Anda di halaman 1dari 18

TEORI EKONOMI KEPENDUDUKAN

TEORI EKONOMI

Oleh Kelompok 3:

Ni Komang Ayu Dian Lestari 1515151042

Anton Rizky W 1515151064

PROGRAM NON REGULER

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seperti diketahui masalah penduduk sudah menjadi perhatian manusia


sejak dulu kala.Pada zaman kuno para negarawan maupun kelompok ahli sudah
sering memperbincangkan tentang besarnya jumlah penduduk yang dikehendaki
dan usaha yang bagaimana untuk merangsang maupun memperlambat
pertumbuhan penduduk. Pertimbangan tersebut banyak dilandari oleh
pertimbangan politik, militer, dan faktor sosial ekonomi. Sementara gagasan
tersebut diformulasikan para ahli dalam bentuk kebijaksaan umum. Tetapi adanya
jangkauan spekulasi atau observasi yang bersifat insidental, adanya pikiran-
pikiran yang diekspresikan kemudian ternyata telah menimbulkan banyak
permasalahan sehingga membuka kesempatan untuk muncul kembali di dalam
teori kependudukan modern.

Perkembangan teori pertumbuhan penduduk dari waktu ke waktu sangat


dinamis, ketidaksempurnaan dari teori-teori sebelumnya telah mengunggah
perasaan para ahli untuk menyempurnakannya dan mengklaim bahwa teorinyalah
yang dapat membuktikan keadaan nyata dari pertumbuhan penduduk di dunia.

Untuk itulah kelompok kami akan membahas mengenai perkembangan


teori pertumbuhan penduduk dari klasik sampai ester Boserup, seta disiplin ilmu
lainnya yang dapat menjelaskan pergeseran pertumbuhan pendudk di dunia.

2.1 Teori Klasik

Menurut Mulyadi (2003), teori klasik menganggap bahwa manusialah


sebagai faktor produksi utama yang menentukan kemakmuran bangsa-bangsa.
Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada sumber daya manusia
yang pandai mengolahnya sehingga bermanfaat bagi kehidupan. Dalam hal ini
teori klasik Adam Smith (1729-1790) juga melihat bahwa alokasi sumber daya
manusia yang efektif adalah pemula pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi
tumbuh, akumulasi modal (fisik) baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar

2
ekonomi tumbuh. Dengan kata lain, alokasi sumber daya manusia yang efektif
merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.

Pada hakekatnya "aliran klasik" bukan merupakan suatu aliran pemikiran


dalam pengertian biasa. Unsur pemersatu yang melekat di dalam pandangan para
penulis itu adalah mengenai hukum" yang menguasai tingkat dan arah
perkembangan penduduk, distribusi upah, bunga dan laba. Namun demikian, jika
dikaji lebih lanjut diantara golongan klasikpun masih terdapat beberapa perbedaan
pendapat mengenai pertumbuhan ekonomi dimasa datang. Beberapa diantaranya
ada yang bernada optimis, sedangkan lainnya malah menunjukkan sikap
sebaliknya. Dengan dilandasi oleh teori kependudukan yang disusun oleh Malthus
dan “law of diminishing retums", mereka bersama-sama menyusun suatu teori
tentang keadaan yang stasioner dan menjelaskan tentang pertumbuhan ekonomi
yang pada suatu saat akan berada dalam keadaan statisoner karena kondisi yang
seimbang dan juga tentang jumlah penduduk dan pendapatan yang stasioner.

Para ahli ekonomi klasik mengakui juga bahwa keuntungan itu akan tetap
menurun jika jumlah penduduk terus menerus bertambah. Proporsi Malthus yang
menyebutkan bahwa jumlah penduduk akan selalu bertambah apabila tidak
terdapat rintangan yang dasyat dan nyata teryata dimasukkan ke dalam teori upah
yang disusun oleh para penganut aliran klasik. Menurut pendapat mereka upah
akan senantiasa terus bergerak ke arah suatu tingkat yang justru akan
menyebabkan para pekerja hidup mendapatkan nafkah serta mensejahterakan
hidupnya sehingga akan memperbanyak keturunannya yang menimbulkan
pertambahan jumlah penduduk. Teori upah tersebut menyebutkan pada suatu
tingkat upah yang sekedar dapat menyambung hidup seseorang, persediaan tenaga
kerja akan selalu benar-benar bersifat elastis. Apabila upah meningkat melebihi
diatas garis dan sarana-sarana kehidupan para pekerja berada di atas tingkat
minimum dalam jangka waktu tertentu, penduduk dan penyediaan tenaga kerja
akan cenderung bertambah banyak menurut tingkat yang lebih cepat sesuai
dengan Teori Malthus, sehingga bertambahanya persediaan tenaga kerja akan
cenderung juga menyebabkan upah merosot lagi sampai ke garis minimum.

