Laporan Praktikum Ix
Laporan Praktikum Ix
Validasi Reagensia
OLEH
KELOMPOK 1
Validasi Reagensia
Hari, Tanggal Praktikum : Senin, 3 Juni 2013
Tempat Praktikum : Unit Transfusi Darah Pembina PMI Daerah Bali
RSUP Sanglah
I. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui validitas suatu reagen yang akan digunakan
sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang sesuai
2. Mahasiswa mengetahui apakah reagensia yang diperiksa valid atau tidak
valid
II. Metode
Metode yang digunakan adalah metode aglutinasi dengan tube test dan
plate test
III. Prinsip
Antigen + antibodi menimbulkan aglutinasi
C. Rhesus Faktor
Rh atau Rhesus (juga biasa disebut Rhesus Faktor) pertama sekali
ditemukan pada tahun 1940 oleh Landsteiner dan Weiner. Dinamakan rhesus
karena dalam riset digunakan darah kera rhesus (Macaca mulatta), salah satu
spesies kera yang paling banyak dijumpai di India dan Cina (Mulyantari,
2011).
Pada sistem ABO, yang menentukan golongan darah adalah antigen A
dan B, sedangkan pada Rh faktor, golongan darah ditentukan adalah antigen
Rh (dikenal juga sebagai antigen D) (Mulyantari, 2011).
Jika hasil tes darah di laboratorium seseorang dinyatakan tidak memiliki
antigen Rh, maka ia memiliki darah dengan Rh negatif (Rh-), sebaliknya
bila ditemukan antigen Rh pada pemeriksaan, maka ia memiliki darah
dengan Rh positif (Rh+) (Mulyantari, 2011).
Jenis penggolongan ini seringkali digabungkan dengan penggolongan
ABO. Golongan darah O+ adalah yang paling umum dijumpai, meskipun
pada daerah tertentu golongan A lebih dominan, dan ada pula beberapa
daerah dengan 80% populasi dengan golongan darah B (Mulyantari, 2011).
Kecocokan faktor Rhesus amat penting karena ketidakcocokan
golongan. Misalnya donor dengan Rh+ sedangkan resipiennya Rh (-) dapat
menyebabkan produksi antibodi terhadap antigen Rh (D) yang
mengakibatkan hemolisis. Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang
pada atau di bawah usia melahirkan karena faktor Rh dapat mempengaruhi
janin pada saat kehamilan (Mulyantari, 2011).
D. Antiglobulin Test
Molekul antibodi dan komponen komplemen adalah globulin. Antibodi
adalah globulin γ, komplemen adalah globulin β. Bila globulin manusia
diinjeksikan ke hewan akan terbentuk antihuman globulin (AHG). AHG
akan bereaksi dg globulin yg terikat pada eritrosit sehingga menghasilkan
aglutinasi eritrosit. Bila AHG bereaksi dg globulin bebas dalam serum maka
tidak terjadi aglutinasi eritrosit. Perlu proses pencucian eritrosit untuk
menghilangkan globulin bebas. Reagen AHG dapat polispesifik atau
monospesifik. Polispesifik AHG mengandung antibodi terhadap human IgG
atau C3d, kadang-kadang juga mengandung anti komplemen lain dan anti
imunoglobulin lain. Monospesifik AHG mengandung hanya satu antibodi
apakah IgG saja atau anti C3b-C3d. Antiglobulin test mampu mendeteksi
150 sampai 500 molekul IgG tiap sel darah merah. Aglutinasi lengkap
terjadi bila sel tersensitisasi oleh 1000 molekul IgG. Pada IAT, hasil reaksi
positif bila terdapat 100 sampai 200 molekul IgG atau C3 pada sel. Bila
pengikatan globulin pada eritrosit (sensitisasi) terjadi in vivo disebut uji
antiglobulin direk (Direct Coomb’s test). Bila sensitisasi dilakukan in-vitro
disebut uji antiglobulin indirek (Indirect Coomb’s test).
