Anda di halaman 1dari 245

KATA PENGANTAR

Mata kuliah Teori Bangunan Kapal merupakan salah satu mata kuliah utama
pada Program Studi Teknik Perancangan dan Konstruksi Kapal yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan pemahaman mahasiswa mengenai dasar-dasar dari
teori-teori kapal serta perencanaan kapal yang diaplikasikan dalam bentuk kuliah
yang interaktif sehingga diharapkan mendekati permasalahan sesungguhnya
dikapal. Mata kuliah ini mempunyai topik materi sebanyak 10, kesepuluh topik
tersebut tidak saling berhubungan langsung, selama ini kurang ada media untuk
lebih memperjelas topik materi kuliah Teori Bangunan Kapal, besarnya bobot 2 sks
(4x50 menit) dan dilaksanakan pada semester 2.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, secara garis besar dapat
ditarik beberapa permasalahan yang perlu dibahas untuk memenuhi kompetensi
seperti yang diharapkan melalui perencanaan metode pembelajaran yang harus
dilakukan yaitu :

1. Penyempurnaan apa yang harus dilakukan dalam menjelaskan topik materi


Teori Bangunan Kapal agar materi pembelajaran lebih visualistik dan lebih
interaktif sehingga pesan dari materi kuliah bisa dipahami lebih mudah
selanjutnya mahasiswa akan mudah menerapkan dalam kehidupan nyata ?
2. Penyediaan peralatan, fasilitas-fasilitas penunjang apa saja yang diperlukan
dan visualisasi apa yang akan dibuat agar materi kuliah bisa dipahami lebih
mudah ?
3. Bagaimana bentuk modul pembelajaran yang sesuai dalam proses belajar
mengajar dari Teori Bangunan Kapal tersebut ?
Dengan melakukan program kegiatan ini, pencapaian kompetensi materi kuliah
Teori Bangunan Kapal dapat dicapai menggunakan :

1. Dapat ditentukan bentuk-bentuk penyempurnaan yang perlu dilakukan


terhadap pembelajaran materi Teori Bangunan Kapal sehingga sesuai
kebutuhan dalam pelaksanaan materi Teori Bangunan Kapal. Dibuatkan
materi pembelajaran lebih visualistik dan lebih interaktif sehingga pesan dari

1
materi kuliah bisa dipahami lebih mudah selanjutnya mahasiswa akan
mudah menerapkan dalam kehidupan nyata.
2. Inventarisasi dan penyediaan peralatan dan fasilitas-fasilitas penunjang yang
lain untuk terlaksananya proses belajar-mengajar Teori Bangunan Kapal.
3. Membuat modul pembelajaran yang sesuai untuk pelaksanaan materi Teori
Bangunan Kapal.
Dengan terlaksananya program ini diharapkan :

1. Pengoptimalan pemanfaatan hasil karya (small craft) praktek mahasiswa


yang selama ini hanya dipakai sebagai pajangan/pameran saja bahkan
cenderung kurang terawat keberadaannya.
2. Dapat dipergunakan sebagai fasilitas penunjang (model percobaan) dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar Teori Bangunan Kapal, sehingga
nantinya akan terciptanya proses pembelajaran yang efektif dan efisien,
serta mampu meningkatkan kualitas pemahaman mahasiswa mengenai
dasar-dasar Teori Bangunan Kapal.

DAFTAR ISI
I DESKRIPSI MATA KULIAH hal 3

II KOMPETENSI UMUM DAN KHUSUS hal 4

III KOMPETENSI KHUSUS DAN POKOK BAHASAN hal 5

IV POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN hal 7

V SKEMA HUBUNGAN POKOK BAHASAN hal 8

V.1. KONSEP KAPAL TERAPUNG hal 9

V.2. GAMBAR RENCANA GARIS DAN GAMBAR RENCANA

UMUM hal 14

V.3. STABILITAS MELINTANG hal 33

V.4. STABILITAS MEMANJANG hal 57

V.5. INTEGRASI NUMERIK hal 85

V.6. PARAMETER HIDROSTATIK hal 97

2
V.7. LAMBUNG TIMBUL hal 150

V.8. PANJANG TIDAK BOCOR hal 168

V.9. TONASE hal 178

V.10. PELUNCURAN hal 189

VI KRITERIA PENILAIAN HASIL PEMBELAJARAN hal 236

VII DAFTAR PUSTAKA hal 237

VIII LAMPIRAN hal 238

I DESKRIPSI MATA KULIAH


1.1 Identitas Mata Kuliah
Judul Mata Kuliah : Teori Bangunan Kapal
Nomor Kode/SKS : 601211A/2
Semester/Tingkat : 2/1
Prasyarat :-
Jml. Jam/Minggu : 4
1.2 Ringkasan Silabus : konsep kapal terapung, rencana garis, parameter
hidrostatik, integrasi numerik, rencana umum, lambung timbul, diagram
ketidak bocoran, tonase, peluncuran.
1.3 Kompetensi Khusus :
1. Mahasiswa memahami konsep kapal mampu terapung dan gaya-gaya
yang bekerja pada kapal.
2. Mahasiswa mampu menunjukkan ukuran utama kapal dari data lines plan
yang diberikan dan memahami gambar lines plan.
3. Mahasiswa mampu menghitung AM, AWL,  , LCF, LCB, KB, BML, BMT,
periode roll & pitch, koefisien-koefisien bentuk kapal dari data lines plan
yang diberikan dengan menggunakan integrasi numerik.
4. Mahasiswa memahami konsep stabilitas melintang, BM, GM, persyaratan
IMO.
5. Mahasiswa memahami konsep TPC, DDT dan MTC, mampu
menggunakannya pada persoalan hidrostatik.

3
6. Mahasiswa mampu menggambar free board mark pada gambar General
Arrangement dari gambar lines plan, kurva hidrostatik dan gambar general
arrangement yang diberikan.
7. Mahasiswa memahami konsep stabilitas memanjang, free surface effect,
inclining test dan mampu mengerjakan persoalan yang menyangkut
stabilitas memanjang, free surface effect, inclining test.
8. Mahasiswa mampu melaksanakan inclining test untuk mendapatkan nilai
KG.
9. Mahasiswa memahami materi floodable length, tonage measurement,
launching dan perannya dalam proses disain kapal.

1.4 Kompetensi Umum : Mahasiswa mampu mendisain kapal secara optimal


dengan menerapkan materi-materi kuliah Teori Bangunan Kapal.

II KOMPETENSI UMUM DAN KHUSUS


KOMPETENSI UMUM
KOMPETENSI KHUSUS
1. Mahasiswa memahami konsep 1.1 Mhs. mampu menjelaskan density,
kapal terapung. B, G, T, distribusi tekanan
hidrostatik, freeboard, cadangan
daya apung, syarat terapung,
displasemen.
2. Mahasiswa mampu menunjukkan 2.1 Gambar rencana garis yang
ukuran utama pada gambar diberikan telah dilengkapi dengan
rencana garis yang diberikan ukuran utama sesuai data dari table
sesuai data dari table of principal of principal dimension.
dimension.
Mahasiswa mampu menyebutkan 2.2 Mhs. mampu menyebutkan
pembagian ruang utama kapal, pembagian ruang utama kapal,
denah main deck, poop deck, boat denah main deck, poop deck, boat
deck, bridge deck, navigation deck, bridge deck, navigation deck,
deck, top deck, fore castle deck, top deck, fore castle deck, denah
denah tangki pada dasar ganda. tangki pada dasar ganda.
3. Mahasiswa memahami konsep 3.1 Mhs. mampu mengevaluasi gambar
stabilitas melintang kapal. GZ curve yang diberikan.
4. Mahasiswa mampu menjawab 4.1 ≥ 85% mahasiswa mampu
soal topik Longitudinal stability, menjawab soal topik Longitudinal
free surface effect, inclining test stability, free surface effect, inclining
sesuai dengan kunci jawaban. test sesuai dengan kunci jawaban.

4
5. Mahasiswa mampu menghitung 5.1 AM, AWL, CM, CWL, LCF dari gambar
AM, AWL, CM, CWL, LCF dari gambar lines plan yang diberikan telah
lines plan yang diberikan dengan dihitung.
menggunakan Simpson’s 1st rule
dan Simpson’s 2nd rule.
Mahasiswa mampu menghitung 5.2  , LCB, KB, Cb, CpV, CpL,BML, BMT,
 , LCB, KB, Cb, CpV, CpL,BML, BMT, periode roll & pitch dari gambar
periode roll & pitch dari gambar lines plan yang diberikan telah
lines plan yang diberikan dengan dihitung.
menggunakan Simpson’s 1st rule
dan Simpson’s 2nd rule.

6. Mahasiswa memahami konsep 6.1 Mahasiswa mampu menggunakan


TPC, DDT, MTC. TPC, DDT, MTC pada persoalan
stabilitas memanjang kapal.
7. Mahasiswa mampu 7.1 Gambar general arrangement telah
menggambarkan free board mark dilengkapi free board mark.
pada gambar general
arrangement.
8. Mahasiswa mampu menghitung 8.1 ≥ 85% mahasiswa mampu
KG kapal. mendapatkan KG kapal dengan nilai
yang normal dan prosedur yang
benar.
9. Mahasiswa memahami konsep 9.1 ≥ 85% mahasiswa mampu
Floodable length. menjelaskan dengan bahasa sendiri
mengenai konsep Floodable length.
10 Mahasiswa memahami konsep 10.1 ≥ 85% mahasiswa mampu
tonage measurement pada proses menjelaskan dengan bahasa sendiri
disain kapal. mengenai konsep tonage
measurement.
11 Mahasiswa memahami konsep 11.1 ≥ 85% mahasiswa mampu
peluncuran kapal secara menjelaskan dengan bahasa sendiri
memanjang. mengenai konsep peluncuran kapal
secara memanjang.

III KOMPETENSI KHUSUS DAN POKOK BAHASAN


KOMPETENSI KHUSUS
POKOK BAHASAN
1. Mhs. mampu menjelaskan 1.1 Konsep kapal terapung.
density, B, G, T, distribusi tekanan
hidrostatik, freeboard, cadangan
daya apung, syarat terapung,
displasemen.
2. Gambar rencana garis yang 2.1 Ukuran utama kapal.
diberikan telah dilengkapi dengan
ukuran utama sesuai data dari
table of principal dimension.

5
Mhs. mampu menyebutkan 2.2 Tata letak gambar rencana umum.
pembagian ruang utama kapal,
denah main deck, poop deck, boat
deck, bridge deck, navigation
deck, top deck, fore castle deck,
denah tangki pada dasar ganda.
3. Mhs. mampu mengevaluasi 3.1 Stabilitas melintang.
gambar GZ curve yang diberikan.
4. ≥ 85% mahasiswa mampu 4.1 Stabilitas memanjang, pengaruh
menjawab soal topik Longitudinal pemukaan bebas, teori percobaan
stability, free surface effect, kemiringan.
inclining test sesuai dengan kunci
jawaban.
5. AM, AWL, CM, CWL, LCF dari gambar 5.1 Integrasi numerik.
lines plan yang diberikan telah
dihitung.

 , LCB, KB, Cb, CpV, CpL,BML, BMT,


periode roll & pitch dari gambar
lines plan yang diberikan telah
dihitung.

6. Mahasiswa mampu menggunakan 6.1 TPC, DDT, MTC.


TPC, DDT, MTC pada persoalan
stabilitas memanjang kapal.
7. Gambar general arrangement 7.1 Tanda lambung timbul
telah dilengkapi free board mark.
8. ≥ 85% mahasiswa mampu 8.1 Inclining test.
mendapatkan KG kapal dengan
nilai yang normal dan prosedur
yang benar.

9. ≥ 85% mahasiswa mampu 9.1 Floodable length.


menjelaskan dengan bahasa
sendiri mengenai konsep
Floodable length

10 ≥ 85% mahasiswa mampu 10.1 Tonnage.


menjelaskan dengan bahasa
sendiri mengenai konsep tonage
measurement.
11 ≥ 85% mahasiswa mampu 11.1 Peluncuran memanjang kapal.
menjelaskan dengan bahasa
sendiri mengenai gambar
peluncuran memanjang kapal.

6
IV POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
POKOK BAHASAN
SUB POKOK BAHASAN
1. Konsep kapal terapung. 1.1 Density, B, G, T, distribusi tekanan
hidrostatik, freeboard, cadangan
daya apung, syarat terapung,
displasemen.
2. Rencana garis. 2.1 Ukuran utama kapal.

Rencana umum. 2.2 Tata letak gambar rencana umum.

3. Stabilitas melintang, pengaruh 3.1 Kondisi kapal stabil, indiferen, tidak


permukaan bebas dan teori stabil, BM, GM, persyaratan IMO,
percobaan kemiringan. pengaruh permukaan bebas dan
teori percobaan kemiringan.
4. Stabilitas memanjang. 4.1 Mengerjakan soal-soal untuk
memperjelas topik stabilitas
memanjang.
5. Integrasi numerik. 5.1 Menghitung AM, AWL, CM, CWL, LCF
dari gambar lines plan yang
diberikan dengan menggunakan
Simpson’s 1st rule dan Simpson’s 2nd
rule.

5.2 Menghitung  , LCB, KB, Cb, CpV,


CpL,BML, BMT, periode roll & pitch,
dari gambar lines plan yang
diberikan dengan menggunakan
Simpson’s 1st rule dan Simpson’s 2nd
rule.

6. Parameter hidrostatik. 6.1 TPC, DDT, MTC.

7. Tanda lambung timbul. 7.1 Menggambar free board mark pada


gambar general arrangement
dengan menggunakan ILLC 1996.
8. Inclining test. 8.1 Menyiapkan kapal yang akan diuji,
menggambar lines plan kapal dan
melaksanakan inclining test.
9. Floodable length. 9.1 Gambar floodable length menurut F
Shirokauer
10 Tonnage 10.1 Menghitung tonnage mengacu pada
International Convention on
tonnage measurement of ships
1969.

7
11 Peluncuran memanjang kapal. 11.1 Gambar peluncuran memanjang
kapal.

V SKEMA HUBUNGAN POKOK BAHASAN

8
V.1. Konsep kapal terapung.
Tenggelam dan gaya buoyancy.
Gambar dibawah mengilustrasikan batu dengan volume 400 m 3 yang tenggelam
didasar sungai, batu sepenuhnya tenggelam diair, selanjutnya akan dipindahkan
sejumlah volume air yang sebesar dipindahkan volume batu tersebut, yaitu 400
m3 .

Gambar batu didasar sungai


Bila dimisalkan berat batu yang mempunyai volume 400 m 3 sebesar 9.8 N,
untuk menjaga agar batu tidak jatuh ketanah, dibutuhkan penahan gaya sebesar
9.8 N.

Gambar batu ditahan tangan


Volume air sebesar 400 m 3 akan dipindahkan batu yang beratnya setara 3.9 N,
artinya, gaya sebesar 3.9 N akan setara dengan berat air yang dipindahkan yang
mempunyai volume air 400 m 3 .

9
Gambar volume air yang dipindahkan
Bila batu jatuh keair, air akan mendorong batu sebesar gaya yang ditimbulkan
oleh berat air yang dipindahkan. Gaya keatas ini disebut gaya buoyancy. Gaya
buoyancy selalu sama dengan berat air yang dipindahkan.

Gambar gaya buoyancy


Batu tenggelam keair karena berat batu lebih besar dari pada berat air yang
dipindahkan. Gaya batu kebawah sebesar 9.8 N lebih besar dari gaya tekanan air
3.9 N keatas.
Oleh karena itu agar kapal tidak tenggelam, maka berat kapal harus sama
dengan berat air yang dipindahkan oleh badan kapal yang tercelup diair.

10
Gambar penentuan gaya buoyancy
Berat diudara 5 kg, berat diair 2 kg, Gaya buoyancy = berat obyek diudara –
 kg   m 
berat obyek diair = berat fluida yang dipindahkan =   3  * g  2 
 
* V m3
 m   sec 

Gambar gaya buoyancy biota laut

11
Gambar gaya buoyancy benda tidak pejal dan benda pejal

Gambar volume displasemen

12
Gambar alasan kapal tidak tenggelam

Gambar konsep kapal selam

13
Gambar pengaruh berat jenis air laut terhadap sarat kapal
V.2.1. GAMBAR RENCANA GARIS.

Gambar rencana garis terdiri tiga bagian yaitu body plan, sheer plan dan half
breadth plan. Gambar rencana garis, adalah gambar yang menunjukkan potongan
badan kapal pada tiga bagian, yaitu badan kapal dipotong dengan bidang vertikal
melintang kapal, hasil potongannya dinamakan station, kumpulan beberapa station
disebut body plan, badan kapal dipotong dengan bidang vertikal memanjang kapal,
hasil potongannya disebut buttock line, kumpulan dari beberapa buttock line disebut
sheer plan dan terakhir badan kapal dipotong bidang horizontal memanjang kapal,
hasil potongannya disebut water line, kumpulan beberapa water line disebut half
breadth plan. Pada gambar lines plan, body plan diletakkan ditengah diapit gambar
sheer plan (bila kapal mempunyai parallel middle body yang cukup panjang untuk
ditempat body plan, bila kapal tidak mempunyai parallel middle body, body plan
diletakkan didepan sheer plan), sedang dibawah kedua gambar diatas diletakkan
gambar half breadth plan.
Gambar rencana garis adalah gambar proyeksi sudut pertama atau lebih dikenal
dengan nama proyeksi eropa.

14
Gambar proyeksi sudut pertama (proyeksi eropa)

15
Gambar rencana garis

16
Body plan

Gambar rencana garis terdiri tiga bagian yaitu body plan, sheer plan dan half
breadth plan. Gambar rencana garis akan menunjukkan potongan badan kapal pada
tiga bagian, yaitu badan kapal dipotong dengan bidang vertikal melintang kapal, badan
kapal dipotong dengan bidang vertikal memanjang kapal dan terakhir badan kapal
dipotong bidang horizontal memanjang kapal. Hasil potongan badan kapal dengan
bidang vertikal melintang kapal disebut station, kumpulan dari station-station ini
disebut body plan.

Gambar station-station
Gambar diatas menunjukkan kapal dengan panjang tertentu dipotong oleh bidang
vertikal melintang kapal sebanyak 11 potongan, masing-masing potongan disebut
station, jadi gambar diatas terdiri dari 11 station. Umumnya panjang kapal yang
dipotong menjadi station-station itu adalah panjang antara dua garis tegak yang
disebut Lpp (length between perpendicular).

17
Gambar cara mengukur Lpp
Pada gambar diatas Lpp diukur dari AP sampai FP. AP adalah garis tegak belakang
(after perpendicular), ciri-ciri garis ini adalah tempat sumbu poros kemudi (rudder),
sedangkan FP adalah garis tegak depan (fore perpendicular), garis FP ini bersama sama
dengan linggi haluan dan garis sarat kapal muatan penuh akan saling berpotongan
disatu titik.
Umumnya Lpp dibagi menjadi 10 station atau 20 station tergantung dari besarnya
panjang Lpp.

18
Gambar body plan dari Lpp yang dibagi 20 lebih station
Gambar diatas menunjukkan kumpulan dari station, yaitu hasil perpotongan
badan kapal dengan bidang vertikal melintang kapal, kumpulan dari station-station ini
disebut gambar body plan. Dalam hal ini Lpp dibagi menjadi 20 station dari station AP
(station nol) sampai sampai station FP (station 20), selanjutnya antara station AP dan
station 1 dibuat lagi station 0.5 dan antara station 1 dan station 2 dibuat lagi station
1.5. Begitu juga antara station FP dan station 19 dibuat station 19.5 dan antara station
19 dengan station 18 dibuat station 18.5. Tujuan penambahan station 0.5, 1.5, 18.5 dan
19.5 adalah agar penggambaran bidang garis air didaerah depan kapal dan didaerah
belakang kapal lebih “stream line”.
Pada gambar body plan diatas terdapat station yang besarnya (luasnya) sama
yaitu station 8, 9, 10, 11, 12 dan 13, daerah kapal yang mempunyai luas yang sama
disebut parallel middle body.
Body plan diatas secara meninggi dibagi menjadi beberapa sarat kapal yaitu sarat 0 m,
0.5 m, 1 m, 1.5 m, 2 m, 3 m, 4 m, 4.9 m dan sarat 5.9 m sebagai sarat kapal muatan
penuh.
Bagian tengah kapal melintang disebut centre line, simbolnya seperti gambar diatas.

19
Gambar station-station sebelah kiri bidang centre line pada body plan
menunjukkan bentuk kapal dibagian belakang kapal, sedangkan gambar station-station
sebelah kanan bidang centre line menunjukkan bentuk kapal bagian depan kapal.
Half breadth plan

Hasil potongan badan kapal dengan bidang horizontal memanjang kapal


disebut water line (garis air), kumpulan dari water line - water line ini disebut half
breadth plan.

Gambar water line (garis air)


Gambar diatas menunjukkan hasil perpotongan badan kapal dengan bidang horizontal
memanjang kapal, hasil perpotongan berupa bidang garis air (water line) 0 m, 1 m, 2 m,
3 m, 4 m dan 5 m.

20
Gambar half breadth plan yang merupakan kumpulan dari beberapa garis air (water line)

Kumpulan beberapa garis air (water line) disebut gambar half breadth plan. Tengah-tengah kapal pada posisi memanjang kapal disebut
midship seperti simbol diatas.

21
Sheer plan

Hasil potongan badan kapal dengan bidang vertikal memanjang kapal disebut buttock
line, kumpulan dari buttock line - buttock line ini disebut sheer plan.

Gambar buttock line

Buttock line adalah hasil perpotongan badan kapal dengan bidang vertikal memanjang
kapal.

22
Gambar sheer plan sebagai kumpulan dari beberapa buttock line

Buttock line adalah hasil perpotongan badan kapal dengan bidang vertikal memanjang kapal, singkatannya BL, umumnya untuk potongan
bagian depan kapal disebut Bow Line, sedangkan untuk potongan bagian belakang disebut Buttock Line.

23
Bagian paling tinggi kapal adalah geladak, ditunjukkan dengan simbol H, cara
mengukurnya sebagai berikut :

Gambar cara mengukur B, H dan T

Gambar cara mengukur L

24
Gambar profil sheer standar

Gambar sheer dan camber

H atau geladak ditinggikan secara memanjang, disebut sheer, peninggian profil sheer
standar dari International Load Line Conference 1996 seperti gambar diatas,
sedangkan peninggian geladak secara melintang disebut camber, besarnya di centre
1
line besarnya 50 B.

Bila tepi geladak dihubungkan disebut upper deck side line (garis tepi geladak),
sedangkan bila besarnya camber tiap station dihubungkan dari ujung haluan sampai
ujung buritan akan didapatkan upper deck centre line (garis geladak tengah).

25
Sampai sejauh ini untuk pada gambar half breadth plan dan gambar sheer plan,
pengukurannya hanya sampai Lpp saja padahal kapal itu terbenam sampai Lwl (length
water line), panjang kapal sampai garis air muatan penuh. Selisih antara Lwl dan Lpp
disebut cant part, sedangkan bagian sepanjang Lpp disebut main part. Berikut
dijelaskan cara mendapatkan ukuran cant part atau lebih tepatnya cara merencanakan
linggi buritan.

Gambar celah antara kemudi, baling-baling dan linggi buritan dari Det Norske Veritas

Hal penting dalam penerapan gambar diatas adalah merencanakan diameter daun
baling-baling, secara empiris sering digunakan :
D = a * T,
Dimana :
D, diameter daun baling-baling.
T, sarat kapal muatan penuh.
a < 0.65 untuk kapal muatan curah kering (bulk carrier) dan oil tanker.
a < 0.74 untuk kapal pengangkut kontener.

26
Selain itu ada referensi lain untuk menentukan celah antara kemudi, baling-baling dan
linggi buritan.

Gambar celah antara kemudi, baling-baling dan linggi buritan

Dimana :
X = (5 s/d 10)% dari D
Y = (15 s/d 25)% dari D
Z = sampai 5 % dari D
Selanjutnya untuk merencanakan bentuk kemudi, dilakukan dengan perbandingan
sebagai berikut.

Gambar perbandingan tinggi dan lebar daun kemudi

27
Umumnya bagian balansir kemudi (bagian luasan didepan AP), sekitar 23 % luas total
daun kemudi, luas total daun kemudi menurut BKI :

A  c1 * c 2 * c 3 * c 4 *
1.75 * L * T
100
m 
2

Dimana :
c1 = faktor tergantung tipe kapal.
= 1.0 secara umum.
= 0.9 untuk kapal muatan curah kering dan oli tanker dengan displasemen > 50000
ton.
= 1.7 untuk kapal tunda dan kapal penangkap ikan (trawler).
c 2 = faktor tergantung tipe daun kemudi.
= 1.0 secara umum.
= 0.9 untuk semi spade rudder
= 0.7 untuk high lift rudder
c 3 = faktor tergantung bentuk penampang profil daun kemudi.
= 1.0 untuk profile NACA dan penampang daun kemudi dari pelat.
= 0.8 untuk profile rongga dan profile campuran
c 4 = faktor posisi perencanaan daun kemudi.
= 1.0 untuk posisi kemudi dibelakang semburan baling-baling.
= 1.5 untuk posisi kemudi diluar semburan baling-baling.
Berikut bermacam-macam bentuk penampang profil daun kemudi.

28
Gambar profil-profil penampang daun kemudi

29
Merancang haluan kapal.

Gambar berbagai bentuk linggi haluan

V.2.2. GAMBAR RENCANA UMUM.

Yang dimaksud gambar rencana umum adalah gambar kapal yang isinya antara lain :

1. Penentuan dari ruangan–ruangan untuk segala kegiatan ABK.


2. Penentuan segala peralatan yang dibutuhkan yang diatur sesuai dengan
letaknya.
3. Penentukan jalan untuk mencapai ruangan-ruangan di dalam kapal.
Langkah-langkah dalam menggambar Rencana Umum:

1. Menentukan Ruang Utama.


2. Menentukan batas-batas dari ruangan-ruangan di dalam kapal.
3. Menyediakan jalan ke ruangan-ruangan tersebut.
4. Memilih & menempatkan peralatan / perlengkapan ( peralatan bongkar muat,
peralatan tambat dan peralatan rumah tangga ).
Yang termasuk Ruang Utama:

1. Ruang Muat ( Cargo Hold / Cargo Tank )


2. Ruang mesin ( Machinery Spaces )
3. Ruang Anak Buah Kapal ( Crew )
4. Tangki-tangki ( bahan bakar, air tawar, ballast dan pelumas )

30
Pada konteks materi Teori Bangunan Kapal, gambar Rencana Umum ini akan dijadikan
data untuk :

1. Penggambaran lambung timbul dikapal.


2. Pengujian kemiringan, dalam hal ini penentuan berat kapal kosong.
3. Panjang tidak bocor, penentuan posisi sekat melintang kedap air.
4. Penentuan tonase, sebagai ukuran “komersial” kapal.
5. Peluncuran, penentuan berat kapal yang diluncurkan agar tidak terjadi tipping
dan jumping pada saat kapal diluncurkan secara memanjang.

31
Gambar rencana umum general cargo ship

32
V.3. STABILITAS MELINTANG

Titik-titik yang berpengaruh pada stabilitas kapal :

Longitudinal Centre of Bouyancy ( B), Longitudinal Centre of Gravity (LCG), Vertical


Centre of Bouyancy (KB), Vertical Centre of Gravity (KG), Metacentre (M) dan

Longitudinal Centre of Floutation ( F)

Dasar dari keseimbangan kapal.

Gaya berat (force of gravity) bekerja pada titik berat (center of gravity), dimana
semua berat dari kapal terkonsentrasi. Gaya berat bekerja vertikal kebawah. Gaya
apung (force of buoyancy) bekerja pada titik apung (center of buoyancy), merupakan
tempat resultan semua gaya apung bekerja. Gaya apung bekerja vertikal keatas.

Sekarang bila kapal miring melintang karena sebab pengaruh gaya dari luar dan
gaya apung pindah dari bidang tengah melintang kapal, terdapat pemisahan
garis kerja pada gaya berat dan gaya apung. Sebelum kapal miring melintang
kedua gaya tersebut satu garis kerja. Pemisahan garis kerja kedua gaya ini, yang
bekerja berlawanan arah dan besarnya sama, membentuk kopel yang besarnya
adalah perkalian salah satu gaya diatas (yaitu displasemen) dengan jarak garis
kerja kedua gaya tersebut. Bila kopel (momen) cenderung mengembalikan
kapal pada kedudukan tegak, momen ini disebut momen pengembali positip.

Gambar posisi titik-titik yang mempengaruhi stabilitas pada saat kapal tidak oleng

33
Gambar posisi titik-titik yang mempengaruhi stabilitas pada saat kapal oleng

Gambar posisi titik-titik yang mempengaruhi stabilitas pada saat kapal tidak trim

34
Gambar 3 bentuk kesembangan benda

Posisi metasenter dan keseimbangan.

Metasenter M, didefinisikan sebagai titik perpotongan antara garis tengah


bidang melintang kapal dengan garis kerja gaya apung pada saat kapal miring. Titik M
juga menunjukkan perpotongan garis kerja gaya berat pada saat kapal tidak miring dan
garis kerja gaya apung pada saat kapal miring.

Hubungan antara metasenter dengan kondisi stabilitas kapal diatas hanya sesuai untuk

sudut keolengan kecil, dari 0 o sampai sekitar 7 o sampai 10 o , melebihi sudut ini
perpotongan garis kerja gaya apung dengan garis tengah vertikal kapal tidak lagi
signifikan. Oleh karena itu penggunaan posisi relatip metasenter dan gaya berat
sebagai kriteria stabilitas melintang kapal dibatasi hanya untuk kemiringan sudut yang
kecil, padahal stabilitas tidak bisa dibatasi pada rentang sudut tertentu, sebagai
konsekwensinya harus dibuatkan keseluruhan stabilitas pada sembarang sudut

kemiringan termasuk didalamnya stabilitas awal pada sudut kecil ( 10 o ).

35
Gambar 3 bentuk keseimbangan kapal

36
Gambar hubungan sudut kemiringan dengan lengan kopel GZ

Bila sudut oleng melebihi 10o, harus dicari titik berat bidang garis air pada sudut
tersebut seperti gambar dibawah.

Gambar cara menentukan titik floatation untuk sudut besar

37
Selanjutnya dari tiap sudut tersebut dihitung BM nya.

PENENTUAN JARI-JARI METASENTER

 = ….. o , T = …….. m, V = ……………….. m 3 .

Bagian belakang kapal. l1  jarak station

No. S Ya Yb S* Ya S* Yb S* Ya2 S* Yb2 S* Ya3 S* Yb3

A1 1

A2 4

A3 2

A4 4

A5 1

     

I. Area , A  13 * S * Ya   S * Yb * l1  ..................................m 2

   
II. Momen statis, M  16 *  S * Ya2   S * Yb2 * l1  .................................. m3

   
III. Momen inersia , I  19 *  S * Ya3   S * Yb3 * l1  ................................. m 4

38
Bagian tengah kapal. l 2  jarak station

No. S Ya Yb S* Ya S* Yb S* Ya2 S* Yb2 S* Ya3 S* Yb3

M1 1

M2 4

M3 2

M4 4

M5 2

M6 4

M7 1

     

I. Area , A  13 * S * Ya   S * Yb * l 2  .................................. m 2

   
II. Momen statis, M  16 *  S * Ya2   S * Yb2 * l 2  .................................. m 3

   
III. Momen inersia , I  19 *  S * Ya3   S * Yb3 * l2  ................................. m4

39
Bagian depan kapal. l 3  jarak station
No. S Ya Yb S* Ya S* Yb 2 2 3 3
S* Ya S* Yb S* Ya S* Yb

F1 1

F2 4

F3 1

     

I. Area , A  13 * S * Ya   S * Yb * l 3  ..................................m 2

   
II. Momen statis, M  16 *  S * Ya2   S * Yb2 * l 3  .................................. m 3

   
III. Momen inersia , I  19 *  S * Ya3   S * Yb3 * l 3  ................................. m 4

IV. e   II /  I  ...................... m 2 / ...................... m  ...................m; e / 2  .............m

V. I o  III  ........................m 4

VI. I kor  I * e 2  ...................... m 4

VII. I o  I kor  ........................m 4

VIII. MB  VII / volume displasemen  ..................... m 4 / ........................m 3  ................m

40
Selanjutnya dari kemiringan sampai 90o dari jari-jari metasenter yang didapatkan dihitung koordinat B dan M
PENENTUAN KOORDINAT TITIK B, KOORDINAT TITIK M DAN LENGAN STABILITAS
d 10 o
T = ….. m, V = …………… m 3 ,  *   0.087
2 2 * 180 o

MB * cos  Integral MB * sin  Integral Koordinat titik B (m) Koordinat titik M(m)
 MB (m) (m) MB * cos  (m) MB  * sin 
(m) (m) Y  d
2
* IV Z  
d
2
* VI Y * cos  Z * sin  GZ
YM ZM
(m) (m) IX + X VII - V VIII + III
(m)
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII

0O 0 0
O
10

20 O
30 O
40 O
50 O
60 O

70 O
80 O
90 O

41
Persyaratan stabilitas melintang dari International Maritime Organisation (IMO).

Selanjutnya sebagai pedoman bahwa stabilitas melintang baik pada saat itu,
dipakai acuan dari IMO (International Maritime Organization) 1993, Resolution
A. 749 (18).

Chapter 3 – Design criteria applicable to all ships.

3.1. General intact stability criteria for all ships.

3.1.1. Scope.
The following criteria are recommended for passenger and cargo ships.

3.1.2. Recommended general criteria.

3.1.2.1. The area under the righting lever curve (GZ curve) should not be less than

0.055 metre-radian up to  = 30 o angle of heel and not less than 0.09 metre-radian up

to  = 40 o or the angle of flooding  if this angle is less than 40 o . Additionally, the area

under the righting lever curve (GZ curve) between the angles of heel of 30 o and 40 o , if

this angle is less than 40 o , should not be less than 0.03 metre-radian.
3.1.2.2. The righting lever GZ should be at least 0.20 m at an angle of heel equal to or

greater than 30 o .
3.1.2.3. The maximum righting arm should occur at an angle of heel preferably

exceeding 30 o but not less than 25 o .

3.1.2.4. The initial metacentric height GM should not be less than 0.15 m.

Periode oleng.

K adalah jari-jari girasi dari bidang garis air pada saat oleng terhadap sumbu oleng.

Besarnya nilai K rata-rata 0.35 * B

42
Besarnya tinggi metasenter.

PENGARUH PERMUKAAN BEBAS CAIRAN

TERHADAP STABILITAS MELINTANG KAPAL

43
FREE SURFACE EFFECT (FSE)

Dimana :

Pembuktian rumus tersebut :

44
45
46
47
PERCOBAAN KEMIRINGAN

(INCLINING EXPERIMENT)

Sebelum stabilitas kapal pada berbagai kondisi pemuatan dihitung, kondisi


awal harus diketahui. Artinya berat kapal kosong, KG pada berat kapal kosong harus
diketahui terlebih dahulu. Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan KG pada kondisi
awal dengan cara melaksanakan percobaan kemiringan. Percobaan ini dilaksanakan
oleh pembuat kapal pada saat kapal mendekati penyelesaian dibangun, berat kapal
kosong diharapkan sudah dapat dicapai. Kapal dibuat miring dengan memindahkan
pemberat yang sudah diketahui beratnya kearah melintang kapal pada jarak tertentu.
Pemberat yang dipakai umumnya balok beton, kemiringan diukur dari simpangan
bandul yang terbaca pada penggaris skala yang dipasang pada tiang secara horizontal
saat kapal tidak oleng.

Biasanya dipakai 2 atau 3 pendulum yang diikat dengan benang. Jika terdiri dari 2
pendulum, satu diletakkan didepan, satu lagi dibelakang. Jika terdiri dari 3 pendulum,
pendulum ketiga dipasang ditengah kapal.

Beberapa kondisi berikut diperlukan untuk memperoleh KG yang akurat :

1. Angin tidak kencang, agar tidak mempengaruhi kemiringan kapal. Jika terpaksa,
kapal diarahkan searah/membelakangi arah angin.
2. Kapal terapung bebas.
3. Barang-barang diikat pada tempatnya, tidak ada barang yang bergerak bebas.
4. Tidak ada permukaan bebas cairan. Bilga dalam keadaan kering. Ketel dan
tangki dalam keadaan penuh atau kosong.

48
5. ABK yang tidak terkait dengan proses pengujian disarankan turun kedarat.
6. Kapal dalam kondisi tidak trim dan oleng.
Mula-mula pemberat diletakkan dibidang tengah memanjang kapal, pada saat semua
sudah siap dan kapal dalam keadaan tegak, pemberat dipindahkan melintang geladak,
menyebabkan kapal miring. Ditunggu beberapa saat sampai kapal stabil, selanjutnya
simpangan pendulum dicatat. Jika pemberat dikembalikan kebidang tengah
memanjang kapal, kapal tetap tegak, dengan dibuktikan pendulum berada dibidang
tengah memanjang kapal. Selanjutnya pendulum dipindahkan kearah yang berbeda dan
dicatat simpangan pendulum.

Dari besarnya pendulum diperoleh GM, tinggi metasenter sebagai berikut :

θ w ton

G G’

B
C

Gambar percobaan kemiringan

Pada gambar diatas pemberat w ton dipindahkan melintang geladak sejauh d meter.
Keadaan ini menyebabkan titik berat kapal berpindah dari G ke G’, sejajar dengan
perpindahan titik berat pemberat w. Garis kerja G’ akan memotong garis tengah

49
memanjang kapal di titik M dan membentuk sudut θ . Pendulum akan bergeser
sepanjang penggaris skala dari B ke C

Pada segitiga ABC,

AB
Cotg θ =
BC

Pada segitiga GG’M,

GG'
Tg θ =
GM

GM AB
∴ =
GG' BC

AB
GM = GG’ *
BC

Tetapi,

w *d
GG’ =
W

w * d AB
∴GM = *
W BC

w *d
GM =
W * tg θ

Dari rumus diatas AB adalah panjang tali pendulum, BC panjang pergeseran


pendulum,w adalah berat pemberat dan W adalah displasemen kapal, semuanya bisa
diukur besarnya. Sehingga GM dapat dihitung dari rumus diatas.

KM didapatkan dari kurva hidrostatik, sehingga KG dapat dihitung.

Data yang diperlukan selama percobaan kemiringan :

1. Sarat kapal saat percobaan.


2. Berat pemberat yang akan dipindahkan.
3. Jarak pemindahan pemberat.
4. Displasemen kapal.

50
5. Panjang tali pendulum saat pemberat belum dipindahkan sampai skala
pengukur.
6. Jarak simpangan pendulum pada skala pengukur.
Langkah-langkah percobaan :

1. Pastikan kapal tidak trim dan tidak oleng.


2. Tempatkan pemberat dan pendulum pada garis centre line, ukur jarak AB.
3. Pindahkan pemberat melintang kapal kekanan sejauh jarak yang sudah
ditentukan. Tunggu beberapa saat sampai kapal stabil, catat jarak simpangan
pendulum (jarak BC).
4. Pindahkan pemberat kembali kegaris centre line, pastikan pendulum tepat pada
garis centre line.
5. Pindahkan pemberat melintang kapal kekiri sejauh jarak yang sudah ditentukan
(sama dengan langkah 3). Tunggu beberapa saat sampai kapal stabil, catat jarak
simpangan pendulum (jarak BC).
6. Pindahkan pemberat kembali kegaris centre line, pastikan pendulum tepat pada
garis centre line.
7. Percobaan diatas diulangi sebanyak 3 kali.

8. Percobaan diulangi pada tempat lain.

51
2* * K
Periode oleng/roll, T= , K=jari-jari girasi,
g * MG

I bidang garis air terhadap sumbu gerakan roll


K= ,secara,praktis,K=0.35B.
A bidang garis air

Gambar kapal dilengkapi pendulum bagian depan

52
Gambar pengukuran jarak beban terhadap centre line kapal.

Gambar kapal dilengkapi pendulum depan dan pendulum belakang, beban


sedang digeser kestarboard side terhadap garis centre line pada pendulum
belakang.

53
Gambar menggeser beban bagian depan dan mengukur simpangan bandul pada
penggaris

Gambar aktivitas inclining test

54
DATA PENGAMATAN
I.1. Peralatan uji kemiringan didaerah depan kapal

Berat beban :

Jarak pergeseran beban :

Beban digeser kekiri

No Jarak AB Jarak BC

Rata-rata

BC
Tg θ = =
AB

2.Peralatan uji kemiringan didaerah depan kapal

Berat beban :

Jarak pergeseran beban :

Beban digeser kekanan

No Jarak AB Jarak BC

Rata-rata

BC
Tg θ = =
AB

55
II.1. Peralatan uji kemiringan didaerah belakang kapal

Berat beban :

Jarak pergeseran beban :

Beban digeser kekiri

No Jarak AB Jarak BC

Rata-rata

BC
Tg θ = =
AB

2.Peralatan uji kemiringan didaerah belakang kapal

Berat beban :

Jarak pergeseran beban :

Beban digeser kekanan

No Jarak AB Jarak BC

Rata-rata

BC
Tg θ =
AB

56
V.4. STABILITAS MEMANJANG
Stabilitas memanjang adalah mengkaji keselamatan kapal kearah memanjang
kapal, walaupun secara intuitif diketahui bahwa kapal akan lebih mudah
terbalik (secara melintang kapal) dari pada terjungkir (kearah memanjang
kapal), hal ini disebabkan letak titik metasenter, M, lebih tinggi pada kapal
kearah memanjang dari pada kapal kearah melintang. Secara umum kapal
secara memanjang disebut stabil bila sarat kapal yang terbaca ditanda sarat
(draft mark) dihaluan dan diburitan sama besar (even keel). Trim adalah
perbedaan antara sarat dihaluan dan sarat diburitan, disebut trim buritan (trim
by stern) bila sarat diburitan lebih besar dari sarat dihaluan dan trim haluan
(trim by bow) sarat dihaluan lebih besar dari pada diburitan. Secara umum
kapal akan lebih baik kalau trim buritan karena baling-baling terbenam keair
semua, sebab kalau sebagian daun baling-baling keluar dari permukaan air
beban daun baling-baling berubah ubah dari didalam air yang lebih besar
kepermukaan air yang lebih kecil, hal ini bila berlangsung terus menerus daun
baling-baling bisa patah.

Gambar gaya-gaya yang bekerja searah memanjang kapal


(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

57
G adalah titik berat kapal (centre of gravity)
G1 adalah titik berat kapal yang pindah karena beban yang dipindahkan dari
haluan keburitan.
B adalah titik buoyancy yang merupakan titik tangkap resultan dari gaya tekan
air ketas.
W adalah berat kapal.
B adalah gaya buoyancy, harap diperhatikan kebetulan notasinya sama B yang
dibawah merupakan titik tangkap buoyancy sedangkan yang diatas adalah
besarnya buoyancy

Pada gambar diatas, beban w dipindahkan keburitan sejauh d, menyebabkan G


pindah menjadi G1, sehingga diperoleh hubungan :
w *d
GG1 
W
Atau
W * GG1 = w * d
Momen trim adalah w * d
Kapal sekarang akan trim sampai titik G1 dan titik B1 satu garis kerja pada sarat
kapal yang baru.

