Anda di halaman 1dari 4

PAEDOPHILIA, ANTARA DOSA DAN KELAINAN JIWA

Outline :

1. Pendahuluan
2. Pembahasan
a. Padeophilia dilihat dari definisi utamanya dan perkembangannya
b. Paedophilia secara psikologis
c. Paedophilia dari sudut hukum
d. Paedophilia dipandang dari kacamata agama
3. Kesimpulan

Pemaparan :

1. Pendahuluan
Baru-baru ini, dunia sempat dikejutkan dengan berita tentang seorang artis
muda bernama Justin Bieber yang digosipkan mengidap paedophilia. Bintang pop
yang meraih banyak prestasi ini dikabarkan adalah seorang kakek berusia 51 tahun
yang menyamar menjadi idola remaja dengan menggunakan topeng karet. Bahkan,
diceritakan bahwa Justin menyanyikan lagu-lagu dengan lirik berisi kata-kata yang
bertujuan untuk memanipulasi pikiran gadis-gadis di bawah umur. Tentunya, gosip
hanyalah sekedar gosip. Namun berita yang menghebohkan ini membuat
masyarakat dunia semakin penasaran dengan pengertian dari pedofilia itu sendiri.
Ada berbagai jenis penyimpangan seksual yang menjadi sorotan dari
masyarakat dunia. Salah satunya, adalah pedofilia. Untuk mengerti apa itu pedofilia,
mari kita telaah lebih lanjut definisi dari pedofilia. Pedofilia berasal dari bahasa
Yunani : paidophilia – atau pais (yang artinya "anak-anak") dan philia (yang artinya
"cinta yang bersahabat" atau "persahabatan"). Meskipun memiliki pengertian sekedar
cinta kepada manusia di bawah umur (anak-anak), arti ini telah diubah menjadi daya
tarik seksual di zaman modern, berdasarkan gelar "cinta anak" atau "kekasih anak”.
Secara medis, pedofilia didefinisikan sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa
atau remaja yang telah mulai dewasa (pribadi dengan usia 16 atau lebih tua) biasanya
ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau eksklusif pada anak prapuber
(umumnya usia 13 tahun atau lebih muda, walaupun pubertas dapat bervariasi).
(Sumber : Wikipedia)
Banyak orang beranggapan bahwa pedofilia hanyalah sekedar perilaku yang
harus dihindari. Namun anggapan ini kurang tepat. Sebenarnya, pedofilia merupakan
orientasi seksual, kesukaan, dan pola pikir. Pada dasarnya, pedofilia juga
menyangkut pilihan akan kondisi kejiwaan seseorang. Oleh karena itu, pedofilia tidak
dapat dengan mudah dipatok sebagai sebuah kelainan. (sumber : www.mwillet.org)
Merupakan sebuah rahasia umum bahwa pedofilia kini banyak menyebabkan
kasus. Beberapa pengidapnya melakukan tindakan asusila yang menjadi pusat
perhatian pemberitaan, dengan peristiwa berbeda-beda yang dapat membuat
orang-orang geleng-geleng kepala. Pemerkosaan, memperlihatkan pemandangan
seksual pada anak di bawah umur, penganiayaan. Pertanyaan yang timbul
sesudahnya adalah, tindakan seperti apa yang harus diberikan pada orang seperti
ini?
Kontroversi yang timbul di masyarakat tentang pedofilia dan kodratnya
sebagai penyakit jiwa, dosa, ataupun kejahatan tidak pernah berakhir hingga hari ini.
Beberapa berpihak pada pendapat bahwa pedofilia adalah suatu penyakit yang
seharusnya bukan dihindari begitu saja, namun pengidapnya haruslah diberi
perawatan khusus. Mereka beranggapan bahwa secara kemanusiaan, pedofilia
adalah penyakit yang tak terhindarkan secara kodrat, sehingga kesalahan bukanlah
terletak pada pengidapnya.
Di sisi lain, beberapa mengambil sikap tegas dalam menindak pengidap
pedofilia dan mengatakan bahwa itu bukanlah penyakit, melainkan pilihan. Singkat
kata, mereka mengatakan bahwa pedofilia adalah dosa yang harus dibasmi. Ini juga
bukannya tidak manusiawi, melihat banyaknya kasus yang berakibat fatal bagi
perkembangan si anak yang menjadi objek penderita pedofilia. Akhirnya, perdebatan