3
Demikian juga apabila tingkat upah berada dibawah garis minimal atau di bawah
harga alamiah, maka jumlah penduduk akan berkurang. Tetapi dalam memberikan
respon terhadap kekurangan tenaga kerja, upah dan jumlah penduduk malah akan
meningkat lagi dan cenderung ke arah tingkat yang seimbang.

Dua prinsip yang menjadi landasan doktrin klasik yaitu, 1. Diminishing


returns dan 2. Tekanan jumlah penduduk terhadap nafkah hidup, merupakan inti
pandangan aliran klasik terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama dalam
pembentukan modal. Selama investasi tambahan masih diharapkan dapat
menghasilkan keuntungan, akumulasi modal akan senantiasa berlangsung dan
otomatis permintaan tenaga kerja akan meningkat juga. Sebagai akibat permintaan
akan tenaga kerja ini, upah biasanya akan tetap berada diatas garis minimum dan
cenderung merangsang penduduk untuk semakin bertambah banyak seperti yang
dijelaskan oleh Teori Malthus.

Meskipun hampir semua ahli ekonomi aliran klasik maupun para


penerusnya menganggap mungkin bahwa pertumbuhan ekonomi dan
pertumbuhan penduduk akan berakhir pada saat situasi yang seimbang dimana
karena jumlah tanah terbatas maka prinsip diminishing returns akan berfungsi
sehingga laba akan menurun, ketika proses tersebut berlangsung terus menerus
sampai mencapai titik di mana upah mencapai tingakat yang terendah yaitu
tingkat minimal sehingga tidak akan memperoleh laba atau keuntungan. Karena
upah yang minimum inilah penduduk tidak akan bertamabah dan dengan tidak ada
keuntungan maka akumulasi modal akan cenderung berakhir dan pendapatan akan
stabil. Tetapi sebenarnya Smith sendiri tidak mempunyai pandangan yang pesimis
seperti para ahli ekonomi aliran klasik pada masa berikutnya. Oleh Smith
dikatakan bahwa dalam kondisi yang memadai maka kecenderungan
“mengangkut dan menukar" malah akan menyebabkan spesialisasi makin
meningkat dan teknologi semakin luas. Menurut Smith, penduduk yang sedang
berkembang yang disebabkan oleh semakin meluasnya sasaran dan mantapnya
penemuan, akan lebih menyebabkan pembagian kerja semakin bertambah banyak
pula. Dan karena pembagian kerja semakin banyak maka produktivitas akan

4
meningkat, pendapatan akan meningkat hingga dana upan akan semakin banyak
pula, dan menyebabkan permintaan terhadap tenaga kerja menjadi lebih banyak
sehingga kondisi ekonomi yang memadai akan memberi peluang terhadap
pertumbuhan ekonomi.

Beberapa kritik yang dilancarkan oleh beberapa ahli di Amerika teerhadap


teori Klasik terutama terhadap pandangan Malthus menyatakan bahwa kepadatan
penduduk akan menyebabkan pembagian kerja semakin meningakat. Menurut
gagasan Evarrett, jumlah penduduk yang semakin banyak akan menyebabkan
terjadinya pembagian kerja, sehingga dalam penerapannya akan menyebabkan
ketrampilan menjadi semakin meningkat. Dikatakan selanjutnya bahwa akibatnya
perdagangan akan semakin meluas dan upah akan meningkat karena produktivitas
tenaga kerja lebih tinggi.

Sementara Carry, menekankan kepada apa yang disebut sebagai “kekuatan


asosiasi" yang senantiasa akan berkembang apabila jumlah penduduk meningkat
sehingga pekerjaan akan semakin beraneka ragam dan ketrampilan manusia akan
semakin meningkat, sehingga output per kapita akan naik pula.

Di dalam kerangka teoritis aliran klasik, masalah kependudukan


merupakan suatu variabel yang sangat tergantung, dan penyediaan tenaga kerja
dianggap sangata elastis terhadap tingkat upah yang minimal. Pandanga tersebut
dicetuskan oleh beberapa ahli penganut aliran klasik. Menurut Smith, "permintaan
akan tenaga kerja seperti juga permintaan akan komoditi lain benar benar akan
menentukan jumlah penduduk". Menurut Ricardo bahwa jumlah pendudukan akan
bergerak dengan sendirinya karena dana yang tersedia, apakah akan bertambah
atau berkurang, akan sesuai dengan pertambahan atau pengurangan modal.
Proporsi Malthus yang menyebutkan bahwa tekanan penduduk terhadap sarana-
sarana kehidupan tidak menimbulkan suatu perangsangyang efektif terhadap
semakin meningkatnya kekayaan ternyata mencerminkan pendapatan yang sama
pula. Para ahli lain dari aliran klasik seperti James, Mill, Senior, dan MC Mulloch
juga mempunyai ide seperti itu.

