PENDAHULUAN
Ada yang membedakan kondisi tahun 1999 dengan saat ini, terutama adalah jalan
masuk (lebih kurang 12 km) dari persimpangan jalur Banda Aceh - Medan yang
dahulunya hanya satu jalur dengan aspal yang banyak lubang, kini telah menjadi dua
jalur dengan aspal hot mix, lengkap dengan lampu hiasan jalan.
Yang paling menakjubkan adalah, lokasi dan pembangunan kantor Bupati Kepala Daerah
Kabupaten Aceh Besar. Dahulu kantor Bupati berada dalam komplek perkantoran, kini
telah berdiri dengan megahnya bak istana. Boleh penulis simpulkan gedung kantor bupati
Aceh Besar yang hampir rampung dibangun ini memang sangat indah, menarik, megah
dan membuat kita berdecak kagum.
Gambar 1.1.2 Kantor bupati di kota Jantho, Aceh Besar yang hampir rampung dibangun ini memang sangat indah,
menarik untuk dilihat, megah, dan membuat kita berdecak kagum.
Sumber Gambar : Penulis Mengambil Gambar Langsung Dari Lokasi Kota Jantho
Dengan kondisi disebutkan di atas, dapat diperkirakan secara umum harga atau
biaya membangun bangunan kantor bupati Aceh Besar itu sangat tinggi. Menurut
beberapa catatan yang penulis dapatkan dari beberapa sumber, harga pembangunan
gedung itu mencapai 24 miliar (dalam tiga tahap pembangunan yang bersumber dari BRR
2007, APBA 2010-2011 dan APBA 2012).
Ada sebuah masjid megah dan nyaman di tengah lapangan di jantung kota
Jantho, "Masjid Agung". Suasana di dalamya sangat nyaman, airnya banyak dan
ruangannya sangat bersih, terasa syahdu kita berada di dalamnya. Masjid inilah salah satu
landmark kota disamping pendopo Bupati yang berdiri dengan megahnya di atas bukit
tidak jauh dari masjid Agung Jantho.
Gambar 1.1.3 Masjid inilah salah satu landmark kota disamping pendopo Bupati yang berdiri dengan megahnya di
atas bukit tidak jauh dari masjid Agung Jantho.
Melihat usia kota itu sudah tergolong tua dan termasuk kabupaten "Senior"
dibanding dengan sejumlah kabupaten baru lahir akibat penerapan UU Otonomi Daerah
nomor 32 tahun 1999 telah memberi inspirasi lahirnya UU Otomi Daerah berikutnya yang
mengatur aneka sistem hubungan pemerintah pusat dan daerah dalam berbagai dimensi
terus bermunculan.
2.3.1 Mobilitas
Rozy Munir berpendapat (133-134) Mobilitas dalam sosiologi, menurut sifatnya
dibedakan menjadi mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal. Mobilitas horizontal
adalah perpindahan penduduk secara teritorial, spasial, atau geografis, sedangkan
mobilitas vertikal adalah perubahan status, atau perpindahan dari cara-cara hidup
tradisional ke cara-cara hidup yang lebih modern. Dan salah satu contohnya adalah
perubahan status pekerjaan. Seseorang mula-mula bekerja dalam sektor pertanian
sekarang bekerja dalam sektor non pertanian
Prof. Ida Bagoes Mantra, Ph.D (2003- 173) Mobilitas adalah proses gerak
penduduk dari suatu wilayah menuju wilayah lain dalam jangka waktu tertentu.
2.3.2 Penduduk
Menurut Hawthorn ( Dalam David lucas 1990 ; 2 ) Penduduk adalah tingkat
kelahiran, tingkat migrasi, tingkat kematian. Demografi digunakan untuk menyebut
studi tentang sifat dan interaksi ketiga tingkat tersebut, serta pengaruh perubahan
ketiganya terhadap komposisi dan pertumbuhan penduduk. Menurut Sudjarwo (2004 :
80) : “Penduduk adalah seseorang dalam statusnya sebagai diri pribadi, anggota
keluarga anggota masyarakat, warga negara, dan himpunan kuantitas yang bertempat
tinggal disuatu tempat dalam batas wilayah negara pada waktu tertentu”.
Menurut Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2006 yang dinyatakan pada pasal 1 ayat
(2) : Penduduk adalah Warga Negara Indonesia (WNI) dan orang asing yang bertempat
tinggal diIndonesia.
2.4 Migrasi
2. Urbanisasi, ialah perpindahan penduduk dari desa ke kota atau kotakota besar.
Permasalahan yang berkaitan dengan urbanisasi adalah sebagai berikut.
a. Keadaan di desa, Banyak penduduk tidak memiliki tanah, pendapatan
penduduk rendah, dan sulit mencari pekerjaan di luar bidang pertanian.
b. Keadaan di kota, Banyak daya tarik di kota, misalnya hiburan, rekreasi,
adanya gedung-gedung, fasilitas pendidikan lengkap, dan luasnya
kesempatan kerja di desa.
c. Akibat urbanisasi, Kekurangan tenaga kerja di desa. Akibatnya, sulit
mencari tenaga yang berpendidikan di desa dan sulit mencari tenaga
penggerak pembangunan di desa.
d. Akibat urbanisasi di kota, Timbul pengangguran karena tidak semua
yang urbanisasi dapat bekerja; timbul tuna wisma, dan daerah slum
(kumuh); meningkatnya kejahatan; dan angkutan umum tidak dapat
mencukupi kebutuhan penumpang yang terus meningkat.
e. Usaha pemerintah mengurangi urbanisasi, Pemerintah membatasi
penduduk desa pindah ke kota; melaksanakan pembangunan sampai ke
daerah-daerah; mengembangkan kota-kota kecil; serta menyediakan
fasilitas yang dibutuhkan penduduk desa, misalnya fasilitas pendidikan,
kesehatan, hiburan, rekreasi, dan penerangan
BAB III
ANALISIS
Berdasarkan data BPS tahun 2015, diketahui bahwa jumlah penduduk di Kota
Jantho adalah 9.431 jiwa, dengan luas wilayah seluas 593 km2. Dari data tersebut,
penulis akan mencari besar Kepadatan Penduduk di Kota Jantho.
Berdasarkan rumus :
jumlah penduduk suatu wilayah
KP = luas wilayah (km2)
9.431
KP = 593 𝑘𝑚2
KP = 16 jiwa/km2
Berdasarkan data yang di peroleh penulis dari hasil wawancara bahwa angka
ketenaga kerjaan yang ada pada: 1. Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Aceh Besar berjumlah 44 orang pegawai, yang menetap di jantho berjumlah
19 orang pegawai dan yang bertempat tinggal di banda aceh berjumlah 25 orang
pegawai. 2. Dinas Perikanan dan Kelautan berjumlah 36 orang pegawai , yang
menetap di jantho berjumlah 12 orang pegawai dan yang bertempat tinggal di banda
aceh 24 orang pegawaai. 3. Dinas Syariaat Islam berjumlah 21 orang pegawai , yang
menetap di jantho berjumlah 8 orang pegawai dan yang bertempat tingggal di banda
aceh 13 orang pegawai.
3.2.1 Tabel Data Pegawai kantor Dinas
3.3 Migrasi
Jumlah pegawai
Nama Dinas Kota Jantho Luar Kota Jantho
Dinas Perikanan Dan
Kelautan 12 24
Dinas Syari’at Islam 8 13
Dinas Pariwisata,
Pemuda Dan Olahraga 19 25
3.3.1 Tabel Data Pegawai kantor Dinas
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kebanyakan pegawai yang bekerja di
Kota Jantho itu berasal dari luar Kota jantho. Dari data ini dapat diambil kesimpulan
bahwa SDM Kota Jantho masih rendah. Hal ini juga yang menjadi faktor Kota Jantho
disebut sebagai “ Zombie Land” dimana hanya hidup pada waktu jam kerja. Profesi
pekerjaan juga menjadi faktor penunjang suatu kota sulit untuk maju atau tidak.
Masyarakat Kota Jantho sendiri dominan bekerja sebagai petani, berikut data jumlah
penduduk berdasarkan profesi pekerjaan.
3 JANTHO 37 21 50 0 4 0
4 AWEK 43 27 46 0 1 0
5 DATA CUT 32 18 30 0 1 0
6 BUENG 34 32 49 0 1 0
7 WEU 57 52 67 0 5 0
8 JALIN 50 67 67 0 0 0
9 SUKA TANI 24 19 28 0 4 0
0 2 224 0 3 0 0 0
0 0 88 0 0 0 0 0
0 0 47 0 0 0 0 0
0 0 58 0 0 0 0 0
0 0 22 0 0 0 0 0
0 0 77 0 0 0 0 0
0 0 46 0 0 0 0 0
0 0 79 0 0 0 0 0
0 0 21 0 0 0 0 0
0 1 45 0 0 0 0 0
1 1 177 0 0 0 0 0
54 5 30 1 1 0 0 0
10 0 14 0 0 0 0 0
65 9 928 1 4 0 0 0
Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa profesi petani lebih dominan dari
pada profesi lainnya. Profesi petani sebanyak 928 orang, angka ini sangat tinggi
dibandingkan angka lainnya, walaupun angka tidak bekerja, mengurus rumah tangga,
dan pelajar atau mahasiswa tinggi, namun tidak dianggap bekerja. Hal ini pula yang
menyebabkan Kota Jantho sulit berkembang, sehingga jika melihat kembali data
sebelumnya, banyak pekerja di instasi didominasi oleh orang luar Kota Jantho
dikarenakan rendahnya SDM Kota Jantho.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V
LAMPIRAN GAMBAR SURVEY