DAT digunakan untuk mendeteksi antibodi atau komplemen yang
menyelubungi sel darah merah invivo dengan menggunakan AHG, terutama
IgG dan C3d. Setelah sel darah merah dicuci dengan saline kemudian
ditambahkan reagen AHG. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ,
misalnya penyakit auto immune hemolytic anemia (AIHA), drug induced
hemolisis, allo imun reaksi oleh karena reaksi tranfusi.
Indirect Antiglobulin test (IAT) atau ICT digunakan untuk mendeteksi
reaksi antara sel darah merah dengan antibodi atau komplemen yang
melekat / menyelubungi pada sel darah merah invitro. Serum pasien
diinkubasikan dengan sel darah merah, kemudian sel darah merah dicuci
dengan saline dan ditambah AHG. Adanya aglutinasi setelah penambahan
AHG menandakan, bahwa serum tersebut mengandung antibodi yang reaktif
dengan antigen – antigen yang terdapat pada sel darah merah. Pemeriksaan
ICT dapat digunakan pada pemeriksaan skrining, identifikasi antibody dan
uji silang serasi.
E. Transfusi Darah
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis
darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah
berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah
besar disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ
pembentuk sel darah merah (Anonim, 2012).
Dalam transfusi darah, kecocokan antara darah donor (penyumbang) dan
resipien (penerima) adalah sangat penting. Darah donor dan resipien harus
sesuai golongannya berdasarkan sistem ABO dan Rhesus faktor (Anonim,
2012).
Transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat
menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis,
gagal ginjal, syok, dan kematian. Hemolisis adalah penguraian sel darah
merah dimana hemoglobin akan terpisah dari eritrosit (Anonim, 2012).
Pada seluruh proses yang berkaitan dengan transfusi darah, sangat perlu
memperhatikan validitas dari reagensia yang digunakan agar hasil yang
diperoleh dapat dipertanggungjawabkan (Anonim, 2012).
F. Validitas Reagen
Menurut Azwar (1986) validitas berasal dari kata validity yang
mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur
dalam melakukan fungsi ukurnya. Menurut Arikunto (1999) validitas adalah
suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu tes.
Reagen atau dikenal juga dengan Reaktan merupakan istilah yang
sering digunakan didunia kimia. Reagen memiliki banyak kegunaan dan
sebagian besar melibatkan menyelamatkan nyawa aplikasi. Zat atau dua zat
membuat, mengukur atau membangun keberadaan reaksi kimia dengan
bantuan reagen. Kimia organik mungkin juga menetapkan reagen sebagai
campuran atau zat-zat yang berbeda yang akan membuat perubahan pada
substrat pada kondisi tertentu.
Uji validitas reagen adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan
terhadap isi (content) dari suatu reagen, dengan tujuan untuk mengukur
ketepatan reagen yang digunakan dalam suatu pemeriksaan. Untuk
mengetahui apakah tes itu valid atau tidak harus dilakukan melalui
pengujian dari reagen itu sendiri agar hasil dari pemeriksaan dapat
berlangssung dengan baik dan benar. Dengan melakukan uji validitas reagen
juga bermanfaat untuk mengetahui kondisi reagen. Oleh karena itu, validitas
reagen penting dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan menggunakan
reagen tersebut.