5
2.2 Teori Keynes

Kaum klasik percaya bahwa perekonomian yang dilandaskan pada


kekuatan mekanisme pasar akan selalu menuju keseimbangan (equilibrium).
Dalam posisi keseimbangan semua sumber daya, termasuk tenaga kerja, akan
digunakan secara penuh (full-employed). Dengan demikian di bawah sistem yang
didasarkan pada mekanisme pasar tidak ada pengangguran. Kalau tidak ada yang
bekerja, daripada tidak memperoleh pendapatan sama sekali, maka mereka
bersedia bekerja dengan tingkat upah yang lebih rendah. Kesediaan untuk bekerja
dengan tingkat upah lebih rendah ini akan menarik perusahaan untuk
memperkerjakan mereka lebih banyak.

Kritikan Jhon Maynard Keynes (1883-1946) terhadap sistem klasik salah


satunya adalah tentang pendapatnya yang mengatakan bahwa tidak ada
mekanisme penyesuaian (adjustment) otomatis yang menjamin bahwa
perekonomian akan mencapai keseimbangan pada tingkat penggunaan kerja
penuh. Dalam kenyataan pasar tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan
pandangan klasik di atas. Di manapun para pekerja mempunyai semacam serikat
kerja (labor union) yang akan berusaha memperjuangkan kepentingan pekerja dari
penurunan tingkat upah. Kalaupun tingkat upah diturunkan maka boleh jadi
tingkat pendapatan masyarakat akan turun. Turunnya pendapatan sebagian
anggota masyarakat akan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, yang pada
gilirannya akan menyebabkan konsumsi secarakeseluruhan akan berkurang.
Berkurangnya daya beli masyarakat akan mendorong turunnya harga-harga. Kalau
harga-harga turun, maka kurva nilai produktivitas marjinal tenaga kerja (marginal
value of productivity of labor), yang dijadikan sebagai patokan oleh pengusaha
dalam turun. Jika penurunan dalam harga-harga tidak begitu besar, malta kurva
nilai produktivitasnya hanya turun sedikit. Meskipun demikian jumlah tenaga
keria yang bertambah tetap saja lebih kecil dari jumlah tenaga kerja yang
ditawarkan. Lebih parah lagi kalau harga-harga turun drastis maka kurva nilai
produktivitas marginal dari tenaga kerja juga turun drastis dimana jumlah tenaga

6
kerja yang tertampung menjadi semakin kecil dan pengangguran menjadi semakin
bertambah luas (Mulyadi, 2003).

2.3 Teori Rational Expectation

Teori ini sebenarnya sekedar memodifikasi dan perluasan ekonomi klasik.


Namun, dalam teori ini ditambahkan suatu asumsi penting, yaitu bahwa
masyarakat tidak bodoh. Orang selalu berusaha mengejar kepentingan mereka
sendiri. (seperti yang dikatakan oleh Smith). Untuk itu mereka akan menggunakan
semua informasi yang mereka punyai untuk memperkirakan apa yanga akan
terjadi. Dan perkiraan itulah yang melandasi semua tingkah lakunya.

Menurut teori ini, perubahan permintaan entah melalui expansi moneter


atau rangsangan fiskal. Hanya akan meningkatkan output nyata dan employment
bila masyarakat tidak menduga ada kenaikan permintaan itu. Namun, masyarakat
kemudian akan belajar dari pengalaman tentang perubahan yang terjadi akibat
adanya perubahan permintaan yang tidak diduga tersebut. Akhirnya, permintaan
akan kembali seperti semula. Output nyata dan employment kembali ke titik
keseimbangan semula.

Seperti hanlnya dengan teori klasik, aspek ketenagakerjaan mendapat perhatian


khusus. Penawaran dan permintaan dibahas secara mendalam. Bedanya, disini
ditambahkanpula unsur gangguan yang memperlihatkan dipertimbangkannya soal
ketidakpastian, yang tergantung dari dugaan masyarakat di masa depan. Seperti
halnya dengan teori klasik, gaju bukan sesuatu yang exsogen tetapi suatu variabel
yang besar kecilnya merupakan hasil keputusan rumah tangga.

2.4 Teori Pertumbuhan Penduduk Coale Hoover

Tokoh pesimis selanjutnya adalah Ansley J. Coale dan Edgar M. Hoover.


Coale dan Hoover menulis Population Growth and Economic Development in
Low-Income Countries (1958) yang berdampak besar pada studi bidang
kependudukan setelah tahun 1950-an. Coale dan Hoover (1958) memulai survei
dengan mencari pengaruh pembangunan ekonomi terhadap pertumbuhan

7
penduduk kemudian mempertimbangkan pengaruh dari pertumbuhan penduduk
terhadap pembangunan ekonomi.

