikal menyatakan bahwa dari pendapatan total yang diminta oleh
masing-masing presentase kelompok penduduk tersebut. Sumbu terebut juga berakhir
pada titik 100%, sehingga itu berarti bahwa kedua sumbu (vertikal dan horizontal) sama
panjangnya. Gambar ini secara keseluruhan berbentuk bujur sangkar, dan dibelah oleh
sebuah garis diagonal yang ditarik dari titik nol pada sudut kiri bawah (titik asal) menuju
ke sudut kanan atas. Pada setiap titik yang terdapat pada garis diagonal itu, presentase
pendapatan yang di terima persis sama dengan presentase jumlah penerimaannya-
misalnya , titik tengah garis diagonal melambangkan 50% pendapatan yang tepat
didistribusikan untuk 50% dari jumlah penduduk. Dengan kata lain garis diagonal pada
gambar tersebut melambangkan “peranan sempurna” (perfect equality) dalam distribusi
ukuran pendapatan. Masing-masing pendapatan kelompok penerimaan pendapatan
menerima presentase pendapatan total yang sama besarnya; contoh. nya, 40% kelompok
terbawah akan menerima 40% dari pendapatan total, sedangkan 5% kelompok teratas
hanya menerima 5% dari pendapatan total.
Semakin jauh jarak kurva Lorenz dari garis diagonal (yang merupakan garis
pemerataan sempurna), maka semakin timpang atau tidak merata distribusi
8
pendapatannya. Kasus ekstrem dari ketidakmerataan yang sempurna (yaitu, apabila hanya
seorang saja yang tidak menerima pendapatan) akan diperhatikan oleh kurva Lorenz yang
berhimpitan dengan sumbu horizontal sebelah bawah dan sumbu vertikal disebelah
kanan. Oleh karena itu tidak ada satu Negara pun yang memperlihatkan pemerataan
sempurna atau ketidaksamaan sempurna dalam distribusi pendapatannya, semua kurva
Lorenz dari setiap Negara akan ada di sebelah kanan garis diagonal seperti yang
ditunjukan gambar di atas. Semakin parah tingkat ketidakmerataan atau ketimpangan
distribusi pendapatan disuatu Negara, maka bentuk kurva Lorenznya pun akan semakin
melengkung mendekati sumbu horizontal bagian bawah.
2. Koefisien Gini
Kurva Lorenz adalah kurva yang menggambarkan fungsi distribusi pen-dapatan
kumulatif. Jika kurva Lorenz tidak diketahui, maka pengukuran ketimpangan distribusi
pendapatan dapat dilakukan dengan rumus koefisien Gini yang dikembangkan oleh Gini
(1912). Kurva lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase
jumlah penduduk penerima pendapatan tertentu dari total penduduk dengan persentase
pendapatan yang benar benar mereka peroleh dari total pendapatan selama 1 tahun.
Semakin jauh jarak kurva lorenz darii garis diagonal (yang merupakan garis pemerataan
sempurna) maka semakin timpang atau tidak merata distribusi pendapatannya
Nilai gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila nilai gini mendekati satu maka
terjadi ketidakmerataan dalam pembagian pendapatan. Sedangkan semakin kecil atau
mendekati nol suatu nilai gini maka semakin meratanya distribusi pendapatan aktual dan
pengeluaran konsumsi. Indeks/Rasio Gini merupakan koefisien yang berkisar 0 sampai 1,
yang menjelaskan kadar ketimpangan distribusi pendapatan nasional.
