Tumor Mandibula
Tumor Mandibula
Tumor Mandibula
Oleh:
Salicha Oktamila Astiti G99161088
Penguji:
Dr. Risya Cilmiaty, drg., Msi, Sp.KG
PENDAHULUAN
2
manifestasi penyakit sistemik dalam rongga mulut dan
penatalaksanaannya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
a. Jinak
b. Ganas
4
3. Tumor kelenjar liur (Adenokarsinoma)
(Nthumba P, 2013).
5
3.1.2 Ameloblastoma
Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yamg sering
terjadi. Tumor ini berasal dari beberapa sisa- sisa elemen epitel dari
pertumbuhan gigi : epitel enamel yang berkurang, sisa sisa dari
Serres, sisa- sisa Malassez, atau lapisan basal dari mukosa oral.
Lesi ini juga bisa tumbuh dan berasal folikel dental atau kista
dentigerous. Banyak referensi memberikan kategori pembagian dari
ameloblastoma kedalam satu atau tiga kelompok : unikistik, solid
atau multikistik atau peripheral ameloblastoma. Pengertian yang
tidak tepat dan tumpang tindih dapat menyebabkan ketidaktepatan
pengambilan keputusan untuk perawatan, sehingga menyebabkan
kekambuhan. Salah satu contoh adalah unicystic ameloblastoma.
Penatalaksanaan ameloblastoma secara umum adalah enukleasi dan
kuretase. Ameloblastoma yang invasif dapat berupa unicystic,
mempunyai hanya satu ruang kista (Johnson, 2014).
6
biasanya pada gingiva dan tidak terlihat pada foto rontgen, kecuali
bila terdapat kehilangan tulang alveolar (Johnson, 2014).
7
dilaporkan untuk ameblastoma tipe unikistik yang diterapi dengan
enukleasi dan kuretase saja. Lebar tepi tulang yang ditinggalkan
yang direkomendasikan adalah antara 1.0- 1.5 cm untuk tipe
unikistik ameblastoma. Pada saat ameloblastoma tumbuh melewati
atau tumbuh didalam jaringan ikat yang mengelilingi lesi, maka
penatalaksanaan yang radikal dibutuhkan (Johnson, 2014).
8
Pada gambaran radiologis, displasia fibrous dapat terlihat radiolusen,
atau campuran radiolusen dan radioopak dengan gambaran ground
glass. Batas tumor tidak terlihat jelas, berbatasan dengan tulang normal.
Displasia fibrous biasanya ditemukan pada usia anak-anak hingga
remaja, selama masa pertumbuhan tulang. Displasia fibrous dapat
berulang ketika masa kehamilan dan penggunaan kontrasepsi oral dan
biasanya berhenti tumbuh saat akhir masa pertumbuhan (remaja akhir).
Displasia fibrous tidak mempunyai predileksi berdasarkan jenis
kelamin. Keterlibatan tulang cranial yang masif dapat menyebabkan
bentuk wajah lion like, “leontiasis ossea” atau maksilaris bilateral yang
disebut “cherubism”. Hal ini juga dapat terjadi di tengkorak (Nthumba
P, 2013).
Tatalaksana
Tatalaksana pada displasia fibrous bergantung pada beberapa variabel
dibawah ini:
a. Usia
b. Kecepatan pertumbuhan tumor
c. Lokasi lesi
d. Derajat deformitas
e. Hasil perbaikan fungsional
9
Bila memungkinkan, perawatan harus ditangguhkan selama
mungkin, terutama maturitas tulang tercapai. Anak-anak dengan
displasia fibrous memerlukan tindak lanjut jangka panjang. Saat pasien
mendekati akhir pertumbuhan fisik, debulking dengan penyesuain gigi
mungkin bisa dilakukan. Pasien yang lebih muda dengan massa besar
juga bisa menjalani bedah debulking dengan prenyesuaian gigi tapi
follow up yang ketat diperlukan dan tahap kedua kemungkinan akan
diperlukan.
