Anda di halaman 1dari 57

Tulisan dari ‘FALSAFAH JAWA’

KRITIK TERHADAP “LAKU PRIHATIN”

Berusaha memaknai laku prihatin secara tepat,


yang selama ini banyak orang telah salah kaprah
dalam memaknai dan memahaminya.

MAKNA PRIHATIN by sabdalangit

Untuk memudahkan pemahaman, prihatin saya akronimkan sebagai kepanjangan dari rasa perih ing
sajroning batin. Perih di dalam batin karena seseorang tidak lagi bergumul dalam kenikmatan jasad
mengumbar nafsu-nafsu ragawinya. Sebaliknya meredam atau mengendalikan nafsu-nafsu tersebut agar
berfungsi secara alamiah dan proporsional, yakni sekedar sebagai alat mempertahankan kelangsungan
hidup (survival), bukan untuk mengumbar segala keinginan ragawi yang erat dengan kenikmatan.
Pengendalian atas nafsu-nafsu sebagai bentuk sikap mengikuti kareping rahsa (sejati). Sementara itu
sikap mengumbar hawa nafsu merupakan perilaku menuruti segala macam kemauan dan keinginan panca
indera tanpa mempertimbangkan apa yang menjadi hak-hak dan kewajiban diri pribadinya maupun orang
lain. Saya gambarkan sebagai sikap mengikuti rahsaning karep (mengumbar napsu hawa).

Nafsu tak perlu dimatikan, hanya butuh pengendalian diri atau sikap mengekang hawa nafsu. Jika belum
terbiasa konsekuensinya akan menimbulkan efek perasaan yang tidak nikmat karena pupusnya
kesenangan ragawi yang selalu didambakan jasad. Hal inilah yang membuat kekecewaan dan akhirnya
menimbulkan efek “kepedihan atau kepahitan” yang dirasakannya. Sebaliknya, mengumbar hawa nafsu,
akan mendapatkan kesenangan dan kenikmatan (bersifat semu) yang tiada taranya. Namun kesenangan itu
hanya sebatas “kulit” atau kesenangan imitasi yang tak ada limitnya. Bagai meneguk air laut, semakin
banyak diminum, semakin terasa haus. Untuk lebih jelasnya para pembaca silahkan membuka kembali
posting saya terdahulu tentang “Di manakah level Anda” di mana saya gambarkan proses perjalanan
kesadaran manusia.

Itulah gambaran dari rahsaning karep, wujud konkritnya hanya berupa “kesenangan” yang bersifat
imitasi saja. Sebaliknya, kareping rahsa (sejati) sekalipun terasa pahit hanyalah pada level “kulit”nya
saja. Bagi orang yang memahami hakekat kehidupan, di balik penderitaan dan kepahitan itu sungguh
menyimpan sejuta kebahagiaan. Hanya saja sedikit orang yang benar-benar tahu dan mau membuktikan
“postulat” ini. Karep maksudnya adalah keinginan nafsu sering dikiaskan pula sebagai “godaan setan
yang terkutuk”. Godaan bisa berasal dari luar diri, yang diserap oleh panca indera, yakni; pori-pori kulit
sebagai efek rangsangan akibat adanya persentuhan dengan lawan jenis dsb. Bisa pula melalui rangsangan
mata, telinga, penciuman, dan indera pencicip mulut sebagai gerbang kerakusan perut. Mulut juga bisa
berperan sebagai pengobral kata-kata hasutan, penebar kalimat kebencian dan permusuhan. Dalam cerita
pewayangan, panca indera dilukiskan ke dalam simbol-simbol Pendawa Lima. Jika tepat memanajemen
akan memproduksi output yang sangat positif dan konstruktif, sebaliknya menimbulkan output yang
sangat negatif, merusak, destruktif bagi diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan alamnya.

MANUSIA MENENTUKAN PILIHAN, TUHAN (ALAM) MENENTUKAN KONSEKUENSINYA

Semua orang dilengkapi dengan panca indera. Panca indera ibarat pisau, manusia bebas memilih mau
menggunakannya sebagai sarana yang positif dan konstruktif atau digunakan sebagai sarana negatif dan
destruktif. Yang jelas, bukan urusan tuhan untuk mengatur apakah seseorang memilih jahat, hidup berada
dalam kegelapan, atau memilih menjadi baik, hidup dalam cahaya terang. Jika tuhan yang memilihkan,
berarti itu tuhan palsu yang berada di dalam imajinasi manusia. Imajinasi manusia beresiko
“menciptakan” tuhan bodoh dengan manajemen yang tidak adil. Bagi tuhan yang maha pinter, tentunya
untuk menentukan pilihan tersebut semua terserah manusia. Sementara itu, tuhan atau hukum alam
semesta cukup merangkai konsekuensi secara detil, adil dan lugas untuk masing-masing pilihan manusia
tersebut. Nah dengan pemahaman seperti ini, terasa tuhan lebih adil kan. Selain itu, manusia akan berhenti
mencari-cari kambing hitam, menyalahkan tuhan karena tidak memberikan petunjuk untuk dirinya.
Petunjuk untuk menjatuhkan pilihan pun menjadi tanggungjawab setiap manusia. Siapa yang mau
berusaha, tentu akan membuahkan hasil.

UNTUK APA MENJALANI LAKU PRIHATIN (NURUTI KAREPING RAHSA) ?

Perlu saya garis bawahi bahwa laku prihatin sangat berbeda dengan penderitaan. Penderitaan merupakan
keadaan tidak menyenangkan, yang menyiksa secara lahir atau pun batin. Namun tidak semua penderitaan
adalah bentuk laku prihatin. Untuk menilai apakah suatu keadaan termasuk kategori laku prihatin ataukah
bukan, Anda bisa mencermati faktor penyebabnya. Selain itu suatu penderitaan termasuk laku prihatin
atau bukan, sangat tergantung cara masing-masing individu dalam mengambil sikap.

Pertama, perilaku dan sikap yang tabah, sabar, tulus, bijaksana dan arif. Tipikal pribadi demikian ini
mempunyai level kesadaran yang bermanfaat sebagai pengendalian nafsu. Kemerdekaan lahir dan batin
yang terbesar manusia justru pada saat mana ia bisa meredam, menahan, atau mengendalikan hawa
nafsunya sendiri. Inilah sifat arif dan bijaksana, yang merubah penderitaan menjadi bentuk “laku
prihatin”. Bahkan dalam tataran kesadaran spiritual yang lebih tinggi, seseorang akan menganggap
penderitaannya sebagai jalan “penebusan dosa” atau “menjalani sanksi” (eksekusi pidana) atas kesalahan
yang sadar atau tidak telah dilakukan di waktu yang telah lalu. Dalam tradisi Jawa-isme, menjalani
penderitaan (musibah, bencana, sakit, kesulitan dll) dengan sikap sabar, tulus, dan tabah, sepadan dengan
makna karma-yoga atau kesadaran diri untuk melakukan penebusan atas kesalahan yang pernah
dilakukan.

Kedua, sikap yang keduwung nepsu. Atau dikuasai oleh nafsunya sendiri manakala tengah mengalami
suatu penderitaan. Misalnya sikap emosional yang berlebihan; bersedih terlalu berlarut-larut, kalap, putus
asa, selalu menggerutu dan grenengan, selalu mencari-cari kesalahan pada pihak-pihak lain, serta tak mau
melakukan instropeksi diri.

Mengapa nafsu tak perlu dilenyapkan? Karena melenyapkan atau menghilangkan nafsu samasekali
justru merupakan tindakan melawan kodrat alam. Coba Anda bayangkan jika nafsu dimusnahkan,
pasti kehidupan manusia akan segera punah dari muka bumi dalam waktu 100 tahun ke depan. Karena
nafsu itu ada, karena menjadi alat untuk bertahan hidup, regenerasi, serta melangsungkan kehidupan.
Sebaliknya, memanfaatkan nafsu secara berlebihan atau tak terkendali sama halnya dengan melakukan
bunuh diri dan membunuh kehidupan lainnya secara perlahan namun pasti. Nafsu adalah anugrah Tuhan,
berkah alam semesta juga. Nafsu hanya perlu dimanfaatkan sebagaimana mestinya sesuai kodrat alam.
Jika digunakan secara arif dan bijak akan menghasilkan kebaikan pula. Bukankah semua manusia lahir ke
bumi berkat “jasa baik” sang nafsu juga. Sebab itu, nafsu tidak perlu dimusnahkan atau dilenyapkan dari
dalam jagad alit diri manusia. Pengendalian nafsu bertujuan supaya seseorang berpegang pada prinsip
nuruti kareping rahsa. Bukan sebaliknya nuruti rasaning karep. Sampai disini, alasan utama mengapa
seseorang perlu menjalani laku prihatin, tidak lain untuk menggapai kesadaran lebih tinggi dalam
memaknai apa sejatinya hidup di dunia ini. Pada gilirannya, kesadaran tersebut dapat menjadi
sarana utama untuk menggapai kualitas hidup yang lebih tinggi. Secara spiritual, laku prihatin
mempunyai energi yang memancar ke segala penjuru. Energi yang timbul dari dalam diri (jagad kecil)
yang selaras dan harmonis dengan hukum alam (jagad besar). Keselarasan dan sinergi di antara keduanya
inilah yang akan menempatkan seorang penghayat laku prihatin dalam jalur hidup yang penuh dengan
anugrah dan berkah alam semesta.

PRINSIP DASAR DALAM LAKU PRIHATIN

Menjalani laku prihatin pada prinsipnya adalah perbuatan sengaja untuk mengendalikan nafsu negatif
yang bersumber dari kelima indera yang dengan instrumen hati sebagai terminal nafsu tersebut (tapa
brata dan tarak brata). Kita semua tahu, bahwa pemenuhan nafsu negatif memiliki daya tarik yang luar
biasa karena di dalamnya menyimpan segudang kenikmatan. Kenikmatannya sungguh dahsyat dan
menggiurkan, namun bersifat semu atau imitasi. Anda bisa juga menyebutnya sebagai kenikmatan palsu,
di mana kenikmatannya bersifat tidak langgeng, dan cenderung merusak. Tak ada kepuasan, dan setiap
saat minta dituruti kemauannya tanpa kenal waktu. Setiap hari tuntutan nafsu akan semakin bertambah
kompleks dan semakin variatif. Artinya, tingkat kepuasan nafsu hanyalah sementara saja. Apabila nafsu
berubah menjadi liar maka karakternya menjadi negatif dan destruktif. Sebagai konsekuensinya, bagi yang
belum terbiasa menjalani laku prihatin, ia akan merasakan “kepedihan” dan “kehausan” dalam hati.
Bagaikan minum air garam, semakin banyak minum Anda akan semakin merasa haus. Itulah karakter
nafsu negatif. Paling prinsip menjalani laku prihatin, adalah berupa PENGUASAAN dan DOMINASI
“kerajaan batin” terhadap “kerajaan jasad” yang berpusat di dalam gejolak nafsu.

SULITNYA MENGIDENTIFIKASI LAKU PRIHATIN

Dari pembahasan ini dapat diambil intisari bahwa menjalani keprihatinan (laku prihatin) sama sekali
TIDAK IDENTIK dengan perilaku yang gemar hidup dalam penderitaan, kesengsaraan dan serba
kekurangan. TIDAK IDENTIK pula dengan perilaku serba membatasi diri untuk menghindari gaya
hidup yang serba kecukupan lahir dan batin. Bukankah kita semua tidak ingin menjadi “pengemis” atau
menjadi orang “peminta-minta” yang telapak-tangannya selalu menengadah?!

RELIGI ORANG JAWA

(Masa Akulturasi Budaya Jawa, Agami Jawi, Gerakan Mistik, Magic, Ilmu Kebatinan, Serta
Memahami Konstruksi Sosial Tradisi Islam Lokal)

MASA AKULTURASI BUDAYA JAWA

(Suwardi Endraswara)

A. Paham Animisme Kejawen

Seluruh kepercayaan manusia Jawa berunsur pada animisme dari jaman prasejarah sampai
sekarang, termasuk kepercayaan tentang mahluk halus, roh leluhur yang mendiami macam-macam
tempat tertentu. Dalam sejarah pulau Jawa ada tiga jaman pokok mengenai agama yaitu :
Jaman prasejarah sampai abad 8, dimana jaman itu rakyat Jawa tinggal di dalam masyarakat kecil dan
kepercayaan animisme. Kepercayaan animisme termasuk kepercayaan manusia mengenaqi mahluk
halus dan roh lelehur yang mendiami bermacam-macam tempat.

Jaman kerajaan Hindu-Budha. Pertama dengan kerajaan Mataram dari abad 8 sampai abad 10 yang
terletak di Jawa Tengah, kerajaan Majapahit dari abad 13 sampai abad 16 yang terletak di Jawa Timur.
Pada jaman tersebut masyarakatnya beragama Hindu serta Budha.

Jaman Islam setelah abad 16 waktu kerajaan Majapahit turun. Kerajaan Islam yang dibentuk masih
menyimpan banyak tradisi dari kerajaan Hindu-Budha tetapi memakai agama Islam.

Karena ketiga jaman agama tersebut, agama Jawa saat ini berlapiskan tiga, yaitu kepercayaan
animisme, agama Hindu-Budha, dan agama Islam.

Walaupun mayoritas orang Jawa beragama Islam, agama Islam yang dilakukan di Jawa punya
perbedaan dari agama Islam yang di lakukan di daerah Timur Tengah. Agama Islam di Jawa dicampuri
dengan kepercayaan manusia lain asli Jawa, yaitu kepercayaan animisme dam kepercayaan dari
kerajaan Hindu-Budha.

Asalnya kepercayaan animisme adalah dari jaman prasejarah dan bagian kepercayaan itu masih
hidup sampai sekarang. Penganut animisme adalah orang-orang yang percaya bahwa tempat-tempat
atau objek-objek punya kepercayaan tersendiri, mislanya orang yang percaya dengan mahluk halus, roh
leluhur dan hantu yang mendiami macam-macam tempat.

B. Hindu-Budha Ke Jawa

Pengaruh Hindu Budha yang paling mengakar dalam kehidupan orang Jawa terutama di Jawa
Tengah dan Jawa Timur cukup kental, karena Hindu-Budha memberikan tat tulis, perhitungan tahun
Saka, serta sastra yang mengandung filsafat keagamaan beserta ajaran mistik yang cukup halus.
Artinya, Hinduisme memberikan dan mengangkat budaya intelektual selapis suku Jawa dan melahirkan
kerajaan-kerajaan besar dengan budaya religi animisme dan dinamisme yang asli dan telah mengakar
dengan berbagai macam tradisi dan aturan-aturan (hukum) adatnya.

Asalnya agama Hindu dan agama Budha adalah dari India dan agama tersebut datang ke pulau
Jawa sebelum abad ke 8. Agama Hindu-Budha menguasai pulau Jawa selama delapan abad dan agama
itu memang pengaruhi kepercayaan manusia Jawa terhadap gunung. Tempat bergunung-gunung
sepanjang sejarah agama ini dipakai sebgai tempat smemedi. Simbolisme agama Hindu dalam
kepercayaan manusia Jawa memang kuat sekali.

Kosmologi agama Hindu termasuk lima dewnya menurut mata angin dan Siwa sebagai tengah.
Dari dewa Siwa ditengah, ada Iswara ke timur, Brama ke selatan, Mahadewa ke barat dan Wisnu ke
utara. Selanjutnya karena dunia manusia berhubungan dengan dunia alam dan ghaib, pada waktu
kerajaan Hindu-Budha kalau ada bencana seperti letusan gunung berapi, banjir dan sebgainya, bencana
tersebut akan mengkurangkan kekuatan rajanya.

Sebenarnya Hindu-Budha tidak mematikan budaya Jawa asli akan tetapi sebaliknya justru
memupuk dan menyuburkannya. Tidak hanya itu, Hinduisme meningkatkan filsafat hidup dan
wawasan tentang alam raya beserta teori-teori kenegaraan yang dipengaruhi oleh raja-raja yang
keramat sebagai wakil para dewa untuk mengatur kehidupan masyarakat yang diberkati para dewa.
Oleh karena itu Hinduisme kemudian mengakar dalam dan menjadi penyangga kebudayaan priyayi
kejawen yang menjulang di lingkungan istana kerajaan-kerajaan.

Paham ini telah membentuk tradisi besar, sedangkan masyarakat petani pedesaan yang hanya
selapis tipis tersentuh Hinduisme tetap buta huruf dqan mewujudkan tradisi kecil dlam budaya Jawa.
Namun budaya animisme dan dinamisme tetap bertahan serta ikut menjiwai pula dalam pola
kebudayaan priyayi di lingkungan tradisi besar. Kemudian kedatangan agama Islam yang mulai
menyebar di Indonesia sejak abad ke-13 M, ternyata juga tidak mengganggu budaya asli animisme dan
dinamisme di Jawqa, karena budaya asli ini mempunyai watak yang elastis yang dapat menyusup
dalam kehidupan Islam pesantren.

C. Pengaruh Hindu Jawa

Coedes (Koentjaraningrat (1994 : 38-40)) menjelaskqan bahwa bukti-bukti tertua mengenai


adanya negara-negara Hindu Jawa berupa prasasti-prasasti dari batu yang ditemukan di pantai utara
Jawa Barat kurang lebih 60 kilometer sebelah timur kota Jakarta di lembah sungai Cisedane. Walaupun
tidak ada tanggal pada prasasti itu, tetapi dilihat dari bentuk dan gaya huruf India Selatan dari
tulisannya dapat diketahui bahwa prasasti itu merupakan suatu diskripsi mengenai beberapa upacara
yang dilakukan oleh seorang raja untuk merayakan peresmian bangunan irigrasi dan bangunan
keagamaan dalam abad ke-11 M.

Kebudayaan Hindu mengkin telah mendominasi hampir seluruh Asia Selatan dan Asia Tenggara
pada waktunya, tetapi pengaruhnya yang terbesar adalah terhadap masyarakat istana, sedangkan
konsep-konsep Hindu hanya sedekit mempengaruhi masyarakat petani di daerah pedesaan yang cara
hidupnya barangkali tidak banyak berubah sejak abad-abad yang lalu.

Dapat dibedakan dua tipe umum kerajaan Hindu-Indonesia, yaitu :

Kerajaan-kerajaan pantai yang didasarkan atas perdagangan yang berkembang sekeliling suatu kota
pelabuhan.

Kerajaan-kerajaan yang terletak di daerah pedalaman, dilembah-lembah dan daratan tinggi yang sangat
subur diantara sungai-sungai dan komplek-komplek gunung berapi di Jawa.

Dalam kerajaan-kerajaan agraris di Jawa maupun di banyak kerajaan di Asia Tenggara,


berkembang konsep khusus mengenai sifat raja. Dasarnya adalah kesadaran orang-orang akan
hubungan yang dekat antara susunan alam semesta dengan kerajaan manusia. Pandangan mengenai
susunan alam semesta pada orang Jawa jaman dahulu itu diambil alih dari agama Hindu, yang
menganggap bahwa alam semesta merupakan benua berbentuk lingkaran yang dikelilingi oleh
beberapa samudera dengan pulau-pulau besar di empat penjuru, yang merupakan tempat tinggal
keempat penjaganya yang keramat.

Walaupun pandangan kita banyak tentang cara hidup, pandangan hidup, dan agama raja-raja, para
bangsawan, dan para pemuka agama dalam masyarakat Jawa zaman dahulu yang dapat kita pelajari
dari piagam-piagam kerajaan, kesusasteraan Jawa kuno dan sisa-sisa candi-candi kuno serta monumen-
monumen keagamaan, kita samasekali tidak tahu apa-apa mengenai kehidupan para petani di daerah
pedesaan jaman itu.

D. Islam Kejawen
1. Paham Ngerti Sadurunge Winarah

Shihab memaparkan bahwa penyebaran Islam di negeri ini dilakukan antara lain oleh kaum
ulama pesantren. Mereka ini menggunakan tasawuf Suni sebagai pegangan dalam penyebaran agama
Islam, semenjak beberapa abad yang lalu. Dengan tasawuf tersebut, mereka melawan pandangan kaum
kebatinan, yang dalam budaya Jawa dikena dengan nama Kejawen. Sebagai bukti sejarah atas
penentangan mereka itu, disebutkan Syekh Siti Jenar (Tanah Merah atau Lemah Abang) sebagai orang
yang menyimpang dari tasawuf Suni di atas, dan karena itu dihukum mati oleh para Wali Sanga (Wali
Sembilan). Mereka yang mengikuti pandangan itu, pada akhirnya mengembangkan paham
kebatinan/kejawen di negeri ini.
Hukuman mati yang dijatuhkan Wali Sanga atas Syekh Siti Jenar, bukqanlah karena beliau
berpaham Wihdatul Wujud. Beliau mengajarkan paham itu kepada orang banyak. “Dosa” Syekh Siti
Jenar bukan terletak pada penerimaan beliau pada Wihdatul Wujud, melainkan dalam “sikap gegabah
beliau dalam mengajarkan paham tersebut di kalangan orang kebanyakan”. Karena itulah, kaum
penganjur tarekat (dikenal sebagai kaum tasawuf, kaum sufi) selalu mementingkan menjalankan syariat
sebelum bertasawuf.