yang panjang ini kini masih menjadi suatu pertanyaan besar bagi semua orang.
2. Pembahasan
Tidaklah mudah untuk mengambil suatu keputusan hanya dari satu
pendapat. Oleh karena itu, mari dengan bijak kita melihat topik pedofilia ini dari
berbagai sudut pandang.
a. Padeophilia dilihat dari definisi utamanya dan perkembangannya
Hari-hari ini, media sering menggunakan kata pedofilia dalam kasus
pembunuhan atau pemerkosaan anak-anak. Sebenarnya secara definisi,
paedophilia bukanlah didefinisikan sebagai seorang dewasa yang melakukan
tindakan aseksual pada anak dibawah umur. Sama seperti seorang wanita
dewasa dan pria dewasa yang memiliki ketertarikan satu sama lain, paedophilia
sebenarnya merupakan ketertarikan kepada subyek tertentu, dimana disini,
subyeknya adalah anak-anak.
Anak-anak mungkin saja secara seksual disalahgunakan oleh orang yang
bukan pengidap pedofilia, orang-orang yang sebenarnya tidak tertarik pada anak-
anak. Ada banyak orang yang menyalahgunakan setiap orang, bahkan anak-anak,
berdasarkan situasi untuk memuaskan kebutuhan seksual. Inilah jenis orang yang
berbahaya karena mereka bisa saja hidup tanpa memperlihatkan obsesi pada
siapapun, dan akhirnya tanpa terlihat, melecehkan seorang anak dan langsung
dicap sebagai pedofilia.
Namun dalam perkembangannya, pedofilia dianggap sebagai kepentingan
seksual pada anak-anak atau tindakan pelecehan seksual terhadap anak, sering
disebut "kelakuan pedofilia." Misalnya, The American Heritage Stedman's
Medical Dictionary menyatakan, "Pedofilia adalah tindakan atau fantasi dari
orang dewasa yang terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak atau anak-anak."
Para peneliti mengatakan bahwa tidak selalu tepat untuk menggunakan istilah
pedofilia pada orang yang melakukan pelecehan seksual kepada anak-anak.
Beberapa pelaku tidak memenuhi standar diagnosa klinis untuk pedofilia, dan
standar diagnosis klinis berkaitan dengan masa prapubertas.
b. Pedofilia secara psikologis
Pedofilia pertama kali secara resmi diakui dan disebut-sebut pada akhir abad
ke-19. Sebuah jumlah pengidap yang signifikan di daerah penelitian muncul sejak
tahun 1980-an. Saat ini, penyebab dari pedofilia belum ditetapkan secara pasti.
Sebagian ahli menganggap pedofilia timbul karena faktor psikososial daripada
karakteristik biologi. Sebagian orang berpendapat pedofilia timbul akibat
pelecehan seksual yang dialami seseorang ketika kecil. Sementara itu, ada juga
yang berpikir perilaku itu berasal dari interaksi pelaku dengan orang tua selama
tahun-tahun awal kehidupannya. (Sumber: www.mediaindonesia.com)
Beberapa peneliti mengungkapkan, seorang pedofil mengalami
perkembangan emosional yang tertahan. Mereka tidak pernah dewasa secara
psikologis sehingga lebih tertarik terhadap anak-anak. Pedofilia juga dipercaya
timbul akibat kebutuhan untuk mendominasi pasangan. Karena anak-anak
bertubuh lebih kecil dan biasanya lebih lemah dibandingkan orang dewasa,
mereka dapat dianggap sebagai mitra potensial yang tidak mengancam.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, sejumlah
kriteria berikut ini dapat diterapkan untuk mendiagnosis pedofilia:
- Selama periode setidaknya enam bulan, seorang pedofil mengalami
kebangkitan fantasi seksual berulang dan intens, dorongan seksual atau
perilaku aktual yang melibatkan aktivitas seksual dengan anak praremaja
atau anak-anak berusia 13 tahun atau lebih muda.
- Fantasi, dorongan seksual atau perilaku tersebut menyebabkan tekanan yang
signifikan atau penurunan di bidang sosial, pekerjaan, atau bidang-bidang
penting dalam fungsi sehari-hari lainnya.