a. Semakin kecil angka ini, semakin merata distribusi pendapatan
b. Semakin besar angka ini, semakin tidak merata distribusi pendapatan
9
Angka Gini ini dapat ditaksir secara visual langsung dari kurva Lorenz. Semakin kecil
angka ini ditunjukkan kurva lorenz yang mendekati diagonal yang berarti kecil luas area
dan sebaliknya
𝑓𝑖
GC = 1 − ∑(Xi+1 − Xi ) (Yi+1 + Yi ) … …
𝑖=0
10
Ketimpangan Sedang= distribusi pendapatannya 40 % penduduk berpendapatan rendah
menikmati 12 - 17 % pendapatan nasional
Ketimpangan Lunak (Distribusi Merata) = 40 % penduduk berpendapatan rendah
menikmati > 17 % pendapatan nasional
𝐼𝐺 = 𝛼 + 𝛽1 (𝑃𝑃) + 𝛽2 (𝑃𝑃)2
dimana:
IG = Nilai Indeks Gini distribusi pendapatan antar rumah tangga
PP = Pendapatan per kapita
α = Konstanta
β1 = Koefisien regresi terhadap peubah pendapatan per kapita
β2 = Koefisien regresi terhadap peubah pendapatan per kapita kuadrat
Dari hasil analisis regresi kuadratik (quadratic regression analysis) didapat persamaan
regresi. Dari persamaan tersebut dihitung titik balik (turning point). Penghitungan titik
balik dilakukan dengan menyelesaikan persamaan yang diperoleh dari turunan pertama
persamaan regresi yang disamakan dengan nol.
𝐼𝐺 = 𝛼 + 𝛽1 (𝑃𝑃) + 𝛽2 (𝑃𝑃)2 − 𝑈
Kita juga dapat menggunakan ukuran ukuran agregat seperti koefisien Gini untuk
mengukur tingkat pemerataan hal-hal lain di luar pendaptan. Telah di ketahui bahwa,
koefisien Gini merupakan salah satu ukuran yang memenuhi empat kriteria yang sangat
dicari, yaitu prinsip anonimitas, indepedensi skala, indepedensi populasi, dan transfer.
11
Prinsip ononimitas (anonymity principle) mengatakan bahwa ukuran ketimpangan
seharusnya tidak tergantung kepada siapa yang mendapatkan pendapatan yang lebih
tinggi; dengan kata lain, ukuran tersebut tidak tergantungpada apa yang kita yakini
sebagai manusia yang lebih baik, apakah itu orang kaya atau orang miskin.
Jika kita menyepakati keempat kriteria ini, maka kita akan dapat mengukur koefisien
Gini untuk setian Negara dan mengurutkannya, di mana koefisien Gini yang lebih besar
berarti bahwa distribusi pendapatannya lebih timpang. Namun, angka ini tidak selalu
merupakan solusi yang sempurna, karena dalam teori, koefisien Gini dapat sama persis
untuk dua kurva Lorenz yang saling berpotongan.
12
2.2 KEMISKINAN
2.2.1 PENGERTIAN
1. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak
terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut
13
adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang
kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang
kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan
kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota
dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat
miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini
keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin.
2. Kemiskinan Relatif
14
2.Ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas
kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari
segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap
pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia.
3.Mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah
merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.
Banyak penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Angka kemiskinan nasional
menyembunyikan sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis
kemiskinan nasional. Hampir 42 persen dari seluruh rakyat Indonesia hidup di antara
garis kemiskinan AS$1 dan AS$2 per hari, suatu aspek kemiskinan yang luar biasa dan
menentukan di Indonesia.
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan di Indonesia
pada bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Dibandingkan dengan
penduduk miskin pada Bulan Maret 2008 yang berjumlah 34,96 juta (15,42 persen),
berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta. Selama periode Maret 2008-
Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta, sementara di
daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang (BPS, 2009).
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan Maret
2009 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara sebanyak
1.499.700 orang atau sebesar 11,51 persen terhadap jumlah penduduk seluruhnya.
Kondisi ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2008 yang jumlah
penduduk miskinnya sebanyak 1.613.800 orang. Dengan demikian, ada penurunan
jumlah penduduk miskin sebanyak 114.100 orang atau sebesar 1,04 persen. Penurunan
jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengindikasikan bahwa dampak dari
program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh Pemerintah cukup berperan
dalam menurunkan penduduk miskin di daerah ini (BPS Sumut, 2009).
Salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yaitu kabupaten Asahan menurut data
demografis berdasarkan data statistik pada tahun 2008, jumlah penduduknya 688.529
jiwa, yang tersebar pada 25 Kecamatan dengan 177 desa dan 27 kelurahan dengan luas
15
wilayah daratan 3.817,5 Km2 , tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Asahan 185 jiwa
per Km2. Sebagian besar penduduk bertempat tinggal di daerah pedesaan yaitu sebesar
70,56 persen (setara dengan 485.826 jiwa) dan sisanya 29,44 persen (setara dengan
202.703 jiwa) tinggal di daerah perkotaan. Jumlah rumah tangga sebanyak 162.093
rumah tangga dan setiap rumah tangga rata-rata dihuni oleh sekitar 4,3 jiwa, sedangkan
laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2008 sebesar 1,76 persen. Dilihat dari
kelompok umur, persentase penduduk usia 0-14 tahun sebesar 35,17 persen (setara
dengan 242.156 jiwa), persentase penduduk usia 15-64 tahun sebesar 60,74 persen (setara
dengan 418.213 jiwa) dan persentase penduduk usia 64 tahun ke atas sebesar 4,09 persen
(setara dengan 28.161 jiwa) yang berarti jumlah penduduk usia produktif lebih besar
dibandingkan penduduk usia non produktif dengan rasio beban ketergantungan sebesar
64,64 artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung sekitar 65 orang
penduduk usia non produktif (BPS Kab. Asahan, 2008).
Dari perkiraan penduduk miskin di kabupaten Asahan sekitar 102.729 jiwa atau setara
dengan 14,92 persen dari total jumlah keseluruhan penduduk Kabupaten Asahan,
sebagian dari mereka berasal dari kelompok penghasilan rendah yang dalam ekonomi
diterminologikan sebagai orang-orang miskin (Kabar Indonesia, 2008)
1. Garis Kemiskinan
Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis
kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur
rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti
program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi
kemiskinan.
16
Garis kemiskinan dibuat untuk mengukur beberapa indikator kemiskinan, seperti jumlah
dan persentase penduduk miskin (headcount index-Po), indeks kedalaman kemiskinan
(poverty gap index-P1), dan indeks keparahan kemiskinan (poverty severity index-P2).
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari
dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-
Makanan (GKBM). Dengan rumusan :
GK = GKM + GKNM
GK : garis kemiskinan
Paket komodias kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditas, yaitu padi-
padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-
buahan, minyak, dan lemak, dll.
Kedua, Garis Kemiskinan Bukan Makanan yakni kebutuhan minimum untuk perumahan,
sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditas kebutuhan dasar bukan makanan
diwakili oleh 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan.
17
Penghitungan Garis Kemiskinan tersebut dilakukan secara terpisah untuk daerah
perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata- rata
pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
Selain dari Susenas Modul Konsumsi dan Kor, variabel lain untuk menyusun indikator
kemiskinan diperoleh dari Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD).
Nilai IKM berkisar antara 0-100. Semakin tinggi nilai IKM menunjukkan tingkat/derajat
kemiskinan penduduk disuatu wilayah semakin tinggi. Klasifikasi yang dikeluarkan oleh
UNDP sendiri membagi tingkat-tingkat kemiskinan suatu daerah ke dalam 4 klasifikasi
derajat kemiskinan. Empat klasifikasi tersebut yaitu: klasifikasi rendah dengan nilai IKM
kurang dari 10, klasifikasi menengah rendah dengan nilai IKM 10-25, klasifikasi
menengah tinggi dengan nilai IKM 25-40, dan klasifikasi tinggi dengan nilai IKM lebih
dari 40.
18
BAB III
KESIMPULAN
Indikator dari distribusi pendapatan dapat berupa sebagai kurva Lorenz dan koefisien
Gini.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Indikator dari kemiskinan dapat berupa garis kemiskinan, dan juga indeks kemiskinan
manusia.
19