Terdapat risiko kecil (kurang dari 1%) terjadinya transformasi
malignansi menjadi osteogenik sarkoma, dan jika terdapat percepatan
pertumbuhan atau lesi agresif akan membutuhkan intervensi
pembedahan awal dengan enblok reseksi dan rekonstruksi. Terapi
radiasi dilaporkan menyebabkan transformasi malignadari displasia
fibrous oleh karena itu dikontraindikasikan (Matthew, 2005).
Teknik
Banyak kasus displasia fibrous di maksila memerlukan
hemimaksilalektomi. Maksila akan di insisi dengan cara weber-
ferguson yang dimulai dari bibir atas, sekitar hidung dan dibawah
kelopak mata. Jika memungkinkan dinding inferior orbital disisakan
dari maksila juga zygoma. Pada tumor yang sangat besar, seluruh
dinding harus diambil. Jika diperlukan dinding dapat di rekonstruksi
dengan calvarium (Nthumba P, 2013).
10
Pada pemeriksaan radiologi, terdapat tulang radiolusen dengan
gambaran “moth eaten” yang menunjukan massa jaringan lunak yang
mengindikasikan keterlibatan tulang. Kebanyakan karsinoma skuamous
di mandibula terinvasi dari lesi di cavitas oral, tetapi karsinoma
intraosseus primer dapat terjadi dari residu odontogenik epitelium.
Karsinoma sel skuamous juga telah dilaporkan sebagai ulkus Marjolin
pada ulkus orocutaneus di ameloblastoma mandibula besar.
Pembedahan reseksi dengan batas yang jelas memungkinkan pada
lesi awal. Lesi yang terdeksi terlambat dapat dilakukan terapi
pembedahan yang memerlukan eksisi luas dan diseksi nodus leher
dengan atau tanpa radioterapi. Pembedahan eksisi merupakan
tatalaksana yang paling digunakan pada pasien di Afrika (Nthumba P,
2013).
3.1.5 Osteosarkoma
Osteosarkoma merupakan tumor tulang yang ganas, dan merupakan
keganasan utama tulang yang paling umum (terlepas dari myeloma).
Hanya 5-10% tumor ini terjadi di kepala dan leher, terutama di rahang.
Mereka biasanya pembengkakan pada rahang yang tidak menyakitkan,
meskipun rasa sakit dan paresthesia bisa terjadi akibat keterlibatan saraf
atau kompresi. Osteosarkoma dari rahang dapat hadir pada usia
berapapun, namun puncak pada dekade keempat.
Beberapa laporan menunjukkan sedikit predileksi pria, dengan
dominasi mandibula. Ostesarkoma mandibula cenderung tidak
bermetastasis, namun sayangnya, prognosisnya tidak membaik dengan
penggunaan kemoterapi seperti osteosarcoma pada tulang panjang.
11
Penyebab utama kematian di osteosarkoma mandibula adalah
kekambuhan lokal (American cancer society, 2016)
Secara radiologis, tumor mungkin menunjukkan penampilan
'sunburst' klasik, paling terlihat pada gambar CT. Lesi dapat
menunjukkan sisi tulang yang tidak jelas, dengan radiolusen atau
kombinasi pola radiolusen dan radiopak (Nthumba P, 2013).
3.1.6 Adenokarsinoma
Istilah adenokarsinoma ini berasal dari makna ‘adeno’ yang berarti
mengenai kelenjar dan ‘karsinoma’ yang menggambarkan suatu kanker
yang berkembang dalam sel epitel. Maka adenokarsinoma dapat
diartikan sebagai suatu kanker yang berasal dari jaringan kelenjar.
Adenokarsinoma dapat terjadi pada beberapa mamalia yang lebih tinggi,
termasukmanusia. Kanker ini mungkin muncul sebagai kelenjar dan
memiliki sifat sekresi (Price, 2006).
Adenokarsinoma pada kelenjar liur dapat terjadi di kelenjar parotis,
submandibula, maupun sublingual. Kelenjar parotis merupakan kelenjar
liur yang terbesar, terletak dalam jaringan sub kutis di daerah ramus
mandibula dan antero inferior terhadap telinga tengah. Normalnya
kelenjar ini menghasilkan secret yang serous dan dialirkan ke rongga
mulut melalui duktus Stensen. Meskipun merupakan kelenjar yang
terbesar, kira-kira hanya 20% cairan saliva yang dihasilkan kelenjar ini.
Kelenjar submandibula terletak di dasar mulut, superior terhadap
muskulus digastrik. Sekretnya berupa campuran cairan yang serous dan
mucous. Sekretnya dialirkan ke dalam rongga mulut melalui duktus
Warthon. Kira-kira 70% volume saliva dihasilkan oleh kelenjar ini.
12
Kelenjar sublingual terletak di dasar mulut anterior dari kelenjar
submandibula. Sekretnya berupa cairan yang mucous. Tidak seperti
kedua kelenjar mayor yang lainnya, kelenjar ini memiliki 8-20 duktus
ekskretorius dan kira-kira menghasilkan 5% dari total volume saliva
(AJCC, 2010)
Etiologi dari adenokarsinoma kelenjar liur yang pasti sampai saat
ini belum diketahui, dicurigai adanya keterlibatan factor lingkungan dan
factor genetic. Paparan radiasi dikaitkan dengan tumor jinak warthin dan
tumor ganas karsinoma mukoepidermoid. Epstein-Barr virus mungkin
merupakan salah satu faktor pemicu timbulnya tumor limfoepitelial
kelenar liur. kelainan genetik, misalnya monosomi dan polisomi sedang
diteliti sebagai faktor timbulnya tumor kelenjar liur.
Terdapat beberapa tipe adenokarsinoma:
a. karsinoma sel asinik: paling banyak berasal dari kelenjar parotis dan
pertumbuhannya lambat
b. adenokarsinoma polimorfik grade rendah: kebanyakan berasal dari
kelenjar minor
c. adenokarsinoma yang tidak dispesifikasikan: bila dilihat di
mikroskop tumor ini memiliki penempakan yang cukup untuk
disebut adenokarsinoma, tetapi belim memiliki penampakan untuk
dispesifikasikan. sering berasal dari kelenjar parotis dan kelenjar
minor.
d. adenokarsinoma yang jarang: contohnya seperti basal sel
adenokarsinoma, clear cell adenokarsinoma, kistadenokarsinoma,
sebaceus adenokarsinoma, musinous adenokarsinoma (AJCC, 2010).
Gejala klinik yang ditimbulkan adalah timbulnya massa pada
daerah wajah (parotis), pada angulus mandibula (parotis dan
submandibula), leher (submandibula) atau pembengkakan pada dasar
mulut (sublingual). pembesaran ukuran massa yang cepat mengarah pada
kelainan seperti infeksi, degenerasi kistik, henoragik atau malignansi.
Tumor jinak kelenjar liur biasanya bersifat mobile dan untuk massa atau
tumor jinak yang berasal dari parotis tidak ada gangguan fungsi nervus
fasialis. Lesi malignansi biasanya menimbulkan gejala seperti gangguan
nervus fasialis, pertumbuhan yang cepat, parastesia, lesi yang terfiksir
13
dan pembesaran elenjar getah bening cervikal (American cancer society,
2015).
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis tumor
kelenjar liur adalah, CT scan, USG, CT sialografi, dan MRI. MRI sangat
membantu bila tidak ada penyakit inflamasi.
Biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) dapat memberikan hasil yang
cepat, diagnosis tanpa bedah. Untuk membedakan penyakit inflamasi
atau tumor. Sehingga dapat menentukan terapi operasi atau
medikamentosa (AJCC, 2010).