- Orang yang dikategorikan sebagai pedofil setidaknya berusia enam belas
tahun dan minimal lima tahun lebih tua daripada anak atau anak-anak yang
menjadi objek atau sasaran minat atau kegiatan seksualnya.
- Diagnosis pedofilia tidak dapat diterapkan pada individu di masa remaja akhir
(usia 17-19) yang terlibat dalam hubungan seksual dengan individu berusia
12-13 tahun.
c. Pedofilia dari sudut hukum
Sebuah kasus yang melibatkan pelecehan seksual terhadap anak, kini tidak
serta-merta dianggap sebagai pedofilia. Terdapat beberapa metode penelitian yang
diterapkan sebelum menjatuhkan hukuman pada kasus tertentu. Apabila hasil
penelitian menunjukkan bahwa pelakunya memang merupakan pengidap
pedofilia, maka ada sanksi khusus yang dikenakan. Namun apabila tidak terbukti
bahwa pelakunya merupakan pedofilia, maka sanksi keras akan pelecehan
terhadap anak di bawah umur akan diberikan.
Sebenarnya keras tidaknya sanksi yang diberikan bagi seorang pedofil tidaklah
menjadi persoalan bagi masyarakat. Hal utama yang menjadi sorotan adalah,
bayangkan efek psikologis yang terjadi pada perkembangan korban, dalam kasus
ini anak-anak, pada saat mereka dewasa ! Mengingat efek tersebut, maka akan ada
perang batin antara menyalahkan si pengidap atas apa yang dilakukannya, atau
memakluminya sebagai ketidaksengajaan.
Pada pembahasan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, dapat digunakan untuk menanggulangi jenis kejahatan
pedofilia di bidang kesusilaan yang berkenaan dengan delik pencabulan, terlebih
Pedofilia menggunakan pencabulan anak untuk tujuan-tujuan seksual’ yang
karena perkembangan telah menjadi suatu fenomena/bentuk baru dari pencabulan
(sex abuse) atau bentuk dari kejahatan kesusilaan secara umum. dalam
penanggulangan kejahatan pedofilia tidak hanya cukup dikedepankan usaha yang
bersifat pidana melainkan usaha penanggulangannya juga harus bersifat antisipatif
atau bersifat kasuitif. (Sumber : www.eprint.undip.co.id)
d. Pedofilia dipandang dari kacamata agama
Seperti yang hampir dapat diduga, hampir semua agama di dunia menolak
adanya perilaku seksual asusila terhadap anak di bawah umur. Masing-masing
agama memiliki dasar kitab mereka masing-masing yang menyebutkan cinta yang
diikuti dengan tindakan asusila adalah sebuah dosa, apapun bentuknya, apapun
sebabnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa dasar ini tidaklah salah, karena
kepercayaan manapun memiliki keyakinan bahwa TUHAN Yang Maha Esa
menciptakan manusia, bumi, dan segala isinya baik adanya. TUHAN menciptakan
manusia dengan cinta yang juga baik adanya, sehingga segala bentuk
penyimpangan bentuk-bentuk cinta seperti gay, lesbian, termasuk di dalamnya
pedophilia adalah dosa.
3. Kesimpulan
Mengingat setiap akibat psikologis dari tindakan asusila seorang pedofilia
pada anak-anak di bawah umur, maka kita dapat menggolongkannya sebagai dosa
sekaligus kelainan jiwa. Pedofilia merupakan pilihan hidup yang akhirnya berakibat
hancurnya nilai kejiwaan seseorang.
Kesalahan utama dari sebuah masyarakat adalah serta-merta menganggap
peristiwa pelecehan anak sebagai pedofilia, dan menyebut pedofilia sebagai kesalahan
- meskipun memang melanggar kodrat alamiah manusia – lalu menolaknya. Pedofilia
sebagai kelainan seksual akibat pilihan itu, dapat dihentikan. Maka sebuah lingkungan
yang baik harus memiliki sikap menerima pengidapnya dan membantu si pengidap
memeranginya. Perasaan terganggu dan penolakan tidak akan membantu siapapun.
Doa dan uluran tangan secara medis akan sangat menolong si pengidap untuk
menanggulangi masalah tersebut dengan lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai