Anda di halaman 1dari 111

HAND OUT

STRUKTUR BAJA
MPK 51177

Oleh :

Dewa Ketut Sadiadnya, ST

PS DIV MANAJEMEN PROYEK KONSTRUKSI

JURUSAN TEKNIK SIPIL

POLITEKNIK NEGERI BALI


2016
PENGANTAR

Piju syukur penyusun panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Waca/Tuhan Yang

Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya handout Mata Kuliah Struktur Baja I di Jurusan Teknik

Sipil Politeknik Negeri Bali. Pada buku ajaran ini menggunakan Peraturan Perencanaan

bangunan Baja Indonesian ( PPBBI ) sebagai standar samping ada juga yang ada juga yang

menggunakan standar AISC.

Penyusunan menyadari sesuan dengan perkembangan keilmuan dewasa ini, bahwa

materi kuliah ini banyak kekurangannya sehingga diperlukan tambahan dan penyempurnaan.

Penyusun mengharapkan kepada para pembaca agar memberikan kritik dan saran- saran untuk

menyempurnakan penyusunan selanjutnya.

Jimbaran , Oktober 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

PENGANTAR

BAB I PENGENALAN STRUKTUR BAJA ( “STEEL STRUCTURE” ) ..............................1


1.1 Struktur Baja .............................................................................................1
1.2 Sifat – sifat Bahan Baja ............................................................................2
1.3 Standar yang Biasanya Dipergunakan pada Perencanaan Struktur Baja ..3
1.4 Faktor Keamanan ( “safety Factor”) dan Faktor Pembebanan ( “Load Factor”) 3
1.5 Jenis-jenis Profil Baja ................................................................................3
1.6 Kriteria Perencanaan ................................................................................3
1.7 Tegangan yang Diijinkan ...........................................................................3
BAB II BATANG TARIK ( “TENSION MEMBERS “ ) ...................................................1
2.1 Teori dan Rumus - rumus .........................................................................1
2.2 Contoh – contoh soal ...............................................................................9
2.3 Soal – soal Latihan ..................................................................................12
BAB III ALAT PENYAMBUNG & SAMBUNGAN ............................................................13
3.1 Teori dan Rumus - rumus. ........................................................................14
3.1.1.1 Alat penyambung berupa baut. .........................................................15
3.1.1.2 Baut berkekuatan Tinggi. 16

3.1.1.3 Sambungan kolom dan balok ( hanya memikul lintang ) .................17

3.1.1.4 Sambungan kolom dan balok yang memikul momen + geser ........17

3.1.1.5 Sambungan pada gelagar ..................................................................17

3.1.1.6 Sambungan batanga tarik .................................................................17

3.1.2 Alat penyambung berupa las ( ‘Weld” ) ...........................................17


BAB IV BATANG TEKAN (“KOMPRESION MEMBERS”) ...............................................13
4.1 Teori dan Rumus – rumus .......................................................................13
4.1.1 Pendahuluan ........................................................................................13
4.1.2 Pengaturan tentang stabilitas tekan ( PPBBI ) ......................................13
4.1.3 Pengertian sumbu utama ....................................................................13
4.1.4 Pengertian sumbu bahan dan sumbu bebas bahan ...........................13
4.1.5 Profil tersusun dihubungkan dengan pelat melintang ........................13

Daftar Pustaka
BAB I

PENGENALAN STRUKTUR BAJA

( ‘STEEL STRUCTURE )

1.1. Struktur Baja

Struktur baja mulai dipakai pada saat pembangunan jembatan di St. Louis Missouri, mulai 1868

dan selesai 1874.

Baja yang dipergunakan untuk konstruksi adalah baja paduan ( “alloy steel”) terdiri atas 98%

besi, 1% karbon, silikon, mangan, sulfur, posphor, tembagan, chromium, nikel.

Type – type struktur baja :

a. Rangka baja penahan b. Jembatan

Rangka baja profil


baja

d. Gedung c. Bangunan Industri


1.2 Sifat – sifat Bahan Baja

batas teg. tarik Mulai dari 0 sampai batas


proporsional, grafiknya
“failure” lurus

Batas proporsional

Perencanaan struktur baja dimana tegaknya tidak melebihi batas proporsional disebut

perencanaan secara elastis ( “Workin strees design “ ) atau “elastic design” atau “allowable strees

desiogn”. Setelah melewati batas elastis, perencanaan struktur baja adalah dalam batas plastis (

“Plastic design “ ).

σ “Strain hardening “ :

terjadi kenaikan teg. sejalan dengan

Σ Σ kenaikan regangan

batas batas reg.


elasstis elastis batas
“strain
Hardening”

Σy = regangan leleh

Σp = regangan plastis

δy = regangan leleh (“ Yield stress”)


Modus elastisitas baja ( E ) :

Menurut PPBBI 1983 : E=2,1 . 106 kg/ cm2

Menurut AAISC : E=2,3 . 106 kg/cm2

Modus geser ( G ) : “ Shear Modulus” :

Menurut PPBBI : G = 0,8 . 106 kg/cm2

Pengertian tegangan leleh, tegangan dasar menurut PPBBI

1. Tegangan leleh didefinisikan sebagai tegangan yang menyebabkan regangan

sebesar 0.2%

0,002 Σ

2. Tegangan dasar :

σ=
,

dimana 1,5 adalah factor keamanan (“Safety factor”).

Harga tegangan leleh dan tegangan dasar ada pada tabel 1 hal. 5

Mutu baja BJ 34 dapat juga ditulis Fe 310 ( PPBI )

BJ37 dapat juga ditulus Fe 360)

BJ52 dapat juga ditulus Fe 510

Pada ASTM : Mutu baja ditulis seperti contoh berikut : A36


1.3 Standar yang Biasanya Dipergunakan pada Perencanaan Struktur Baja

1. PPBBI : Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia.

2. TGB 1972 Staal : Technische Grandslagen Voor de

Berekeningvan Bous Contructies.

3. AISC : American Institute of Construction.

4. AISI : American Iron & Steel Construction.

5. AASHTO : American Association of State Highway &

Transportation Officials.

6. ASTM : American Society for Testing & Materials.

7. JIS : Japan Industrial Standards.

8. DNI : Deutch Indistrie Narmen.

9. AIJ : Architectual Institute of Japan

10. BS449 : British Standard 449.


1.4 Faktor keamanan (“safety Factor”) dan Faktor Pembebanan

(“Load Factor”).

Pada perencanaan elastis, tegangan yang diizinkan adalah :

FK = Faktor Keamanan = 1,5

δ1 = Teganan leleh

Pada Perencanaan Plastis

Beban batas = Beban kerja dikalikan dengan faktr beban.

PPBBI Bab III Menentukan besarnya factor beban yaitu :

Untuk beban mati : ∂= 1,7

Untuk beban sementara : ∂ = 1,3

MENURUT AISC :

Faktor beban untuk keadaan :

- Beban mati : ∂= 1,4

- Beban mati + hidup (L) + atap ( Lr) atau beban es (S) atau air hujan (R =

rain)

∂= 1,2 D + 1,6 L = 0,5 (Lr atau S atau R)

- Beban mati =+ beban atap, atau es atau air hujan + beban hidup atau

angin.

∂= 1,2 D + 1,6 L (Lr atau S tau R) + (0,5L atau 0,8 W)

- Beban mati + angin (W = wind) + beban hidup + beban atap

Atau es atau hujan


∂= 1,2 D + 1,3 W + 0,5 L +0,5 (Lr atau S atau R )

Beban mati + gempa (E= earthquake) + beban hidup (L) + es (S)

= 1,2 D + 1,5 E + (0,5 L atau 0,2 S)

Beban mati – beban angin (W = wind) atau gempa (E)

= 0,9 D – ( 1,3 W atau 1,5 E )

1.5 Jenis-jenis Profil Baja :

A. Standard America : (Lihat AISC)

1. W Shape (Wide flange)

Bentuk W sangat effisien untuk memikul lentur karena flensnya lebar

dan tebal adalah tipis .

Sehingga perbandingan momen inersia dan berat profilnya besar.

Wide flage diketemukan oleh Henry Grey tahun 1870.

Wide flage digunakan untuk balok maupun kolom .

Pada tabel AISC ditulis seperti contoh berikut :

W 18 x 97 artinya tinggi profil 18 inch

Berat profil = 97 lb/ft

Pada lampiran I kami lampirkan tabel untuk Profil Flage


(Notasi : WF).

Lihat Lampiran I :

Misalkan tertulis WF 250 x 175 x 7 x11

2. M Shape (“Miscellaneous Shape” bentuk lain-lain)

3. S Shape (“American Standard Beam”)

4. Bentuk HP (“Bearing Pile Shape’)


• Chanel C (“American Standard Channel”)

Contoh C 12 X 30

Artinya tinggi profil 12 inch

Berat profil 30 lb/ft

• MC (“Miscellaneous Channel”)

• Angle (Siku L)

Contoh L 9 x 4 x ½

Artinya tinggi salah satu kaki = 9 inch

Tinggi kaki lainnnya = 4 inch

Tebal kedua kaki = 0,5 inch

• Bentuk T

8.1 WT terbuat dari bentuk W yang dipotong di

Tengah badannya

• MT terbuat dari bentuk M yang dipotong ditengah

badannya

• ST terbuat dari bentuk S yang dipotong ditengah

badannya
B. Standard Jerman

1. Profil INP : dapat dilihat pada tabel baja.

Misal INP 100

Flens sebelah dalam agak miring kea rah badan (Identik dengan bentuk S,

standard Amerika)

2. Profil IPE

3 Profil DIN

4 Profil DIE

5. Pofil DIR

6. Profil DIL

Catatan : Perbedaan profil DIN, DIR, DIE adalah sebagai berikut


: Misal DIN 100, DIR 100, DIE 100, DIL 100.

Anda bisa melihat perbedaan ukuran profilnya

7. Profil UNP Channel)

8. Profil siku sama kaki


9. Profil siku tak sama kaki

10. Profil T

Pada lampiran III kami cantumkan profil baja yang ada di pasaran

Indonesia. Dan lampiran IV kami canumkan “Selection Properties”

untuk “Heavy Colomn”, “Structural Tees”, “ILP Channel”.

1.6 Keriteria Perencanaan

1.6.1 Kriteria kekuatan penampang

a. Perhitungan secara elastis

b. Perhitungan secara plastis

1.6.2 Kruteria kekakuan

a. Dari segi estetika


Misalnya jembatan yang melendut kelihatannya jelek meskipun

kekuatannya masih dalam batas izin.

b. Momen sekunder yang diakibatkan oleh lendutan.

Misalkan balok dibebani beban terbagi rata diatasnya, di samping

itu juga bekerja normal (tekan).

Akibat normal tekan akan terjadi

Momensekunder (momen tambahan) -

P.∆σ sebesar P.∆σ.

1.6.3 Kriteria Stabilitas

Apakah struktur stabil atau tidak, ini ada kaitannya dengan tekuk,

tekuk lateral (Lateral torsional buckling) dan lipat.

Perencanaannya kita harus meliputi 3 aspek tersebut. Selain itu juga harus

dipehatikan hal-hal sebagai berikut :

- Kelelahan material (“Fatigue”) akibat beban bolak balik

(misalkan gaya gempa).

- Kegetasan struktur (“Brittle Failure”).

- “ Dinamyc Response”

yaitu getaran akibat lalu lintas atau orang pada struktur baja. Ataupun

getaran akibat agin, gempa, mesin, dan lain- lain.


1.7 Tegangan yang Diizinkan

Pada PPBBI Bab 2, tabel 1 dapat anda lihat besarnya tegangan dasar

untuk berbagai mutu baja. Dan harus

untuk tebal elemen kurang dari (atau sama dengan) 40 mm).

Dan jika tebal elemen antara 40 mm – 100 mm, maka harga tegangan-

tegangan izin :

Untuk beban tetap : tegangan normal izin :

σn = σ

Untuk beban sementara : tegangan normal izin

σn = 1,3 σ

Tegangan dasar izin untuk beban sementara :

σseta = 1,3 σ

Tegangan geser izin :

Untuk beban tetap : τ = 0,58σ

Apabila pada suatu penampang bekerja gerser + normal maka berlaku

rumus HUBER HENKY yaitu :

σ = √σ + 3τ <σ

σ = adalah tegangan idiil

Pengertian beban tetap dan sementara :

beban tetap = berat sendiri + beban hidup

beban sementara = berat sendiri + beban hidup +

gempa

(pilih yang terbesar)


BAB II

BATANG TARIK (“TENSION MEMBERS”)

2.1 Teori dan Rumus-rumus

2.1.2 Bentuk-bentuk penampang tarik yang umumnya

dipergunakan :

2.1.2 Batang tarik tanpa adanya perlemahan akibat

lubang :

σtarik=

N = Gaya tarik

NN Abruto = Luas penampang bruto

= tegangan dasar
2.1.3 Batang Tarik dengan adanya perlemahan akibat

Lubang :

σmax

σrata - rata

Distribusikan tegangan sekitar lubang.

Pada pinggir lubang, tegangan maximum kira-kira 3 kali

tegangan rata-rata.

PPBBI membatasi harga tegangan Tarik rata-rata :

σ 2
= ≤0,75 σ

Cara menentukan besarnya luas penampang netto

Jumlah lubang = n tapi dalam 1 baris.

N N

Anetto= b.t – 3 Alubang dimana Alubang = d1.t

d1 = diameter lubang
Jika letak lubang tidak segaris

a,b

1 2 3

N 45 b N

s s s s

a b

Kita tinjau beberapa potongan dan luas penampang netto untuk setiap

potongan kita hitung dan ambil nilai yang terkecil.

Tinjau potongan yang melalui No.1→yaitu pot a-a

A =A ! – 1. A"! #

Tinjau potongan yang melalui lubang 1,4 yaitu plot b-b

Jarak horizontal lubang 1 dan 4 dinamakan s

Jarak vertical lubang 1 dan 4 dinamakan u

$%
A =A ! – 2. A"! # &! .dimana
4
t = tebal : plat

Bandingan dengan syarat PPBBIO ps 3 2 3 :

A 85% A !

Dari ketiga nilai A tersebut kita pilih nilai terkecil.


Kita tinjau lagi letak sebagai berikut :

1, 2, 3 Tinjauan potongan 1 yang melalui

A dan B : u
u
C
N B D NAnetto = Abruto = - 2 Alubang

s s Tinjau potongan 2 yang melalui


1,2 3A, B, C :

Anetto = Abruto = - 3 Alubang +

$%) $%)
& !) & !%
+

Tinjau potongan 3 yang melalui lubang A, C, D :

$%) $%)
A =A ! - 3A"! # &! & !%
+
)

Bandingkan dengan syarat PPBBI : Anetto = 85 % A bruto

Dari keepat nialai Anetto tersebut kita pilih terkecil.


1 2
t s s s

A B
d1
u u
a

g u
b c
E C
F

1 2
A B

C D

u = g +g -t
E F

Jarak lubang dalam arah horizontal + s

Jarak lubang dalam arah vertical adalah u1 dan u2

U2 = gb+ ga - t

Tinjau potongan 1-1 yang melalui lubang Aa dan E :

Anetto 1-1 = Aprofil- 2 Alubang

Tinjau potongan 2–2 yang melalui B, D, F :

Anetto2-2= Aprofil - 3 Alubang + +

Lalu bandingkan dengan syarat PPBBI Anetto= 85 % Aprofilambil harga

Anettoterkecil.

2.1.4 Pengertian luas netto effektif (“Effective Net Area”)

Pada batang Tarik dimana elemen-elemen tariknya tidak sebidang

Seperti tergambar pada halaman 12.


Gambar

Gaya N (tarik) disalurkan dari pelat 1 ke

profil 2 melalui sarana penyambung (baut,

paku2keling d.l.l.).
N
Haraga N yang diizinkan lebih kecil dari

pada Anetto. σrata- rata

Jadi ada harga luas netto efektif (AE)


1

AAISC 1.14.2.2 Menentukan besarnya reduksi untuk luas netto

efektif sebagi berikut :

Ac = C1. An

Ac = Luas netto effektif

Ct = Faktor reduksi

An = Luas netto

Untuk profil bentuk M. W. S atu T (yang terbuat dari profil M, W, S)

dimana jumlah baut dalam arah gaya (dalam 1 baris) minimum 3 bh

harga Ct= 0.90

Untuk semua bentuk dan penampang “Built ip”, dimana jumlah baut

dalam 1 barus searah gaya minimum 3 bh Ct =0,85.

Untuk batang dimana jumlah baut 1 baris searah gaya minimum

2 bh Ct =0,75.
2.1.5 Tegangan izin tarik pada batang Tarik

PPBBI ps 3.2.1 : tegangan tarik izin =0,75

AISC 1.5.1.1, 1978 :

Untuk batang baja bulat berulir (“Deformed Bar”) :

ft= 0,33 fu

fu= tegangan tarik batas, musal untuk mutu baja

A36 fu = 58 ksi

Ft= tegangan tarik izin

Untuk batang baja penampang tidak bulat :

Ft = 0,6 F y pada luas penampang bruto

Ft = 0,5 F u pada luas penampang netto efektif

F y = tegangan leleh baja

Misal untuk mutu baja A36 Fy =36 ksi

2.1.6 Effek panjang batang (“Length Effect”)

Baik PPBBI maupun AISC membatasi kelangsingan batang tarik

Sebagai berikut :

Untuk batang utama = 240

(Konstruksi Utama)

Untuk batang penyokong (“Lateral

Bracing”) dan konstruksi sekunder = 300


2.1.7 Batang tarik dari baja bulat :

Batang tarik dari baja bulat digunakan untuk :

a. Pengikat gording pada bangunan.

b. Pengikat vertikal untuk balok baja.

c. Penggantung plafond, d. l. l.

pengikat
gording penggantung
balok
kolom

balok
baja

PPBBI mengatur tentang batang Tarik berupa baja bulat sebagi berikut :

Sebaiknya memakai wartel mur yang dipasang pada tempat-tempat yang tak

mudah dijangkau orang dan diameter batang baja bulat ≤ 1/500 panjang

batang.

2.1.8 Merencanakan penampang batang terik :

Jika diketahui besrnya gaya tarik (Normal), panjang batang dan mutubaja,

pertanyaan ukuran profil?

Maka langkah perhitungan adalah sebagai berikut

Batang tarik dari baja bulat digunakan untuk :

1. Berdasarkan mutu baja, tentukan σtarik = 0,75 σ

-.
2. Anetto=
/ %
3. Abruto=

1
-23
4. Lalu Check apakah ≤ 240

Jika YA maka pilih profil

5. Lalu Check thd σ -. = ?< 0,75 σ

Jika lebih besar, profil diubah lagi

SILAHKAN LIHAT CONTOH SOAL.

• Contoh-contoh soal :

Soal 1: Diketahui sambungan pelat seperti tergambar.

65

65 305 satuan : mm

100
75
55 50

Diameter lubang = 16 mm, tebal pelat 6 mm, mutu baja BJ 37.

Pertanyaan : Luas penampang netto ?

Jawab :
a 6 mm

1
4
3 u = 6,5
=
u = 10
305 mm
2 5
=

S =5,5
S =5
Tinjau potogan a yang melalui lubang 1 dan 2 :

Anetto= 18,3 – 2(0,96) = 16,38cm2

Tinjau potongan yang melalui lubang1,3,2 :

( , )% (>,?) ( ,)% (>,?)


&(?, ) &( >)
Anetto= 18,3 – 2(0,96) + +

= 16,57cm2

Tinjau potongan yang yang melalui lubang 1, 3, 5 :

( , )% (>,?) ( )% (>,?)
&(?, ) &( >)
Anetto= 18,3 – 3(0,96) + +

= 16,49cm2

Anetto=85% Abruto

=85% (0,6 (30,5) = 15,555 cm2

Pilih terkecil = 15,555 cm2

Soal 2 : Diketahui sambungan plat ke plat buhul. Diameter lubang = 23

mm. Mutu baja BJ 37. Pertanyaan : N yang mana dipikul ?

20

60
60
320
60 N
60

100

50
1
4 6
2 6
6
5 6
3 6 Abruto = 2(32) = 64cm2
A1 lubang = (2,3) (2) = 4,6cm2

5 10

Potogan a. melaliu lubang 1, 2, 3

b. melalui lubang 1, 4, 2, 5, 3,

c. melalui lubang 1, 4, 5, 3

d. melalui lubang 1, 4, 6

Tinjau potongan a :

Anetto= 64 – 2,3 (2) = 50,2 cm2

Tinjau potongan b :

>% .
&. ?
Anetto= 64 – 5 (4,6) + 4( )

= 74,33 cm2

Tinjau potongan c :

>% . >% .
&. ? &. ?
Anetto= 64 – 4 (4,6) +( +0+ )

= 62,3 cm2
Tinjau potongan d :

>% . % .
&. ? &. ?
Anetto= 64 – 3 (4,6) +( + ) = 60,6 cm2

Anetto= 85% Abruto

= 85% (2) (32) = 54,4 cm2

Pilih terkecil = 50,2 cm2

σrata-rata= = 0, 75σ

>,
0,75 (1600) =

N = 60240 kg

Soal 3 : Diketahui profil siku 120.120.13 digunakan sebagai batang Tarik.

Letak lubang seperti gambar (Lihat halaman 16). Diameter lubang 23 mm.

luas profil = 29,7 cm2

Pertanyaan luas netto profil ?

13

1 2

A B
60 C D 60 = u1

50 E F 50
50
120 1 s= 70 s= 70 s= 70
2
Pertanyaan A netto profil ?

Jawab :

Penampang kritis melalui lubang B, D, F

Potongan 1 – 1 :

Anetto = Aprofil– 2 luas lubang

= 29,7 – 2 (2,3) (1,3) = 23,72 cm2

Potongan 2 – 2 :

Anetto= Aprofil – 3 (luas lubang) + +

dimana s = 70 mm = 70 cm

t = tebal profil = 13 mm = 1.3 cm

ut = 6 cm

u2 = (50 + 50 – t) mm = (100 – 13)mm = 87 mm

= 8,7 cm

Anetto= 29,7 -3 (1.3) (2.3) + +

= 25,21cm2

Syarat PPBBI : Anetto = 85% (29,7)

= 25,245 cm2

Syarat terkecil = 23,72 cm2


Soal 4 : Tentukan N (Normal) Tarik untuk profil siku dobel

120.120.15. Jika diameter baut = ¾ inch. Mutu BJ 37. Luas

Penampang 1 profil = 33,9 cm2

75

30

40

50

45 75 75 4.5 50 50 50 50

1 2,3

A B

C D E 120 + 120 – 15
= 225 mm

G H I J

50 50 50
1,2 3

Penampang kritis 1-1 melalui lubang C dan F

2-2 melalui lubang A. C. F

3-3 melalui lubang A. C. G.

Diameter lubang = ¾in + 1 mm + 20 mm


Untuk 1 profil :


: Anetto= (22,5) (1,5) – 2 (2) (1,5) + 0 = 27,75 cm2

• : Anetto= (22,5) (1,5) – 2 (2) (1,5) + + = 27,094 cm2

3-3 : Anetto= (22,5) (1,5) – 2 (2) (1,5) + +

= 27,946 cm2

Anetto = 85% Abruto

= 85% (33,9) = 28,815 cm2

Pilih terkecil = 27,094 cm2

Untuk 2 profil siku : A =54.188 cm2

tr = 0,75

0,75 (1600)

N 65030 kg

N yang diizinkan = 65,03 ton

Soal 5 : Diketahui pelat dambungan dengan perantaraan baut.

Lokasi lubang seperti tergambar.

A 50
C 50
B 50 250
50
E 50

50 60 75
Pernyataan luas penampang netto jika diameter lubang

20 mm

Jawab :

Potongan 1 melalui lubang B

2 melalui lubang A, E

3 melalui lubang A, B, E

4 melalui lubang A, D, E

5 melalui lubang A, C, D, E

6 melalui lubang C, D, E

Potongan 1:

Anetto= 25 (1) – 2 = 23 cm2

Potongan 2:

Anetto= 25 (1) – 2 (2) = 21 cm2

Potongan 3:
%. %.

&. &. >


Anetto= 25 (1) – 3 (2) + + = 20,875 cm2

Potongan 4:

?% . ?% .
&. > &. >
Anetto= 25 (1) – 3 (2) + + = 20,8 cm2

Potongan 5:

( @,& )% ( ) ( A, )% ( ) ?% .
&( ) &. &.
Anetto= 25 (1) – 4 (2) + + +

19,275cm2
Potongan 6:

A, % . ?% .
&. &.
AnettO= 25 (1) – 3 (2) + + =23,61cm2

Syarat PPBBI : Anetto = 85% (25) (1) = 21,25 cm2

Dipilih terkecil yaitu19,275 cm2

Soal no. 6 : Diketahui batang Tarik dari profil baja siku samakaki, memikul baja

BJ 41. Diameter lubang 23 mm.

Pertanyaan ukuran profil yang dipergunakan (Lubang terletak pada 1 baris)

Jawab: Mutu baja BJ 41σtr= 0,75σ

= 0,75 (1666)= 1249,5 kg/cm2

>>>>
&B,
A netto taksiran = = 16,01 cm2

?,>
/ %
A bruto taksiran = = 18,84 cm2

1 &>>
&> &>
imin = = = 1,67 cm

dari tabel profil siku samakaki diperoleh profil yang memenuhi syarat adalah L

90.90.13 A = 21,8 cm2lebih besar daripada A bruto

i = 1,74 cm lebih besar daripada imin

Check kembali A netto :


Anetto = A profil – luas 1 lubang

= 21,8-( 1 , 3 ) ( 2 , 3 ) = 18,81 cm2


2,3
0,85 Abruto= 0,85 (21,8)= 18,53 cm2

Anetto = 18,53cm2

>>>>
σ=
/, @
= = 1079,3 kg/cm2 tr(=1249,5 kg/cm2)

Jadi prodil L 90.90.13 dapat dipakai.

2.3 Soal-soal latihan :

Soal 1 : Diketahui sambungan profil siku doberl degan pelat

buhul. Mutu baja fe 360. Diameter baut 19 mm Uk.

Profil L 100.150.10. Tentukan gaya Tarik N yang

diizinkan.

100. 150. 10

50
50 150 N 150
50

50 50
50 50 50 50 50

Jawab : 21600 kg
Petunjuk : netto = 24 (1) – 3 (2) (1) = 18 cm2

Soal 2 : Tentukan luas netto untuk keadaan berikut :

diameter liubang 20 mm
a. 50
50 tebal pelat 16 mm
50
300 50
50 Jawab : 38,4 cm2
50
75
b.
50 diameter lubang 20 mm
100
100 tebal pelat 16 mm
50
75 Jawab : 40,8 cm2
c.

diameter lubang 20 mm
50
75 tebal pelat 12 mm
75 400
75
75 jawab : 40,8 cm2
50
60 50
Soal 3 : Tentukan luas netto untuk keadaan berikut :

150. 100. 12 12

N 60
150
55
40 45 45 45 40 140
1/2 (140-12)=64mm
diameter lubang 20 mm

Jawab : A netto = 45,88 cm2(untuk 2 profil)

Petunjuk :Jika kaki dari siku dibeberkan :

35

60 150+100-12
107 = 238 mm
107
36
45
Soal4 : Tentukan gaya normal tarik yang diizinkan untuk profil

kanal C16 yang disambung ke plat bahu (tebal 12 mm)

dengan perantaraan baut ∅ 16 mm. Mutu baja Fe 360 (BJ37)

50 75 75 65
105
12 mm
75
75
75 N 160

Jawab : N= 22,68 ton

Soal5 : Diketahui pelat (tebal 17 mm) disambung satu sama lain dengan

perantaraan pelat penyambung dan baut ∅ 22mm. Tebal pelat

penyambung ( Lihat gambar ) = 8 mm.

pelat penyambung
8 mm
17 mm
8 mm

75
50
N 50 N

s s
75
Pertanyaan :

• N tarik yang diizinkan jaki mutu baja BJ 37 (tinjau kekuatan

pelat yang disambung saja (yaitu tebal 17 mm) ?

• Jika jarak baut s1 = s2 maka berapa s agar N mencapai maximum

(yaitu harga N yang diizinkan) pada point a) ?

Catatan : Untuk point a. Kekuatan baut tidak ditinjau

(teorinya belum)

Jawab : s = 48 mm

n = 41,616 ton

Petunjuk : A netto = 34,68 cm2

N = (34,68( (0,75) (1600)

$% . ,A
&.
Anetto= 1,7 (25) – 3(2,3) (1,7) + .2 = .2

34,68

s diperoleh

Soal6 : Profil L 130.75.12 memikul beban tarik 20 ton

Seperti tergambar.

40 t 150

s s s

Jawab : s = minimum 47 mm

Soal7 : Tentukan profil siku dobel untuk memikul gaya tarik


80 ton, diameter baut 22 mm. Pannjang batang 4,5 m.

Jumlah lubang dalam 1 baris = 4 buah, mutu baja BJ 37

siku dobel

80 t

tebal 10mm

Jawab : Pakai profil L 140.140.17 (Anda dapat

mengambil profil lainnya yang

memenuhi syarat)

Petunjuk : LIHAT CONTOH Soal no. 6

A netto taksiran = 66,7cm2

Soal8 : Rangka batang berikut :

2,5 t 15 t

3m

E
4,5 m 4,5 m 4,5 m 4,5 m
15 t 15 t 15 t

Batang DE terdiri atas siku dobel 100.75.7 (A I profil =


11,9 cm2 ). Jumah baris baut = 1. Diameter baut 19 mm.

Mutu baja BJ 52 (Fe 510). Jumlah baut dalam 1 baris = 3

buah.

Pernyataan : Apakah batang DE cukup kuat memikul gaya yang

bekerja padanya ?

Jawab : Gaya batangDE = +35,625 ton

Batang DE cukup kuat

Petunjuk : A netto = 20,23 cm2

Tegangan dasar untuk Fe 510 = 1800 kg/cm2


BAB III

ALAT PENYAMBUNG & SAMBUNGAN

3.1 Teori dan Rumus-rumus :

Pada Bab ini akan bisa bahas alat penyambung berupa baut dan las, sedangkan

untuk paku keling tidak kami bahas karena perhitungan sama seperti pada baut

hanya tegangan izinnya saja yang berlainan. Disamping itu juga akan dibahas

tentang sambungan batang tarik, balok konsol.

Alat-alat penyambung adalah sebagai berikut :

1. Baut (“Bolt”)

Ada 2 nacam baut berkekuatan tinggi (“High Strenght Bolt”) dan

baut hitam

2. Paku keling (“Rivet”)

3. Las (“Welding”)

Kalau dibandingkan ketiga sarana penyambung ini maka las merupakan sarana

penyambung yang menghasilkan sambungan yang lebih kaku jika dibandingkan

dengan baut, tetapi kurang jika dibandingkan dengan las.

3.1.1 Alat penyambung berupa baut

Di Indonesia baut hitam (dibuat dengan mesin) masih banyak dipakai

sedangkan diluar negeri baut kekuatan tinggi telah menggantikan hitam.


3.1.1.1 Baut berkekuatan tinggi

Baut yang banyak digunakan adalah baut A325 dan A490. kepala baut

berbentuk segi enam. Pada kepala baut tertulis tanda baut tersebut (A325 atau

A490).

Baut A325 dan A490 dibedakan atas 3 type :

Type 1 : Baut baja karbon sedang

Type 2 : Baut baja karbon rendah

Type 3 : Baut baja tahan karat.

Untuk membedakan type baut silahkan lihat gambar berikut :

tipe 3 tipe 2 tipe 1

A 325 A 325
A 325
* *
*
F

simbul pabrik simbul pabrik simbul pabrik


misalkan UNY ( tanpa tanda )

Panjang ulir
D

3
H “ ring “ (cincin )ditandai
Panjang baut
dengan tipe baut
misalkan 3 artinya ( artinya
baut tipe 3 )
tanda mur symbol
standard pabrik
*

2 3

W N
mur untuk baut tipe 3

Dimensi baut dan kekuatan tarik minimum untuk A325 dan A490

Ukuran baut DIMENSI BAUT A325=A490 Kekuatan tarik minimum


nominal F H Pjg Ulir W H A325
(D) Inch Inch Inch Inch Inch
Inch Mm Kip kN Kip kN
1/2 12.7 7/8 5/16 1 7/8 12 53 53 15 67
5/8 16 17/16 25/64 5/4 39/64 19 85 85 24 107
3/4 19 5/4 15/32 11/8 47/64 28 125 125 35 156
7/8 22 23/16 3.5/64 3/2 55/64 39 173 173 49 218
1 25,4 13/8 39/64 13/8 63/64 51 227 227 64 285
9/8 29 29/16 11/16 29/16 1 7/64 56 249 249 80 356
5/4 32 2 25/32 2 1 7/32 70 316 316 102 454
11/8 35 35/16 27/32 35/16 1 11/32 85 378 378 121 538
3/2 38 11/8 11/8 11/8 1 15/32 103 458 458 148 658
Catatan : 1 kip = 454 kg
: 1 kN = 100 kg

3.1.1.2 Baut Hitam

Baut dari baja karbon rendah memenuhi sandar ASTM-307. Dipakai pada

struktur ringan seperti gording, rangka batng-batang kecil, rusuk dinding.

Baut hitam dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

(1) Baut yang tidak diulir penuh

(“Thereads excluded from shear plane”)

= Ulir tidak ada pada bidang geser

Pada bidang
geser bautnya
tak ada ulir
(2) Baut diulir penuh :

(“Thereds in shear plane” = ulir baut ada pada lubang geser).

Catatan :

ASTM A307 adalah tentang “Specifications for low carbon steel externally &

internally thereaded fastener”.

A. Mutu baut hitam

Pada kepala baut biasanya ditulis dengan kode seperti contoh : 46. 4.8

4.6 artinya teg. leleh minimum baut = 4 x 6 x 100

= 2400kg/cm2

dan 4.8 → teg. leleh minimum = 3200kg/cm2

Pada ASTM A – 307 : kekuatan tarik untuk mutu A dan B adalah min. 60

ksi = 4200 kg/cm2

B. Pengertian diameter nominal, diameter kern

Diameter nominal adalah diameter yang tercantum pada nama

perdagangan untuk nama baut tersebut.

Misal baut M12, atinya diameter nominal = 12mm

d.
d
Untuk baut tak diulir penuh, diameter nominal adalah diameter terluar dari

batanga baut.

Untuk baut diulir penuh, diameter inti (teras. kem) batang tulis dengan

notasi d1 atau d1 (pada tabel baja)

Baut hitam yang sering dipergunakan adalah :

M10 (=3/8”);M12 (=1/2;M16 (5/8”);M20 (3/4”)

M22 (=7/8”); M25 (=1”); M38 (=1 1/2”).

Kami ambil dari tabel baja untuk baut hitam sebagai berikut

Diameter Nominal Tinggi mur Diameter inti


Keterangan
Inch mm (mm) dk (mm)
3/8 9,52 9 7,49 M10
1/2 12,70 13 9,99 M12
5/8 15,87 16 12,92 M16
3/4 19,05 19 115,80 M20
7/8 22,22 22 18,61 M22
1 25,40 25 21,34 M25
1 1/2" 48,10 38 32,68 M38

C. Diameter yang dipergunakan untuk menghitung luas penampang

Untuk baut yang tidak diulir penuh :

d &
Abaut = πd

Untuk baut yang tidak diulir penuh :

memakai diameter ini ( kern ) d.


Ada referensi yang langsung

dan ada yang memakai rumus :


D E@ DF
d$ =
&
PPBBI tidak mengatur ttg hal ini
Jadi Abaut = πd$%
&
D. Jenis-jenis sambungan yang menggunakan baut :

1. “Lap Joint” (Sambungan “Overlap”)

P
P

Pada keadaan ini baut memiliki 1 irisan. Gaya yang bekerja pada baut

Adalah tegak lurus sumbunya menimbulkan tegangan fesel ⊥ sb baut.

2. “Butt Join”

P
P

Baut bekerja 2 irisan

Gaya yang bekerja pada baut adalah tegak lurus sumbunya

Menimbulkan tegangan geser ⊥ sb baut.

3. Baut yang dibebani sumbunya

Menimbulkan tegangan tarik //


sumbunya.
P
4. Baut yang dibebani // sb dan ⊥ sumbunya.

AAISC membagi sambungannya atas 3 yaitu :

1. Sambungan yang kaku (“Rigid”).

2. Sambungan sendi (“Pin Connected”).

3. Sambungan semi kaku (“Semi Rigid” = Partially Restrained).




E. Daya pikul 1 baut dan tegangan izin untuk baut :

P P P P

1 irisan 2 irisan

Kekuatan baut 2 irisan = 2 kali baut 1 irisan. Kekuatan baut biasanya ditulis

Dengan notasi N :

Karena baut memikul geser maka ditulis Ngeser 1 irisan = πd untuk baut
&

tidak diulir penuh

= πd$ untuk baut


&

diulir penuh

Untuk 2 irisan :Ngeser 2 irisan= 2 N1

Catatan : Pada refrensi yang lain, untuk baut diulir penuh dipergunakan dk

(diameter inti).
Untuk meninjau kekuatan baut, selain ditinjau baut itu sendiri juga ditinjau

kekuatan pelat disekitar lubang baut.

Jika pelat tidak kuat, maka lubang baut pada pelekat akan berubah bentuk

dari bundar menjadi oval.

Pada bidang kontak antara baut dan pelat terjadi tegangan yang disebut

tegangan tumpuan (“Stuik”) ditulis dengan notasi Htp kekuatan tumpuan

ditulis dengan notasi Itp

Ntp = d.s σtp

dimana d = diameter lubang

Untuk baut baik tidak diulir penuh maupun diulir penuh,

diambil sebagai berikut :

Untuk baut hitam d = dn+ 1 mm

Baut mutu tinggi : d = dn+ 2 mm

(Lihat PPBBI ps. 8.1.11)

s = Tebal pelat terkecil antara pelat yang disambungkan dan

pelat penyambung.

s
s s
s s
karena s1< s2maka s pilih terkecil anτtara

s = s1 2 s1dan s2

σtp = tegangan tumpuan izin

Tegangan izin baut diatur pada PPBBI ps 8.0 sebagai berikut

Tegangan geser izin : J =0,6 H

Tegangan tarik izin : Htr = 0,7 H

Tegangan idiil (akibat geser + tarik) izin :

σI=Kσ + 1,56τ ≤σ

Catatan : Pada beberapa referensi nilai σI =Kσ + 3τ ≤σtr

perhitungan untuk baut pada contoh soal sebagai tegangan idiin kami

pakai rumus σI =Kσ + 1,56τ ≤σ

Tegangan tumpuan yang diizinkan :

σtp= 1,5 Huntuk s1 ≥ 2 d

σtp= 1,2 Huntuk 1,5 d ≤ s1 ≤ 2 d

P
P

s s s
d = diameter baut.
F. Jarak baut dan jumlah dalam 1 baris :

Jumlah baut maximum dalam 1 baris = 5 buah (PPBBI ps. 8.2.2.).

Jarak antara baut ke baut dalam 1 baris = s. Jarak antara sumbu baut paling

Luar dengan ujung bagian pelat yang disambungkan = s1.

u
.. .. .. .
. . .
t t
t
s s s s s s

1,2d≤s1 ≤3d atau 6t, t =tebal terkecil pelat yang disambungkan

2,5d ≤s1 ≤7d atau 14t

Jarak antara baris baut yang satu dengan yang lain : = u

+ + + + u
u
+ + + + u
+ + + +
2,5d ≤u≤ 7d atau 14t

1,2d≤ u1≤ 3d atau 6t

Untuk pemasangan baut berseling :

+ + + + + +
+ + + +
+ - + + + +
s s
s s

s2 ≤ (7d – 0,5 u)

≤(14t – 0,5 u)

G. Sambungan yang membebani bautnya tegak lurus sumbu baut

1. Gaya tarik bekerja sentris

Maksudnya bekerja pada titik berat pola baut.

P
*

karena P bekerja sentris maka

1/6 P. (← )
masing – masing baut memikul
P

2. Gaya yang bekerja tidak melalui titik pola berat baut :

( Eksentris )

P
M = P.e

*
ttk berat ttk berat pola
pola baut e baut
P
Terhadap titik berat pola baut ada eksentrisitasi = e.

P dipindahkan ke titik berat pola baut, timbul momen = P . e.

Akibat P yang sekarang sudah sentris , maka masing-masing baut

memikul 1/6 P ( ↑ ).

Akibat momen, gaya yang dipikul baut dipergunakan rumus

sebagai berikut :

K& M = K .r + K .r + …. + K ? .r?
1 dimana r , … r? adalah jarak
K
* *4 baut titik berat pola baut
M) M% M
= = …. =
K
) %
K =
) . U

K =
2
%. U

K
* *5
dstnya
M = P. e

3
*K *6
@

. M . M . . M .
Diperoleh M = )
.r + %
+ ….. + %

M
= ( r + r + r@ + ….. + r )

∑ni=1n r21
M
N=

S.
K = ∑3T) %3
S. V
Jadi K ? = % E % ……E %
) % V

K ? dapat diurai atas X?Y dan K ?Z

S.[V
K ?Y = ∑3T)(\%3 E %3

S.\V
K ?Z = ∑3T)(\%3 E %3

Untuk menentukan besarnya masing-masing gaya baut akibat M lebih

baik ditabelkan sebagai berikut :

No. X (dihitung dar


y x2 y2 KN Ky
baut titik pola)
1 -………. +…
2 -………. 0
3 -………. -…
4 +………. +…
5 +………. 0
6 +………. -…
Σ
(x 2 + y2) = ….

Kemudian akibat gaya P dan M gaya baut yang paling besar dui check

Terhadap kekakuan baut (geser dan tumpuan).

Catatan : Biasanya baut yang menerima gaya paling besar akibat

momen P.e adalah baut terluar, dalam hal ini adalah baut No.1, 3, 54 ,6
H. Sambungan yang membebani baut // sumbunya

Kebanyakan jenis sambungan ini adalah sambungan pelat konsol ke kolom.

e P

+ +
+ +
+ +
+ +
pelat + +
kolom konsol
baut yg memikul gaya // sb nya

P dipindahkan pada bidang kontak antara konsol dengan kolom.

Timbul momen P.e.

Gaya P sendiri dipikul oleh 2 baris baut masing-masing 5 bh (lihat gambar

Haman 31), masing-masing baut – 0,1P (↑)

Akibat momen = p.e : Perhitungan gaya yang dipikul baut dapat dilakaukan

2 cara :

Cara I :Dengan anggap bahwa pelat konsol berputar dimana titik

perputarannya adalah baut paling bawah, dalam hal ini

adalah baut No. 5.

Cara II :Dengan metode luas pengganti (“Transformed area method”)


Cara I :

N1
1
2 N2

3 N3
N4
4
ttk
5 putar M = P.e

Jarak baut 1 ke ke baut 5 (ttk putaran) = h1

Jarak baut 2 ke ke baut 5 = h2

Jarak baut 3 ke ke baut 5 = h3

Jarak baut 4 ke ke baut 5 = h4

M = N1h1+ N2h2 + N3h3+ N1h1

N1 = adalah gaya yang dipikul oleh baut No.1 (ingat ada 2 baut).

Perbandingan segitiga :

= %%= ⋯ =
]) ] ]_
) _

] ] ] ]
M = h1 .h1 + h2. h2 + ….. + hn. .h2 + …… + hn. .hn

(h + h + ….. + h )
]
=

∑-a h-
]
=
e.fg
Nn = ∑i
jTh f
%

k.lm
Jadi NI = ∑m 2

o=n ln

Ganya baut paling besar diterima oleh baut No.1 (ada 2 baut). Jadi

pengecekan baut adalah untuk baut No. 1 :

Akibat P→N1(1 baut)=0,1 P (↑) →menimbulakanτ⊥

>, (S.]) )
∑3Tb ]%b
P.e→N1(1 baut) = (←)→ menimbulakan σtarik

σ- = √σ + 3τ ?d

Sekarang kita tinjau pelat konsol yang dibebani gaya

vertikal dan horizontal di titik A.

e V
H
1 A
2
3
4
e
Gaya V dan H dipindahkan ke titik berat pola baut. Pola baut ada 2 tipe

yaitu yang menghubingkan siku dengan pelat konsol dan yang

menghubungkan siku dengan flens kolom.

Kita tinjau baut yang menghubungkan siku dengan pelat konsol :


Pindahkan V dan H ke titik berat pola baut.

1 * 1
Timbul M
Akibat H masing – masing baut
2 2
H * Memikul 0,25 H ( → )
Akibat B masing – masing baut
3 * 3
Memikul 0,25 V ( ↑ )
* 4
ttk berat V
pola baut
Akibat momen : Baut yang memikuk gaya terbesar adalah 1 dan 4

Tetapi arah gaya yang diterima baut 4 searah dengan akibat gaya H

(baut 4 memikul 0,25 H), sedangkan arah gaya yang diterima baut 1

berlawanan arah dengan akibat H sehingga baut 4 lah yang kita

tinjau.

K4= qK &Y + K &r dicheck terhadap daya dukung


%

baut (N)

Sekarang kita tinjau hubungan siku kef lens kolom :

Akibat V dipukul oleh 8 baut masing-masing 0.125V

Akibat H (tekan) baut tidak memikulnya, tetapi flens kolom

yang memikulnya.

Kaibat M adalah seperti telah dijelaskan sebelum ini.


Cara II : Dengan metode luas pengganti (Tranformed area

method)

P Langkah perhitaungan adalah sebagai berikut:


1. Tentukan lokasi garis netral. baut – baut
yang
s terletak diatas garis netral akan tertarik
sedangkan baja siku (penghubung konsol
s
h dan flens kolom) akan tertekan.
s Jarak baut ke baut = s
s luas baut diatas garis netral
dapat digantikan dengan suatu luas
pengganti berupa persegi panjang.
Luas pengganti = b1. S = π d2
&
/& w D%
b
$
=
Statis momen thd grs netral = 0
h b1 (h-x) . (h-x) = b.x. ½ x
x diperoleh = ……..

g. netral
x

2. Tegangan maximum akibat mome yang bekerja yang terjadi

pada baut palinga atas sama dengan tegangan maximum yang

yang terjadi pada luas pengganti ini.

Menentukan momen intarsia :

1= @b (−x)@ + b@
@

Menentukan tegangan terik yang terjadi :


S (]x\)
σ $ = Angka 2 disini menyatakan bahwa

momen M dipikul oleh 2 baris baut

jadi masing-masing memikul ½ nya.

Menentukan tegangan geser yang dipikul oleh baut :

Jumlah baris = 2

Jumlah baut 1 baris = n

y/
τbaut = ) <τbaut
wD%
z

3. Syarat PPBBI

σ- = √σ + 3τ
{
)2 ≤1
{
atau AISC : ( )2 + (

σ{ = tegangan tarik yang terjadi

σ{ = tegangan tarik izin

τ = tegangan geser yang terjadi

τ= tegangan geser izin


3.1.1.3 Sambungan kolom dan balok.(hanya memikul lintang)

Sambungan ini ada 2 macam yaitu :

- Sambungan yang tidak diperkaku (“Unstiffend seat connection”)

- Sambungan yang dipekaku (“Dtiffend seat connection”)

Sambungan tak diperkaku :Sambungan diperkaku :

Sambungan yang tidak diperkaku

Biasanya dipergunakan jika reaksi balok tidak terlalu besar yaitu

kira-kira 15s/d 20 ton.

“ cleat angle “
( siku penjepit) ••

beam gage “ : g

1/2” ( 6 mm)
(AISC)

L
“ seat angle “
( siku dudukan ) ada 6 tipe
L

A D
a

B E

C F

a a

Tipe seat angle L a


A 6" 2 3/4"
(=15 cm) = 7 cm
B 6" 3 1/2"
= 15 cm = 9 cm
C 8" 5 1/2"
= 20cm = 14 cm
D 8" 2 3/4"
= 20cm = 7 cm
E 8" 2 3/4"
= 20cm = 7 cm
F 8" 2 3/4
= 20cm = 7 cm

Tipe-tipe “ASEAT ANGLE”

( Kami ambilkan dari Manual of steel contruction, LRFD, AISC”

page 5-40 s/d 5-5-48).


Pada tabel V, Bab 5 AISC manhual practice of steel contruction,

LRFD dapat kita tentukan ukuran seat angle yang diperlukan jika

diketahui reaksi yang bekerja, mutu baja.

Gaya reaksi dari balok diaggap disalurkan ke suatu panjang “Seat

angle” diukur dri ujung balok ke suatu titik, jarak tersebut kita

kita namakan B.

.$- " .
.
B=
}

“ cleat angle “

b
B

+ 300

σtp= tegangan tumpuan yang diizinkan = 1,35

tb= tebal badan

b = B - h2 √3

dan b tidak boleh kurang dari B/2

b = panjang dari bidang kontak dudukan diukir dari ujung balok

h2 = jari dari serat terluar ke akhir lengkungan pad pada flens

dalam. Gaya reaksi tersebut dianggap terbagi rata sepanjang

b, pada seat angle jarak kosong antara ujung balok dan

permukaan luar kolom dianggap = 13 mm.


Penangkap kritis dari siku, dapat dianggap berlokasi sejauh

10 mm dari permukaan kaki yang vertikal dari “seat angle”.

Jadi momen kritis pada “ Seatangle”


adalah :
1,3 b/2 M = R ( 1,3 + b/2 – t – 1,0)
= R ( b/2 – t + 0,3 ) kg cm
t = tebal flens dari seat angle
lokasi dari (cm).
reaksi balok

1 cm

penampang
t kritis

Jika panjang “Seat angle” = L

L biasanya sama atau kurang sedikit dari lebar flens kolom.

Dan σ = tegangan normal akibat lentur (yang diizinkan).

S
Maka σ = )1 % ≤σ
V

Jadi ukuran “Seat angle” dapat kita peroleh. Untuk “Cleat

angle” biasanya dipergunakan L 100.75.9

(Flens vertikal = 75 mm, flens horizontal = 100 mm)

Sekarang kitra tinjau sambungan yang diperkaku :

Jika reaksi balok melebihi 20 ton, ketebalan “Seat angle”

untuk sambungan yang tidak diperkaku menjadi besar

sehingga profil yang diperlukan tidak ada di pasaran,

atau jumlah baut yang perlu menjadi banyak (di pasang

Pada kaki yang vertikal) sehingga lebar “Seat angle” yang


diperlukan melebihi lebar ∗kolom. ∗ = flens, ( ini tidak dapat

dipakai). Untuk itulah diperlukan pengaku.

B
ambil 12 mm
30 h
“seat angle”
“stiffening leg“
(kaki pengaku)
pelat pengisi

Lebar dari “Stiffening leg” (Kaki pengaku) = B

~
B=
}.

Gaya reaksi tsb disalurkan keseat angle melalui panjang bidang

kontak b.

b = B - √3. h

dan b tidak bolah kurang dari B/2

Dengan diketahuinya B, kita dapat menentukan profil dari

“Stiffening leg”. Yang perlu diingat adallah tebal siku ataupun

profil T yang dipakai harus lebih besar daripada tebal badan dari

profil balok.

Pengecekan “Stiffening leg” adalah sebagai berikut :


xI
YI xI momen yang bekerja adalah thd
b sb Y, untuk kasus kedua siku
dihubungkan dengan baut atau
1+ pun paku keling.
x I 2+ YI Tetapi jika kedua siku ini
3+ + terpisa, maka akan terjadi
XII+4 + momen
+
+

Terhadap sunbu XI XI dan YI YI

Jika reaksi balok = R, dipikul oleh 2 siku “Stiffening leg”.

MX’X’ = 1/2 R (e)

MY’Y’ = 1/2 R. f

Akibat MY’Y’:

“Stiffening leg” akan berputar dengan titik putarannya :baut 4 baut

Nomor 1 memikul gaya tarik terbesar :

S•€ •€ .])
∑•3T) %)
N1

Akibat MX’X’ : Cari titik berat pola baut.

+1 Sƒ€ ƒ€ . )
∑z3T) %3
K1 (berupa geser) =
+2
+3 r1adalah jarak baut No.1 thd titik
+4 berat pola baut
+

K _‚
= Adalah akibat MX’X’,MY’Y’ dan akibat R (dipikul oleh 8 baut).

Lalu check terhadap kekuatan baut


3.1.1.4 Sambungan balok dan kolom yang memikul kolom + geser

Kadang-kadang asmbungan baolok dan kolom harus memikul momen + geser

yang besar, seperti pada portal baja, “gable frame”.

Sambungan demikian ada 2 tipe :

1. Sambungan kaku (“Rigid Connection”)

Pada sambungan jenis ini, tak boleh terjadi perubahan sudut antara antara

bagian-bagian yang disambung.

2. Sambungan setengah kaku (Semi rigid connection)

Pada sambungan ini, perubahan sudut antara bagian yang disambungkan

boleh terjadi.

Kita tinjau sambungan berikut memikul momen + geser.

D M

Bekerja momen + lintang

Sebelum kita membahas teori ini baiklah kita bahas dulu perencanaan siku

penghubung balok dan kolom sebagai berikut.


A
C

kolom kolom balok

Pada sambungan balok dan kolom yang hanya memikul lintang (geser) saja,

siku penghubung balok dan kolom harus berdeformasi sedemikian sehingga

memenuhi syarat sambungan yang semi kaku. Tetapi jika siku tersebut, yang

akan menimbulkan gaya pada baut , disamping gaya lintang yang bekerja.

Untuk sambungan yang kaku sekali, deformasi ini tidak boleh terjadi. Pada

gambar diatas, tergambar bentuk deformasi dari siku. Deformasi yang terjadi

akan tertahan olej baut No. A (gaya baut berupa tarik).

Misalkan gaya baut A = R

A
b
R M
a A
1 M
B
B
∆ M
C
a
R
Anggap baut A dan C, perletakan berupa jepit

θA θC= 0

Panjang siku = b

Momen inersia flens siku = bt3

t = tebal flens

Tinjau bagian BC :

S …._% S ˆ._%
@†‡ ?†‡
θB = + dimana MC = MB (Lihat mekanika Teknik III jilid I)

S …._%
&†‡
= (1)

Tinjau bagian AB :

S …._) S ˆ._) ∆

@†‡ ?†‡
θA = - = 0 (A diangap jepit)
)

S Š._) S …._)
@†‡ ?†‡
jadi = -

S …._) S …._) ∆

@†‡ ?†‡
θB = -
)

S …._) S Š._) S Š._) S …._)



@†‡ ?†‡ @†‡ ?†‡
= - -

) )
(MB - Ra + MB)
?†‡ ?†‡
= (3MB - 3MA)=

~.
+ MŒ )……(2)
)
†‡
= (−

Persamaan (1) = (2) diperoleh :

~) %)
MΠ=
& )E %
~ )( )E %)
& )E %
dan
Jika a = a = a→diperoleh MA= 0.6 R a

MB= 0.4 R a

MC= 0.2 R a

Jadi jika deformasi terjadi pada siku penyambung, maka pad siku tersebut akan terjadi

momen. Momen ini dipergunakan untuk merencanakan tebal flens siku penyambung.

Kita juga bisa menghitung besarnya :

(M Р1/2MΠ)
@†‡ †‡
= = (0.6 R a – 0,2 R a)

>. @@@~ •
†‡
=

Jika sebagai penyambung bukan digunakan siku tetapi profil T:

A Diformsi profil T tersebut adalah


a B C simetris thd ttk B sehingga
tangen sudut di B = 0 sehingga
a
T adalah M = MΠ= 0,5 R a.
momen yang bekerja pada profil

Kembali kepersoalan :

1
2

3 8
4 9 h a
5 10

6
7
I II
Lihat Gambar I :

Akibat momen : A. baut penghubung siku kef lens kolom

Baut 1 dan 2 memikul gaya tarik. 3 dan 4 tekan. Lengan momen antara

titik berat baut 1,2 dengan titik berat baut 6,7 dan a

S
D -.!" !
a= dimana daya pikul baut = 2 kali daya pikul 1 baut

Dengan harga a kita dapat perkirakan profil siku yang dipakai.

B. Baut penghubung siku kef lens balok

Lengan momen = h = tinggi profil.

S
]
Gaya geser yang bekerja pada baut =

Jumlah baut pada masing-masing siku

S/]
D -.!" !
=

C. Menentukan ukuran profil siku :

Setelah kita peroleh jumlah baut yang menghubungkan siku dan flens kolom,

jarak-jaraknya ditentukan dan kita hitung lagi lengan momen a.

Momen yang dipergunakan untuk menentukan ukuran siku adalah

M’ = 0.6 R.a’

S
Dimana R =


Check : σ = ) %
b= panjang siku (⊥ bidang gambar)
V
••

Dipeoleh tebal flens siku


Akibat lintang :

Dipikul oleh siku yang menghubungkan badan balok dengan flens kolom.

Baut yang menghubungkan badan balok dan siku :

Baut bekerja 2 irisan, cari daya pikul baut.


D -.!" !
Jumlah baut =

D = lintang yang bekerja

Baut yang menghubungkan flens kolom dan siku :

Baut bekerja 1 irisan


D -.!" !
Jumlah baut =

Tinjau sambungan tipe II (Mempergunakan profil T)

Akibat momen :

A. Baut yang menghubungkan siku dengan flens kolom :

cara pengerjaannya idem dengan yang diatas.

B. Baut yang menghubungkan flens balok dan siku :

cara pengerjaannya idem.

C. Ukuran profil :

Ingat M = 0.5 R.a’

Akibat lintang :

Idem

Catatan : Lengan momen untuk merencanakan baut penghubung siku

dengan flens kolom adalah tinggi profil = h

Untuk jelasnya silahkan anda lihat contoh-contoj soal.


3.1.1.5 Sambungan pada gelegar

Sambungan pada gelegar tarik berupa :

- Sambungan pada badan (“Web”)

- Sambungan pada flens

pelat penyambung flens

+ + + + + +
+ + + + + +

pelat penyambung badan

Masing-masing pelat penyambung mempunyai fungsi yaitu :

Pelat penyambung flens :

Memikul momen flens

Pelat penyambung badan :

Memikul momen badan + gaya lintang

Jadi jika flens terputar, maka harus disambung dengan pelat penyambung flens

yang mampu memikul momen flens. Jika badan terputus, maka harus

disambung dengan pelat penyambung badan yang mampu memikul momen

badan.
Pembagian momen yang bekerja : Atas mamen flens dan momen badan :

Patokan :

Garis elastis profil = garis elastis flens = garis elastis badan

D% S} ’3‚ S’‚ “ S _”_


D\% †‡} ’3‚ †‡’‚ †‡ _”_
= = =

‡ _”_
‡} ’3‚ .S _”_
Jadi : Mbadan=

Dan Mflens= Mprofil - Mbadan

Menentukan Ibadan:

ts

h
tb

ts

Ibadan = tb (h – 2ts)2

Macam-macam sambungan selegar

A. Sambungan dibuat sekuat profil gelegar tarik.

B. Sambungan dibuat sekuat gaya yang bekerja di lokasi sambungan

(momen + lintang ).

Keuntungan dan kerugian masing-masing jenis sambungan :

Sambungan sekuat profil :

Jika kita harus menentukan dulu momen max dan lintang max yang dapat

dipikul profil dan berdasarkan hasil tersebut kita dapat merencanakan

sambungan jenis ini.


Keuntungan :sambungan dapat diletakan dimana saja pada bentang balok.

Kerugian :sambungan ini tidak ekomomis (mahal).

Sambungan sekuat gaya yang bekerja :

Keuntungan : sambungan ini ekonomis.

Kerugian :tidak dapat dipasang dimana saja, jadi kita pasang dilokasi dimana

M + D yang kita rencanakan untuk perhitungan sambungan tersebut.

3.1.1.5.1Sambungan dibuat sekuat profil

A. Menentukan M max :

lubang

Karena profil tersebut mempunyai


h kelemahan pada penampangnya
akibat lubang baut,
makaperhitungan kekuatan,
h dipergunakan Wnetto dan Inetto

Kita anggap ada 2 baris lubang pada masing-masing flens.

Inetto = Iprofil – 4 A. a2

A = luas 1 lubang

B = jarak lubang ke garis berat penampang

Mma x = Mnetto . H

B. Menentukan D maximum :
{. .

Dmaxtidak sama dengan tetapi dicari dengan rumus Huber Henky.

σmax τ

ts
σ1

] ]
σ : σ = ( - t $ ):


x “
σ = %
]/

diperoleh

{.

Dmax=

b = Tebal badan profil

1 =1x(bukan 1netto)

S = Statis momen dari flens terhadap garis berat penampang.

Silahkan lihat contoh soal.

3.1.1.5.2 Sambungan direncanakan berdasarkan gaya-gaya yang bekerja

di lokasi sambungan

Misalkan balok 2 perletakan, bentang 10 meter, dibebani terbagi rata. Balok

tersebut akan disambung pada lokasi sejauh 4.5 meter dari perletakan. Maka
langkah pertama menentukan M, D pada lokasi tersebut. Selanjutnya adalah

seperti pada sambungan sakuat profil.

3.1.1.5.3 Merencanakan pelat penyambung dan jmlah baut

A. Pelat penyambung flens :

Momen flens akan dilawan oleh


s s monen
kopel yang ditimbulkan oleh gaya s
yang bekerja pad flens atas dan
bawah.
lengan mome adalah h’
S’‚ “

s s S=

Menetukan besarnya h’ :
Jika akan dihitung secara tepat
t maka h’ adalah jarak antara titik
berat diagram teg.
(trapezium).dan karena tebal pelat
penyambung (=t) kecil maka boleh
h’ dianggap titik berat diagram teg
tersebut ada di tengah – tengah.
t Jadi h’ = h + t

Tapi dalam perhitungan, h’ beloh diambil = h (tinggi profil)

S’‚ “
]
Jadi S =

Dan perlu diingat : luas pelat penyambung lusa flens. Tebal pelat penyambung

biasnya 6, 8, 9, 10, 12, 13, 15, 16, 18, 19, 20, 25, 28, 30, 32, 38, 50, 65, 70,

100 (ada dipasaran → “hot rolled steel plates”).


Luas penampang netto pelat penyambung flens dapat ditentukan langsung.


An= ; σ = teg. tarik izin pelat = σ
)


Jumlah baut (=n) = ; N = daya pikul izin 1 baut.

B. Pelat penyambung badan :

Direncanakan memikul momen dan lintang.

Ukuran plat penyambung :

Pada profil baja, biasanya


hubungan antara badan dan flens
tidak menyiku tetapi ada
h1 lengkungan. Tinggi pelat
penyambung (h1) dapat keta lihat
pada tabel baja.

Contoh INP40 :

ts H = 400 mm
ts= 21,6 mm
r (kelengkungan) = 14,4 mm
h1
h h1= h – 2 ts– 2r
d
= 400 – 2 (21,6) – 2(14,4) = 328 mm
dan pada tabel = 323 mm
t Jadi tinggi pelat penyambung
maximum 323mm

tebal pelat penyambung badan :

Sayarat : 1pelat penyambung ≥ 1badan

2. .t.h@ ≥. d (h – 2ts)3
t diperoleh

Perhitungan jumlah baut :

** Untuk tipe sambungan yang dibuat sekuat profil, ada 2 pendapat

tentang dimasukkan atau tidaknya nilai lintang.

Pendapat 1:Berhubung sambungan sudah direncanakan terhadap M max,

D tak perlu ditinjau lagi. Jadi pelat penyambung badan hanya

memikul momen badan.

Pola baut kita tentukan dahulu


(taksiran saja jumlahnya) lalu check
M M terhadap gaya yang bekerja pada baut
terhadap daya pikul tersebut.

Pendapat II :D tetap perlu ditinjau.

M dan D bekerja pada titik berat pola


+ + baut.
M
+ + Ceck terhadap kekuatan baut.