B. Bahan
1. Anti-A
2. Anti-B
3. Anti-D
4. Test Sel A 5%
5. Test Sel B 5%
6. Test Sel O 5%
7. Test Sel A 10%
8. Test Sel B 10%
9. Test Sel O 10%
10. Coomb’s serum
11. Bovine albumin 22%
12. Coomb’s Control Cells (CCC)
2. Reagen anti-B
Identitas 2 tetes anti-B + 1 2 tetes anti-B + 1 2 tetes anti-B + 1
anti-B tetes suspensi sel tetes suspensi sel tetes suspensi sel
A 10% B 10% O 10%
Plate digoyang ke depan dan belakang hingga tercampur rata
3. Reagen anti-D
Identitas 2 tetes anti-D 2 tetes anti-D 2 tetes BA 2 tetes BA 22
anti-D IgM positif IgM positif 22% + 1 tetes % + 1 tetes
+ 1 tetes + 1 tetes
suspensi sel A suspensi sel A
suspensi sel A suspensi sel B
10 % 10 %
10 % 10 %
Plate digoyang ke depan dan belakang hingga tercampur rata
3 2 1
1 1 1
5 1. Test Sel A standar 10 %
Tanggal pembuatan : 3 Juni
2013
2. Test Sel B standar 10 %
Tanggal pembuatan : 3 Juni
2013
3. Test Sel O standar 10 %
Tanggal pembuatan : 3 Juni
2013
1 2 3
11 2 2 Hasil validasi pada reagen
q q
Coomb’s serum (Anti Human
Globulin) :
1. Pada suspensi sel A 5% :
Tidak terjadi aglutinasi
(Negatif)
2. Pada suspensi sel O 5% :
Tidak terjadi aglutinasi
(Negatif)
3. Pada suspensi sel B 5% :
Tidak terjadi aglutinasi
1 2 3
(Negatif)
VIII. Pembahasan
Pereaksi atau sering disebut juga reagensia (inggris : reagent) adalah suatu
zat yang berperan dalam suatu reaksi kimia atau diterapkan untuk tujuan analisis.
Istilah reagen juga digunakan untuk menunjuk pada zat kimia dengan kemurnian
yang cukup untuk sebuah analisis atau percobaan. Sebelum digunakan untuk
analisis, suatu reagen harus melalui proses validasi dahulu untuk mengetahui
kualitas dari reagen tersebut. Validasi reagen adalah suatu tindakan yang
dilakukan untuk menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu reagen.
Validasi reagen merupakan salah satu pemantapan mutu internal. Pemantapan
mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan
oleh setiap laboratorium secara terus-menerus agar diperoleh hasil pemeriksaan
yang tepat.
Uji validitas reagen adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan
terhadap isi (content) dari suatu reagen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan
reagen yang digunakan dalam suatu pemeriksaan. Untuk mengetahui apakah tes
itu valid atau tidak harus dilakukan melalui pengujian dari reagen itu sendiri agar
hasil dari pemeriksaan dapat berlangsung dengan baik dan benar. Dengan
melakukan uji validitas reagen juga bermanfaat untuk mengetahui kondisi reagen.
Jadi, tujuan validasi reagen adalah untuk menguji validitas suatu reagen sehingga
dapat diketahui kualitas dari reagen sebelum digunakan untuk pemeriksaan dan
juga untuk menetapkan reagen yg digunakan valid atau invalid sehingga
diperoleh hasil pemeriksaan yang akurat. Oleh karena itu, validitas reagen penting
dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan menggunakan reagen tersebut.
Dalam praktikum ini, dilakukan uji validitas reagen, khususnya reagen
yang digunakan pada pemeriksaan golongan darah untuk tujuan transfusi darah.
Uji kualitas reagen harus dilakukan pada :
a. Setiap kali batch larutan kerja (working solution) dibuat.
b. Setiap minggu
c. Bila sudah mendekati masa daluwarsa.
d. Bila ditemukan / terlihat tanda-tanda kerusakan (timbul kekeruhan, perubahan
warna, timbul endapan)
e. Bila terdapat kecurigaan terhadap hasil pemeriksaan
Reagen yang akan divalidasi dalam praktikum ini adalah reagen Anti-A,
Anti-b, Anti-D, Bovine Albumin 22 %, Coomb’s serum, dan Coomb’s Control
Cell. Sebelum memulai proses validasi, masing-masing reagen harus diperhatikan
terlebih dahulu nomor batch dan tanggal kadaluarsanya. Nomor Batch atau bets
(lot) adalah penandaan yang terdiri dari angka atau huruf atau gabungan
keduanya, yang merupakan tanda pengenal suatu bets, yang memungkinkan
penelusuran kembali riwayat lengkap pembuatan bets tersebut, termasuk seluruh
tahap produksi, pengawasan dan distribusi. Sedangkan tanggal kadaluarsa
merupakan gambaran dari stabilitas reagen dalam penyimpanan. Stabilitas reagen
merupakan kemampuan suatu produk reagen untuk bertahan dalam batas yang
ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan. Sifat dan
karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat produk dibuat.
Kestabilan reagen dapat dilihat dari beberapa hal dengan suatu perubahan dalam
penampilan fisik seperti warnanya. Sedangkan dalam hal lain perubahan kimia
dapat terjadi yang tidak bisa dibuktikan sendiri dan hanya bisa dibuktikan melalui
analisis kimia.
Nomor batch dan tanggal kadaluarsa masing-masing reagen dicatat pada
form validasi reagen. Bila tanggal kadaluarsa reagen telah lewat, maka validasi
tidak dilakukan lagi, karena dapat dipastikan reagen tersebut stabilitasnya
berkurang dan tidak baik untuk pemeriksaan. Pada praktikum ini, semua reagen
belum melewati tanggal kadaluarsa sehingga uji validasi reagen dilakukan.
1. Uji Validasi Reagen Anti-A dan Anti-B Anti-D
Seraclone Anti-A (ABO1) dan Seraclone Anti-B (ABO2) sebagai
komponen reaktif mengandung antibodi monoclonal manusia dari
imunoglobulin kelas IgM. Mereka berasal dari jalur sel hibridoma yang dibuat
dengan menggabungkan antibodi tikus memproduksi limfosit B dengan sel
myeloma tikus. Antibodi ini diencerkan dalam larutan protein yang
mengandung sapi buffered albumin, etilendiamin tetraacetate (EDTA), dan
sebagai pewarna Paten Biru (Anti-A) atau Tartrazin (Anti-B) dan dengan
pengawet 0,1% sodium azide.
Reaktivitas semua reagen harus dikonfirmasi oleh pengujian dengan sel
darah merah positif dan negatif pada setiap hari gunakan. Untuk
mengkonfirmasi reaktivitas atau spesifisitas Reagen Biotest monoklonal
Darah (Anti-A dan Anti-B), masing-masing harus diuji dengan antigen-
positif dan antigen-negatif sel darah merah mereka masing-masing. Misalnya,
untuk menguji reagen Anti-A, digunakan suspensi sel darah A (sebagai antigen
positif) dan digunakan juga suspensi sel darah B dan O (sebagai antigen
negatif). Masing-masing reagen yang baik untuk digunakan adalah reagen
yang hanya bereaksi dengan sel darah merah antigen-positif.
Sebelum dilakukan validasi, dicatat terlebih dahulu nomor batch dan tanggal
kadaluarsa reagen, yaitu :
Anti – A monoklonal. (Batch No : 060413, Exp. date : Agustus 2013,
Suhu penyimpanan : 2-80C).
Anti – B monoklonal. (Batch No : 060413, Exp. date : April 2014,
Suhu penyimpanan : 2-80C).
Dari hal diatas dapat diketahui bahwa reagen belum melewati masa kadaluarsa,
sehingga validasi reagen dapat dikerjakan.
Dalam praktikum ini. Validasi reagen Anti-A dilakukan dengan metode
bloodgrouping plate, dengan formula sebagai berikut :
Sumur 1 : 2 tetes anti-A + 1 tetes suspensi sel A 10%
Sumur 2 : 2 tetes anti-A + 1 tetes suspensi sel B 10%
Sumur 3 : 2 tetes anti-A + 1 tetes suspensi sel O 10%
Validasi reagen Anti-B dilakukan dengan metode bloodgrouping plate,
dengan formula sebagai berikut :
Sumur 1 : 2 tetes anti-B + 1 tetes suspensi sel A 10%
Sumur 2 : 2 tetes anti-B + 1 tetes suspensi sel B 10%
Sumur 3 : 2 tetes anti-B + 1 tetes suspensi sel O 10%
Masing-masing plate lalu digoyangkan untuk menghomogenkan isinya.
Setelah itu, diamati aglutinasinya. Hasil validasi pada reagen Anti – A adalah
pada sumur 1 yang berisi suspensi sel A 10% terjadi aglutinasi (Positif 3),
pada sumur 2 yang berisi sel darah B 10% tidak terjadi aglutinasi (Negatif),
dan sumur 3 yang berisi suspensi sel O 10% tidak tejadi aglutinasi (Negatif).
Hasil validasi pada reagen Anti – B adalah pada sumur 1 yang berisi
suspensi sel A 10% tidak terjadi aglutinasi (Negatif), pada sumur 2 yang berisi
sel darah B 10% terjadi aglutinasi (Positif 3), dan sumur 3 yang berisi
suspensi sel O 10% tidak tejadi aglutinasi (Negatif).
Hasil uji kedua reagen ini (Anti-A dan Anti-B), dapat dikatakan valid,
karena baik Anti-A maupun Anti-B beraglutinasi dengan antigen yang sesuai,
yaitu Anti-A dengan aglutinogen A dan Anti-B dengan aglutinogen B. Prinsip
yang digunakan dalam hal ini adalah hemaglutinasi dimana Anti-A (ABO1)
maupun Anti-B (ABO2) mengikat antigen yang sesuai pada sel darah merah
yang diuji dan menyebabkan reaksi antigen-antibodi terlihat sebagai sel darah
merah aglutinasi. Dari hal tersebut dapat dinyatakan bahwa reagen Anti-A dan
Anti-B layak untuk digunakan pemeriksaan.
2. Uji Validasi Reagen Anti-D
Reagen Anti-D digunakan untuk menguji keberadaan atau tidak adanya
antigen D. Antigen D (RH1) adalah antigen yang penting setelah antigen sel
darah merah A dan B. Sel yang memiliki D (RH1) adalah antigen "Rh positif"
sedangkan sel yang tidak memiliki D (RH1) adalah antigen "Rh negatif".
Sebagai Seraclone komponen reaktif, Anti-D berisi antibodi monoklonal
manusia dari imunoglobulin kelas IgM. Antibodi ini berasal dari sel kultur
supernatan dan menunjukkan kekhususan dan karakteristik reproduktifitas
untuk antibodi monoklonal. Antibodi ini diencerkan dalam larutan garam
isotonik yang mengandung buffer albumin sapi dan potensiator
makromolekul.
Seperti halnya dengan uji validasi Anti-A dan Anti-B, untuk
mengkonfirmasi reaktivitas atau spesifisitas, reagen Anti-D harus diuji dengan
antigen-positif dan antigen-negatif sel darah merah masing-masing. Reagen
yang baik untuk digunakan adalah reagen yang hanya bereaksi dengan sel
darah merah antigen-positif.
Nomor batch dan tanggal kadaluarsa reagen Anti-D dicatat dahulu, yaitu,
Batch No : 040313, Exp. date : Maret 2014, dengan suhu penyimpanan : 2-
80C. Jadi, dapat diketahui bahwa reagen belum melewati masa kadaluarsa,
sehingga validasi reagen dapat dikerjakan.
Validasi reagen Anti-D dilakukan dengan metode bloodgrouping plate
pula, dengan formula sebagai berikut :
Sumur 1 : 2 tetes anti-D IgM positif + 1 tetes suspensi sel A 10 %
Sumur 2 : 2 tetes anti-D IgM positif + 1 tetes suspensi sel B 10 %
Sumur 3 : 2 tetes BA 22% + 1 tetes suspensi sel A 10 %
Sumur 4 : 2 tetes BA 22 % + 1 tetes suspensi sel A 10 %
Suspensi sel yang digunakan merupakan sel darah dengan rhesus positif. Hal
ini dilakukan karena sangat jarang terdapat sel darah dengan rhesus negatif.
Bovine Albumin 22 % digunakan sebagai autocontrol untuk Anti-D yang
menunjukkan apakah uji validasi reagensia anti – D yang dilakukan telah
dikerjakan dengan benar atau tidak dimana hasilnya harus selalu negatif.