Pandangan semacam itu dikenal di kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan kaum tradisionalis lain
dengan ungkapan Man Yatakhaqq’ Walam Yatasyarra’ Fahuwa Zindiqum (orang yang berpandangan
hakikat dan tidak menjalankan syariat adalah orang sesat), kesimpulan dari pandangan ini ialah
anggapan para ulama tradisonalis kita yang tidak menolak Wihdatul Wujud –nya Ibnu Arabi, melainkan
melarang penyebarannya di kalangan mereka yang masih awam. Mereka menolak Pantheisme atau
Wihdatul Wujud tersebut dikalangan orang awam, tetapi bagi kepentingan diri mereka sendiri, mereka
juga menjalankan paham tersebut secara tertutup.

Jadi dengan demikian antar kaum syara’ dan kaum kebatinan (kejawen) memang berbeda tetapi
tidak bertentangan atau dengan kata lain tidak ada pertentangan prinsipial antara kaum Wihdatul Wujud
(kebatinan/kejawen) dan kaum syariat yang menggunakan referensi fikih.

2. Tradisi dan Bid’ah

Sebetulnya membicarakan bid’ah sendiri tidak mungkin terlepas dari perjalanan panjang sejarah
pertumbuhan dan perkembangan Islam di negeri ini. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu :

Metode dakwah
Latarbelakang budaya
Sistem-sistem simbol

Dari hal tersebut jelas bahwa Islam di negeri ini cenderung berwajah kultural.

Metode dakwah Islam berbeda dengan agama lain. Islam masuk ke Indonesia dengan begitu
elastik. Baik yang berhubungan dnegan pengenalan simbol-simbol Islam atau ritus-ritus keagamaan.
Dapat dilihat bahwa masjid pertama yang dibangun menyerupai arsitektur lokal warisan dari Hindu.
Sehingga jelas Islam lebih toleran terhadap warna/ corak budaya lokal. Tidak seperti, miswalnya Budha
yang masuk membawa ‘stupa’ atau bangunan gereja Kristen yang arsitekturnya ala Barat. Dengan
demikian Islam tidak memindahkan simbol-simbol budaya yang ada di Timur Tengan (Arab), tempat
lahirnya agama Islam.

Para pendakwa dulu memang lebih lues dan halus dalam menyampaikan ajaran Islam kepada
masyarakat yang heterogen setting nilai budayanya. Wali Sanga dapat dengan mudah memasukkan
Islam karena agama tersebut tidak dibawanya dalam bungkus Arab, melainkan dalam racikan dan
kemasan bercita rasa Jawa. Artinya masyarakat diberi “bingkisan” ynag dibungkus budaya Jawa isinya
Islam. Contohnya, Sunan Kalijaga banyak menciptakan kidung-kidung Jawa bernafaskan Islam,
misalnya ilir-ilir, tandure wis semilir. Pertimbangannya jelas menyangkut keefektifan memasukkan
nilai-nilai Islam dengan harapan mendapat ruang gerak dakwah yang lebih memadai.

Wujud dakwah dalam Islam yang demikian tentunya tidak lepas dari latarbelakang Jawa itu
sendiri. Untuk mengetahui latarbelakang budaya, kita memerlukan sebuah teori budaya. Menurut
Kuntowijoyo (Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi) sebuah teori budaya akan memberikan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut : pertama, apa struktur dari budaya, kedua atas dasar apa
struktur itu dibangun, ketiga bagaimana menerangkan variasi dalam budaya.

Persoalan pertama dan kedua menjelaskan mengenai hubungan antar simbol dan mendasarinya.
Paradigma positivisme-pandangan Marx diantaranya-melihat hubungan keduanya sebagai hubungan
atas bawah yang ditentukan oleh keadaan ekonomi, yakni modus produksi.berbeda dengan pandangan
Weber yang dalam metodologinya menggunakan verstehen atau menyatu rasa. Dari sini dapat dipahami
makna subjektif dari perbuatan-perbuatan berdasarkan sudut pandang pelakunya. Realitas ialah relaitas
pelakunya, bukn pengamat. Hubungan kausal-fungsional dalam ilmu empiris-positif digantikan
hubungan makna dalam memahami budaya. Sehingga dalam budaya tak akan ditemui usaha
merumuskan hukum-hukum (nomotetik), tapi hanya akan melukiskan gejala (ideografik).

Dengan demikian, mengikuti premis Weber tersebut, dari simbol-simbol budaya yang seharusnya
dipahami atau ditangkap esensinya adalah makna yang tersirat. Dapat dikatakan bahwa dalam satu
makna (esensi), simbol boleh berbeda otoritas asal makna masih sama. Hanya saja yang perlu dikoreksi
adalah simbol-simbol tadi pada dasarnya adalah kata benda. Sedangkan menurut logika berfikir, kata
benda atau simbol-simbol tadi yang sering diperdebatkan untuk kemungkinan disalahkan atau
dibenarkan. Perdebatan simbol itu akan menggiring kita untuk kemudian memitoskan sesuatu.

Dahulu orang menciptakan simbol agar perasaan kita tajam, namun karena pengaruh Barat kita
menangkap semua itu dengan visi dan paradigma positivisme. Dari pembicaraan simbol-simbol (untuk
pengungkapan nilai) Islam diatas yang berpotensi memunculkan bid’ah, maka kemudian timbul
pertanyaan apakah tidak mungkin kalau keadaan tersebut justru mengakibatkan budaya yang tidak
Islami? Kalau konsepsi tentang budaya di awal mengacu pada perpsektif ‘kata benda’ maka akan
menjawab Islam atau tidak kiranya akan lebih mengena jika menggunakan pendekatan budaya sebagai
‘kata kerja’. Dalam pengertian yang terakhir ini budaya dipahami sebagai kreatifitas atau rekayasa.

Dalam konteks Islam, istilah tarekat mungkin akan dapat menggantikan konsepsi budaya sebagai
kata kerja, yaitu ketika manusia menyambung-anyamkan antara kenyataan alam (sunatullah) dengan
realitas sosial (syariat). Untuk menuju yang Islam, orientasi tarekat tadi mesti diarahkan oleh kesadaran
wahidy: proses perjalanan kembali kepada-Nya. Sebab yang demikian tentunya yang akan diridhai.
Itulah kreatifitas yang Islami. Sehingga segala tindakan manusia dalam menjawab tantangan yang
diridhai Allah SWT akan mewujudkan budaya yang Islami pula.

BUDAYA JAWA ERA WALI SANGA

A. Apa dan Siapa Wali Sanga

Wali sanga berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel,
Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan
Gunung Jati. Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran agama
Islam. Mereka tinggal di pantai utara jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad ke-16 di tiga
wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa
Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Era wali sanga adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha
dalam budaya nusantara untuk digantikan dengan budaya Islam. Mereka adalah simbolan penyebaran
Islam di Indonesia khususnya di Jawa.

Wali sanga adalah para penyebar agama Islam di tanah jawa yang kemudian diteruskan murid-
muridnya ke seluruh nusantara. Perjalanan para wali penuh dengan kisah unik, ajaib dan menakjubkan.
Cara berdakwah, cara mengadakan pendekatan dengan masyarakat sangat diteladani. Sebagai orang-
orang shaleh yang mujahid, mereka memiliki sandaran dakwah dari Rasulullah SAW. Terbukti mereka
melakukan as-siyasatul hakimah(siasat yang bijak). Terhadap tokoh masyarakat yang keras dan gigih
menentang dakwah islamiyah para wali menerapkan metode al-Mjadalah billati hiya ahsan. Mereka
diperlakukan secara personal dan dihubungi secara istimewa, langsung bertemu pribadi dengan pribadi
sambil diberikan keterangan, pemahaman dan perenungan tentang Islam.
B. Perjuangan Budaya Jawa Wali Sanga

1. Maulana Malik Ibrahim

Maulana Malik Ibrahim atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy (Asmarakandi) diperkirakan lahir
di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut
Syeh Magribi atau Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak ulama terkenal di Samudra
Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri. Ibrahim dan Ishak adalah anak dari Maulana Jumadil Kubro. Ia
menikah dengan putri raja dan mempunyai dua anak yaitu Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Sayid
Ali Murtadha alias Raden Santri. Tahun 1392 M Ibrahim hijrah ke pulau Jawa desa Sembalo daerah
Leran. Aktivitas pertamanya yaitu berdagang dengan membuka warung yang harganya murah. Sebagai
tabib, ia mengobati masyarakat dengan gratis. Kakek Bantal juga mengajarkan bercocok tanam, serta
merangkul masyarakat bawah kasta yang disisihkan agama Hindu. Selesai membangun dan menata
pondokan di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat, makamnya kini terdapat di kampung
Gapura, Gresik, Jawa Timur.

2. Sunan Ampel

Ia putra tertua Maulana Malik Ibrahim, yang mempunyai nama kecil Raden Rahmat. Ia lahir di
Campa pada 1401 M. Tahun 1440 M, sebelum ke Jawa mereka singgah dulu di Palembang. Setelah
tiga tahun di Palembang, ia melabuh ke daerah Gresik. Sunan Ampel menikah dengan putri seorang
adipati di Tuban. Anaknya antara lain Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ia membangun
mengembangkan pondok pesantren di daerah yang di hadiahkan Raja Majapahit. Pada pertengahan
abad 15, pesantern tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh, diantara para
santrinya yaitu Sunan Giri dan Raden Patah. Sunan Ampel, Sunan Gresik dan Sunan Majagung adalah
tiga serangkai. Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Dia lah yang mengenalkan istilah “Mo
Limo” (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon).

Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat
Masjid Ampel, Surabaya. Sunan Ampel adalah salah satu waratsatul anbiya’ yang dipercaya oleh Alloh
SWT. Beliau adalah sosok ulama teladan sekaligus waliyyunminauliyaillah, sosok sempurna
mendekati Nabi. Ia juga cendekiawan sejati dan penuh perhitungan dalam melakukan dakwahnya.
Kemudian Kanjeng Sunan berhasil mensejajarkan kaum Muslimin kala itu dengan kalangan elite
dalam kasta masyarakat dan pemerintahan Majapahit. Pendekatan yang dilakukan Sunan Ampel
mengenai dakwahnya yaitu dengan cara pembauran dan pendekatan. Dengan metodologi yang beliau
tempuh, berhasil menciptakan harmoni antara ulama dan umara.
3. Sunan Giri

Ia memiliki nama kecil Raden Paku alias Muhammad Ainul Yakin, lahir di Blambangan pada 1442
M. Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantern misalnya Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah
juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Kemudian ia membuka pesantren di daerah
perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting
di Jawa waktu itu, dan Sunan Giri bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan
Demak. Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Dalam keagamaan ia dikenal karena
pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih, dan disebut Sultan Abdul Fakih. Jelungan, jamuran, lir ilir
dan cublak suweng disebut kreasi Sunan Giri, demikian pula dengan Gending Asmarandana dan
Pucung lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.

4. Sunan Bonang

Ia adalah anak Sunan Ampel berarti cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden
Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila.
Mula-mula ia berdakwah di Kedir yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Ia kemudian
menetap di Bonang desa kecil di Lasem dan membangun tempat pesujudan/zawiyah sekaligus
pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu Layar. Ia juga terkenal sebagai imam resmi pertama
Kesultanan Demak, bahkan sempat menjadi penglima tertinggi. Pada 1525 M ia meninggal,
jenazahnya dimakamkan di Tuban sebelah barat Masjid Agung. Ajaran Sunan Bonang memadukan
ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin,
tasawuf, seni, sastra, dan arsitektur.

Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa suluk atau tembang tamsil. Sunan Bonang
mengubah gamelan jawa yang kental dengan nuansa Hindu menjadi nuansa baru. Ia juga menjadi
kreator gamelan jawa dengan menambahkan instrumen bonang. Tembang “tombo ati” adalah salah
satu karya Sunan Bonang. Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya,
kegemarannya adalah mengubah lakon dan memasukan tafsir khas Islam.

5. Sunan Kalijaga

Dialah wali yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ayahnya bernama Wilotikto,
adipati Tuban dan ibunya Dewi Sukowati serta mempunyai adik kandung bernama Dewi Rasawulan.
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia yang paling muda saat diangkat menjadi wali. Dia
pun memiliki ilmu yang tinggi dan usianya paling panjang diantara wali lainnya, yaitu lahir 1455 M
dan wafat tahun 1586 M atau usianya mencapai 131 tahun. Dia dimakamkan di desa Kadilangu, di
tanah pemberian Raden Patah karena permintaannya sendiri.

Semasa hidupnya dia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit, Kesultanan Demak, Cirebon
dan Banten bahkan kerajaan Pajang serta kehadiran kerajaan Mataram di bawah pimpinan
Panembahan Senopati. Ia ikut merancang pembangunan Masjid Cirebon dan Demak. Paham
keagamaannya cenderung sufistik berbasis salaf, ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai
ajang dakwah. Ia sangat toleran dengan budaya lokal, ia mendekati sambil mempengaruhi. Selain itu,
dia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dia juga
pencipta baju takwa, perayaan sekaten, dan lainnya.

6. Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati adalah atau Syarif Hidayatulloh diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M.
Ibunya bernama Nyai Rara Santang putri dari raja pajajaran, dan ayahnya bernama Sultan Syarif
Abdulloh Maulana Huda pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina. Ia mendirikan
Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati. Dengan demikian id adalah
satu-satunya wali yang memimpin pemerintahan, hal ini dimanfaatkan untuk menyebarkan ajaran
Islam. Dalam berdakwah ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas, ia juga mendekati
rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan yang menghubungkan antar wilayah. Pada tahun
1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan di bukit Sembung.

7. Sunan Drajat

Nama kecilnya Raden Qosim, nama lengkapnya Raden Qosim Syariffudin Hasim, ia anak Sunan
Ampel. Ia lahir pada tahun 1470 M. Ia pertama kali melakukan dakwah di pesisir Gresik, tapi satu
tahun kemudian dia mendirikan padepokan santri Dalem Duwur yang sekarang Desa Drajat, Pacitan-
Lamongan. Gelar tertinggi yang diberikan kepada Sunan Drajat adalah Sunan Mayong Madu, karena
setiap ucapannya sangat manis dan enak didengar sehingga bisa menyembuhkan segala penyakit lahir
maupun batin. Pusaka yang menjadi peninggalan Sunan Drajat adalah gamelan yang dipakai saat
melakukan pengajian. Selain itu dia juga mengubah seni suluk. Dia juga dikenal seorang yang
bersahaja dan suka menolong.
8. Sunan Kudus

Nama kecil Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah. Sunan Kudus terkenal
sebagai penyiar agama Islam pada masa Hindu di Jawa bagian utara. Maka bangunan makamnya dan
tatanan lingkungannya masih berbau agama Hindu. Seperti adanya Gapura Majapahit dan sebuah
menara yang mirip bangunan candi. Beliau dari Persia dan masih keturunan ke-24 Rasul Muhammad.
Sunan Kudus meninggal pada umur 63 tahun, meninggalkan pusaka dan masjid yang belum jadi yang
diberi nama masjid Bubar, dan meninggalkan prasasti menyerupai Lumpang dan Padhusan untuk
Wudhu. Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol
Hindu dan Budha. Sunan Kudus juga mengubah cerita ketauhidan, kisah tersebut disusunnya secara
berseri sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Selain itu, dia ikut bertempur saat
Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata bertempur melawan Adipati Jipang, Arya
Penangsang.

9. Sunan Muria

Ia putra Dewi Saroh dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya Raden Prawoto, nama Muria diambil
dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria. Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah
sangat terpencil dan jauh dari pusat perkotaan untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan
rakyat jelata sambil mengajarkan keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah
kesukaannya. Sunan Muria sering kali dijadikan sebagai penengah dalam konflik internah di
Kesultanan Demak, ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun
rumitnya masalah itu. Sunan Muria dimakamkan di puncak gunung yang sepi. Sunan Muria selain
meninggalkan sebuah masjid, juga meninggalkan beberapa tempat yang diyakini mempunyai
keampuhan diantaranya Sendang Rejoso dan Gentong Karomah.

RELIGI ORANG JAWA

(Koentjaraningrat)

1. Agami jawi dan agami islam santri

Agama silam orang jawa yang bersifat sinkretsi dan agama islam puritan

Religi dalam bab ini didasarkan pada perbedaan antara agama islam jawa yang sinkretis, yang
menyatukanunsur pra-hindu, hindu, dan islam, dan agama islam yang puritan, atau yang mengikuti ajaran
agama yang lebih taat.
Orang jawa pada umumnya jika ditanya soal agama , maka ia akan menjawab agama mereka
adalah islam. Walaupun demikian sebagian dari mereka tidak melaksanakan rukun islam seperti yang
diwajibkan bagi umat islam. Mereka cenderung mengabaikan apa yang diwajibkan dan juga tidak mejauhi
apa yang diharamkan. Meski demikian bukan berarti mereka tidak memikirkan agama, justru sebenarnya
agamlah yang banyak menyita hidup mereka. Mereka percaya akan adanya Allah, percaya bahwa
Muhammad adalah Nabi mereka dan lain-lain. Namun selain percaya pad ahal hal tersebut, disisi lain
mereka juga yakin pada konsep-konsep keagamaan yang lain, semisal percaya pada mahluk-mahluk gaib,
jurus-jurus sakti dan mereka juga melakukan ritual-ritual yang tidak ada diajaran agama islam. Mereka
digolongkan sebagai kaum yang memiliki agam sendiri yaitu agami jawi.

Agami jawi atau kejawen adalah suatu keyakinan dan konsep-konsep hindu-budha yang cenderung
kearah mistik, yang tercampur menjadi satu dan diakui sebagai agama islam. Varian dari kejawen adalah
agami islam santri, yang walaupun tidak sama sekali bebas dari unsur animism dan unsur-unsur hindu-
budha, namun sedikit lebih dekat pada dogma-dogma ajaran islam yang sebenarnya.

2. System keyakinan agami jawi

System budaya agami jawi

Kejawen merupakan suatu tradisi yang diturunkan secara lisan, tetapi ada sebagian penting yang
juga terdapat dlam kesusastraan yang dianggap kramat dan bersifat moralis. Oleh karena itu untuk dapat
memahami agami jaw kita perlu mengetahui tentang tradisi tertulis itu. Agami jawi dalam melakukan
berbagai kegiatan keagamaan sehari-hari sangat dipengaruhi oleh keyakian, konsep-konsep, pandangan-
pandangan, nilai-nilai budaya dan norma-norma, yang kebanyakan berada di dalam alam pikirnya.

Konsep agami jawi mengenai Tuhan Yang Maha Esa

Keyakinan orang jawa yang beragama agami jawi terhadap Tuhan sangat mendalam , para
penganut agami jawi di daerah pedesaan mempunyai konsep yang sederhana yaitu Tuhan adalah Sang
Pencipta, dank arena itu adalah penyebab dari segala kehidupan di dunia, dan seluruh alam semesta.

Sumber yang paling utama mengenai Tuhan pada agami jawi adalah buaku narwaci yang ditulis
pada permulaaan abad ke-17. Menurut konsepsi agami jawi Tuhan adalah keseluruhan dalam alam dunia
ini ang dilambangkan dengan mahluk yang sangat kecil sehingga sewaktu-waktu dapat masuk ke sanubari
orang, tetapi Tuhan sekaligus besar juga luas seperti samudera, tidak berujung juga tidak berpangkal sepeti
angkasa dan terdiri dari semua warna yang ada didunia. Kedua konsepsi ini memiliki perbedaan pokok
dengan pandangan islam orthodox yang memiliki sifat monotheitis, yang menganggap bahwa Tuhan
adalah Maha Besar dan Mahakuasa, dan orang hanya merupakan mahluk yang tidak berarti jika
dibandingkan engan Tuhan.