D
** Untuk tipe sambungan yang dibuat berdasarkan M, D yang bekerja :

D dipilih ke titik berat pola baut,


+M + + M+ timbul momen tambahan sebesar
+ + D ++ D ∆M = D. e
Jadi momen yang bekerja pada titik
e e berat pola baut = M + ∆ M dan juga
bekerja lintang.
Check kekuatan baut.
Data - data INP40 :

21,6
Ix = 29210 cm4
Wx = 1460 cm3
400 Sx = 857 cm3
14,4 Aprofil = 118 cm2

155

Check terhadap momen :

σ
2,16
σ1
20

S
σ=
—ƒ

˜. >™
&?>
= 1600→ P = 11,68 ton

σ1 :σ = (20 – 2,16) : 20

( >x , ?) @?,BB( A,/&)y


> >
σ1 = = = 122,2P
Check terhadap geser :
τ1

τmax

‘.•Y
τš \ . Y
=

Sx= statis momen separuh terhadap sb x = 857 cm3(tebal baja)

b = 1,44 cm

D = P ton = 1000 p kg

P = 45,55 ton

Check kombinasi momen + geser.

‘.•’‚ >>>y ( , . , ?.( >x .>/>)


τ = “
. Y ,&&. B >
=

= 15,06 P kg/cm2

Huber Henky : σ- : K(122,2P) + 3(15,06P) ≤1600

P≤12,80 ton

Jadi ditinjau dari segi kekuatan balok : P = 11,689 ton


Periksa kekuatan baut konsol :

P Jika P tepat diatas titik A,


maka gaya yang bekerja
4,5 N1
A pada konsol = P ton. P
1 pindah ke titik berat pola
11 baut timbul momen M =
2 p. 13 = 13P tcm
4,5

S @y
])
N1 = = = 1,182 ton

Dipikul oleh 2 baut. Masing-masing = 0,591 P ton. Akibat P dipikul

oleh 4 baut masing-masing 0,25 P :

, / y. >>>
Akibat N1 = σ
.)z w( , )%
= = 155,47 P kg/cm2

>, y. >>>
Akibat geser τ = )w( , )%
= 65,77 P kg/cm2
z

√σ + 3τ ≤σtr

σ = K(155,47P) + 3(65,77P)≤0,7(1600)

P≤5,81 ton

Check kekuatan plat :

>, y. >>>
H•ž = ( ,@)( ,?)
≤ 2400

P ≤ 35,3 ton

Jadi P yang diizinkan + 5,81 ton

(Tapi lendutan balok tak ditinjau dan kolom belu kita tinjau →
teori kita belum sampai disini ).

Soal 15 : Diketahui balok baja IPE30

S merupakan sendi gerber (Lihat detailnya)

S B
A • 150
1,5 m 4,5 m 10,7
* 300
tebal 10mm

1 7,1

IX= 8360 cm4


170
WX= 557 cm3
Berat sendiri =
42,2 kg/m
pot 1 - 1
80 80 150
1
∅ baut (tak diulir penuh) = 22 mm

mutu baut dan baja adalah Fe360

Beban P (terpusat) bergerak diatas balok AB.

Pertanyaan :P max yang diizinkan (berat sendiri diperhitungkan),

jika ditinjau dari segi kekuatan baut saja

Jawab :Reaksi disendri gerber paling besar jika P berada tepat di S.


P 42,2kg/m

S 4,5m B

Akibat berat sendiri + P, reaksi di S

(& , )(&, )
= + P = (94,95+ P) kg

Tinjau pola baut :

Pindahkan titik berat pola baut, timbul momen = (P+94,95)(23)

Kg/cm.

1 2 3

17cm

4 5 6
P + 94, 95
8 cm 8 cm

Baut yang memikul gaya terbesar akibat momen adalah 1; 3; 4; 6

K = K @ =K & = K ?
(yEB&,B )( @)(K/% E/, % )
& (@/B& (yEB&,B ).#
=

Akibat (P + 94,95) kg masing-masing baut memikul

K @ = K @ sin Ÿ = 0,7282 K @ (←)

K @ = K @ cos Ÿ = 0,6854 K @ (↑)

/,
/
Tg α =

cos Ÿ = 0,6854

sin Ÿ = 0,7282

((0,7282)0,38942(¥ + 49,95))
Ktotal = ¢
+(0,6854(0,38942)(¥ + 49,95))

= (P+94,95). 0,5181

>, / (˜EB&,B )
τ= )
. ¦( , )%
z

P ≤ 13992 kg

>, / (˜EB&,B )
H•ž =
( ,@)(>,A )
≤ 2400

P≤ 7470 kg

P yang memenuhi adalah 7470 kg

3.1.1.6 Sambungan batang tarik

Sambungan batang tarik harus sedemikian sehingga tidak menimbulkan

momen, artinya titik berat pelat penyambung harus berimpitan dengan titik

berat profil yan gdisambung.


e e

e = jarak titik berat profil e = jarak titik berat pelat

ke serat atas profil penyambung ke serat atas profil.

Disamping itu, luas netto penyambung harus lebih besar atau sama dengan

luas netto profil.

3.1.2 Alat penyambung berupa las (“Weld”)

3.1.2.3 Pendahuluan :

A. Macam-macam proses las :

1. Las antogen

Menggunakan gas acetylin + zat asam

2. Las listrik

3. Las busur cahaya tanpa atau dengan menggunakan batang las

(batang elektrode).

B. Macam-macam las

Pada konstruksi baja, kebanyakan digunakan 2 macam las yaitu las sudut

(hampir 80% dari macam las yang dipakai), dan las tumpul (“Grove weld”).
Gambar:

las tumpul las sudut

(Tipe “Groove weld” ) (“fillet weld”)

A A

Las tumpul
Las sudut

Las tumpul tipe Kombinasi ;as tumpul

“slot weld” dan las sudut

jjljkkklklkl

Las sudut pipih Las sudut cekung Las sudut cembung


3.1.2.4 Peraturan tentang sambungan las (PPBBI ps. 8.5)

1. Panjang netto las sudut

1b = 1bruto– 3 a

1b = panjang netto las

1bruto = panjang total las (bruto)

a = tebal las

Untuk ketiga jenis las sudut, harga a seperti tercantum pada gambar

dibawah ini :

a a a

Panjang netto las ≥ 40 mm

≥ 80 mm atau 10 kali diameter batang las

Panjang netto las≥ 40 a

Dan jika diperluakan panjang las > 40 a, maka pengelasan harus dilakukan

terputus-putus.
Untuk las yang terputus-putus :

- Batang tekan :

Jarak antara bagian-bagian las ≤ 16t atau 20 cm

≤ 16t atau 30 cm

Batang tarik :

Jarak antara bagian-bagian las ≤24 t atau 30 cm

≤ 24t

t = tebal terkecil antara elemen yang di las

2. Tebal las sudut (=a) :

a ≤ 1/2 t √2

t = tebal pelat terkecil dari elemen yang dilas.

3. Gaya yang ditahan las membentuk sudut dengan bidang retak las.

12131545413
P
bidang retak las Pr

Py

Tegangan miring yang diizinkan : bidang retak las

σ α= σ
√$- % E@¨ $%

α = sudut antara gaya P dengan bidang retak las

y
σ© = <σ©

σ- = √σ + 3τ

atau σ- = <σ
ª
«

σ = tegangan normal pada bidang retak las.

τ = tegangan geser pada bidang retak las.

4. Gaya yang diizinkan untuk berbagai dambungan las

4.1 Las timpul (Gaya tarik)

P = σ. A (untuk α = 900)
P P
4.2 Las tumpul (Gaya tekan)

P = σ. A (untuk α = 900)
P P

¥= 0,58.H . A
4.3

P P (untuk α =00 )

P= 0,58.σ. A
4.4

P P (untuk α =00 )

P= 0,58.σ. A
4.5

(untuk α =790)
P P

4.6
P= 0,75.σ. A
P P (untuk α =450)

4.7

P= 0,75.σ. A
P P (untuk α =450)
P P P P P P

t t
P= 1,2.σ. A P= 0,82.σ. A P= 0,89.σ. A
(α =720) (α =770)

Catatan : Tebal las minimum 4 mm

Pada hubungan batang tarik dengan pelat tumpul buhul., las terbagi atas 2

yaitu las kepala dan las tepi.

Las
Kepala
BAB IV

BATANG TEKAN

(“COMPRESSION MEMBERS”)

4.1 Teori dan Rumus-rumus :

4.1.1 Pendahuluan

Kita tinjau batang panjang L mendapat gaya tekan N.

N N

Batang tekan tersebut hanya mampu menerima gaya tekan sampai batas

Tertentu yang dinamakan gaya oritis (Notasi : Pkr).

Menurut Euler : Pkr =

(Lihat Mekanika Teknik II Jilid 1 seri DELTA)

Dimana Lk = panjang batang tekuk = k . L

L = panjang batang tekan

k = koefision panjang tekuk

Utuk kondisi perletakan sendi-sendi : k = 1 pada tabel 6,

PPBBI dicantumkan besarnya koefisien, tekuk sebagai berikut :

L K=1

K=1
• •
K = 1/2
Lk

K = 1/2 √2
Lk •

Tegangan kritis (¬-® ) :

yF
σ. = A = luas penampang batang tekan

w% †‡
1
.1F
= = 1/A

w% †-%
¯
1%F
= = angka kelangsingan batang

w% †
¯ = L. /1
°%
=

Tegangan tekan yang diizinkan pada batang tekan :

²
Utuk tabel W : σk=

tabel : σk= ασ dimana α—

σF)
³
Satandard AISC : σk =

f = faktor keamanan
4.1.2 Pengaturan tentang stabilitas batang tekan (PPBBI)

A. Batang tekan harus direncanakan sedemikian sehingga setabilitasnya

Terjamin (taka da bahaya tekuk) dengan syarat :

W ≤σ

dimana W = Faktor tekuk yang tergantung pada harga λ

N = Gaya tekan pada batang

A = Luas penampang batang tekan

B. Mendapatkan harga W :

PPBBI mengadaptasi rumus tekuk dari TGB 1972. Pada suatu mutu baja

tertentu, akan mendapat suatu harga λ batas (ditulis : λ# )

Jika λ<λ# akan terjadi tekuk elastis .