Jika kanker ini menyebarke jaringan yang lebih dalam , maka akan
dihilangkan seluruh kelenjar. Operasi ini disebut parotidektomi total. Jika
kanker tumbuh hingga ke saraf wajah, itu juga akan dihilangkan. Dapat
dipertimbangkan untuk memperbaiki saraf setelah dilakukannya operasi
ini dan juga cara mengurangi efek samping. Jika kanker tumbuh ke
14
jaringan lain dekat dengan kelenjar parotis, jaringan itu juga akan
diambil.
15
BAB III
KASUS
A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. G
Usia : 67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat :-
Tanggal Masuk : 13 April 2017
Tgl Pemeriksaan : 13 April 2017
No. RM : 0136xxxx
2. Keluhan Utama
Pipi kanan membesar
6. Riwayat Kebiasaan
a. Merokok : (-)
16
b. Minum alkohol : (-)
c. Memasak dengan kayu bakar : (-)
d. Mempunyai binatang peliharaan : (-)
e. Kontak dengan binatang : (-)
f. Lingkungan asap dan debu : (-)
g. Riwayat bekerja di pabrik : (-)
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak sesak, GCS E4V5M6 (compos mentis).
2. Status Gizi
BB : 46 kg
TB : 164 cm
IMT : 17,10 kg/m2
Kesan : underweight
3. Tanda Vital
Tekanan darah : 200/113 mmHg
Frekuensi per napasan : 20 x/menit
Nadi : 71x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur
Suhu : 36,5oC per aksiler
4. Status rongga mulut
a. Extra oral
1. Maxilla : tidak ada kelainan
2. Mandibula: terdapat massa sebesar bola tenis, konsistensi
keras
3. Bibir : tidak ada kelainan
b. Intra oral
1. Lingua : tidak ada kelainan
2. Left bucal : teraba massa sebesar bola pingpong,
konsistensi keras, nyeri tekan (+)
3. Upper ginggiva : tidak ada kelainan
4. Palatum : tidak ada kelainan
5. Right bucal : teraba massa sebesar bola tenis, konsistensi
keras, nyeri tekan (+)
6. Lower ginggiva : tidak ada kelainan
c. Oral Higiene
1. Debris index : buruk
2. Calculus index : buruk
3. OHIS : buruk
5. Dental Formula
17
M M M M M C C C C C C M M M M M
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17
M M M M M C C M M C C C C C M
6. Objective
a. Gigi : -
b. Jaringan lunak
Pada bucal dextra membesar teraba massa sebesar bola tenis,
kemerahan, konsistensi keras, nyeri tekan (+). Bucal sinistra
membesar teraba massa sebesar bola pingpong, kemerahan,
konsistensi keras, nyeri tekan (+).
C. Pemeriksaan Penunjang
D. Diagnosis
E. Terapi
18
BAB IV
PENUTUP
19
DAFTAR PUSTAKA
American cancer society (2015). Salivary gland tumor. American cancer society.
American cancer society (2016). Osteosarcoma overview. American cancer
society.
American Joint Committee on Cancer (2010). Major salivary glands. In: AJCC
Cancer Staging Manual. 7th ed. New York, Springer; pp: 79-82.
Johnson JT, Rosen CA (2014). Bailey’s Head & Neck Surgery
Otolaryngology ., fifth edition. Wolters Kluwer.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1.UI: Media.
Matthew RD, William FE (2005). Fibrous Dysplasia. Pathophysiology,
Evaluation, and Treatment. J Bone Joint Surg Am, 87:1848-1864.
Menedenhall WM, Werning JW, Pfister DG (2011). Treatment of head and neck
cancer. In: DeVita VT, Lawrence TS, Rosenberg SA, eds. DeVita, Hellman,
and Rosenberg’s Cancer: Principles and Practice of Oncology. 9th ed.
Philadelphia, Pa: Lippincott Williams & Wilkins; pp:729-780.
Nthumba P, Venter T (2013). Jaw tumors. Christian medical and dental
association.
Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi. Jakarta: EGC
20