Keyakinan agami jawi akan adanya Nabi Muhammad dan Para Nabi Lainnya

Sistem keyakinan agami jawi memandang Nabi Muhammad sangat dekat dengan Alloh. Dalam
hampir setiap ritus dan upacara, seorang orang jawa mengucapkan nama Alloh mereka mengucapkan
nama Nabi Muhammad. Selebihnya Nabi Muhammad kurang mendapatkan perhatian dalam sistem
keyakinan Agami Jawi, kecuali pada perayaan Mi’raj. Kesusastraan yang lebih disukai oleh para penganut
Agami Jawi adalah kesusastraan Islam yang mengandung unsur mistik yang persifat kepahlawanan dan
cerita peristiwa khusus dalam kehidupan Nabi seperti mengenai kelahiran, pernikahannya dengan Siti
Khadijah, hijrah, perang dan mengenai kenaikan Nabi Muhammad. Namun bukan hanya orang santri saja
yang mengenal riwayat hidup Nabi, tetapi juga orang Agami Jawi.

Keyakinan agami jawi kepada orang keramat

Agami jawi mengenal banyak sekali tokoh-tokoh keramat. Yang masuk dalam kategori tokoh-
tokoh keamat ini antara lain guru-guru agama, tokoh-tokoh historis maupun setengah historis, yag dikenal
orang melalui kesusastran babad.Contoh yang sangat terkenal adalah wali songo (wali Sembilan), tokoh
penyebar agama islam yang bersifat setengah historis. Selain Sembilan wali tersebut tentu saja masih
bayak tokoh kermatlain yang sifatnya local. Seorang ahli belanda, D.A Rinkes, telah telah membuat satu
deskripsi dari sejumlah tempat keramat yang merupakan tempat pemujaan tokoh keramat penduduk
setempat. Deskripsi yang berupa satu karangan panjang itu diterbitkan dengan judul De Heiligen van
Java.

Konsep agami jawi mengenai kosmogoni dan kosmologi

Yang dimaksudkan disini adalah mitologi penciptaan duniadan manusia atau kosmologi agami
jawi. Walau dalam agami jawi terdapat beberapa cerita mite mengenai penciptaan alam semesta,
semuanya mengandung unsure-unsur kosmologi hindu-jawa dan keyakinan islam bahwa adam adalah nabi
pertama di dunia ini. Kedua hal itu dijalin menjadi satu cerita tungal. Ada suatu ciri lain dari mite jawa
tentang penciptaan alam, yait bahwa Tuhan atau dewa tidak berhasil menciptakan manusia dalam seketika,
melainkan mengalami kegagalan berkali-kali. Mahluk-mahluk penciptaan yang gagalkemudain menjadi
penghuni “dunia jahat”. Berbagai konsepsi orang jawa mengenai penciptaan alam semesta dapat
digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu mite-mite dengan unsure-unsur dominan hindu-budha, mite-
mite dengan unsur-unsur sinkretik agami jawi dan islam, dan mite-mite dengan unsure-unsur magis-
mistik.

Mite-mite dengan unsur-unsur dominan hindu-budha terdapat dalam buku babad mengenai
kerajan-kerajaan di jawa yang sifatnya setengah historis, yang pada umumnya dimulai dengan cerita
mengenai awal terciptanya dunia dan manusia. mite-mite dengan unsure-unsur sinkretik agami jawi dan
islam terdapat dari bagian pertama dalam buku-buku babad semi-historis lainya, yang mungkin ditulis
oleh pengarang-pengarang yang lebih berorientasi islam seperti buku serat anbya. Jenis mitologi mengenai
penciptaan dunia yang ketiga menurut agami jawi adalah yang paling aneh, terdapat dalam buku-buku
suluk terutama yang bersifat radikal magis-mistik, seperti suluk gatholoco dan suluk darmagandhul.

Esyatalogi agami jawi

Sejak berabad-abad dalam pikiran orang jawa pada umunya ada suatu keyakinan terpendam
mengenai adanya seorang ratu adil yang akan tiba membawa keadilan dan keteraturan didunia ini.
Gagasan mengenai esyatologi pada orang jawa merupakan sutu akibat dari gaya hisup dan tata-cara sopan
santun orang jawa, yang sejak berabad-abad mengutamakan pergaulan antar manusia yang kelihatan baik
dan rukun diluar, yang telah terjalin dengan erat dan sempurna di kehidupan sosialnya. Untuk hidup di
dalam kenyataan seperti it seseorang terpaksa harus tersenyum walaupun menghadapi berbagai problema
dalam hisupnya, karena itu suatu ketika orang-orang akan lari dari problema-problema yang dihadapinya,
baik kedalam mistik yang penuh dengan spekulasi, yang memungkinkan orang untuk membebaskan diri
dari beban berat berupa kewajiban-kewajiban sosialnya, maupun kedalam alam khayal yang mengimpikan
suatu kehidupan masyarakat yang serba teratur di masa yang akan datang.

Keyakinan Agami Jawi Akan Dewa-Dewa

Orang Jawa yang berasal dari keluarga-keluarga desa maupun dari keluarga priyayi, pada umumnya dapat
menyebutkan macam-macam nama dewa, lengkap dengan sifat-sifat dan rupanya masing-masing. Dewa-
dewa itu dikenal dari cerita-cerita wayang, yang mempunyai peran sebagai pelindung manusia. Dalam
mitologi Jawa ada bermacam-macam dewa pria maupun wanita. Dalam bukunya mengenai mahluk-
mahluk halus orang Jawa, ahli folklor H.A van Hien menyebutkan adanya 750 nama dewa dan dewi yang
berasal dari mitologi Hindu dan 264 nama dewa dan dewi yang asli dari Jawa yang merupakan tokoh-
tokoh dalam mitologi agama Budha. Para Bathara dan dewi itu sebenarnya tidak ada artinya dalam
kehidupan dan upacara keagamaan orang Jawa, hanya penting dalam cerita wayang saja, dan berfungsi
sebagai unsur pendidikan dan pelajaran moral.
Keyakinan Agami Jawi Kepada Kematian Dan Alam Baka

Orang Jawa berkeyakinan bahwa tidak lama setelah orang meninggal, jiwanya akan berubah menjadi
mahluk halus yang berkeliaran di sekitar tempat tinggalnya. Mahluk halus itu lama-kelamaan akan pergi
pada saat tertentu saat keluarga mengadakan slametan. Roh yang tidak mendapat tempat di alam roh
karena tingkah lakunya yang tidak baik semasa hidup, dan menjadi roh jahat pengganggu manusia, atau
karena orang itu meninggal tidak wajar.

Namun pengaruh agama Islam menciptakan pada orang Jawa konsep mengenai dunia roh yang berada
dekat Alloh, juga bahwa orang yang meninggal oleh Alloh akan diberi tempat di swarga atau neraka sesuai
dengan perilakunya yang baik atau buruk semasa hidupnya. Agama Jawi tidak memiliki gambaran yang
nyata mengenai swarga atau neraka. Gambaran orang Jawa ialah bahwa sorga tidak berada di atas langit
dan neraka juga tidak berada di dasar bumi, sebaliknya mereka membayangkan adanya hubungan antara
sorga dan neraka, dengan dunia baka dan dengan arah selatan, yaitu Kerajaan Bathara Yamadipati, penjaga
kerajaan para roh yang telah meninggal.

Mahluk halus yang masih memiliki keinginan dari orang yang meninggal itu, dibimbing oleh seorang
malaikat (molekat) ke Kamaloka yang dicapainya pada hari ketujuh setelah meninggal. Tetapi sebelum
diperkenankan masuk pintu gerbang ia harus melewati sebuah jembatan yaitu siratul mustakim, yang
terbuat dari sepertujuh belahan rambut wanita. Di bawah jembaran ada kawah yang gelap yang merupakan
tempat menuju neraka. Apabila mahluk halus itu terlalu berat karena hasrat dan keinginannya terlalu
banyak maka ia akan jatuh ke dalam kawah dan masuk ke neraka. Apabila terlalu banyak dosa, maka
mahluk halus itu akan terperosok lebih dalam masuk ke bumi kapindho, dan dilahirkan lagi sebagai
binatang. Setelah itu, dia akan berada ke bumi katelu dilahirkan kembali sebagai tanaman, kemudian
setelah mati lagi dia akan berada di bumi kapat sebagai pohon selanjutnya dia menghuni batu. Dan dia
akan dihukum lama pada bumi ketujuh, kemudian dilahirkan lagi sebagai manusia yang melupakan segala
masa lampau dan memperoleh kesempatan untuk lebih baik lagi.

Orang meninggal yang telah hidup dengan baik dan lingaseliranya berhasil masuk ke Kamaloka, maka
rohnya akan berada di sana hingga 40 hari setelah meninggalnya. Setelah itu memurnikan dirinya dan
mempersiapkan diri masuk ke surga pertama (dewakan) pada hari ke-100 setelah meninggal. Kemudian
lingeseliranya akan mati kedua kalinya. Apabila ada kerabat yang masih hidup di dunia dan
memanggilnya maka mahluk halus itu menjadi lelembut dan berkeliaran di sekitar tempat tinggal manusia
atau menjadi roh nenek moyang (arwah leluhur). Roh yang berhasil ke surga pertama akan menjadi lebih
murni pada hari ke-1000 setelah meninggal masuk pada surga kedua. Proses ini terjadi berulang-ulang
sehingga ia akan masuk surga ke tujuh dan mencapai moksa yaitu keadaan sempurna.

Roh Nenek Moyang Dan Roh Penjaga

Sebagai roh halus, roh nenek moyang masih lama akan dipuja dan dipanggil oleh para keturunannya untuk
memberi nasehat kepada mereka mengenai persoalan rohaniyah maupun material. Sistem keyakinan
Agami Jawi mengenal roh-roh baik yaitu dhayang, bahureksa, sing ngemong dan widadari. Dhayang
adalah roh yang menjaga dan mengawasi seluruh masyarakat, bahureksa adalah penjaga tempat-tempat
tertentu, seperti bangunan umum, sumur tua, pohon beringin tua, sebuah gua dan sebagainya. Sing
ngemong adalah roh yang menjaga kesejahteraan seseorang dan dipandang seseorang sebagai saudara
kembar dari jiwa seseorang, widadari atau bidadari dibayangkan oleh orang Jawa sebagai gadis cantik
yang tempatnya di langit dan yang hanya berbuat baik kepada manusia. Namun ada juga roh baik yang
menuntut balas budi atas pertolongan dan keuntungan yang telah diberikan kepada manusia, misal thuyul.
Thuyul digambarkan sebagai anak kecil/kerdil yang mampu membuat orang kaya dengan jalan
mencurikan harta orang lain baginya. Tetapi sebagai imbalan thuyul harus diberi sesaji dan orang yang
memiliki thuyul itu harus merelakan jika sewaktu-waktu kehilangan anggota keluarganya.

Roh, Jin, Setan Dan Raksasa

Mahluk-mahluk ini pada umumnya dianggap jahat, dan oleh orang Jawa disebut memedi. Secara khusus
mereka disebut setan atau dhemit, sedangkan raksasa disebut denawa (Krami) atau buta (Ngoko). Orang
Jawa pada umumnya sependapat bahwa setan dharat, setan bisu, setan mbelis dan sebagainya adalah
setan-setan berjenis pria dan bermuka buruk, sedangkan wewe adalah setan wanita yang sangat jelek
sekali. Tetapi ada setan-setan yang cantik rupawan seperti misalnya kuntilanak, yang menampakan dirinya
di jalan-jalan sunyi di malam hari untuk mencari mangsanya, sundhel bolong merupakan seorang wanita
tunasusila yang cantik tetapi yang ternyata berlubang punggungnya. Ada setan yang menyerupai anak
kecil/kerdil yaitu thuyul atau setan gundul. Ada juga setan yang berparas manusia dan bertubuh setengah
manusia setengah binatang, seperti peri (wanita dengan kaki kuda), Nyai Blorong (wanita dengan tubuh
bagian atas seperti manusia dan bagian bawah seperti ular), Ki Blorong (pria dengan tubuh bagian atas
seperti manusia dan bagian bawah seperti ular). Setan juga dikenal di Eropa seperti jerangkong,
thekthekan, wedon dan sebagainya.

Orang Jawa percaya bahwa setan dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui ubun-ubunnya atau
telapak kakinya, sehingga orang itu menjadi kesurupan, dan hanya dapat disembuhkan oleh seorang
dhukun prewangan, seorang syaman, atau seorang dukun biasa. Oleh karena itu dapat dihindari dengan
melakukan latihan jasmani dan kesenian dan menghindari untuk duduk termenung dan melamun.

Keyakinan Agami Jawi Kepada Kesaktian

Hanya orang yang kuat jasmani dan rohaninya saja yang dianggap mampu memiliki kasekten. Kesaktian
itu dapat berada di bagian tertentu dari tubuh manusia atau pada tubuh binatang. Namun, pada umumnya
kasekten berada pada benda-benda suci terutama benda-benda pusaka misalnya keris sakti. Tetapi, orang
Jawa juga memuja benda-benda pusaka lain yang dianggap sakti antara lain tombak, bendera tua, panah
atau alat gamelan. Kekuatan kasekten yang dianggap ada dalam benda pusaka sering kali digunakan oleh
para pemiliknya untuk menghalau penyakit dan malapetaka. Kasekten tidak hanya dianggap ada dalam
pusaka, tetapi juga di dalam jimat-jimat kecil yang sampai sekarang pun masih banyak dipakai oleh pria
atau wanita untuk melindungi diri dari penyakit atau bahaya-bahaya gaib.

3. Sistem Upacara Agami Jawi

Tindakan-Tindakan Keagamaan

Kita dapat membedakan adanya berbagai tindakan keagamaan dalam sistem sosial Agami Jawi. Upacara
terpenting adalah upacara makan bersama, yang dalam bahasa disebut wilujengan (Krami) atau slametan
(Ngoko). Berikut berbagai ritus dan upacara keagamaaan yang mengandung tingkah laku keagamaan.

Slametan Atau Wilujengan

Slametan atau wilujengan adalah suatu upacara pokok atau unsur terpenting dari hampir semua ritus dan
upacara dalam sistem religi orang Jawa pada umumnya dan penganut Agami Jawi khususnya. Salah satu
aktivitas keagamaan penting lain dalam sistem religi Agami Jawi yaitu kunjungan ke makam nenek
moyang yang disebut nyekar. Suatu slametan biasanya diadakan di rumah keluarga dan dihadiri keluarga,
kerabat dan tetangga. Slametan biasanya diadakan pada malam hari. Para tamu duduk di atas tikar dan di
tengah-tengahnya diletakkan dua atau tiga buah tampah berisi hidangan slametan berisi nasi tumpeng
lengkap dengan lauk pauk dan hiasannya.

Setelah semuanya siap, modin atau kaum diminta untuk mempersilahkan doa (ndonga) yang terdiri dari
ayat-ayat Al Qur’an. Selesai mengucapkan maka modin dipersilahkan oleh tuan rumah untuk mulai
menyantap hidangan disusul para tamu. Upacara slametan sering kali dilanjutkan dengan dhikir
mengucapkan “La‘illaha Illallah” secara berulang-ulang. Geertz menjelaskan bahwa slametan tidak hanya
diadakan dengan maksud untuk memelihara solidaritas antara para peserta upacara, dan setiap upacara itu
bersifat religi. Padahal tidak semua slametan bersifat religi.

Slametan bersifat keramat adalah upacara slametan di mana orang-orang yang mengadakannya merasakan
getaran emosi kramat. Upacara slametan yang tidak bersifat keagamaan adalah upacara yang tidak
menimbulkan getaran emosi keagamaan bagi para tamunya, hanya bertujuan memelihara solidaritas
sosial. Upacara slametan yang benar-benar bersifat ketamat dan menggetarkan emosi keagamaan
seseorang misalnya upacara kematian. Upacara slametan yang bersifat keramat melibatkan semua warga
desa adalah upacara bersih dusun. Upacara keramat pada hari besar agama Islam misalnya Bakda besar,
Saparan, Dina Wekasan Muludan, dan lainnya. Upacara slametan yang bersifat keramat dari individu
adalah ngruwat, dan yang tidak keramat misalnya penyerahan mas kawin, pindah rumah, memasuki rumah
baru, ganti nama dan lainnya. Hal ini bertujuan untuk pemberitahuan kepada handai-taulan.

Upacara-Upacara Sepanjang Lingkaran Hidup

Kebudayaan Jawi dan Santri juga memiliki serangkaian upacara sendiri untuk merayakan berbagai
peristiwa penting sepanjang lingkaran hidup individu, yang merupakan bentuk tertua dari semua aktivitas
keagamaan dalam kebudayaan manusia, walaupun demikian upacara tersebut sudah pasti sangat penting
dan mutlak perlu dalam banyak agama dan terutama dalam sistem Agami Jawi.

Tingkeban

Lingkaran ritus-ritus sudah dimulai sejak seorang individu berada dalam rahim ibunya. Upacara pertama
dinamakan tingkeban diadakan saat kandungan berumur tujuh bulan yang dinamakan slametan mitoni.
Hidangan slametan yang disajikan itu tujuh buah nasi tumpeng, lauk-pauk, dan tujuh macam juadah, harus
mempunyai makna yang melambangkan kelahiran yang cepat dan selamat. Misalnya diantara ketujuh
juadah tersebut ada yang namanya jenang procot yang maksudnya agar bayi kelak akan lahir dengan
mudah, (procot= keluar tak terkendali). Mitoni juga harus dilakukan pada hari Setu Wage (Sabtu Wage)
dalam bulan ketujuh umur kandungan yang artinya metu age atau lekas keluar.

Sejak diadakan upacara mitoni, calon ibu harus mematuhi berbagai syarat dan pantangan seperti mencuci
rambutnya seminggu sekali dengan air merang yang sudah diberi kekuatan gaib. Larangannya antara lain
memakan telur ayam, udang, buah yang letak bijinya melintang. Calon ayah pun harus memperhatikan
pantangan tersebut. Dalam bulan kesembilan, diadakan slametan lagi yaitu mumuli sedherek untuk
menghormati saudara yang belum lahir.
Melahirkan

Apabila di daerahnya tidak ada seorang bidan, keluarga tiyang tani di desa biasanya memanggil seorang
dhukun bayi, adalah orang yang ahli dalam membantu persalinan, yang sebelumnya telah melakukan
berbagai upacara. Setelah bayi lahir, dhukun memotong tali pusat dengan sebilah pisau atau bambu sambil
mengucapkan mantera. Kemudian, ayahnya harus membisikan ayan ke telinga kanan bayi dan kamat ke
telinga kirinya. Selanjutnya dukun memandikan wanita yang baru melahirkan dan memijat dibalur ramuan
parem dan bobokan dan meminum jamu. Sementara ari-ari dibersihkan oleh dhukun dan dimasukan ke
dalam bejana yang terbuat dari tanah liat. Ari-ari yang menyusul kelahiran anak laki-laki dibuang ke kali
atau dikubur di halaman belakang, sedangkan apabila bayinya perempuan, ari-arinya selalu dikubur di
halaman belakang rumah sebelah kanan. Upacara puput puser diadakan pada malam hari setelah tali puser
terlepas, dengan mengadakan berbagai ritual. Tali pusat yang telah terlepas dan menjadi kering dibungkus
kain bersama rempah-rempah, dijahit dan menjadi jimat.

Upacara Memberi Nama

Pada hari kelahiran bayi diadakan slametan pemberian nama atau slametan brokohan. Upacara ini
dilakukan pada hari ketujuh setelah bayi dilahirkan.

Upacara Kekah Dan Upacara Pemotongan Rambut

Orang santri yang taat menjalankan ajaran Islam mengadakan suatu upacara berkorban pada hari ketujuh
kelahiran bayi yaitu upacara kekah, sekaligus pemberian nama. Semua rambut di kepala dicukur, kecuali
dibagian ubun-ubun. Penganut Agami Jawi juga mengadakan upacara kekah, tetapi dengan upacara
pemotongan rambut sebagai unsur yang utama, bukan unsur berkorbannya. Kemudian diadakan upacara
nyepasari. Banyak hidangan yang disediakan, menandakan upacara ini penting. Orang Jawa percaya
apabila ada kekurangan dalam jumlah macam atau hidangan maka akan berpengaruh pada kepribadian
anaknya. Selanjutnya ada upacara lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu nyelapani, yang diadakan saat
bayi berumur 35 hari jatuh pada hari weton pertama. Baik para penganut Agami Jawi yakin bahwa tidak
baik apabila dalam satu keluarga ada orang yang sama wetonnya.