Jadi pada saat λ<λ# , maka baja akan meleleh dan tegangan pada

baja = σ (= tegangan leleh).

w% †
σ =
°%µ

Percobaan-percobaan telah membuktikan bahwa tekuk plastik tidak pernah

tercapai pada saat tegangan mencpai tegangan leleh, karena ada tegangan

sebelumnya yang disebut tegangan residu (“Residual stress”) sebesar 0,3 σ

w% †
Jadi : (σ = 0,3 σ ) =
°%µ


Diperoleh λ# = πq
>.A µ

Sayarat : ≤σ.
)
Ruas kiri dan kanan dikalikan dengan
F

H
H¸¹
)
≤ .σ.
F

Diperoleh W ≤σ untuk kondisi plastis dan untuk

kondisi elastis, harga faktor keamanan 1,5 dimasukkan

kedalam rumus ini, diperoleh :

)
,
W

Atau W ≤σ dimana σ = tegangan dasar baja

……… Rumus (6) PPBBI

Harga ditabel pada tabel 2; 3; 4; 5PPBBI :

° †
λ$ = = dimana λ# = πq
°µ >,A 3

Hubungan λ$ dan W:

≤ 0,183 1
,&
,183<λ$ < 1
, B@x°“
W=

W = 2,381 λ$
≥1

(Mutu baja Fe 310 = Bj 34)

, . >V
λ# = πq
>.A ( >>)

= 118,74
¶ >
λ$ =
¶· /,A&
= = 0,42
,
karena 0,183<¯º <1→ W =
, B@x>,&
= 1,2

Pada tabel PPBBI (tabel 2) untuk λ = 50, Bja Fe 310 :

diperoleh W = 1,193.

Contoh lain :λ = 56,8; baja Fe 360 (= Bj 37)

Pertanyaan W = ?

Cari tabel (3) untuk Fe 360 :

λ = 50 → W = 1,234

λ = 57 → W = 1,206
B,/x >
¯ = 56,8 → W = 1,234 -
Ax >
(1,234 – 1,206)

= 1,207

C. Pembatasan harga λ :

λš- -š!š = 20

λš .$-š!š = 200

D. Pengertian tentang residu

Tegangan residu merupakan tegangan yang tertinggal dalam suatu batang

setelah batang tersebut dibentuk menjadi produk akhir.

Tegangan ini merupakan hasil daripada deformasi plastis yang disebabkan

oleh beberapa faktor yaitu :

a. Pendinginan yang tidak merata yang terjadi setelah pembuatan profil

b. Melengkungkan secara dingin (“Cold bending”) selama fabrikasi.

c. Pengelasan.

d. Pembuatan lubang dengan pons.

Pembagian tegangan residu pada profil WF :


tarikan

tekanan

tegangan
pada flens
tagangan
pada badan

4.1.3 Pengertian sumbu utama :

Proses tekuk terjadi pada sumbu utama

Kita tinjau profil WF berikut :

Sekarang kita tinjau profil siku :

Sumabu X dan Y bukan sumbu utama


karena bukan sumbu simetris. Sumbu
adalah sumbu simetris. jadi merupakan
sumbu utama. Sumbu memotong tegak
lurus sumbu, jadi merupakan sumbu
utama.
Pada tabel baja, dapat anda lihat bahwa
I jadi tekuk akan terjadi pada
sumbu (Sumbu lemah).
Berdasarkan 1 dan 1 dapat dulihat pada tabel baja atau pakai rumus.

+ q»
‡Y x ‡Z ‡Y E‡Z
Imax= ¼ + I\

-q »
‡Y x ‡Z ‡Y E‡Z
Imin = ¼ + I\

4.1.4. Pengertian sumbu bahan dan sumbu bebas bahan

Pada saat tunngal (terdiri atas 1 profil saja), kedua sumbu merupakan

sumbu bahan, sebab memotong profil tersebut. Tetapi pada batang

tersusun (terdiri atas beberapa profil yang digabungkan), maka mungkin

salah satu atau kedua-duanya merupakan sumbu bebas bahan.

Sumbu bebas bahan adalah sumbu yang tidak memotong profil.

Kita lihat gambar berikut :

Sumbu X dan Y adalah sumbu bahan


X
Profil tersusun :

sb X = sb bahan

sb Y = sb bebas bahan
Y
X dan Y sb bebas bahan

X
Pada profil berikut :

las Antara kedua siku tersebut dilas


tumpul (tumpu) sehingga menjadi satu
kesatuan sehingga :
sumbu X adalah sumbu bahan
sumbu Y juga sumbu bahan.

4.1.5 Profil tersusun dihubungkan dengan plat melintang, dengan gaya tarik

sentris. (Salah satu sumbu adalah sumbu bahan)

PPBBI mengatur tentang profil tersusun sebagai berikut :

1) Pada profil tersusun harus dihitung kekuatannya terhadap saumbu

bahan dan sumbu bebas bahan.

2) Profil tersusun dibentuk dari beberapa profil tunggal yang

dihubungkan pada tempat-tempat tertentu dengan menggunakan

pelat kopel (“Lancing”).

3) Kelangsingan batang :

Kita tinjau profil tersusun berikut:


pelat kopel
Sb X adalah sb bahan

λX= F Y
- Y
I.Y = panjang tekuk profil tersusun
i\ = jari – jari inersia terhadap sumbu X
‡Y
=q _‚
_‚ } ’3‚

Sb Y adalah sb beban bahan


š 2
iY = qλ2Y + λI

i = untuk penampang tunggal


pelat kopel
= L1/i min
i
min = I dari 1 profil tunggal yang terkecil

Untuk profil siku :

Y
i adalah i
L1 (terkecil)
X

Sb Y adalah sumbu bebas bahan


λ = yang dihitung terhadap sumbu Y dengan anggapan bahwa batang

Tersusun ini menekuk sebagai satu kesatuan.

a a
1FZ ‡Z "
= dimana iy = q
-Z
λY =
_‚

2
°a
X I _‚
= 2i° + A profil

dimana Atotal = 2 A1 profil

a = jarak titik berat 1 profil

terhadap sumbu Y.
Harga m adalah jumlah profil tunggal yang membentuk satu kesatuan.

Pada gambar-gambar berikut : Harga m tercantum

m=2
a a a
b
m=3

Y
Y

X
X
c
mX = my= 2

d
mX = 2 my= 2
Khusus gambar (b) :

Iy total = 2 I + AI profil . a
#

I = adalah Iyuntuk 1 profil


#

4) Syarat-syarat pelat kopel :

4.1 Pelat kopel membagi profil tersusun atas beberapa bagian yang

sama panjang.

Misalkan panjang batang 400 cm, jarak kopel pelat diambil 50cm,
&>>
>
Berarti jumlah kopel pelat = + 1 = 9 kopel pelat.

1 2 3 4 5 6 7 8 9

8 x 50 cm

Harus diusahakan agar jumlah kopel pelat berupa angka genap

jumlah medannya ganjil.

Alasan kenapa jumlah pelat kopel harus genap :

Kita tinjau batang tekan (Sendi-sendi) berikut :


y

N N
x f
1/2L

Akibat gaya tekan N, batang akan menekuk, besarnya lendutan = Y


w\
y = f sin
1
: f = Lendutan maximum ditengah

Benteng

(Lihat MEKANIKA TEKNIK II JILID 1)


w\
y = f sin
1
D ¦ w\
=f cos
D\ Ã 1

D% \ w% w\
sin
D\ % 1% 1
=-f

D• w• w\
cos
D\ • 1% 1
=-f

Ä•Å
ÄÆ •
D = -EI

w• w\
cos
1• 1
=f

diagram D digambarkan :

w•
1•
untuk x = 0 → D = EI f

x=½L→D=0

w•
1•
x = L → D = EI F

diagram D akibat
normal tekan

jadi ditengah bentang D = 0 → tak perlu dipasang pelat kopel.

4.2 Jumlah pelat kopel minimum 3 buah


++

++
++
++

++

++
4.3 Ukuran pelat kopel :
‡} ‡
≥10
1

I = th3(untuk pelat kopel)

Ip= 2. t h3( untuk 2 pelat kopel )


L1
a = jarak sumbu – sumbu profil tunggal.

h t = tebal pelat kopel


t h = lebar pelat kopel

L1= jarak pelat kopel

a I1= inersia batang tunggal terhadap sb

Y lemah

X
Karena IY= lebih kecil daripada
IXmaka I1= IY

Karena I < I maka I1= I


X
4.4 Gaya yang dipikul oleh pelat kopel

Jika batang tekan hanya Jika batang tekan memikul

Memikul gaya tekan maka gaya tekan N, dan juga beban q

(terbagi rata) maka D dipilih

terbesar antara

D = 0,02 N 0,02 n\N dan qL

N N
• •

L q

• •
N N

D akan tmenimbulkan tegangan geser.

‘.•Z
Y
‡Z.
λ=

X Ingat Y = Sumbu bebas bahan

Sy= A1 profil .( a)

Iy= 2 (nÅÇ + A1 profil ( a)2)


a
b diambil = 1 satuan

jadi gaya geser persatuan


panjang = t.
‘.•Z
‡Z
t=

sedangkan jarak kopel = L1


L L
jadi gaya geser yang dipikul
oleh kopel = L = t. L1

4.5 Penyambung pelat kopel ke profil tersusun :

4.5.1 Jika menggunakan baut :

1 Gaya L dipindahkan ke pola


baut,timbul momen = L. b

baut memikul monen + geser


( baut bekerja 1 irisan)

Ingat :
L b Jika ada 2 pelat kopel maka
gaya yang dipikul pola baut
t adalah L/2.

Jika hanya ada 1 pelat kopel


b
1 maka gaya yang dipikul pola
baut adalah L.
Check pelat kopel pada potongan 1-1 :

Penampang mengalami perlemahan :

a. Cari Wnetto ; Anetto


S

σ= dimana M = L. b (untuk 1 pelat kopel)

M = L. b (untuk 2 pelat kopel)

1
τ= dimana L adalah untuk 1 pelat kopel dan

Untuk 2 pelat kopel menjadi L

Karena penampang mengalami perlemahan maka Rumus

Huber Henky berlaku yaitu :

σ = √σ + 3π
4.5.2 Jika menggunkan las :
Pindahkan L ke las No. 2

Timbul momen L. n

1 jadi las 2 memikul geser


sebesar l atau 1/2 L
(tergantung jumlah kopel
2 L h pelat).
Lalu mome yang terjadi
diimbangi oleh gaya pad alas
1 No. 1. sebesar M/H
b

Pengecekan penampang (tidak ada perlemahan) :


S 1
σ= τmax =
— @ } ‚_ F } ‚

Rumus Huber Henky tak berlakau untuk kasus ini


DAFTAR PUSTAKA

1. Salmon, Charles; S Hohnson, E.

Steel Structures, Design and behaviour, 2 and adition.

2. Arya Ajmani.

Design of Steel structures, 3rd edition.

New Chand & Bros Roorkee, 1976.

3. Vazirani, V.N ; Ratwani, M.M.

Steel Structures, Khana Publishers Delhi, 1977.

4. Spiegel Leonard, Limbrunner George.

Applied Structural Steel Design, prentice Hall, 1986.

5. Steel Designers' Manual.

Crosby Lockwod Staples London, 1972

6. Lin, TY ; Bressler, Boris

Design of Steel Structures, second adition , 1968.

7. Kuzmanovio, Bogdan ; Willems, Nicholas

Steel Design for Structural Engineers, Prentice Hall, 1977.

8. Mannual of Steel Construction, Load & Resistence Factor Design, first

edition, AISC.

9. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI), DPMB, 1983.

Anda mungkin juga menyukai