Pengaruh pembangunan ekonomi terhadap pertumbuhan penduduk dilihat


dari kelahiran dan kematian. Tingkat kematian yang rendah bisa berasal dari
persedian makanan yang lebih banyak, program-program yang pro-mortalitas, dan
faktor lain yang merupakan akibat langsung dari perubahan perekonomian.
Penurunan tingkat kelahiran bisa terjadi karena perubahan struktur produksi yang
menghilangkan arti penting keluarga sebagai unit produksi dan peningkatan peran
wanita dalam perekonomian dan perkembangan teknologi untuk pembatasan
kelahiran (Coale dan Hoover, 1958).

Menurut Coale dan Hoover (1958), terdapat tiga aspek yang perlu
diperhatikan dalam menganalisis pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap
pendapatan perkapita, yaitu:

1. Jumlah penduduk

Hubungan antara jumlah penduduk dan pendapatan perkapita bisa dilihat


dari Optimum Population Theory. Penduduk maksimal adalah jumlah
penduduk ideal yang menghasilkan pendapatan per kapita terbesar. Dalam
teori ini, perubahan jumlah penduduk maksimuun (berkurang atau
bertambah) akan mempengaruhi pendapatan perkapita.

2. Pertumbuhan penduduk

Semakin tinggi tingkat pertumbuhan penduduk maka investasi yang


diperlukan untuk mencapai pendapatan perkapita pada tingkat tertentu
semakin tinggi pula. Selain itu, pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak
bisa menghasilkan persedian sumber daya untuk investasi.

3. Komposisi penduduk menurut umur

Negara berkembang biasanya memiliki komposisi penduduk ekspansif,


dengan ciri tingkat kelahiran yang tinggi. Komposisi penduduk yang
ekspansif berarti suatu negara memiliki penduduk usia muda (di bawah 15
tahun) yang lebih banyak dibandingan penduduk usia produktif. Hal ini

8
menyebabkan angka ketergantungan (dependency ratio) menjadi tinggi.
Coale dan Hoover (1958) menyimpulkan tiga dampak negatif
daripertumbuhan populasi adalah: (1) capital shallowing, penurunan ratio
modal per tenaga kerja karena pertumbuhan populasi tidak mampu
meningkatkan tabungan, (2) age dependency (angka ketergantungan).
peningkatan pouth-dependency akan meningkatkan konsumsi rumah
tangga; (3) investment diversion, perubahan jenis investasi khususnya
investasi pemenntah.

Coale-Hoover tidak melihat menduduk semata sebagai input dalam proses


produksi, tapi terutama sebagai konsumen hasil produksi. Coale-Hoover
berpendapat, bahwa perubahan penduduk baru terasa pada penduduk
sebagai input produksi setelah tiga puluh tahun. Dengan pertumbuhan
penduduk yang tinggi, angkatan kerja angkatan kerja akan menjadi lebih
besar setelah tiga puluh tahun. Hal ini dapat mendorong dihasilkannya
jumlah out put yang lebih besar. Tetapai, jumlah angkatan kerja yang besar
juga berarti harus disediakan modal fisik yang lebih besar agar mereka
dapat berproduksi. Oleh sebab itu, dalam jangka panjang, pertumbuhan
penduduk menaikkan jumlah angkatan kerja, tetapi memperlambat
kenaikan output pekerja.

2.5 Teori Pertumbuhan penduduk Ester Booserup

Dalam teorinya, Boserup (Marquette, 1997) fokus terhadap hubungan antara


penduduk, lingkungan dan teknologi. Boserup menggunakan kepadatan
penduduk, jumlah dan pertumbuhan penduduk untuk mengukur penduduk.
Lingkungan mengarah kepada lahan dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya, seperti; iklim dan kualitas tanah. Boserup mendefinisikan
teknologi sebagai alat-alat dan input yang digunakan dalam pertanian.

Menurut Boserup (Marquette, 1997) Malthus telah mengabaikan mekanisme


penting dalam peningkatan produksi, yaitu, intensifikasi pertanian. Intensifikasi
pertanian adalah perubahan pola penggunaan lahan secara bertahap. Perubahan
pola penggunaan lahan ini distimulasi oleh pertumbuhan penduduk. Misalnya,

9
negara dengan kepadatan penduduk yang kecil pada awalnya mengunakan sistem
long fallow (masa tanam satu hingga dua tahun setelah itu lahan dibiarkan kosong
selama enam hingga delapan tahun). Sejalan dengan kepadatan peduduk yang teus
meningkat, lahan pertanian akan berkurang karena dipakai untuk pemukiman.
Pengurangan lahan pertanian ini membuat negara mengganti sistem long fallow
ke annual cropping atau multi-cropping. Dengan demikian, penduduk berfungsi
sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan teknologi pertanian, yang pada
akhirnya akan meningkatkan persedian makanan. Boserup (1965) juga
membantah asumsi Malthus yang menyatakan peningkatan jumlah penduduk akan
menurunkan output. Menurut Boserup, dalam jangka pendek pertumbuhan
penduduk memang akan menurunkan output perjam.

Boserup (1965, 1981) menjelaskan bahwa manusia memiliki pengetahuan


dan Teknologi untuk meningkatkan persediaan makanan. Dalam keadaan tertekan
(pertumbuhan penduduk meningkat dalam tahap tetap), manusia akan
menciptakan teknik-teknik yang di perlukan untuk menghasilkan produktivitas
yang lebih tinggi. Sejalan dengan pendapat Boserup, Simon (1981) menyatakan
bahwa manusia merupakan ultimate resource.semangat dan keterampilan
manusia merupakan sumber daya utama dan pembangunan. Simon (Ahlburg,
1998) beranggapan bahwa sumber daya alam yang terbatas dapat di atasi dengan
imajinasi manusia yang tidak terbatas. Ketika sumber daya alam berkurang dan
harga dasar nail, manusia akan melakukan investasi dengan memproduksi
teknologi. Bloom dan Williamson (1998) juga menyatakan pertumbuhan
penduduk merupakan aset karena walaupun pertambahannya menyebabkan
kelangkaan, manusia akan menciptakan inovasi dan teknologi untuk mengatasi
kelangkaan tersebut. Inovasi dan teknologi akan meningkatkan keuntungan sektor
industri dengan meningkatkan produksi yang akhirnya akan menumbuhkan output
perekonomian.

Boserup berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk justru menyebabkan


perlunya dipakai sistem pertanian yang lebih intensif di suatu masyarakat dan
meningkatkan output sektor pertanian. Boserup juga berpendapat bahwa

10
pertambahan penduduk berakibat di pilihnya sistem teknologi pertanian pada
tingkat yang lebih tinggi. Dengan kata lain, inovasi (teknologi) ada lebih dulu.
Inovasi itu hanya menguntungkan bila jumlah penduduk lebih banyak. Inovasi
menurut Boserup dapat meningkatkan output pekerja, tetapi hanya di lakukan bila
jumlah pekerjanya banyak. Pertumbuhan penduduk justru mendorong di
terapkanya suatu inovasi (teknologi) baru (Mulyadi,2003).

Dari keseluruhan teori tenaga dan pertumbuhan pertumbuhan yang


mendomisili sebagian besar teori-teori pembangunan pada tahun 1950-an dan
1960-an dan pada awal tahun 1980-an dikenal bentuk aliran ekonomi sisi
penawaran atau supply-side economics, yang memfokuskan pada kebijakan-
kebijakan untuk meningkatkan output nasional melalui akumulasi modal. Karena
modal itu menghubungkan tingkat penyediaan kesempatan kerja dengan tingkat
pertumbuhan GNP, artinya dengan memaksimumkan penyerapan tenaga kerja,
untuk memaksimumkan pertumbuhan. GNP dan kesempatan kerja dengan cara
memaksimumkan tingkat tabungan dan investasi.

2.6 Teori Pertumbuhan Penduduk Menurut Disiplin Ilmu Lainnya

Hubungan antara penduduk dengan faktor-faktor ekonomi, terutama


menyangkut sumber daya alam senantiasa sangat menonjol di dalam inti hampir
semua teori kependudukan. Namun demikian disiplin ilmu pengetahuan yang
lainya telah membawa peranan penting sehingga fenomena kependudukan lebih
dapat di ketahui dan sering ikut membentuk bagian-bagian lain dari pada teori itu,
misalnya mengatasi asumsi matematika tentang tingkat pertumbuhan menurut
Malthus. Tetapi disipli tersebut ternyata mencerminkan dan memberikan warna
tersendiri di dalam teori kependudukan. Dengan cepatnya kemajuan alami pada
abad ke-19 dan perkembangan disiplin-disiplin yang bersifat khas, maka
kependudukan telah merupakan suatu fenomena yang sangat menarik perhatian
para ahli ilmu pengetahuan disiplin lain. Kemajuan yang terasa menonjol di
bidang ilmu pengetahuan alamiah. Dan ilmu pengetahuans sosial ternyata tidak
hanya memberikan pengaruh terhadap deskripsi dan analisis fenomena

11
kependudukan yang lebih baik, tetapi juga menimbulkan suatu saat manusia dan
tindakanya senantiasa tidak terlepas dari pengaruh hukum-hukum yang sudah
mantap, dan hal lain ini telah menyebabkan timbulnya formula teori
kependudukan di berbagai bidang.

1. Teori matematis, Hukum “Logistik” dan teori-teori yang ada kaitanya


dengan pertumbuhan penduduk.

Usaha-usaha yang di lakukan oleh para ahli untuk menyusun hukum


pertumbuhan penduduk yang dilandasi oleh perkembangan teknik-teknik
matematis maupun oleh meningkatnya data-data yang ada hubungannya dengan
kecendrungan penduduk yang memungkinkan teori-teori itu dapat di uji
kebenaranya. Salah satu usaha yang pertama di terapkan untuk menyusun suatu
sistem pendekatan terhadap masalah kependudukan setelah mengetahui bahwa
evaluasi demografis bergerak menurut suatu tingkatan yang cepat dan menuju
kepada suatu titik yang kemudian mulai menurun lagi, ia mengatakan bahwa
hambatanya (yaitu jumlah kesulitan proporsional terhadap kuadrat kecepatan
pertambahan penduduk. Dengan demikian tidak adanya perubahan kondisi-
kondisi yang melandasinya, yaitu keadaan sosial maka penduduk kan cenderung
menjadi semakin banyak dan kemudian pada suatu titik tertentu akan bergerak
agak lambat. Atas usul Quetelet, verhulst telah menyerahkan prinsip itu agar di
teliti kembali, dan kemudian menyarankan bahwa kurva teoritis simetris yang di
sebutnya sebagai logistik ternyata cocok untuk menggambarkan arah
kependudukan. Mula-mula Verhulst sendiri berpendapat bahwa kesulitan itu akan
bertambah secara proporsional dengan jumlah pertambahan penduduk, kemudian
pendapatan di rubah dengan hipotesis bahwa hambatan tersebut akan meningkat
secara proporsional dengan rasio antara jumlah penduduk yang terlalu banyak
dengan seluruh jumlah penduduk. Namun dengan demikian karya Verhulst pada
umumnya telah di lupakan, dan baru di perhatikan sejak tahun 1920 ketika kurva
logistik itu secara kebetulan di ungkapkan kembali oleh Pearl dan Reed menurut
caranya masing-masing. Hukum logistik dan persamaan logaritma yang sudah di
modifikasi dan dan di terapkan oleh Pearl dan Reed ternyata; banyak menarik

12
perhatian para ahli yang berkecimpung di dalam bidang kependudukan. Menurut
Pearl pertumbuhan penduduk berputar menurut lingkaran di dalam lingkaran yang
sama dan di dalam suatu daerah yang terbatas menurut tempat. Mula-mula
berkembang di dalam pertengahan pertama lingkaran dengan perlahan-lahan,
tetapi akan bertambah secara per-unit sampai titik tengah lingkaran itu tercapai.
Setelah mencapai titik tengah tersebut pertambahan per-unit waktu akan menjadi
kecil sampai pada akhir lingkaran itu. Dengan demikian pertambahan absolut per-
unit periode waktu tersebut menunjukkan bentuk kurva seperti lonceng yang
simetris naik sampai ke puncak pada suatu titik dimana, jumlah penduduk yang
aktual merupakan separuh dari pada maksimum, dan kemudian menurun lagi
sampai nol. Jumlah seluruh penduduk (N) akan mengikuti kurva yang berbentuk
huruf pada S saat bergerak dari suatu nilai yang sangat rendah ke arah maksimum
(K). Teori pertumbuhan penduduk secara implisit terdapat di dalam kurva logistik
sederhana itu di landasi oleh beberapa asumsi, yaitu:

1. Lingkungan fisik konstan yang menjadi tumpuan harapan penduduk.


2. Adanya batas asimpotis (K) yang mencerminkan jumlah maksimum
penduduk yang dapat terjadi di dalam suatu lingkungan dan kondisi
tertentu.
3. Adanya hipotesis yang menyebutkan bahwa pertambahan jumlah
penduduk itu selalu bersifat proporsional dengan jumlah penduduk
absolut yang sudah ada dan jumlah tersebut tetap di tingkatkan sampai
mencapai tingkat maksimum dimana jumlah penduduk akan mencapai
stasioner.
2. Teori biologis.

Di samping penafsiran hukum logistik secara biologis yang di berikan oleh


Pearl dan Reed, beberapa penulis telah berusaha mengurangi peranan faktor-
faktor biologis di dalam proses historis kependudukan yang menjadi dasar dari
pada teori-teori kependudukan. Seperti yang telah di uraikan di dalam
pembicaraan mengenai kritik terhadap teori Malthus menyusun suatu teori yang
telah di dasarkan atas evaluasi biologis, dengan mengenakan prinsip pertumbuhan

13
penduduk yang mempunyai ciri bergerak sendiri. Ia mengatakan bahwa di antara
apa yang dinamanakn “Individuasi” atau kekuatan untuk memperhatikan hidup di
satu pihak, dengan “Genesis” atau kekuatan untuk berproduksi di lain pihak,
terdapat suatu antagonisme. Disebut juga bahwa yang pertama berbeda secara
langsung dengan perkembangan sistem saraf, sedangkan yang kedua berbeda
terbalik. Apabila daya untuk mempertahankan hidup rendah, maka kehidupan
penduduk harus di dukung oleh tingkat fertilitas yang tinggi. Sebaliknya apabila
fertilitas tinggi akibatnya akan menimbulkan tekanan penduduk. Tekanan ini
sebaliknya akan meningkatkan metode produksi dan kebutuhan untuk
meningkatkan kemampuan intelegensi, pengendalian diri sendiri, pendidikan, dan
akan semakin terasa sehingga dapat mengembangkan kualitas intelektualitas dan
menimbulkan ketegangan syaraf. Akibatnya pusat-pusat syaraf manusia akan
semakin besar dengan konsekuensi bahwa “individuasi” atau daya untuk
mempertahankan hidup juga akan meningkat sementara daya produksinya malah
menurun. Menurut Spencer, teorinya yang lebih umum itu dapat menerangkan
mengapa spesies beberapa hewan tertentu lebih subur di bandingkan hewan
lainnya. Juga menjelaskan mengapa manusia merupakan hewan tingkat tinggi
yang mempunyai tingkat kesuburan paling rendah, dan juga mengapa kelas-kelas
masyarakat yang lebih tinggi dalam dalam hal ini di inggris, misalnya mempunyai
anak yang tidak begitu banyak di bandingkan kelas-kelas yang lebih rendah. Di
dalam semua semua hal tersebut tingkat produksi dari pada kelompok-kelompok
yang anggota-anggota lebih tinggi statusnya berbeda dan kurang dapat
menyesuaikan diri ternyata lebih rendah di bandingkan dengan kelompok-
kelompok yang kebih homogen.

Dalam pada itu, Gini telah menyusun suatu tesis yaitu teori siklik yang
menyebutkan bahwa penduduk biasaya cenderung mengikuti suatu evolusi yang
mempunyai kesamaan dengan evolusi arah kehidupan individu yang berturut-turut
melalui arah pengembangan, dan kedewasaan. Oleh Gini di tekankan tentang
peranan fekunditas penduduk dengan mengatakan bahwa tingkat produksi
penduduk akan cenderung seperti para bola yang lebih mencerminkan fariasi

14
faktor-faktor seperti jumlah makanan atau lingkungan, tetapi justru mencerminkan
perubahan kualitas dari pada sel-sel yang semula (germinal cells). Menurut teori
tersebut suatu lingkaran penduduk mula-mula merupakan akibat perubahan silang
antara berbagai kelompok yang berbeda-beda. Sesudah itu tingkat fekunditas akan
meningkat dan tingkat pertumbuhan juga naik karena fekunditas boleh dikatakan
mengandung ciri-ciri turun menurun dan setiap generasi dan setiap generasipada
umumnya merupakan produk dari komponen-komponen generasi sebelumnya
yang secara relatif lebih subur (fecund). Namun demikian perkembangan
selanjutnya menunjukkan daya yang membuat meningkatnya fekunditas ternyata
bukan hanya sekedar di imbangi oleh daya kelelahan fiik saja tetapi dapa
prinsipnya merupakan suatu kerusakan sel-sel asli yang disebabkan karena
pergeseran fraksi penduduk yang secara aktif agak besar ke dalam kelas-kelas
sosial yang secara karakteristik mempunyai tingkat fekunditas yang rendah.
Akibatnya tingkat pertambahan alamiah akan menurun sampai rendah sekali atau
bahkan juga sampai di bawah no. Imigrasi ataupun usaha-usaha lainnya, dengan
cara memasukan keturunana silang yang baru, darah baru di kalangan penduduk
dapat juga menyebabkan terjadinya lingkaran demografis yang lain.

Sementara itu ada juga teori lain yang menguraikan tentang pengaruh
makanan terhadapfertilitas. Beberapa ahli abad ke 19 telah mengatakan bahwa
antara makanan dan fertilitas terdapat hubungan yang terbalik. Tidak lama
kemudian Castro mengajukan sebuah teori yang menekankan bahwa fertilitas
generasi akan segera menurun apabila kualitas maupun kuantitas makanan
meningkat. Penegasan tersebut di uraikan menurut bukti-bukti yang di peroleh
tentang kaitan antara konsumsi daging dengan tingkat fertilitas di berbagai negara.
Tetapi sayangnya teori tersebut tanpa di dukung oleh hubungan kasual yang
meyakinkan.

3. Teori Sosiologis

Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 telah di kemukakan beberapa teori
sosiologis yang mencoba mencari hubungan pertumbuhan penduduk dengan

15
koordinasi dan evolusi dengan kemajuan masyarakat. Menurut beberapa teori
tersebut, masyarakat manusia meskipun volume maupun keadaan bertambah,
ternyata mengalami suatu kemajuan yang dalam bentuk perkembangan pembagian
kerja, misalnya kontak antara tiap-tiap individu, dan meningkatkan koordinasi
kegiatan individual dan inovasi teknik semakin menonjok serta menciptakan
kondisi-kondisi lain yang mantap. Semua ini menyebabkan kondisi sosial akan
mencapai taraf yang lebih tinggi peradaban lebih berkembang ke arah yang
positif.

Costen termasuk salah satu seorang sarjana yang mengatakan bahwa


evolusi sosial yang aktual, yang berbeda dengan apa yang disebutnya sendiri
sebagai fenomena idiologis pada hakekatnya merupakan akibat dari pada
pertumbuhan penduduk dan peningkatan kepadatanya. Oleh karena Durkheim di
jelaskan bahwa transpormasi masyarakat yang terpecah-pecah menjadi
masyarakat yang secara organisasi memadai dan untuk itu lebih lebih di sebabkan
oleh tertumbuhan jumlah penduduk dan perkembangan pembagian kerja yang
merupakan tahap berikutnya. Pertumbuhan dan kondensasi masyarakat harus di
dukung oleh sistem pembagian kerja yang luas, dan hal ini baru dapat di capai apa
bila jumlah penduduk meningkat secara cepat. Dalam pada itu Dupreel dan
alirannya mulai menekankan tentang betapa pentingnya pertumbuhan penduduk
untuk dapat meningkatkan sektor sosial dan bidang teknik maupun material.
Menurut tesisnya pertumbuhan penduduk akan membawa berbagai pengaruh
berbagai pengaruh misalnya mobilitas sosial, meluasnya kontak-kontak pribadi
dan stimulasi sosial maupun intelektual, demikian juga akan terjadi perubahan
yang di titik beratkan kepada masa yang akan datang, disamping itu harapan
manusia akan semakin lebih optimis dan kemajuan teknologi maupun inovasi
akan semakin berkembang. Pengaruh tersebut akan mengimbangi implikasi
pertumbuhan penduduk akan membawa pengaruh yang berlawanan.

Beberapa penulis telah menyusun suatu spekulasi tentang hubungan timbal


balik antara turunya fertilitas di negara-negara yang secara ekonomis sudah maju.
Di dasarkan atas bukti bahwa fenomena tersebut terbesar secara simultan bersama

16
dengan terjadinya perubahan lingkungan sosial. Mereka menyebut faktor-faktor
tersebut sebagai diversivikasi kegiatan manusian yaitu dimana kemampuan
semakin meningkat, perhatianya sudah lebih di arahkan kesejahteraan, dan
semakin banyaknya lapangan kerja untuk golongan wanita. Selain itu di bicarakan
juga sikap masyarakat yang lebih condong untuk mengurangi besarnay keluarga,
dan ini merupakan faktor yang dapat dikaitkan dengan prosedur urbanisasi dan
semakin menonjolnya semangat untuk melakukan rasionalisasi.

Dumont telah menyusun teori yang di landasi atas asumsi terse out can
menyodorkan suatu prinsip yang dinamakan prinsip “Kappilaritas Sosial’ (“Social
Capillarity”). Seperti para penulis lain sbelumnya, Dumont menyatakan bahwa
merosotnya hasrat untuk melahirkan pada hakekatnya lebih di sebabkan oleh
kemajuan peradaban, mengecilnya jumlah keluarga di sebabkan karena sudah
banyak individu yang senantiasa berambisi untuk meningkatkan posisi sosial di
dalam masyarakat. Sebagai perbandingan ia menunjukkan bahwa apabila air
hanya dapat naik karena kekuatan kapilaritas yang terdapat di dalam tabung-
tabung kecil, maka manusiapundapat meningkat skala sosialnya apabila jumlah
anaknya sedikit. Perkembangan individualisme dan hasrat untuk meningkatkan
kepribadian akan dapat menurunkan tingkat fertilitas. Sementara ia juga
menyetujui pendapat yang membuktikan bahwa perubahan sosial yang di
sebabkan oleh kemajuan peradaban itu lebih banyak di akibatkan karena turunya
tingkat fertilitas di sebabkan karena tergesernya energi untuk bersanggama ke
arah kegiatan yang lebih intelektual dan bersifat fisik lainnya serta terdorong oleh
way of live masing-masing. Dengan demikian turunya tingkat kelahiran dianggap
mencerminkan tekanan dari pada kebutuhan-kebutuhan tersebut.

17
DAFTAR RUJUKAN
Djajanegara,siti oemijati. Ananta, aris. 1986.Mutu Modal Manusia. Jakarta:
Lembaga
Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Munir, Rosi. Budiarto. 1983. Teori-Teori Kependudukan.Jakarta: PT. BINA
AKSARA
Purnamasari. 2015. Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi. Semarang
Repositori Universitas Sumatera Utara
Repositori Universitas Handalas
Repositori Universitas Gadjah Mada

18

Anda mungkin juga menyukai