Tedhak Siten, Atau Upacara Menyentuh Tanah

Upacara yang disebut tedhak siten ini dianggap penting oleh para penganut Agama Jawi di desa
maupun dikota, dan merayakan peristiwa sentuhan pertama dengan tanah. Upacara yang selalu diadakan
pada pagi hari ini menggunakan berbagai benda, yaitu sebuah karungan ayam, sebuah tampah dengan nasi
kuning, dan beberapa mata uang. Kecuali itu ada tujuh buah tampah yang masing-masing berisi sebuah
tumpeng dan tujuh buah tampah yang masing-masing berisi juadah dengan warna yang berbeda-beda.
Ketujuh tampah ini disusun menuju kesebuh tangga kecil yang terbuat dari batang tebu. Selain itu, masih
ada sejumlah sajian yang terdiri dari berbagai macam buah-buahan, sayuran, rempah-rempah, kue dan
juadah.

Upacara ini biasanya ditontong oleh seluruh keluarga, beberapa orang tetangga terdekat, dan anak-
anak kecil yang tinggal berdekatan. Nenek dari pihak ibunya biasanya menggendong si bayi dan
memasukkannya ke dalam kurungan. Di dalam kurungan itu anak kecil yang sudah memperhatikan hal-
hal disekelilingnya, akan memngamati nasi kuning mata uang yang ada di dekatnya, yang semua
melambangkan kemakmuran. Setelah beberapa saat berada di dalam kurungan, bayi dikeluarkan dan
secara bergantian para anggota keluarga membimbingnya berjalan diatas ketujuh tampah berisi tumpeng
dan berisi juadah hingga ia sampai ketangga yang terbuat dari batang tebu. Bayi kemudian dituntun
menaiki tangga hingga sampai anak tangga yang ketujuh dan yang tertinggi. Setelah upacara ini, neneknya
mencuci kaki bayi dengan air bunga (toya setaman) lalu meletakkannya di tanah. Acara yang terakhir ini
merupakan puncak dan tujuan dari seluruh dari seluruh upacara tedhak siten itu. Pada akhir upacara,
biasanya kakek bayi menaburkan uang logam diantara orang-orang yang hadir, yang nantinya akan
dipungut. Hanya keluarga yang mengadakan upacara itu saja yang masih sibuk dengan persiapan untuk
slametan yang akan diadakan pada siang atau malam harinya. Dalam kehidupan berjuta-juta orang jawa,
tanah merupakan suatu hal yang teramat penting, dan kontak pertama dengan tanah itu merupakan
langkah yang pertama kedalam kebudayaan pertanian Jawa tradisional.

Khitanan

Upacara penting berikutnya dalam lingkaran hidup orang jawa adalah upacara khitanan. Orang
Jawa pada umumnya menganggap khitanan sebagai suatu upacara untuk meresmikan diri masuk Islam,
dan dalam buku hukum dari ajaran Shafi’, khitanan (sunatan) itu memang dianggap wajib dan karena itu
upacara itu seringkali juga disebut ngislamaken yang berarti “mengislamkan”.

Pada keluarga santri yang sebanyak mungkin berusaha mengikuti peraturan hukum agama,
melakukan upacara itu pada hari-hari yang ditentukan dalam hukum Islam, yaitu misalnya pada hati
keempat puluh setelah lahir. Upacara sunatan dapat juga dilakukan pada waktu seorang anak pri berumur
empat sampai tujuh tahun, akan tetapi keluarga Agami Jawi menghubungkan sunatan dengan umur akil
baliq, disamping sebagai peresmian masuk Islam dan karena itu mengadakannya pada waktu seorang anak
pria berumur antara 10 dan 16 tahun. Anak pria yang sudah dikhitan dinamakan jaka. Setelah melakukan
khitan, siang harinya diadakan slametan yang dinamakan slametan jenang abrit.

Upacara yang sama untuk anak wanita adalah upacara kafad yang sebenarnya hanya merupakan
suatu upacara lambang saja, karena pada diri anak itu tidak dilakukan mutilasi pada alat kelaminya.
Upacara ini dilakukan setelah seorang anak gadis mendapat haid pertamanya. Di dalam keluarga-keluarga
santri, khitanan bagi anak-anak gadis merupakan hal yang wajib, sesuai dengan hukum Islam.

Pemakaman Dan Ritus Kematian

Apabila ada orang meninggal, maka hal pertama yang dilakukan oleh orang Jawa adalah untuk
memanggil seorang modin, dan mengumumkan kematian itu kepada sanak saudara dan tetangga. Sekarang
orang lebih sering pergi ke dokter atau ke Puskesmas terdahulu dan baru kemudian mencari modin serta
memberi kabar kepada orang-orang sekitarnya. Setelah itu dilakukan tata urut upacara pemakaman, mulai
dari memandikan jenazah sampai memakamkannya.

Orang Jawa tidak diperbolehkan menangisi kematian seorang anggota keluarga secara berlebih-lebihan,
dan sebaliknya harus bersikap ikhlas melepas kepergiannya dan menerima nasibnya dengan tawakal.

Setelah melakukan prosesi pemakaman, pada malam harinya para keluarga melakukan slametan
sedhekah ngesur siti dengan mengundang semua orang yang telah memberikan bantuan serta sumbangan
berupa apapun juga. Tumpeng untuk slametan sedhekah ngesur siti harus dilengkapi dengan kue apem.
Pada setiap slametan yang diadakan untuk memperingati arwah orang yang sudah meninggal dilakukan
dzikir. Hingga empat puluh hari lamanya, dibawah tempat tidur orang yang meninggal diletakkan sajian
yang diganti dua hari sekali. Sedhekah yang diadakan berhubung dengan kematian, juga diselenggarakan
pada hari ketiga (sedhekah nigang ndinteni), hari keempatpuluh (sedhekah ngawandasa dinten), hari
keseratus (sedhekah nyatus), peringatan setahun meninggalnya (sedhekah mendhak sepisan), peringatan
dua tahun (sedhekah mendhak kaping kalih) serta hari keseribu (sedhekah nyewu). Bila yang meninggal
anak kecil, sedhekah hanya dilakukan satu kali saja yaitu sedhekah ngesah.

Setelah peringatan hari keseribu, maka sedhekah yang diadakan oleh para kerabat orang yang
meniggal merupakan kewajiban yang terakhir yang harus dipenuhi. Sementara itu sisa-sisa terakhir dari
ikatan-ikatan dari ikatan-ikatan emosional dan spiritual yang mungkin masih ada, juga dianggap telah
habis. Walaupun demikian banyak keluarga Jawa penganut Agami Jawi masih tetap mengunjungi makam
nenek moyang mereka pada kesempatan-kesempatan tertentu, yaitu disebut nyekar.
Nyekar, Adat Untuk Mengunjungi Makam

Pada tahun pertama setelah seorang anggota keluarga meninggal dan ikatan-ikatan emosional
dengan orang tersebut masih kuat, maka frekuensi mengunjungi makamnya masih tinggi. Adanya larangan
untuk memperbaiki makam sebelum kuburan itu berumur tiga tahun, yaitu sebelum hari keseribu (nyewu).
Baru setelah itu makam boleh diperbaiki degan memasang batu nisan (kijing) dan kadang-kadang dengan
membuat pagar besi disekeliling makam. Namun hal ini dapat berbeda-beda diberbagai tempat.

Makin lama setelah orang meninggal, makin jarang pula makamnya dikunjungi oleh sanak
saudaranya, biasanya hanya ramai sebelum bulan Puasa. Dalam masyarakat desa orang masih
menganggap perlu untuk mengunjungi makam para pendiri desa pada waktu diadakan upacara bersih
dhusun, dan mengunjungi makam-makam nenek moyang dan makam-makam keluarga lainnya.

Upacara Berkorban Sesajen

Upacara berkorban sesajen memang ada dalam tiap upacara orang Jawa, dan orang bahkan
membuat sesajen tanpa suatu upacara pun. Orang-orang desa selalu meletakkan sesajen disudut-sudut
petak sawah pada saat-saat kritis dalam siklus pertanian, para keluarga petani di desa maupun orang kota
meletakkannya diberbagai tempat disekitar rumah di halaman dan dipersimpangan jalan, pada tiap hari
kemis malam (jemuwah).

Ahli antropologi Belanda, J.van Baal, secara tepat juga mengemukakan bahwa suatu sedekah
adalah suatu pemberian dan bahwa suatu pemberian terutama merupakan cara untuk mengadakan
komunikasi simbolis dan untuk berpartisipasi dalam kehidupan serta pekerjaa dari orang yang diberi, dan
bukan hanya merupakan cara untuk memuaskan kebutuhan fisik seseorang untuk “menyuap” atau
mengembalikan suatu jasa. Oelh karena itu sebagai suatu pemberian sedhekah merupakan suatu alat untuk
berkomunikasi secara simbolik dengan makhluk-makhluk halus didunia gaib. Dengan demikian setiap
benda yang diletakkan ditampah itu harus dianggap sebagai benda-benda yang dipergunakan sebagai alat
untuk tujuan tersebut tadi.

Perayaan-Perayaan Upacara Tahunan

Banyak dari perayaan Islam diselenggarakan di Jawa dengan slametan yang berbeda-beda untuk
tiap peristiwa dan dengan berbagai sajian yang berdeda pula. Hari besar Islam yang pertama jatuh pada
tanggal 10 sura, yaitu bulan pertama dari perhitungan tahun Islam. Para penganut Agami Jawi cukup
merayakannya dengan membuat bubur Sura. Santri merayakannya dnegan berpuasa pada malam hari
menjelang tanggal 10 Sura tersebut.

Bulan yang kedua yaitu Sapar, berlalu tanpa ada kegiatan upacara keagamaan, kecuali pada hari
Rabu yang terakhir, yaitu Rebo Wekasan, yang dirayakan khusus oleh para penganut Agami Jawi di dalam
suasana riang gembira.

Pada tanggal 12 bulan Maulud orang memperingati hari wafat dan hari lahirnya Nabi Muhammad.
Baik para penduduk desa maupun para priyayi di kota-kota yang menganut Agama Jawi, mengadakan
slametan sekitar tanggal 12 Mulud. Hidangan utama pada perayaan Muludan itu adalah tumpeng dengan
ayam yang dimasak dengan bumbu-bumbu dalam keadaan yang utuh (dibuang bulunya dan dibersihkan
isi perutnya).

Orang santri tidak merayakan hari ke-12 bulan Rabi’ul-awwal itu dengan mengadakan slametan,
melainkan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan yang disebut selawatan.Upacara berikutnya yaitu
pada tanggal 7 Rejeb untuk memperingati kenaikan Nabi Muhammad ke surga. Pada perayaan ini
diadakan suatu slametan yang dinamakan Rejeban atau Mi’radan.

Pada tanggal 15 Ruwah pada peringatan Nipsu Sa’ban atau Lailatul ‘Inishf min Sya’ban, yaitu
suatu saat di malam hari ketika Allah menentukan siapa yang akan meninggal dalam tahun ini. Para
penganut Agami Jawi mengadakan suatu slametan, yaitu slametan barokhah dan berjaga sampai lewat
tengah malam. Orang santri biasanya pergi ke masjid untuk membaca ayat-ayat suci sampai larut malam.

Pada tanggal 29 Ruwah adalah hari terakhir sebelum puasa. Biasanya akan banyak orang santri
yang nyekar ke makam-makam. Orang Agami Jawi juga mengadakan slametan sederhana pada tanggal
21, 23, 25, 27, dan 29 dalam bulan Puasa, yang dinamakan puasa maleman.Pada tanggal7 syawal
diadakan slametan yang dianggap masih ada hubungannya dengan berakhirnya masa puasa, yaitu
slametan kupatan. Hari besar berikutnya adalah pada waktu para jemaah di Mekkah mengadakan upacara
kurban diperingati pada tanggal 10 Besar.

Siyam, Atau Puasa

Orang Agami Jawi pada umumnya menjalankan ibadah puasa, walaupun mereka sering kali tidak
begitu taat menjalankan rukun agama Islam yang lain-lainya. Kecuali berpuasa pada bulan Ramadhan,
mereka juga mempunyai adat berpuasa pada hari Senin dan Kamis, suatu hal yang menurut agama Islam
tidak diwajibkan. Adat puasa pada hari tertentu itu asal mulanya adalah tirakat.
Tirakat

Orang jawa pada umumnya dengan sengaja mencari kesukaran dan kesengsaraan untuk maksud-
maksud keagamaan, yang berakar dari pikiran bahwa usaha-usaha seperti itu dapat membuat orang teguh
imannya dan mampu mengatasi kesukaran-kesukaran, kesedihan dan kekecewaan dalam hidupnya.
Mereka juga percaya bahwa orang yang telah melakukan usaha semacam itu kelak akan mendapat pahala.
Tirakat dapat dijalankan pada saat-saat khusus, misal padawaktu orang menghadapi suatu tugas berat,
waktu mengalami krisis dalam keluarga, jabatan, atau dalam hubungan dengan orang lain, tetapi dapat
juga pada waktu terkena bencana. Dalam keadaan seperti itu, melakukan tirakan dapat dianggap sebagai
tanda rasa prihatin yang dianggap perlu oleh orang Jawa bila seseorang dalam keadaan bahaya.

Bertapa (Tapabrata)

Selama berabad-abad para pertapa dianggap sebagai orang keramat, dan anggapan bahwa dengan
menjalankan kehidupan yang ketat dengan disiplin tinggi, serta mampu menahan hawa nafsu, orang dapat
mencapai tujuan-tujuan yang sangat penting.

Pada zaman sekarangorang melakukan tapa dengan maksud mendapatkan kedudukan yang baik
atau bernasib baik di dalam kehidupan di akhirat kelak, dan tidak hanya dengan tujuan untuk mencapai
suatu maksud tertentu dalam hidupnya sekarang. Oleh karena itu, tapa semacam ini mirip dengan tapas
pada orang Hindu dahulu. Namun sering terjadi bahwa orang melakukan tapabrata bersamaan dengan
samadi dengan maksud untuk memperoleh wahyu. Tentu saja tujuan dari tapa semacam ini untuk
mendapatkan kenikmatan keduniawian. Akhirnya perlu disebutkan bahwa pada orang Jawa tapa
merupakan salah satu cara yang penting dan utama untuk bersatu dengan Tuhan.

Meditasi Atau Semedi

Meditasi atau samedi memang biasanya dilakukan bersama-sama dengan tapabrata. Orang yang
melakukan tapa ngeli misalnya, tidak hanya dududk diatas rakitnya saja sambil mbengong, tidak berbuat
apa-apa, ia biasanya juga bermeditasi. Sebaliknya, meditasi seringkali juga dijalankan bersamaan dengan
suatu tindakan keagamaan lain, misal dengan berpuasa atau tirakatan. Maksud yang ingin dicapai dengan
meditasi itu ada bermacam-macam, namun banyak orang melakukan meditasi untuk memperoleh
kesaktian, disamping itu menyatukan diri dengan Tuhan.
Bersih Dhusun

Bersih dhusun dilakukan sekali dalam setahun yaitu biasanya dalam bulan Sela yakni bulan yang
ke-11 dalam tanggalan Jawa. Walaupun demikian tanggal dilakukannya berbeda-beda di tiap desa.
Kegiatan yang biasanya berhubungan dengan bersih dhusun berlangsung disuatu tempat dekat makam
pendiri desa atau di rumah kepala desa, apabila tempat makam pendiri desa tidak cocok untuk
mengadakan acara tersebut.

Perayaan bersih dhusun dengan sendirinya juga diadakan suatu slametan yang dinamakan dengan
sedekah bumi atau sedekah legana, dengan sebuah nasi tumpeng dan lauk pauknya yang disumbangkan
oleh para keluarga yang mampu.

Ngruwat

Upacara ngruwat merupakan suatu upacara yang khas Agami Jawi dan dimaksudkan untuk
melindungi anak-anak terhadap bahaya-bahaya gaib yang dilambangkan oleh tokoh Bathara Kala, yakni
Dewa Kehancuran. Upacara ngruwat juga perlu diadakan bila terjadi hal-hal yang dianggap dapat
menyebabkan keadaan bahaya.

Apabila orang memutuskan untuk mengadakan suatu upacara ngruwat, maka seorang dukun
petangan diminta pertolongannya untuk memilihkan hari yang baik untuk upacara itu. Malam hari
sebelum upacara diadakan adalah malem anggara kasih atau malam kebahagiaan.

Petugas Keagamaan Agami Jawi

Orang yang memerankan peranan penting dalam suatu slametan yaitu upacara pokonya adalah
modin atau kaum. Seorang modin atau kaum adalah seorang petugas masjid yang sebenarnya seorang
santri dalam masyarakat Jawa. Orang yang memimpin upacara ijab dalam pernikahan orang Jawa Agama
Jawi adalah seorang penghulu yang juga seorang petugas masjid, dan karena itu juga seorang santri.
Agama Jawi juga mempunyai guru-guru yang menunjukkan jalan ke arah kemurnian jiwa atau yang
memberi penerangan spiritual. Guru-guru ini disebut kyai atau guru. Akhirnya masih ada sang dhalan
yang selain seniman juga dapat berfungsi sebagai pemuka agama.
4. Sistem Keyakinan Orang Islam Santri

Ajaran Agama Islam Orang Jawa

Agama orang santri selama empt abad terakhir ini paling sedikit telah mengalami perubhan dua
kali. Yang pertama terjadi ketika keturunan para penganut agama islam yang berhaluan mistik dari abad ke
- 16 dn ke – 17 mendapat pengaruh langsung dari islam ortodox di negara asalya, yaitu Mekah. Kedua,
terjadi pada abad ke – 19 ketika para mahasiswa jawa belajar ilmu theologi di Mesir terpengaruh oleh
gerakan reformis Wahhabiya dan oleh ajaran – ajaran Muhammad Abduh. Mereka membawa agama islam
puritan yang reformis.

Keyakinan Terhadap Allah

Orang sntri di kota maupun di kota sangat menggantungkn diri kepada “kehendak Tuhn”, yakni
suatu tema yang diambil dari tawhid, atau ke-Esaan Allah, seperti yang tertulis dalam ayat Qur’an. Allah
adalah Al – Wahid, dan Tidak ada Tuhan selain Allah (la ilaha illallah), bahwa Allah adalah yang benar
dan nyata (Al Haqq)serta yang menurunkan qur’an. Ereka jug yakin bahwa Allah adalah Sang Maha
Pencipta atau Al Khaliq serta raja kehidupan dan kematian, atau Al Malikdan Allah dalah hakim tertinggi,
atau Khiru ‘l Hakim.

Sifat Tuhan sangat berbeda dari sifat manusia, atau dinyatakan dengan istilah Al Ghaib. Meskipun
demikian, bagi manusia Ia adalah Yang Mha Pemurah dan Penyayang, atau Ar-Rahman ‘ir-Rahim. Ia
menyatakan kehendakNya kepad manusia melalui para nabi yang diturunkanNya diantata ras – ras
tertentu, pada waktu yang berlainan. Ajaran – ajaran yng orthodox terutama sistem keyakinan agama islam
di Indonesia, telah mempelajari secara sangat meluas keduapuluh sifat Allah, yaitu yang disebut sipat
kalihdsaningi Gusti Allah.

Nabi Muhammad dan Para Nabi Lain

Sesuai dengan ajaran agama islam, orang santri mengakui adanya semua nabi seperti yang disebut
dalam Qur’an dan yakin bahwa Allah menyatakan kehendakNya kepada setiap manusia di dunia melalui
perantara nabi – nabi tersebut. Orang santri bahkn mengakui Buddha sebagai seorang nabi, walaupun
tidak disebut dalam Qur’an. Walaupun demikian, mereka yakin bhwa nabi Muhammad lah yang
membawa perintah yang paling sempurna dan yang terakhir dari Allah.

Berbeda dengan penganut agama Nasrani, orang islam percaya bahwa para nabi, termasuk nabi
Muhammad adalah manusia biasa yang tidk memiliki sifak kedewaan maupun kekuatan gaib, kecuali
untuk meneruskan kata – kata Allah kepada umat manusia. Karena ajaran mereka mengharuskan agar
orang isla yang baik tidak menyembah siapapun kecuali Allah. Maka pada umumnya orang santri jawa
tidak menyembah nabi karena tidak dianggap sebagai orang keramat. Hanya pada hari – hari tertentu saja
memperingati beberapa peristiwa penting dalam kehidupan nabi dan ajaran islam cenderung untuk
membiarkan tokoh Nabi Muhammad tetap abstrak, dengan melarang orang untuk melukis wajahnya.

Khalaq, Ciptaan Allah. Qur’an menyebutkan bahwa Allah dalah Pencipta dari segala hal di dunia;
namaNya sebagai Al-Khaliq, kegiatanNya menciptakan, atau khalq, dan kata – kata khalaqa dan khalaqna
dap tat dijumpai dalam kitab suci. Konon, sebelum menciptakan bumi, Allah berada dilangit; didalam
kegelapan ia menciptkan bumi dahulu dalam waktu dua hari, kemudian segala sesuatu yang ada di bumi
dicitakannya daam dua hari kemudian. Akhirnya dalam dua hari berikutnya lagi Ia menciptakan ketujuh
surga. Pabila bumi dan surga – surga itu diciptakannya dri kehampaan, maka manusia diciptakan dari
rangkaian pusaran debu, dari tanah liat, setetes air mani, segumpal darah, segumpal jaringan tubuh, dan
tulang yang kesemuanya dibungkus oleh kulit.

Alah menciptakan mahluk dan benda – benda yang tidak ada persamaan nya denganNya, begitulah
kebesaran Allah. Jika dibandingkan dengan Allah, manusia begitu kecil dan tidak berarti. Namun dalam
ayat lain disebutkan, setelah Allah membentuk mnusi, Allah meniupkan jiwaNya kedalannya, dan
memerintahkan pada malaikat untuk bersujud kepadaNya. Semua malaikat menuruti perintah itu kecuali
iblis, yang kemudian dikutuk hingga hari kiamat. Sehingga orang islam meyakini bahwa langit dan bumi
diciptkan oleh Allah untuk jangka waktu tertentu, hingga hari Al Qiyama, atau hari kebangkitan kembali,
namun, kapan tepatnya hari kebangkitan kembali itu, hanya Allah yang tau.

Keyakinan Mengenai Kematian Dan Kehidupan Akhirat

Sesuai dengn ajaran agama islam, orang santri yakin bahwa orang peninggal, maka malaikat
kematian ‘Izra’il berdiri diatas kepala orang itu dan menarik jiwanya keluar dari tubuh dan
memberikannya kepada para pembntunya yang membawanya hingga surga ketujuh. Jiwa itu kemudian
ditempatkan bersama tubuhnya kembali di dalam liang kubur. Nmun bila orang yang meninggal adalah
orang kafir maka ‘Izra’il akan mencabut nyawanya dengan kekerasan yang kemudian dibwanya ke atas
dan dihempaskan ke bumi.

Jadi berbeda dengan orang Agami Jawi, yang mengatakan roh – roh orang meninggal berkeliaran
di sekitar tempat tinggalnya sewaktu hidup, mka orang santri menganggap bahwa roh itu tetap berada di
dalam kubur sampai Hari Kebangkitan Kembali. Namun sampai kapan lamanya berada di dalam kubur
tidak begitu jelas di dalam Qur’an. Tetapi dalam beberapa hadits disebutkan, malaikan Munkar dan Nakir
memeriksa bahkan menghukum orng – orang yang telah meninggal itu didlam kubur. Maka di kalangan
orang santri ada konsep bahwa kuburan merupakan pintu gerbang menuju surga atau neraka.

Pada hari kebangkitan, Al-Qiyama, bunyi terompet malaikat ‘Izrafil menandakan bahwa segala
kehidupan didunia berakhir. Selang beberapa saat bunyi terompet kedua menghidpkan kembali semua
yang telah mati itu dan mengumpulkannya di suatu tempat yang bernana Al – Makhsyar. Semua akan
ditanya Allah satu persatu. Orang yang semasa hidupnya menjalankan hidup yang kurus dan percaya
kepada llah akan ditempatkan di Surga dan sebaliknya orang orang yang penuh dosa dan tidak
mempercayai Allah akan akan di masukkan dalam Neraka. Jembatan menuju Surga , yaitu Al-Shirat,
merupakan batu ujian yang terakhir untuk menuju ke Surga (janna). Dalam Qur’an juga tidk jelas
mengenai lamanya hukuman yang harus dijalankan dalam Neraka, karena surah - surah yang
menyinggung hal ini saling bertentangan. Misalnya, ada satu surah yang mengatakan bahwa orang –
orang yang telah membinasahkan dirinya di dalam neraka akan tinggal disana untuk selama – lamanya.,
tetapi dalam surah lain dikatakan bahwa orang itu akan berada di sana selama surga dunia masih ada,
kecuali Allah menghendki lain.

Keyakinan Esyatologi Dalam Diri Imam Mahdi

Menurut ajaran agama islam, kelemahan sifat mental merupakan ciri khas manusia. Orang
cenderung menyeleweng dari agama dan karena itu senntiasa dituntun ke jalan yang benar. Oleh karen itu
mengharapkan datangnya pembaharuan agama islam dalam diri Imam Mahdi, yang akan tiba dalam waktu
1000 tahun sebelum akhir dunia. Selama berbad – abad keyakinan itu telah muncul dalam berbagai
bentuk, tidak hanya dalam sistem tradisi dn sistem keyakinan dari berbagai bangsa islam di dunia saja
melainkan para ahli theologi islam kuno yang telah menyatkan buah pikirannya dalam bentuk
kesusastraan agama islam. Di Indonesia pada umumnya, dan terutama diantara kaum jawa santri, tidak
ada suatu keyakinan yang resmi mengenai imam mahdi seperti itu. Walaupun demikian, agami jawi yakin
bahwa di zaman yang akan datang akan tiba seseorang yang akan menyelamatkan kebudayaan Jawa, dan
bahwa keyakinan itu sering kali berbaur dengan konsep orang santri mengenai Imam Mahdi.

Syari’ah atau Hukum Islam

Sistem keyakinan agama islam dikumpulkan dan diaur dalam Syari’ah, atau hukum islam. Sumber
utamanya adalah Qur’an., atau menurut keyakinan orang islam adalah kata – kata Allah sendiri, yang
disampaikan dalam beberapa tahap melalui wahyu kepada Nabi Muhammad selama kedua fase dalam
kehidupannya, yaitu mula – mula ketika ia tinggal di mekkah selama 13 tahun, dan kemudian ketika ia
berada di Medinah selama 10 tahun sejak tahun 622 Masehi. Kata – kata Allah itu diturunkan dalam
bentuk ayat (syair) , untuk dibaca. Ayat – ayat itu dihafal diluar kepala oleh Nabi Muhammad, dan di
antara sahabat- sahabatnya membantunya menghafal, tetapi banyak juga yang ditulis di atas kertas, daun
lontar, di batu atau tulang selangka binatang yang telah mati.

Setelah Nabi Muhammad wafat, pra pengikutnya mengumpulkan serta mengkodifikasinya, baik
yang berasal dari sumber = sumber lisan maupun tertulis, dan disusun menjadi 114 surah berdasarkan
panjang pendeknya surah. Kecuali surah pembukaan Suratu-‘lfatihah yang pendek, surah – surah yang
terpanjang di tempatkan di depan, sedangkan yang terpendek di belakang. Kumpulan surah – surah ini
yang menjadi buku suci Al-Qur’an.

Pada waktu itu telah berkembang pula kesusastraan yang sangat luas mengenai tanggapan –
tanggapan serta interpretasi mengenai buku suci Al – Qur’an oleh para ahli agama dan cendikiawan Islam
sehingga menjadi ilmu yang di sebut ‘ilmu ‘t-tafsir. Kesusastraan tafsir dan hadits dari semua kebiasaan
dn aktivitas Nabi Muhammad serta para pengikutnya yang terpenting, merupakan dua sumber tambahan
dalam menyusun hukum islam.

Studi dari pengumpulan bahan serta perbandingan yang dilakukan atas sumber – sumber suci
Qur’an dan tafsir, interpretasi dan kodifikasi dari tradisi – tradisi itu menjadi suatu ilmu, yakni ‘ilmu
‘ifiqh. Sifat pluralistik dari tradisi islam dengn demikian juga mendorong berkembangnya beberapa aliran
dalam hukum islam (madzhab), dan empat diantaranya secaa resmi diakui. Pada umumnya di Indonesia,
khususnya di Jawa menganut madzhab Syafi’i.

Ada lima aktivitas keagamaan sebagai unsur paling penting dalam islam, sehingga disebut “lima
arkan”, atau kelima tiang agama islam, yaitu syahadad, atau pengakuan diri sebagai penganut agama
islam; shalat, atau sembahyang; zakat, memberikan pada fakir miskin; shaun, atau puasa; dan akhirnya
hajj, atau menunaikan ibadah haji ke Mekah. Sistem yang menyangkut keyakinan serta pengetahuan
tentang Kata – Kata Allah disebut ilmu ‘l-qalam. kelima arkhan tersebut tercantum di dalam syari’ah yang
diatur menurut hukum islam, dan merupkan aktivitas – aktivitas keagamaan yang yang terpenting dalam
sistem upacara orang – orang santri di Pulau Jawa.
5. Sistem Upacara Orang Santri

Sembahyang, Atau Pembacaan Ayat- ayat Suci

Rukun Islam yang kedua, yang oleh orang Jawa disebut salat atau sembahyang.,merupakan ritus
pokok orang santri yang terdiri dari serangkaian gerak dan ucapan surah –surah Qur’an yang harus
dilakukan lima kali sehari.

Berbeda dengan ndonga, yaitu doa yang diucapkan oleh seseorang dn ditunjukkan kepada llh atau
mahluk – mahluk gaib lainnya pada saat – saat apapun bila orang itu memerlukannya , dan melakukannya
dengan kata – kta sendiri dalam bahasa Jawa, dan tidak perlu dengan bahasa Arab. Sembahyang itu harus
dilakukan lima kali sehari pada waktu – waktu tertentu, yaitu (1) sembahyang subuh, pada waktu matahari
terbit, (2) sembahyang luhur, tengah hari, (3) sembahyang asar, kira – kira jam 3 siang, (4) sembahyang
maghrib, waktu matahari terbenam, (5) sembahyang isya, di malam hari.

Kelima upacara sembahyang tersebut haus dilakukan diantara kegiatan – kegiatan orang sehari –
hari, dan siapapun, baik yang tinggal di kota maupun di desa.

Orang boleh melakukan sebahyang seorang diri di sebarang tempat dimana ia kebetulan berad pada
saat yang ditentukan untuk bersembahyang, baik dirumah, di kantor, atau di jalan sekalipun. Walau
demikian sembahyang lebih baik dilakukan bersama – sama orang lain.seperti pada waktu sembahyang
pada umumnya, didahului dengn adzan oleh seorang bilal. Kecuali di masjid di Jawa mempunyai bedhug
yang dipukul untuk memanggil oang untuk sembahyang.

Jakat Pitrah, Pemberian Pada Orang Miskin

Rukun Islam yang kedua yaitu zakat, hukum islam dari madzab Syafi’I menentukan jenis dan
jumlah seekh yang harus diberikan, siapa yang berhak menerimanya, dan jumlah yang boleh diterimanya
(Juynboll 1925: 77 - 94).

Umumnya di Indonesia dan khususnya di Jawa, jakat diberikan dalam bentuk bahan makanan, yaitu
beras yang sudah ditentukan jumlahnya.Sebagian besar dari beras jakat, dibagi – bagikan kepada para
petugas masjid setempat, dan sisanya diberikan pada fakir miskin. Para petugas masjid memang berhak
menerima bagian dari jakat , sesuai dengan ketentuan dalam hukum islam; lagi pula, mereka diangg
memerlukannya, karena kesibukan mereka mengurus para jemaahnya sehingga mereka tidak sempat
mencari penghasilan bagi diri mereka sendiri.
Oleh karena hukum islm melarang pengumpulan zakat dengan paksa maka biasanya hanya sebagian
kecil saja dari umat yang memberikan zakat secara teratur; para santri biasanya memberikan zakat mereka
kepada orang – orang tertentu, seperti cendikiawan – cendikiawan atau guru – guru agama., tau lembaga –
lembaga sosial seperti panti asuhan, rumah sakit dan sebagainya. Namun baik orang santri maupun para
penganut Agami Jawi biasanya memberikan zakat kepada mesjid untuk dibagi-bagikan kepada para
petugas mesjid dan fakir miskin.Pada waktu menjelang hari raya idlfitri yang disebut jakat pitrah. Jumlah
beras yang harus diserahkan untuk zakay adalan 2,5 kilogram tiap orang, yang diserahkan pada petugas
mesjid yang disebut amil, sambil mengucapkan niyyat.

Siyam, Atau Puasa

Cara orang santri melakukan puasa (siyam) tidak berbeda dengan para penganut Agami Jawi,
walaupun tanpa upacara – upacara slametan.Namun perlu kiranya dicatat bahwa bagi orang santri, siyam
sebagai slah satu rukun agama islam yang dianggap sebagai suatu hal yang sngat penting.

Dhikir

Baik penganut agami jawi, tetapi terutam orang santri melakukan suatu upacara dimana semua
orang yang hadir menyebutkan nama Allah dan mengucapkan tahlil, yaitu “la ilaha illa’l-Allah” beberapa
kali dan menggunakan tashbih untuk menghitungnya. Upacara yang dalam bahasa Jaw disebut dhikir itu
dilakukan sesuai pembacaan ayat – ayat Qur’an pada upacara slmetan kenduri.Dhikir diucapkan sambil
duduk bersilang kaki, dengan menggoyang – goyangkan tubuh ke kanan dan ke kiri mengikuti
irama.Makin cepat iramanya, makin cepat pula gerakan tubuhnya, sehingga yang keluar dari mulut
hanyalah suara bergumam yang tidak jelas bunyinya, dengan nada naik turun, sesuai dengan
iramanya.Dalam gerakan mistik tarekat diantara orang satri, dhikir merupakan bagian pokok dari
upacaranya. Ada dua macam dhikir, yaitu dhikir kapi (dhikir yang lembut) dan dhikir jahar (dhikir yang
keras). Dalam dhikir kapi kalimat kalimat “la ilaha illa’l-Allah” hanya diucpkan dihati saja, atau dengan
suara yang sangat lembut sehingga hampir tidak terdengar, dilakukan dengan mata terpejam dan bibir
hampir tidak bergerak. Untuk melakuknnya nafas harus benar – benar diatur untuk menjaga kewaspdaan
dn konsentrasi jiwa, sedangkan pikiran harus selalu tertuju pada Allah. Dhikir jahar dilkukan dengan
engucapkannya keras – keras seperti menggoyang – goyangkan tubuh seperti yang disebut diatas.

Hajj Dan Kurban

Bagi seorang santri, perjalanan ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji (minggah kaji)
merupakan salah satu rukun islam yang wajib dipenuhinya, yaitu: (1) perjalanan yang akan ditempuhnya
harus dijamin aman; (2) kesehatan harus baik; (3) jemaah wanita harus mendapat izin dari suaminya, dan
sesuai dengan peraturan dalam syari’ah, ia harus ditemani oleh seorang pria; (4) keluarga yang ditinggl
dirumh harus terjamin kedaannya. Ampai tahun 1922 pemerintah kolonial Belanda jarang memberikan
paspor dan izin berangkat untuk melakukan perjallanan ke tanah suci, dn karena itu orang Indonesia,
terutam orang – orang santri jawa yang berhasil menunaikan ibahdah haji sangat sedikit jumlahnya,
sehingga orang haji mendapat kedudukan yang sangat tinggi dimata masyarakat pada waktu itu.

Sesudah perang dunia ke II pemerintah Indonesia memberikan kemudahan bagi warganya yang
ingin pergi ke tanah suci, dan segala urusan yang bersangkutan dengan perjalanan ke tanah suci, dari awal
hingga akhir ditangani oleh Direktort Urusan Haji, yang berada di bawah Departemen Agama.

Apabila salah seorang anggota keluarga santri pergi naik haji, keluarga yang dirumah pada tanggal
10 Besar, yaitu pada waktu para jemaah haji melakukan upacara kurgan di lembah Mina, mereka harus
mengadakan salatu ‘l-‘id pada pagi hari, dan memotong seekor kambing atau anak sapi untuk
disedekahkan kepagda fakir miskin atau tetangga. Merka sendiri juga diperbolehkan mkan sebagian dari
daging itu. Upacara kurban biasanya dilkukan oleh para petugas masjid , yakni oleh modin atau kaum,
yang faham cara – cara melakukannya.

Bagi orang agami jawi hari besar yang penting ini biasanya berlalu begitu saja ; tetapi di kraton
Yogyakarta dan Surakatrta diadakan upacara kerajaan grebeg besar.

Perayaan – Perayaan Dan Upacara – Upacara Tahunan

Hari – hari besar yang dirayakan oleh orang santri tentu saja sama dengan yang dirayakan oleh para
penganut Agami Jawi , yaitu tanggal 1 Sura (1 Muharram); tanggal 10 Sura; hari Rabu terakhir bulan
Sapar ; tanggal 12 Mulud; tanggal 27 Rejeb; suatu malam ditngah bulan Ruwah; tanggal 1 Syawal, dan 10
Besar.

Pertunjukan Ceritera – Ceritera Maulid

Ceritera - ceritera itu mengishkan berbagai tahap dalam kehidupn Nabi Muhammad , dan ditulis
dengan bahasa Arab dengan bentuk prosa berirama. Beberpa kumpulan ceritera Maulid yang paling
disukai telah diterjemahkan ke dalam bahasa – bahasa setempat.Dua yang paling dikenal orang santri
yaitu suatu karangan oleh Ja’far al-Barzanji, dan suatu karangan yang berjudul Sharafi ‘l-anam.Pada hari
– hari besar Islm yang penting, bagian – bagian dari kupulan ceritera itu dibawakan oleh ahli – ahli
dongeng khusus, antara lain pada hari – hari menjelang tanggal 12 Mulud , yaitu hari kelahiran serta
wafatnya Nabi Muhammad ; dan pada malam hari menjelang tanggal 27 Rejeb., untuk memperingati
kenikan Nabi Muhammad ke surga. Pertunjukan biasnya diadakan di masjid

Upacara – Upacara Ritus Sepanjang Lingkungan Hidup Orang Santri

Orang santrijuga melakukanritus untuk merayakan beberapa peristiwa tertentu dalam lingkar
hidupnya.Orang santri tidak merayakan peristiwa kehamilan tujuh bulan, tetapi mengadakan upacara
sedekah pada bayi yang berumur tujuh hari, yang dinamakan upacara kekah.Upacara pemotongan rambut
bayi sekaligus pemberian nama.

Upacara kekah disertai dengan pemotongan seekor anak sapi atau dua ekor kambing bagi anak laki –
laki dan satu ekor kambing bagi anak perempuan.Daging kurban itu sebagian diberikan kepada tetangga
dan sebgian lagi diberikan kepada mesjid untuk dibagikan pada fakir miskin.Keluarga yang
menyelenggarakan itu juga mengambil sebagian daging untuk dimakan bersama.

Berbeda dengan penganut Agami Jawi ,yang juga mengadakan upacara selametan pada peristiwa –
peristiwa itu. Seperti upacara tedhak siti dan upacara peringatan hari weton, yang tidak diadakan oleh
orang santri. Sebaliknya, orang santrimengnggap penting upacara khitanan , karena sesuai dengan hukum
islam, dan merupakan upacara yang wajb dilakuka oleh anak pria maupun wanita.

Upacara perkwinan orang santri mirip dengan upacara perkawinan orang Agmi Jawi , walaupun
orang santri lebih memperlihatkan aspek – aspek keagamaan, yaitu upacara ijab dan santapan pengantin
(dhahar klimah). sifat keramat dhahar klimahitu berdasarkan hdits dan buku hukum madzhab Syafi’i.

Upacara Kematian

Upacara ini pada umumnya antara orang santri tidak berbeda dengan orang Agami Jawi.Namun
dalam Agami Jawi tidak ada acara sembahyang di hadapan jenzah yang dilakukan oleh pengunjung yang
datang melayat.

Orang santri melakukan semua upacara selametan orang meninggal, yitu pada hari ketiga, ketujuh,
kesepuluh, keempatpuluh, kesetarus dan keseribu.Yang terlarang bagi mereka hnyalan slametan surtanah
saja.Pada upacara slametan itu, sedekah atau kenduri, dhikir merupakan unsur yang penting.
Para Petugas Agama Islam

Agama islam adalah suatu agama tanpa pendeta, karena agama islam dan Negara Arab mula – mula
merupakan satu organisasi keagamaan.

Kepala mesjid pada umumnya adalah penghulu . kecuali mengelola bangunannya serta segala
urusan mesjid , seorang penghulu di Indonesia pada umumnya dan di Jawa khususnya mempunyai tugas
yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan mesjid, seperti misalnya mengurus administrasi
pernikahan, perceraian dan rujuk, serta mencatat hal – hal yang mengenai tanah – tanah warisan dan tanah
wakap serta mengenai jakat tersebut diatas.

Keculi itu seorang penghulu kepala mejit seringkali juga dipanggil di luar hari dinas, untuk
memimpin suatu upacra kemtian, oleh karena itu ia dianggap mampu mengucapkan ayat – ayat Qur’an
dan melakukan shalat sebagaimana mestinya. Akhirnya ia harus bertindak sebagai seorang imim pada
upacara sembahyang Jum’at di mesjid.

Sebagai pemimpin dari berbagai upacara keagamaan, seorang penghulu dibantu beberapa pegawai
seperti misalnya ketip, modin, amil, dan merbot.Mengingat istilah sebutan mereka dapat mengambil
kesimpulan bahwa “ketip” asalnya dari bahasa arabkhatib, yang biasanya membawakan khotbah sebelum
diadakan sembahyang Jum’at. “Modin” berasal dari kata arabmu’addzin, dan merupakan sebutan bagi
orang yang menyuarakan adzan.Seorang amil bertugas menctat dan menbagi-bagikan zakat. Seorang
merbot adalah seorang pekerja yang harus membersihkan mesjid, menjaga agar bak air untuk melakukan
wudhu senantiasa terisi penuh, dan menjadi pesuruh penghulu dan petugas – petugas yang lain.

GERAKAN MISTIK, MAGIC DAN ILMU KEBATINAN

(Koentjaraningrat dan As’ad El Hafidy M.H)

Kebatinan Kejawen

Orang orang agami jawimerasa bahwa kehidupan beragama yang hanya berpusat kepada
serangkaian upacara selametan, memberikan sajian pada waktu – waktu tertentu dan ditempat – tempat
tertentu, serta berziarah ke makam – makam, namun mereka merasa hal tersebut tidak mamuaskan dn
dngkal. Oleh karena itu mereka mencari penghayatan mengenai inti hidup dan kehidupan spiritual
manusia.Berbagai gerkan yang dinamakan gerakan kebatinan kejawen yang berusaha menemukan suatu
kehidupak spiritual yang legih berarti telah muncul tetapi kemudian menghilang kembali sepanjang
sejarah kebudayaan Jawa.Istilah kebatinan itu menandakan bahwa di dalam semua gerakan itu para
anggotanya mencari kebenaran dalam batin diri sendiri.

Kebanyakn gerakan kebatinan di Jawa merupakan gerakan lokal saja, dengan anggota yang terbatas
jumlahnya, yakni tidak lebih dari 200 orang. Gerakan – gerakan seperti itu secara resmi disebut “aliran
kecil” , seperti Penunggalan, Jiwa Ayu, dan Pancasila handayaningrat dari Surakarta; Ilmu Kebatinan
Kasunyatan dari Yogyakarta; Ilmu Sejati dari Mdiun; dan Trimurti Naluri Majapahit dari Mojokerto.

Sebagian kecil dri gerakan kebatinan mempunyai anggota lebih dari 200 orang, dan malahan ada
yang beranggotakan lebih dri 1000 orang tersebar di berbagai kota di Jawa dan terorganisir dalam cabang
– cabang. Gerakan seperti ini secara tresmi dinamakan “aliran besar” , dan lima yang terbesar adalah
Hardapusara dari Purworejo, Susila Budi Dharma di Semarang, Paguyuban Ngesti Tunggal dari Surakarta,
Paguyuban umanah dan Sapta Dharma dari Yogyakarta.

Hardapusara adalah yang tertua diantara kelima gerakan yang terbesar itu, yang dalam tahun 1895
didirikan oleh Ki Kusumawicitra, eorang petani dari Desa Kemanukan dekat Purworejo. Ia konon
menerima wangsit , dari ajaran – ajaran semula disebut kawaruh kasunyatan gaib. Para pengikutnya mula
– mula adalah seorang priyayi dari Purworejo dn beberapa kota lain di daerah Bagelen.

Susila Budi Dharma didirikan pada tahun 1025 di Semarang, pusatnya sekarang berada di
Jakarta.Gerakan ini tidak mau disebut gerakan kebatinan, melainkan menamakn dirinya “pusat latihan
kejiwaan”.

Paguyuban ngesti tunggal, atau pangestu,adalah sebuah gerakan lain yang luas jangkauan nya.
Didirikan oleh Sornarto.Pangestu didirikan di Surakarta dalam bulan Mei 1949dan anggota – anggotanya
yang kini sudah berjumlah 50.000 orang di pulau Jawa.

Paguyuban Sumarah merupakan orgnisasi besr yang dimulai sebgai suatu gerakan kecil, dengan
pemimpinnya bernama sukirno dari Yogyakarta.Jumlah anggota kini sudah mencapai 115.000 orang.

Sapta Darma adalah yang termuda dari kelima gerakan kebatinan yang terbesar di Jawa., yang
didirikan pada tahun 1955 oleh seotrang guru gama bernama Harjosaputro, yang kemudian berganti nama
menjadi Panuntun Sri Gutomo, berasal dari Desa Koplakan, dekat Pare. beranggotakan orang – orang dari
daerah pedesaan dan orang – orang pekerja kasar yang tinggal di kota – kota. Walaupun demikian, para
pemimpinnya hampir hampir semuanya priyayi .
Walaupun gerakan – gerakan kebatinan ad di seluruh daerah orang Jawa, namun Surakarta sebagai
pusat Kebudayaan Jawa dimana terdapat paling banyak organisasi kebatinan yang terpenting.Dalam tahun
1970 ada 13 organisasi kebatinan.

Menurut M.M Djojodigoeno, ada empat macam gerakan kebatinan di Jawa, yaitu : (1) yang
terpokok pada mistik, (2) yang terpokok pada teosofi, (3) gerakan – gerakan moralistik dan etik yang
berpokok pada pemurnian jiwa, dan (4) gerakan – gerakan yang berpokok pada praktek – praktek ilmu
gaib dan ilmu dukun.

Gerakan-Gerakan Mistik Kebatinan

Menurut pandangan ilmu mistik kebatinan orang jawa, kehidupan manusia di dunia ini hanyalah
sebagian kecil dari kehidupan alam semesta yang abadi, dimana manusia itu seakan-akan “berhenti
sebentar untuk minum” dalam menjalani suatu perjalanan yang tidak henti-hentinya untuk mencari
tujuan akhirnya yaitu bersatu dengan sang pencipta.

Hal yang harus dilakukan untuk menganut mistik dibawah pimpinan guru dan panuutun agama
adalah kemauan dan kemampuan untuk melepaskan diri dari dunia kebendaan, yaitu memiliki sifat rila
(rela) untuk melepaskan segala hak milik, pikiran atau perasaan untuk memiliki, serta keinginan untuk
memiliki. Kemampuan untuk membebaskan diri dari dunia kebendaan dan kehidupan duniawi juga
melibatkan sifat narima, yaitu sikap menerima nasibdan sikap bersabar. Sikap-sikap semacam itu dapat
diperoleh melalui hidup sederhana, hidup bersih, dan melakukan berbagai kegiatan upacara yang
meningkatkan kemampuan untuk berkonsentrasi dengan jalan pengendalian diri dan melakukan
berbagai latihan bersemedi. setelah seseorang sudah bisa bebas dari beban kehidupan duniawi
(pamudharan) dan melewatitahapan yang lainnya, maka pada suatu saat nanti akan bersatu dengan
Tuhan (jumbuhing kawula Gusti, atau manunggaling kawula Gusti). Kemudian orang itu juga wajib
amemayu ayuning bawana, yaitu berusaha memelihara dan memperindah dunia dengan jalan
melakukan hal-hal yang baik, dan hidup dengan penuh tanggung jawab.

Gerakan Untuk Purifikasi Jiwa

Cara untuk mencapai pirifikasi jiwa pada dasarnya adalah dengan menjalankan kehidupan yang
penuh tanggung jawab, baik secara moral, sederhana, mampu membebaskan diri dari keduniawian,
mempunyai sikap yang baik terhadap kehidupan, nasib dan kematian, dan melakukan semedi secara
ketat. Gerakan-gerakan kebatinan ini berusaha mencari kebebasan rohaniah individu, bersifat agak
individualis dan geraka intu menarik bagi orang-orang yang membuttuhkan kehidupan keagamaan
tanpa harus menaati peraturan-peraturan keagamaan yang resmi secara ketat, namun sesuai dengan adat
istiadat.

Kebatianan Yang Berdasarkan Ilmu Gaib

Gerakan ini biasanya hanya beranggotakan puluhan saja, berpusat dikota-kota, bersifat rahasia,
dengan tujuan yang bersifat mistik, moralitas atau etis, dan di pimpin oleh seorang guru. Untuk
mencapai tujuannya para anggota gerakan ini banyak ,melakukan praktek-praktek ilmu gaib, disamping
melakukan studi dan bersemedi.

Awalnya gerakan ini merupakan organisasi yang mengajarkan seni bela diri pencak. Mereka sering
melakukan berbagai ritus gaib secra rahasia yang dimaksudkan agar muridnya memperoleh kekebalan
dan kesaktian. Dan ini mengakibatkan kelompok-kelompok semacam itu berubah menjadi organisasi
rahasia yang melakukan ritus-ritus ilmu gaib untuk memperoleh kekuata gaib, dan bukan lagi
merupakan organisasi untuk mengajarkan seni bela diri pencak seperti tujuan semula.

Gerakan Mesianik

Gerakan mesianik dijawa mempunyai tujuan praktis dan duniawi, dan tidak didasarkan gagasan-
gagasan mengenai dunia akhirat. Menurut sartono, gerakan mesianik ini muncul tidak untuk melarikan
diri dari kenyataan hidup, akan tetapi sifatnya yang sinkretistik menyebabkan bahwa sukar untuk
membedakan dengan jelas antara gerakan-gerakan seperti itu dengna gerakan-gerakan keagamaan
lainnya.

Sifat dari gerakan mesianik jawa pada umumnya adalah untuk berusaha kembali kekebudayaan dan
tradisi nenek moyang, dan mengagung-agungkan kebudayaan dan tradisi nenek moyang itu, yang
sudah dilanggar dan mendapat pengaruh dari pendidikan belanda serta para pegawai pemerintahan
setempat yang mendapat tekanan dari kolonial. Kemudian mereka mendirikan suatu kerajaan yang
dipimpin oleh seorang Ratu Adil.

Gerakan-Gerakan Kerohanian Orang Santri

Gerakan kerohanian santri ini dapat diklasifikasikan menjadi: (1) gerakan yang titik beratnya pada
mistik, (2)gerakan-gerakan puritan yang berpedoman kepada kembalinya suatu masyarakat keagamaan
yang bersifat murni dan keyakinan serta perilaku agama serta tradisi islam. (3) gerakan-gerakan yang
berpedoman pada keyakinan mesianik. (4) gerakan-gerakan yang berpusat pada kegiatan-kegiatan ilmu
gaib dan ilmu dukun.

orang-orang yang menganut aliran ini biasanya disebut tarekat, dibawah pimpinan seorang guru yang
disegani oleh penduduk sekitar dan biasanya disebut kiyai. Ada beberapa kriteria untuk menjadi pemimpin
tarekat atau seorang guru mistik. Yaitu:

menjalani latihan dalam sebuah pesantren atau dalam tarekat lain dan telah mendapatkan ijasah. Lalu
kemudian mendirikan pesantren atau tarekat baru.

mempunyai riwayat hidupa yang panjang, belajar ilmu mistik pada guru-guru terkenal, kemudian
mengajar diberbagai pesantren atau sekolah tarekat, baru kemudian setelah merasa cukup
berpengalaman mendirikan tarekat sendiri

Mempunyai wakil-wakil yang taat kepadanya dan siap melayaninya setiap waktu.

Solidaritas para siswa, para pengikut dan para penganut suatu pesantren tarekat dibuat lebih intensif
dengan mengadakan ritus-ritus sekeliling makam tokoh pemimpin legendaris dari tarekat itu yang
dibangun dihalaman pesantren.Makam ini juga dipuja-puja sebagai pepeundhen oleh masyarakat
sekelilingnya yang bahkan tidak terkategori sebagai santri.

Para siswa pesantren mempelajari ilmu ifiqh (hukum islam), ilmu iqalam (teologi), dan ilmu
ttashawwuf (ilmu mistik). Jenis dzikir yang dilakukan yaitu dzikir jahar, atau dzikir kapi, atau suatu
kombinasi dari keduanya dilakukan sesuai dengan aliran mistik tarekat yang bersangkutan.

Gerakan-gerakan agama bersifat Islam puritan, menghendaki kembalinya agama islam kepada
pelajarannya yang asli. Pada gerakan islam puritan ini upacara dzikir tidak ada. Salah satu gerakan
puritan yang ada adalah sekte budiah yang didirikan pada abad pertengahan ke 19 oleh Haji
Muhammad Rifangi dari desa kalisalak. Gerakan islam puritan tidak melakukan kegiatan
pemberontakan yang nyata, walaupun mereka memang menentang pemerintahan dan mengutuk
agama-agama asing yang berkembang di daerah pekalongan dan daerah bagelan.

Juga ada gerakan imam mahdi yang mempunyai potensi lebih besar untuk berkembang menjadi
kegiatan pemberontakan, yang mungkin disebabkan karena sifat dari gerakan mesianik yang memang
bertujuan untuk membangkitkan kesadaran orang akan datangnya seorang ratu adil. Sartono
Kartodirdjo juga menyebutkan adanya gerakan-gerakan yang juga memberontak terhadap kekuasaan
yang ada dengan dasar melakukan jihad, tetapi dengan menggunakan teror, perampokan, intimidasi,
dan cara-cara kriminal lainnya.

7. Ilmu Gaib, Ilmu Sihir, dan Ilmu Petangan

Ilmu Gaib (ngelmi) dan tenung pada orang jawa merupakan subsistem dari religi, karena mengenai
manusia ynag berhubungan dengan kekuatan-kekuatan superanatural, dan karena itu dianggap
keramat. Orang jawa menganggap ngelmi itu bagian dari religi, dan memang ngelmi itu berkaitan
dengan religi. Orang yang melakukan praktek ilmu gaib berusaha mencapai suatu tujuan dengan cara
aktif, yaitu dengan menganggap bahwa ia dapat memanipulasi dan mengendalikan berbagai kekuatan
gaib. Dalam menjalankan aktivitas itu ia mengucapkan mantra-mantra dimana ia mengutarakan
kehendaknya (gadhah pikajeng). Sebaliknya, orang yang melakukan suatu upacara religi menyerahkan
dirinya sepenuhnya kepada Tuhan, kepada para dewa, atau kepada mahluk-mahluk gaib lain, dan
berdoa agar permintaannya bisa terkabul.

Untuk berhubungan dengan alam semsta dean lingkungannya seseorang melakukan upacara ilmu
gaib yang berpegang pada suatu sistem klasifikasi simbolik dan berasaskan pikiran asosiasi prelogik.
Sehingga menyebabkan orang menyangka ada suatu kaitan yang erat antara gejala-gejala yang sering
kali berbeda dalam prinsip dan fungsinya, tetapi kebetulan mirip dalam hal bentuk atau warnanya,
terjadi bersamaan, berurutan, saling bertumpang tindih, terjadi ditempat yang sama, dan mirip
bunyinya. Contohnya : yakin bahwa nasi tumpeng dan sebuah gunung mempunyai kaitan yang
mendalam, yang disebabkan karena persamaan bentuknya. Yakin bahwa padi yang sudah masak
kekunung-kuningan dan emas daun (praos) berkaitan, karena persamaan warnanya. Mekanisme
pikiran yang berasaskan pikiran asosiasi prelogik juga menyebabkan bahwa banyak orang jawa yang
buta huruf, yakni bahwa tindakan-tindakan yang hampir serupa mempunyai kaitan sebab-akibat.

Orang jawa juga yakin bahwa tidak hanya kekuatan gaib saja yang dapat dimanipulasikan dan
dikendalikan untuyk mencapai suati tujuan dengan cara gaib, tetapi juga mahluk-mahluk gaib. Mahluk
kecil yang disebut thuyul juga dapat dikendalikan dan diperintahkan oleh seorang dukun untuk
mengusir roh jahat yang membawa penyakit para orang yang meminta pertolongan dukun itu.

Upacara-Upacara Ilmu Gaib

Tujuan upacara ilmu Gaib : (1) Untuk menghasilkan sesuatu. (2) untuk melindungi manusia atau
komunitas. (3) untuk menyakiti atau menghancurkan saingan dan musuh. (4) untuk meramal masa
depan. Selain itu ada empat macam upacara ilmu gaib. Yaitu ilmu gaib produktif, ilmu gaib protektif,
ilmu gaib destruktif, dan ilmu gaib meramal.

Ilmu gaib produktifsering kali diadakan dalam rangka upacara religiomagis yang sifatnya komunitas,
misalnya upacara untuk menghasilkan panen yang lebih baik, dan upacara untuk mendatangkan hujan.
Ilmu gaib produktif biasanya bersifat baik, ilmu gaib ini termasuk ilmu gaib putih. Ilmu gaib produktif
biasanya dilakukan demi kesejahteraan diri seseorang, kesejahteraan diri seseorang, kesejahteraan
kelompok, kesejahteraan suatu masyarakat secara keseluruhan, dan karena itu dapat juga disebut ilmu
gaib umum

Ilmu gaib protektifbiasanya dilakukan dalam upacara-upacara dengan maksud untuk menghalau
penyakit dan wabah, membasmi hama tanaman dan sebagainya. Upacara-upacara semacam ini
biasanya dilangsungkan dengan pertunjukkan wayang kulit sebagai suatu upacara ngruwat dengan
menggunakan mantra-mantra dan menggunakan kekuatan energi yang dianggap ada dalam benda-
benda keramat dan pusaka-pusaka suci. Ilmu gaib protektif jugta ada sub-sub kategori yang sifatnya
lebih pribadi yang berkaitan dengan kebiasaan memelihara binatang. Seperti ilmu untuk memelihara
kuda (ngelmi katuranggan), ilmu gaib untuk memelihara ayam jantan untuk disabung (ngelmi aben
sawung), untuk memelihara jangkrik aduan (ngelmi aben jangkrik) dll. Selain itu juga ada buku-buku
tradisional mengenai ilmu gaib jawa yang disebut primbon.

Pengetahuan orang jawa mengenai ilmu menyembuhkan penyakit

Sekarang ini sudah banyak masyarakat yang mengetahui penyebab penyakit yang diderita. Banyak
orang desa yang mulai berobat kedokter ataupun ke puskesmas. Tapi masih banyak pula masyarakat
jawa bahkan yang sudah terpelajarpun yang masih percaya kalau yang menyebabkan penyakit itu
karena pengaruh gangguan roh jahat yang masuk, karena ada darah kontor, dan adanya benda-benda
asing yang sengaja dimasukkan kedalam tubuh manusia. Sehingga mereka lebih memilih pergi
kedukun untuk menyembuhkan penyakit. Dukun mengobati dan menyembuhakan orang menggunakan
teknik ilmu gaib berdasarkan asas pikiran asosiasi prelogik. Selain itu dukun juga memanggil roh yang
sedang mengembara untuk datang pada tubuh orang yang sedang sakit untuk mengusir roh jahat yang
menyebabakan ia sakit. Seorang dukun biasanya juga menggunakan jamu tradisional untuk
menyembuhkan orang sakit. Ilmu gaib untuk menyembuhkan penyakit ini juga menggunakan benda-
benda pusaka yang diyakini mempunyai kekuatan terutama keris untuk menolak penyakit.
Ilmu Gaib Destruktif dan Ilmu Sihir

Ilmu gaib destruktif dan ilmu sihir biasanya digunakan oleh masyarakat jawa untuk hal-hal yang
negatif dan biasanya merugikan orang lain. Sehingga termasuk golongan ilmu hitam. Misalnya saja
digunakan untuk membalas dendam kepada orang yang tidak sengaja menghina atau menyakitinya.
Biasanya mereka menyewa tenung dengan bayaran yang mahal muntuk menyakiti orang terseber atau
membunuhnya. Teknik ilmu gaib yang paling banyak digunakan untuk menenung adalah perbuatan
ilmu gaib imitatif, yaitu dengan cara membinasakan suatu benda (biasanya sebuah boneka) yang
melambangkan si korban. Selain itu juga dibacakan mantra-mantra. Cara lain bisa menggunakan jimat
yang sudah di isi dengan kutukan. Ilmu gaib ini biasanya digunakan untuk guna-guna. Biasanya untuk
memperoleh perhatian dan cinta seseorang. Ilmu tenung juga sering digunakan untuk mencuri dengan
membuat korban tertidur lelap.

MEMAHAMI KONSTRUKSI SOSIAL TRADISI ISLAM LOKAL

(Nur Syam)

A. Tradisi Islam Lokal Pesisir : Ritual – ritual Penting

Tradisi islam lokal memiliki keunikan tersendiri,seperti yang di ungkapkan masyarakat


wilayah pesisir Palang, Tubn, Jawa Timur. Keunikan tersebut nampak dari berbagai pelaksanaan
pacara ritual yang diselenggarakan dari zaman dahulu hingga sekarng. Setiap upacara yang
diselenggarakan akan tampak adanya sesuatu yang dianggap sakral, suci tau sacred, yang berbeda
dengan yang dialami , empiris, atau yang profan.diantara ciri – ciri sakral adalah adanya keyakinan,
ritus, misteri dan supranatural. Representasi dari semu itu berupa sesaji atausesajen, bacaan suci (Al-
Quran, tahlil dan ratiban), dan doa dalam berbagai variasinya. Di dalam upacara lingkar hidup, sarana
ritus ini berupa bahan – bahan makanan yang tellah disucikan dengan cara – cara tertentu, ad prosesi
“penyucian ” yang terlibat. Misalnya upacara kehamilan, terdapat proses penyucian melalui ritus
bacaan doa, bacaan ayat – ayat suci Al-Quran dan juga pembutan simbol – simbol kesucian seperti
penulisan nama Maryam atau Yusuf dan Muhammad, selain itu ada penulisan tokoh – tokoh
pewayangan seperti arjuna, janaka dan sembodro.

Upacara di kuburan orang yang meninggal jug memilii keyakinan, misteri,dan penghormatan
kepada nenek moyang atau leluhur yang sudah meninggal. Dalam tradisi mangananternyata tidk
hanya mengandung dimensi memberikan sesajen kepada arwah leluhur dengan bahan makanan yang
disucikan melalui doa – doa saja tetapi juga dengan tindakan menghormat. Ritual juga diberikan
kepada sumur yang dianggap memiliki kekuatan gaib atau adikodrati. Dalam sistem keyakinan
mereka bahwa pembarian kepada kekuatan gaib harus berbeda dengan pemberian terhadapm yang
lain.

Bahkan tradisi ritual dulkadiran atau manakiban – sebuah upacara dengan tingkat kerumitan
tinggi pun sarat dengan keunikan dan kesucian yang dimaksud.Kesakralan terasa begitu orang
melakoni upacara, yaitu dengan mencuci beras harus ke sumur wali, mbah wali mejid.Orang yang
mencuci beras harus suci dari hadath besar atau kecil serta harus lepas dari haid.Begitu pula dengan
yang memasak. Harus suci karena yang akan diberi persembahan adalah Sultanul Auliya atau Wali
Qutub yang memiliki tingkat kesucian lebih tinggi dibanding wali – wali lainnya.

Wilayah pantai utara memiliki keunikan sendiri dilihat dari banyaknya makam wali sebagai
penyebar islam di tanah Jawa. Tak pelak bahwa islam berkembang ke wilyah lain melalui pesisir utara
Jawa.

Dewasa ini, di seluruh makam wali tersebut dilakukan upacra khaul untuk menandai eksistensi
“religius dan sosial” merek ditengah kehidupan masyarakat.Upacara khaul sudah menjadi semacam
festival.Sebagai sebuah festival, tolok ukurnya adalah banyaknya orang yang datang, sehingga
memunculkan nuansa ekonomi festival. Dengan demikian, sebuah upacara khaul sekurang –
kurangnya menghadirkan tiga moment penting, yaitu ritual doa, festival kesenian, dan aktivitas
ekonomi.

Dalam setiap makam wali menghadirkan nuansa sakral, yang berbeda dengan makam –
makam pada umumnya.Memang tidak diketahui secara pasti, kapan pensakralan makam itu terjadi,
tetapi jelasnya ada perlakuan khusus dari masyarakat lokal tentang makam – makam tersebut.Seluruh
pensakralan bermuara pada penemuan berkah, dengan demikian makm mengandung mitologi dan
mistifikasi. Hal itu tidak datang dengan sendirinya akan tetapi melalui proses pelembagaan dan
habitualisasi. Untuk melestarikan mitos – mitos itu , digunakanlah berbagai sarana dan instrumen
yang mendukukn, yaitu pengajian, tahlilan, yasinan, dan berbagai upacara yang bermuatan religius.
B. Konstruksi Sosial Tradisi Islam Lokal: Ekternalisasi, Objektivasi, Dan Internalisasi.

1. Eksternalisasi : Momen Adaptasi Diri

Eksternalisasi merupakan proses awal dlam konstruksi sosial. Merupakan momen adaptasi
diri dengan dunia sosio - kultural dan sarana yang digunakan adalah bahasa dan
tindakan.Manusia menggunkan bahasa untuk melakukan adaptasi dengan dunia sosio –
kulturalnya dan kemudian tindakannya juga disesuaikan dengan dunia sosio – kulturalnya. Secara
konseptual, momen peyesuaian diri dengan dunia sosio – kultural tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :

Pertama, penyesuaian dengan teks – teks suci. Ungkapan di dalam teks – teks suci (Al-
Qur’an dan Hadits) dapat dipakai sebagai pijakan untuk memberikan legitimasi tentang “benar”
atau “tidaknya” tradisi yang dilakukan oleh para pendahulu yang disebut sebagai ‘ulama salaf
yang salih”, ahli agama islam terdahulu yang terkenal kesalehannya, yang memiliki kemampuan
untuk menerjemahkan ajaran islam sesuai dengan interpretsinya. Setiap upacara memiliki dasar
legitimasinya masing – masing.Kitab Mujarabat yang berisi religio – magisme bisa saja dianggap
sebagai kitab rujukan penting yang mendasari berbagai tindakan ritual. Penggunaan air kelapa
sebagai air Zam – zam, ternyata bersumber dari kitab jenis ini. Upacara hari Asyura ternyata
berasal dari sejarah lisan yang diyakini sebagai kebenaran – kebenaran historis. Upacara nyadran
di sumur yang kemudian menjadi sedekah bumi., dianggap sebagai pelestarian warisan leluhur
yang bersumber dri sejarah lisan. Upacara di makam, baik khaul, nyekar, atau ziarah makam,
manganan kuburan jugamemperoleh legitimasi dari teks suci sebagaimana penafsiran mereka
sendiri. Tradisi ziarah kubur telah ada semenjak Nabi Muhammd, Saw. Sedangkan festival ziarah
(khaul) juga memperoeh legitimasinya dilihat dari substansi khaul yang berupa ziarah, tahlilan,
yasinan, pengajian atau semua yang dianggap memiliki basis nilai didalam ajaran agama islam.
Inti dari khaul yang sesungguhnya adalah ziarah kubur.

Kedua, penyesiuaian dengan nilai dalam tradisi lama. Ada du tindakan yang ditampilkan
dalam proses penyesuaian tindakan individu dengan nilai dalam tradisi lama, yaitu penerimaan
dan penolakan. Penerimaan terhadap nilai dan tradisi lama biasanya berwujud dalam tindakan
partisipatif dalam berbagai upacara keagamaan yang dilakukan di berbagai ruang budaya.Namun
ada juga sebagian warga yang menolak terhadap pelestarian nilai dalam tradisi lama. Penolakan
itu juga berbasis pada teks – teks suci berdasarkan cara pandang mereka. Bentuk penolakan
adalah dengan penggunaan bahasa, seperti sego neroko untuk memaknai upacara kematian,
dianggap bahwa upacara itu adalah bentuk takhayul, bid’ah dan khurafat, sampai dengan
tindakan pembakaran terhadap tempat – tempat yang dianggap suci oleh sebagian masyarakat
lainnya.Selain itu juga berupa percobaan melanggar sebagai sarana untuk membuktikan bahwa
kepercayaan – kepercayaan tersebut tidaklah benar danya atau hanya mitos yang dilestarikn.

2. Objektivasi: Momen Interaksi Diri Dengan Dunia Sosio – Kultural

Di dalam objektivasi, realitas sosial seakan berada diluar diri manusia. Ia menjadi realitas
objektif .karena objektif, maka ad dua realitas, yaitu realitas diri yang subjektif dan realitas
lainnya yang berada diluar diri yang objektif. Proses dalam objektivasi itu dapat diuraikan
sebagai berikut :

Pertama, wali dn manusia biasa adalah dua entitas yang berbeda. Wali – wali adalh sosok yan g
menpunyai kelebihan, karena kedekatannya kepada Allh.Dai dapat menjadi wasilah atau perantra
yang dapat menghubungkan antara manusia dengan Allah untuk dapat menjadi wasilah harus
memenuhi persyratan kedekatan dan kesucian tau menjadi orng suci.Kedektan bisa diperoleh
karena upaya – upaya individual yng dilakukan dengan seseorang dalam berhubungan dengan
Allah lewat dhikir atau wirid dan riyadah yang sistematis dan terstruktur. Melalui kedekatan akan
muncul aura yang disebut sebagai kesucian.

Kedua, wali memiliki kekuatan supranatural dan manusia biasa hanya memiliki kekuatan
natural.Agar sampai kepada kesadaran seperti itu diperlukan penyadaran yang dibarengi dengan
penguatan – penguatan “kelebihan” melalui dalil – dalil atau nashnash yang memiliki rujukan
sampai kepada Nabi Muhammad. Mislnya banyak sumur yang di nisbahkan kepada wali ,
hakikatnya berasal dari sunnah sahabat yang memiliki kecenderungan untuk membikin sumur. Di
tanah arab banyak sumur yang di nisbahkan kepada para sahabat nabi, bahkan dhurriyah Nabi
Muhammad telah membuat sumur ditempat Nabi pernah berhenti dalam perjalanan dakwahnya.

Ketiga, pelembagaan atau institusionalisasi, yaitu proses untuk membangun kesdaran menjadi
tindakan. Di dalam proses ini, nilai – nilai yang menjadi pedoman dlam melakukan interpretasi
terhadap tindakan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan sehingga apa yang disadari adalah
apa yang dilakukan. Mereka yang melakukan upacara tentunya tidak haya berdasar atas tindakan
berpura – pura tetapi telah menjad tindakan tujuan. Dalam melakukan awalam dengan
menggunakan wasilah – wasilah para wali, mereka tau siapa para wali itudan apa yang akan
diperoleh dengan menggunakan wasilah itu. Jika mereka mengambil air sumur wali mereka juga
mengerti arti pentingnya ir sumur itu bagi mereka. Jika mereka melakukan upacara – upacara
mereka juga tau apa arti pentingnya upacara – upacara tersebut bagi dirinya. Melalui proses
pelembagaan itu, tindakan individu telah diperhitungkan secara matang dan konseptual, sehingga
tindakannya menjadi tindakan rasional bertujuan.

Keempat, habitualisasi atau pembiasaan, yaitu proses dimana tindakan rasional bertujuan itu telah
menjadi bagian dari kehidupan seari – hari. Seseorang akan datang ke makam ketika dia merasa
bahwa telah saatnya mereka melakukan ziarah makam, seseorang akan datang ke mesjid jika hal
itu telah menjadi habitual-actionnya, seseorang juga datang ke sumur wali mnakala ia
membutuhkan sesuatu darinya, seseorang yang datan berkali – kali ke ratiban juga didasari oleh
keyakinan adanya habitualisasi tersebut.

Dari keseluruhan, ada agen yang memainkan peran sebagai individu atau kelompok individu
untuk proses penyadaran , pelembagaan, dan habitualisasi. Di dalam kegiatan jam’iyah tahlil di
masing – masing desa, maka didapati agen – agen yng menyuarakan pentingnya membangun dan
menjaga bangunan – banguna suci tersebut sebagai lambang atau simbol islam dan sebagainya.
Didalam berbagai ceramah atau pengajian yang diselenggarakan NU akan dijumpai kehendak
melestarikan warisan ritual dan budaya itu sekligus.

3. Internalisasi: Momen Identifikasi Diri Dalam Dunia Sosio – Kultural

Internalisasi adalah proses individu melakukan identifikasi diri di dalam dunia sosio –
kulturalnya. Internalisasi adalah momen penarikan realitas sosial ke dalam diri atau realitas sosial
menjadi kenyataan subjektif.realitas sosial berada di dalam diri manusia dan dengan cara itu
maka diri manusia akan teridentifikasi didalam dunia sosio-kulturnya.

Secara kodrati, maunsia memiliki kecenderungan untuk mengelompok. Artinya, manusia akan
selalu berada di dalam kelompok, yang kebanyakan didasarkan atas rasa seidentitas,. Sekat
interaksi tidak dijumpai jika manusia berada dalam identitas yang sama. Itulah sebab terjadi
penggolongan sosial. Misalnya wong Muhammadiyah dan wong NU, wong Muhammadiyah dan
wong ahli sunnah, orang tradisional dan modern.
PROSESI LAMARAN

Keluarga calon mempelai pria mendatangi (atau mengirim utusan ke) keluarga calon mempelai perempuan
untuk melamar putri keluarga tersebut menjadi istri putra mereka. Pada acara ini, kedua keluarga jika
belum saling mengenal dapat lebih jauh mengenal satu sama lain, dan berbincang-bincang mengenai hal-
hal yang ringan. Biasanya keluarga dari calon mempelai perempuan yang mempunyai hak menentukan
lebih banyak, karena merekalah yang biasanya menentukan jenis pernikahannya:
* Paes Agung yaitu pernikahan agung
* Paes Kesatriyan yaitu pernikahan jenis ksatria yang lebih sederhana

Jika lamaran diterima, maka kedua belah pihak akan mulai mengurus segala persiapan pernikahan.
Persiapan Pernikahan
Setelah lamaran diterima, maka hal selanjutnya yang dilakukan adalah mempersiapkan pesta pernikahan.
Pesta pernikahan Jawa adat Surakarta yang lengkap memerlukan banyak hal, dan pesta tersebut tidak
dapat terlaksana tanpa bantuan seorang profesional. Orang yang bertanggung jawab mengatur segala
persiapan pernikahan adat Jawa tersebut disebut Pemaes yang mewakili mempelai perempuan. Pemaes
atau juru rias ini antara lain bertanggung jawab mengatur pakaian dan rias muka yang akan dikenakan
oleh kedua pengantin. Selain itu panitia yang terdiri dari sang Pemaes dan kerabat-kerabat dekat pengantin
juga mengatur berbagai hal seputar pesta yang akan dilangsungkan:
* makanan dan minuman yang akan disajikan
* tari-tarian dan musik (biasanya musik gamelan)yang akan mengiringi pesta
* pembawa acara (emcee) yang akan diundang
* acara Siraman
* acara Ijab dan saksi-saksinya
* kata sambutan
* keamanan, transportasi, komunikasi, dokumentasi
* sewa gedung (akomodasi), perlengkapan pesta, dan lain sebagainya
* dekorasi tempat pernikahan
Hal terpenting yang harus mereka persiapkan adalah acara Ijab upacara pernikahan sipil), yang
melegitimasi kedua pasangan sebagai suami dan istri yang sah.
Hiasan Pernikahan
Sehari sebelum pernikahan, biasanya gerbang rumah pengantin perempuan akan dihiasi Tarub atau janur
kuning yang terdiri dari berbagai macam tumbuhan dan daun-daunan:
* 2 pohon pisang dengan setandan pisang masak pada masing-masing pohon, melambangkan suami yang
akan menjadi kepala rumah tangga yang baik dan pasangan yang akan hidup baik dan bahagia dimanapun
mereka berada (seperti pohon pisang yang mudah tumbuh dimanapun).
* Tebu Wulung atau tebu merah, yang berarti keluarga yang mengutamakan pikiran sehat.
* Cengkir Gading atau buah kelapa muda, yang berarti pasangan suami istri akan saling mencintai dan
saling menjagai dan merawat satu sama lain.
* Berbagai macam daun seperti daun beringin, daun mojo-koro, daun alang-alang, dadap serep, sebagai
simbol kedua pengantin akan hidup aman dan keluarga mereka terlindung dari mara bahaya.
Selain itu di atas gerbang rumah juga dipasang bekletepe yaitu hiasan dari daun kelapa untuk mengusir
roh-roh jahat dan sebagai tanda bahwa ada acara pernikahan sedang berlangsung di tempat tersebut.
Sebelum Tarub dan janur kuning tersebut dipasang, sesajen atau persembahan sesajian biasanya
dipersiapkan terlebih dahulu. Sesajian tersebut antara lain terdiri dari: pisang, kelapa, beras, daging sapi,
tempe, buah-buahan, roti, bunga, bermacam-macam minuman termasuk jamu, lampu, dan lainnya.
Arti simbolis dari sesajian ini adalah agar diberkati leluhur dan dilindungi dari roh-roh jahat. Sesajian ini
diletakkan di tempat-tempat dimana upacara pernikahan akan dilangsungkan, seperti kamar mandi, dapur,
pintu gerbang, di bawah Tarub, di jalanan di dekat rumah, dan sebagainya.
Dekorasi lain yang dipersiapkan adalah Kembar Mayang yang akan digunakan dalam upacara panggih
Upacara Siraman
Acara yang dilakukan pada siang hari sebelum Ijab atau upacara pernikahan ini bertujuan untuk
membersihkan jiwa dan raga. Siraman biasanya dilakukan di kamar mandi atau taman keluarga masing-
masing dan dilakukan oleh orang tua atau wakil mereka.
Ada tujuh Pitulungan atau penolong (Pitu artinya tujuh)- biasanya tujuh orang yang dianggap baik atau
penting - yang membantu acara ini. Airnya merupakan campuran dari kembang setaman yang disebut
Banyu Perwitosari yang jika memungkinkan diambil dari tujuh mata air dan melambangkan kehidupan.
Keluarga pengantin perempuan akan mengirim utusan dengan membawa Banyu Perwitosari ke kediaman
keluarga pengantin pria dan menuangkannya di dalam rumah pengantin pria.
Acara siraman diawali oleh orang tua dan ditutup oleh Pemaes yang kemudian dilanjutkan dengan
memecahkan kendi.
Banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum acara dimulai:
* Tempat air dari perunggu atau tembaga yang berisi air dari tujuh mata air.
* Kembang setaman yaitu bunga-bunga seperti mawar, melati, cempaka, kenanga, yang ditaruh di air.
* Aroma lima warna yang digunakan sebagai sabun.
* Sabun cuci rambut tradisional dari abu dari merang, santan, dan air asam Jawa.
* Gayung yang berasal dari kulit kelapa sebagai ciduk air.
* Kursi yang dilapisi tikar, kain putih, dedaunan, kain lurik untuk tempat duduk pengantin selama prosesi
berlangsung.
* Kain putih untuk dipakai selama upacara siraman.
* Baju batik untuk dipakai setelah uparaca siraman.
* Kendi.
* Sesajian
Sesajian merupakan hal yang dianggap penting dalam upacara Jawa. Sesajian untuk siraman terdiri dari
berbagai macam sajian:
* Tumpeng Robyong, nasi kuning dengan hiasan-hiasan.
* Tumpeng Gundhul, nasi kuning tanpa hiasan.
* Makanan seperti ayam, tahu, telur.
* Buah-buahan seperti pisang dan lain-lain.
* Kelapan muda.
* Tujuh macam bubur.
* Jajanan seperti kue manis, lemper, cendol.
* Seekor ayam jago
* Lampu lentera
* Kembang Telon - tiga macam bunga (kenanga, melati, cempaka).
Urut-urutan acara siraman adalah sebagai berikut:
* Pengantin pria / perempuan dengan rambut terurai keluar dari kamarnya diiringi oleh orangtuanya
masing-masing.
* Beberapa orang berjalan di belakang mereka membawa baju batik, handuk, dan sebagainya.
* Pengantin tersebut duduk di kursi dan memanjatkan doa.
* Sang ayah memandikan sang pengantin, disusul oleh sang ibu.
* Sang pengantin duduk dengan kedua tangan diletakkan di depan dalam posisi berdoa.
* Mereka menuangkan air ke atas tangannya dan sang pengantin berkumur tiga kali.
* Lalu mereka menuangkan air ke atas kepalanya, muka, telinga, leher, tangan dan kaki masing masing
tiga kali.
* Setelah orangtua menyelesaikan prosesi siraman disusul oleh empat orang lain yang dianggap penting.
* Orang terakhir yang memandikan sang pengantin adalah Pemaes atau orang lain yang dianggap spesial.
Sang pengantin dimandikan dengan sabun dan shampo (secara simbolik).
* Setelah itu acara pecah kendi yang dilakukan oleh ibu pengantin perempuan.
* Sang pengantin akan mengenakan baju batik kemudian diiringi kembali ke kamar pengantin dan bersiap
siap untuk acara Midodaren
Pecah Kendi
Kendi yang digunakan untuk siraman diambil. Ibu pengantin perempuan atau Pameas(untuk siraman
pengantin pria) atau orang yang terakhir akan memecahkan kendi dan mengatakan: "Wis Pecah Pamore" -
artinya sekarang sang pengantin siap untuk menikah.
Pangkas Rikmo lan Tanam Rikmo
Acara memotong sedikit rambut pengantin perempuan dan potongan rambut tersebut ditanam di rumah
belakang.
Ngerik
Setelah acara Siraman, pengantin perempuan duduk di dalam kamarnya. Pemaes lalu mengeringkan
rambutnya dan memberi pewangi di rambutnya. Rambutnya lalu disisir dan digelung atau dibentuk konde.
Setelah Pameas mengeringkan wajah dan leher sang pengantin, lalu ia mulai mendandani wajah sang
pengantin. Lalu sang pengantin akan dipakaikan baju kebaya dan kain batik. Sesajian untuk upacara
Ngerik pada dasarnya sama untuk acara siraman. Biasanya supaya lebih mudah sesajian untuk siraman
digunakan / dimasukkan ke kamar pengantin dan dipakai untuk sesajian upacara Ngerik.
Gendhongan
Kedua orangtua pengantin perempuan menggendong anak mereka yang melambangkan ngentaske artinya
mengentaskan seorang anak
Dodol Dhawet
Kedua orangtua pengantin wanita berjualan minuman dawet yaitu minuman manis khas Solo, tujuannya
agar banyak tamu yang datang.
Temu Panggih
Penyerahan pisang sanggan berupa gedung ayu suruh ayu sebagai tebusan atau syarat untuk pengantin
perempuan.
Penyerahan Cikal
Sebagai tanda agar kehidupan mendatang menjadi orang berguna dan tak kurang suatu apapun.
Penyerahan Jago Kisoh
Sebagai tanda melepaskan anak dengan penuh ikhlas.
Tukar Manuk Cengkir Gading
Acara tukar menukar kembang mayang diawali tukar menukar manuk cengkir gading, sebagai simbol agar
kedua pengantin menjadi pasangan yang berguna bagi keluarga dan masyarakat
Upacara Midodaren
Acara ini dilakukan pada malam hari sesudah siraman. Midodaren berarti menjadikan sang pengantin
perempuan secantik dewi Widodari. Pengantin perempuan akan tinggal di kamarnya mulai dari jam enam
sore sampai tengah malam dan ditemani oleh kerabat-kerabatnya yang perempuan. Mereka akan bercakap-
cakap dan memberikan nasihat kepada pengantin perempuan.
Orangtua pengantin perempuan akan memberinya makan untuk terakhir kalinya, karena mulai besok ia
akan menjadi tanggung jawab suaminya.
Peningsetan
Peningsetan yang berasal dari kata ’singset’ atau langsing, memiliki arti untuk mempersatukan; Kedua
keluarga mempelai setuju untuk kedua anak mereka disatukan dalam tali pernikahan. Keluarga pengantin
pria datang berkunjung ke kediaman keluarga pengantin perempuan membawa berbagai macam hadiah:
* Satu set Suruh Ayu (semacam daun yang wangi), mendoakan keselamatan.
* Pakaian batik dengan motif yang berbeda-beda, mendoakan kebahagiaan.
* Kain kebaya, mendoakan kebahagiaan.
* Ikat pinggang kain (setagen) bewarna putih, melambangkan kemauan yang kuat dari mempelai
perempuan
* Buah-buahan, mendoakan kesehatan.
* Beras, gula, garam, minyak, dll, melambangkan kebutuhan hidup sehari-hari.
* Sepasang cincin untuk kedua mempelai.
* Sejumlah uang untuk digunakan di acara pernikahan.
Acara ini disebut juga acara serah-serahan - bisa diartikan sang calon mempelai perempuan ‘diserahkan’
kepada keluarga calon mempelai pria sebagai menantu mereka atau calon mempelai pria nyantri di
kediaman keluarga calon mempelai perempuan.
Pada masa kini, demi alasan kepraktisan, kedua belah pihak kadang-kadang dapat berbicara langsung
tanpa upacara apapun. Selain menghemat waktu dan uang, juga langsung pada pokok persoalan.
Sesajian untuk upacara midodaren:
* Nasi dimasak dengan santan.
* Ayam inkung yang telah dimasak
* Bumbu sayuran
* Kembang telon
* Teh dan kopi pahit
* Minuman kelapa muda dengan gula kelapa
* Lampu lentera yang dinyalakan
* Pisang Raja
* Kembang setaman
* Lemper, kue
* Rokok dan kretek
Barang-barang yang ditaruh di kamar pengantin:
* Satu set Kembar Mayang.
* Dua kendi yang diisi bumbu, jamu, beras, kacang, dll, dan ditutupi kain batik.
* Dua kendi yang berisi air kembang setaman ditutupi daun dadap serep.
* Ukub yaitu sebuah nampan berisi wangi-wangian daun dan bunga yang diletakkan di bawah tempat
tidur.
* Suruh Ayu
* Kacang
* Tujuh macam kain tradisional.
Makanan sesajian dapat dikeluarkan dari kamar setelah tengah malam. Sanak keluarga dan para tamu
dapat memakannya. Pada jaman dahulu, acara temu keluarga antara kedua keluarga pengantin dilakukan
setelah tengah malam, namun sekarang ini, dengan alasan kepraktisan, kedua keluarga dapat bertemu
seperti yang disebutkan di atas.
Nyantri
Selama acara midodaren berlangsung, calon mempelai pria tidak boleh masuk menemui keluarga calon
mempelai perempuan. Selama keluarganya berada di dalam rumah, ia hanya boleh duduk di depan rumah
ditemani oleh beberapa teman atau anggota keluarga. Dalam kurun waktu itu, ia hanya boleh diberi
segelas air, dan tidak diperbolehkan merokok. Sang calon mempelai pria baru boleh makan setelah tengah
malam. Hal itu merupakan pelajaran bahwa ia harus dapat menahan lapar dan godaan. Sebelum
keluarganya meninggalkan rumah tersebut, kedua orangtuanya akan menitipkan anak mereka kepada
keluarga calon mempelai perempuan, dan malam itu sang calon mempelai pria tidak akan pulang ke
rumah. Setelah mereka keluar dari rumah dan pulan, calon mempelai pria diijinkan masuk ke rumah
namun tidak diijinkan masuk ke kamar pengantin. Calon mertuanya akan mengatur tempat tinggalnya
malam itu. Ini disebut dengan Nyantri. Nyantri dilakukan untuk alasan keamanan dan praktis, mengingat
bahwa besok paginya calon pengantin akan didandani dan dipersiapkan untuk acara Ijab dan acara-acara
lainnya.
Upacara Ijab
Ijab atau ijab kabul adalah pengesahan pernihakan sesuai agama pasangan pengantin. Secara tradisi dalam
upacara ini keluarga pengantin perempuan menyerahkan / menikahkan anaknya kepada pengantin pria,
dan keluarga pengantin pria menerima pengantin wanita dan disertai dengan penyerahan emas kawin bagi
pengantin perempuan. Upacara ini disaksikan oleh pejabat pemerintah atau petugas catatan sipil yang akan
mencatat pernikahan mereka di catatan pemerintah.
Pawai (untuk anggota kerajaan)
Untuk pernikahan anggota kerajaan Surakarta, setelah upacara panggih diakhiri dengan pawai yang
meriah agar seluruh warga kota Solo dapat melihat anggota kerajaan yang baru menikah. Pada acara ini
seluruh anggota keraton termasuk tentara keraton berpakaian serba tradisional.
Jika yang menikah adalah seorang pangeran, maka sang pangeran mengendarai kuda di bagian paling
belakang pawai, di belakang kereta kerajaan yang berisi sang istri pangeran.
Prosesi pawai mengelilingi halaman keraton selama satu kali kemudian iring-iringan akan memasuki
halaman keraton.
Upacara Panggih / Temu
Pada upacara ini kembar mayang akan dibawa keluar rumah dan diletakan di persimpangan dekat rumah
yang tujuannya untuk mengusir roh jahat. Kembar mayang adalah karangan bunga yang terdiri dari daun-
daun pohon kelapa yang ditancapkan ke sebatang tanggul kelapa. Dekorasi ini memiliki makna yang luas:
* Berbentuk seperti gunung, tinggi dan luas, melambangkan seorang laki-laki harus berpengetahuan luas,
berpengalaman, dan sabar.
* Hiasan menyerupai keris, pasangan harus berhati-hati di dalam hidup mereka.
* Hiasan menyerupai cemeti, pasangan harus selalu berpikir positif dengan harapan untuk hidup bahagia.
* Hiasan menyerupai payung, pasangan harus melindungi keluarga mereka.
* Hiasan menyerupai belalang, pasangan harus tangkas, berpikir cepat dan mengambil keputusan untuk
keselamatan keluarga mereka.
* Hiasan menyerupai burung, pasangan harus memiliki tujuan hidup yang tinggi.
* Daun beringin, pasangan harus selalu melindungi keluarga mereka dan orang lain.
* Daun kruton, melindungi pasangan pengantin dari roh-roh jahat.
* Daun dadap serep, daun ini dapat menjadi obat turun panas, menandakan pasangan harus selalu
berpikiran jernih dan tenang dalam menghadapi segala permasalahan (menenangkan perasaan dan
mendinginkan kepala).
* Bunga Patra Manggala, digunakan untuk mempercantik hiasan kembar mayang.
Sebagai hiasan, sepasang kembar mayang diletakkan di samping kanan dan kiri tempat duduk pengantin
selama resepsi pernikahan. Kembar mayang hanya digunakan jika pasangan pengantin belum pernah
menikah sebelumnya.
Setelah itu pengantin laki-laki (dengan ditemani kerabat dekatnya (orang tuanya tidak boleh menemaninya
dalam acara ini) tiba di depan gerbang rumah pengantin perempuan dan pengantin perempuan keluar dari
kamar pengantin dengan diapit oleh dua orang tetua perempuan dan diikuti dengan orangtua dan
keluarganya. Di depannya dua anak perempuan (yang disebut Patah) berjalan dan dua remaja laki-laki
berjalan membawa kembar mayang dan kemudian melanjutkan upacara dengan melakukan beberapa
ritual:
Balangan Suruh
Pada saat jarak mereka sekitar tiga meter, mereka saling melempar tujuh bungusan yang berisi daun sirih,
jeruk, yang ditali dengan benang putih. Mereka melempar dengan penuh semangat dan tertawa. Dengan
melempar daun sirih satu sama lain, menandakan bahwa mereka adalah manusia, bukan makhluk jadi-
jadian yang menyamar jadi pengantin. Selain itu ritual ini juga melambangkan cinta kasih dan kesetiaan.
Wiji Dadi
Mempelai laki-laki menginjak telur ayam hingga pecah dengan kaki kanan, kemudian pengantin
perempuan akan membasuh kaki sang suami dengan air bunga. Proses ini melambangkan seorang suami
dan ayah yang bertanggung jawab terhadap keluarganya dan istri yang taat melayani suaminya
Pupuk
Ibu pengantin perempuan yang mengusap pengantin laki-laki sebagai tanda ikhlas menerimanya sebagai
bagian dari keluarga.
Sindur Binayang
Di dalam ritual khas pernikahan adat Solo ini ayah pengantin perempuan menuntun pasangan pengantin
ke kursi pelaminan, ibu pengantin perempuan menyampirkan kain sindur sebagai tanda bahwa sang ayah
menunjukkan jalan menuju kebahagiaan dan sang ibu memberikan dukungan moral.
Timbang / Pangkon
Di dalam ritual khas pernikahan adat Solo ini pasangan pengantin duduk di pangkuan ayah pengantin
perempuan, dan sang ayah akan berkata bahwa berat mereka sama, berarti bahwa cinta mereka sama-sama
kuat dan juga sebagai tanda kasih sayang orang tua terhadap anak dan menantu sama besarnya.
Tanem
Di dalam ritual khas pernikahan adat Solo ini ayah pengantin perempuan mendudukkan pasangan
pengantin di kursi pengantin sebagai tanda merestui pernikahan mereka dan memberikan berkat.
Tukar Kalpika
Mula-mula, pengantin pria meninggalkan kamarnya dengan diapit oleh anggota laki-laki keluarga
(saudara laki-laki dan paman-paman). Seorang anggota keluarga yang dihormati terpilih untuk berperan
sebagai kepala rombongan.
Pada waktu yang sama, pengantin perempuan juga meninggalkan kamar sambil diapit oleh bibi-bibinya
untuk menemui pengantin pria. Sekarang kedua pengantin duduk di meja dengan wakil-wakil dari masing-
masing keluarga, dan kemudian saling menukarkan cincin sebagai tanda cinta.
Kacar-kucur / Tampa Kaya / Tandur
Dengan bantuan Pemaes, pasangan pengantin berjalan dengan memegang jari kelingking pasangannya, ke
tempat ritual kacar-kucur atau tampa kaya. Pengantin pria akan menuangkan kacang kedelai, kacang
tanah, beras, jagung, beras ketan, bunga dan uang logam (jumlahnya harus genap) ke pangkuan
perempuan sebagai simbol pemberian nafkah. Pengantin perempuan menerima hadiah ini dengan
dibungkus kain putih yang ada di pangkuannya sebagai simbol istri yang baik dan peduli.
Dahar Klimah / Dahar Kembul / Dahar Walimah
Kedua pengantin saling menyuapi nasi satu sama lain yang melambangkan kedua mempelai akan hidup
bersama dalam susah dan senang dan saling menikmati milik mereka bersama. Pemaes akan memberikan
sebuah piring kepada pengantin perempuan (berisi nasi kuning, telur goreng, kedelai, tempe, abon, dan
hati ayam). Pertama-tama, pengantin pria membuat tiga bulatan nasi dengan tangan kanannya dan
menyuapkannya ke mulut pengantin perempuan. Setelah itu ganti pengantin perempuan yang menyuapi
pengantin pria. Setelah makan, mereka lalu minum teh manis.
Rujak Degan
Acara pembuka untuk anak pertama, memohon supaya segera memiliki anak. Rujak degan artinya agar
dalam pernikahan selalu sehat sejahtera.
[sunting] Bubak Kawah
Acara perebutan alat-alat dapur untuk anak pertama. Artinya agar pernikahan keduanya sehat dan
sejahtera.
Tumplak punjen
Acara awal untuk anak bungsu. Artinya segala kekayaan ditumpahkan karena menantu yang terakhir.
Mertui
Orang tua pengantin perempuan menjemput orang tua pengantin laki-laki di depan rumah untuk berjalan
bersama menuju tempat upacara. Kedua ibu berjalan di muka, kedua ayah di belakang. Orangtua
pengantin pria duduk di sebelah kiri pasangan pengantin, dan sebaliknya.
Sungkeman
Kedua pengantin bersujud memohon restu dari masing-masing orangtua. Pertama-tama ayah dan ibu
pengantin perempuan, kemudian baru ayah dan ibu pengantin pria. Selama sungkeman, Pemaes
mengambil keris dari pengantin pria, dan setelah sungkeman baru dikembalikan lagi.
Resepsi Pernikahan
Setelah semua upacara selesai dilakukan, saatnya untuk resepsi pernikahan dan para tamu mulai makan
dan minum makanan tradisional Solo dengan disertai tari tradisional Jawa dan musik gamelan. Acara foto-
foto dan salam-salaman dengan kedua pengantin juga dilangsungkan.
PROSESI PERNIKAHAN ADAT JAWA

Di bumi Indonesia yang kaya akan ragam budaya, adat istiadat yang dimiliki beragam pula. Termasuk di
dalamnya prosesi pernikahan.
Adat Jawa misalnya. Kebanyakan orang hanya mengenal proses siraman dan midodareni. Padahal ada
beberapa proses lain yang tak kalah pentingnya. Walau terkesan njelimet, tak ada salahnya kan jika Anda
mengenal lebih jauh prosesi pernikahan adat Jawa.
Proses pernikahan adat Jawa dimulai dengan Siraman yang dilakukan sebagi proses pembersihan jiwa dan
raga yang dilakukan sehari sebelum ijab kabul.
Ada 7 Pitulungan (penolong) yang melakukan proses siraman. Airnya merupakan campuran dari kembang
setaman yang disebut Banyu Perwitosari yang jika memungkinkan diambil dari 7 mata air. Diawali
siraman oleh orangtua calon pengantin, acara siraman ditutup oleh siraman pemaes yang kemudian
memecahkan kendi.
Beranjak malam, acara dilanjutkan dengan Midodareni, yaitu malam kedua mempelai melepas masa
lajang. Dalam acara Midodareni yang digelar di kediaman perempuan ini, ada acara nyantrik untuk
memastikan pengantin laki-laki akan hadir pada ijab kabul dan kepastian bahwa keluarga mempelai
perempuan siap melaksanakan perkawinan dan upacara panggih di hari berikutnya.
Upacara Panggih
Usai acara akad nikah dilakukan upacara Panggih, di mana kembang mayang dibawa keluar rumah dan
diletakkan di persimpangan dekat rumah yang tujuannya untuk mengusir roh jahat. Setelah itu pengantin
perempuan yang bertemu pengantin laki-laki akan melanjutkan upacara dengan melakukan :
1. Balangan suruh
Melempar daun sirih yang melambangkan cinta kasih dan kesetiaan
2. Wiji dadi
Mempelai laki-laki menginjak telur ayam hingga pecah, kemudian mempelai perempuan akan membasuh
kaki sang suami dengan air bunga. Proses ini melambangkan seorang suami dan ayah yang bertanggung
jawab terhadap keluarganya.
3. Pupuk
Ibu mempelai perempuan mengusap mempelai mantu laki-laki sebagai tanda ikhlas menerimanya sebagai
bagian dari keluarga.
4. Sinduran
Berjalan perlahan-lahan dengan menyampirkan kain sindur sebagai tanda bahwa kedua mempelai sudah
diterima sebagai keluarga.
5. Timbang
Kedua mempelai duduk di pangkuan bapak mempelai perempuan sebagai tanda kasih sayang orangtua
terhadap anak dan menantu sama besarnya.
6. Kacar-kucur
Kacar-kucur yang dituangkan ke pangkuan perempuan sebagai simbol pemberian nafkah.
7. Dahar Klimah
Saling menyuapi satu sama lain yang melambangkan kedua mempelai akan hidup bersama dalam susah
maupun senang.
8. Mertui
Orangtua mempelai perempuan menjemput orangtua mempelai laki-laki di depan rumah untuk berjalan
bersama menuju tempat upacara.
9. Sungkeman
Kedua mempelai memohon restu dari kedua orangtua.
Peningsetan
Kata peningsetan adalah dari kata dasar singset (Jawa) yang berarti ikat, peningsetan jadi
berarti pengikat.Peningsetan adalah suatu upacara penyerahan sesuatu sebagai pengikat dari orang tua pihak
pengantin pria kepada pihak calon pengantin putri.Menurut tradisi peningset terdiri dari : Kain batik, bahan
kebaya, semekan, perhiasan emas, uang yang lazim disebut tukon ( imbalan) disesuaikan kemampuan
ekonominya, jodang yang berisi: jadah, wajik, rengginan, gula, teh, pisang raja satu tangkep, lauk pauk dan
satu jenjang kelapa yang dipikul tersendiri, satu jodoh ayam hidup. Untuk menyambut kedatangan ini diiringi
dengan gending Nala Ganjur .Biasanya penentuan hari baik pernikahan ditentukan bersama antara kedua pihak
setelah upacara peningsetan.

Kelahiran: Brokohan

Tradisi kelahiran dalam budaya Jawa salah satunya adalah tradisi Brokohan. Upacara Brokohan ini
ditujukan untuk memohon keselamatan dan agar bayi menjadi anak yang baik. Perlengkapan upacara yang
dibutuhkan adalah sebagai berikut:
- Golongan bangsawan: dawet, telur mentah, jangan menir, sekul ambeng, nasi dengan lauk, jeroan
kerbau, pecel dengan lauk ayam, kembang setaman, kelapa dan beras.
- Golongan rakyat biasa: nasi ambengan yang terdiri dari nasi jangan, lauk pauknya peyek, sambel goreng,
tempe, mihun, jangan menir dan pecel ayam.
Upacara permohonan agar bayi menjadi anak baik yang dimulai dengan penanaman ari-ari dan
penyediaan sesaji brokohan yang dibagikan kepada tetangga. Brokohan ini berupa telur ayam mentah,
gula jawa setengah tangkep, kelapa setengah buah, dawet dan kembang brokohan yaitu mawar, melati dan
kantil.
Upacara ini dilaksanakan segera setelah bayi lahir dan dihadiri oleh si ibu, suami, keluarga, dukun,
pinisepuh dan putra-putri famili. Terdapat makanan pantangan yaitu sambal, sayur bersantan, telur ikan
tawar dan telur asin.
FALSAFAH BUDAYA JAWA

BAMBANG S.

Anda mungkin juga menyukai