Masing-masing plate lalu digoyangkan untuk menghomogenkan isinya. Setelah
itu, diamati aglutinasinya.
Hasil validasi pada reagen Anti – D adalah pada sumur 1 dan 2 terjadi
aglutinasi dengan tingkat aglutinasi positif 2. Prinsip yang digunakan dalam hal
ini adalah hemaglutinasi dimana Anti- D (RH1) mengikat antigen D pada sel
darah merah dan menyebabkan terjadinya reaksi antigen- antibodi yang terlihat
sebagai aglutinasi sel darah merah. Sedangkan pengujian 1 tetes suspensi sel A
10 % dengan 2 tetes Bovine Albumin 22 % pada sumur 3 dan 4 menunjukkan
hasil negatif dimana digunakan sebagai autocontrol. Hal ini menunjukkan
bahwa reagen Anti-D valid karena Anti-D bereaksi dengan antigennya yang
sesuai yaitu sel darah A atau B yang rhesus positif. Sehingga reagen Anti-D
layak untuk digunakan pemeriksaan.
X. Daftar Pustaka
Anonim. tt. Anti-human Globulin (Coombs) Reagent. Diakses dari :
http://www.sopachem.com/Anti-human-globulin-Coombs-
reagent.100.0.html Diakses pada : Minggu, 9 Juni 2013
Anonim. tt. Blood Grouping Reagents Anti-A dan Anti-B. Diakses dari :
http://www.fda.gov/downloads/BiologicsBloodVaccines/BloodBloodProdu
cts/ApprovedProducts/LicensedProductsBLAs/BloodDonorScreening/Bloo
dGroupingReagent/ucm081725.pdf Diakses pada : Minggu, 9 Juni 2013
Anonim. tt. Blood Grouping Reagent Anti-D (RH1). Diakses dari :
http://www.fda.gov/downloads/BiologicsBloodVaccines/BloodBloodProdu
cts/ApprovedProducts/LicensedProductsBLAs/BloodDonorScreening/Bloo
dGroupingReagent/ucm081726.pdf Diakses pada : Minggu, 9 Juni 2013
Anonim. tt. BSA 22% (Bovine Serum Albumin). Diakses dari :
http://www.sanquin.nl/repository/reagentia/ifu/K1106_BSA22__01072005
_en.pdf Diakses pada : Minggu, 9 Juni 2013
Anonim. tt. Coombs Control Cells - 970 Diakses dari :
http://www.lornelabs.com/reagents/item/coombs-control-cells.html.
Diakses pada : Minggu, 9 Juni 2013
Anonim. 2010. Transfusi Darah. Diakses dari :
http://www.scribd.com/doc/83584521/Transfusi-Darah-ComPlete. Diakses
pada : Minggu, 9 Juni 2013
Gustini, Yulisa. 2011. Pemeriksaan Golongan Darah ABO. Diakses dari :
http://yulisa-gustini.blogspot.com/2011/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html.
Diakses pada : Minggu, 9 Juni 2013
Nasution, Arman Tonny. 2013. Cara Pemeriksaan Coomb’s Test. Diakses dari :
http://armantonnynasution.blogspot.com/2013/01/cara-pemeriksaan-
coombs-test.html. Diakses pada : Minggu, 9 Juni 2013
Zuensik, Sovasilin. 2012. Transfusi Darah. Diakses dari :
http://sovasilinzuensik.blogspot.com/2012/07/transfusi-darah.html. Diakses
pada : Minggu, 9 Juni 2013
LEMBAR PENGESAHAN
Denpasar, 10 Juni 2013
Mahasiswa
1. Made Indah Kesuma Dewi ( )
2. Ni Wayan Febi Suantari ( )
3. A.A. Putu Sintya Darmayani ( )
4. Ni Luh Komang Ita Purnamasari ( )
5. I Putu Wijaya Pradharma ( )
Pembimbing I Pembimbing II
(dr. Tjok. Gede Oka, MS., Sp.PK) (dr. Ni Kadek Mulyantari, Sp.PK)
Pembimbing V Pembimbing VI