58
Gambar gaya-gaya yang bekerja pada saat kapal trim
(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

Pada saat trim akan terdapat baji buoyancy keluar L0FL1 dan baji buoyancy
masuk W0FW1. Kondisi ini akan timbul berat air yang dipindahkan pada saat
trim sama dengan berat air yang dipindahkan pada saat kapal even keel (sarat
kapal sama pada haluan dan pada buritan), sehingga buoyancy baji keluar sama
dengan buoyancy baji masuk dan F adalah titik putar pada saat kapal trim yang
merupakan titik berat bidang garis air disebut centre of floutation.
Bila kapal mempunyai bidang garis air berbentuk empat persegi panjang centre
of floutation nya terletak pada garis tengah (centre line) pada midship kapal.
Dalam permasalahan trim, centre of floutation diukur terhadap midship,
sehingga momen trim titik putarnya terhadap centre of floutation yang diukur
dari midship. Titik metasenter memanjang ML adalah titik perpotongan garis
kerja gaya buoyancy pada saat kapal tidak trim dengan garis kerja gaya
buoyancy pada saat trim. Jarak vertikal antara centre of gravity dengan
longitudinal metacenter (GML) disebut tinggi metasenter, sedangkan jarak
vertikal antara centre of buoyancy dengan longitudinal metacenter (BM L)
disebut jari-jari metasenter.

59
Perhitungan jari-jari metasenter, BM.

Gambar baji buoyancy keluar dan baji buoyancy masuk saat kapal oleng

Luas segitiga LO L1 adalah :

1
2
* OL * L L1 = 1
2
* r * r sin 

Untuk sudut  kecil, maka berlaku sin    , sehingga luas LO L1 menjadi :

1
2
* r 2 * 

Jarak titik berat segitiga LO L1 terhadap titik O adalah on = 2 * r.


3

Momen LO L1 terhadap bidang tengah memanjang kapal adalah :

( 12 * r 2 *  ) * 2
3
*r

60
Untuk momen volume baji (dengan LO L1 sebagai penampang dan dx sebagai
tebalnya) terhadap bidang tengah memanjang kapal adalah :
( 12 * r 2 *  ) * ( 23 * r) * dx

Bila sepanjang kapal, L, adalah :

 ( 12 * r 2 *  ) * ( 23 * r) * dx
o

Karena volume baji keluar WO W1 sama dengan volume baji masuk LO L1 , maka

tambahan gaya apung karena LO L1 akan sama dengan kehilangan gaya apung

karena WO W1 . Sehingga terdapat dua momen sama besar yang bekerja pada
arah yang sama terhadap bidang tengah memanjang kapal.

Momen keseluruhan adalah :

L L

 ( * r *  ) * ( * r) * dx =  2 * r3 *  * dx
1 2 2
2 2 3 3
o o

Momen keseluruhan ini atau kedua momen baji diatas, akan menyebabkan titik
apung berpindah dari B ke B1 . Momen volume badan kapal dibawah air dengan
titik apung baru pada B1 terhadap titik apung awal B adalah V * B B1 . Besarnya
momen ini harus sama dengan momen dari kedua baji diatas, sehingga :
L
V * B B1 =  2 * r3
3
*  * dx
o

Dari gambar diatas secara geometri terlihat bahwa :

B B1 = BM * sin 

Untuk sudut  kecil, sin    , sehingga :

B B1 = BM * 

Persamaan diatas menunjukkan bahwa :

61
L
V * B B1 = V * BM *  =  2 * r3
3
*  * dx
o
L

 23 * r
3
* dx
BM  o
V

L
Mengupas besarnya  2 * r3 *
3
dx
o

Gambar segmen integrasi pada bidang garis air


I x  y 2 dA ; 
I y  x 2 dA

Ly L Ly L
Ix   y  Iy   x x
2 1 3 2 2
dy dx = 3
y dx ; dy dx = * y dx
oo o oo o

Untuk satu bidang garis air penuh :

L y L


I x  y dA =  y  y 3 dx
2 2 2
dy dx = 3
o y o

L y L


I y  x dA =  x  2x
2 2 2
dy dx = * y dx
o y o

Sehingga :

I x I transverse
BM transverse  
V V

Dengan analogi yang sama didapatkan :

62
Iy I longitudinal
BMlongitudinal  
V V

Momen inersia pada bidang berbentuk empat persegi panjang, terhadap sumbu
tengahnya (kondisi ini terjadi pada pontoon yang bidang garis airnya berbentuk
empat persegi panjang) diperoleh :

Gambar pembagian segmen pada perhitungan momen inersia


terhadap pusat bidang
(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

Momen inersia elemen strip terhadap sumbu AB :


i = l * dx * x2
b
b

x 
2
3
3
l * b3
I AB   l * x * dx  l   
2

 b2  3  b 12
2

Kalau momen inersia bidang berbentuk empat persegi panjang terhadap sisi
alasnya, diperoleh dari :

63
Gambar pembagian segmen pada perhitungan momen inersia
terhadap sisi alasnya bidang empat persegi panjang
(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

b
b
 x3  l * b3
I AB   l * x * dx  l   
2

0  3 0 3

Untuk kapal berbentuk prisma, bidang garis air berbentuk empat persegi
panjang, L x B, sarat kapal T. Besarnya BML :
IL B * L3 L2
BM L   
 12 * 12 * L * B * T 6T

Jarak BG adalah kecil bila dibandingkan jarak BML atau GML, sehingga pada arah
memanjang kapal besarnya BML sama dengan besarnya GML.

MTC (Moment To Change trim 1 cm)

Menunjukkan besarnya momen untuk mengubah kedudukan kapal dengan trim


sebesar 1 cm.

64
Gambar kapal pada saat trim
(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

Besarnya momen, M =  * GZ , untuk sudut kecil sin   , sehingga M =  *


1
GM L * , jika sudut trim , menyebabkan trim 1cm = 0.01 m, maka  = dan
L
momen yang menyebabkan trim 0.01m adalah :

 * GM L
MTC = .
L

Dalam hal ini perbedaan GM L dengan BM L sekitar 1%, sehingga MTC =

 * BM L
.
L

Analisa lain penurunan MTC

65
Gambar pemindahan beban sejauh d
(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

Beban w dipindah kedepan sejauh d meter. Titik berat kapal G akan berpindah
ke G1, menimbulkan momen trim W * GG1.

Gambar trim(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates


by Bryan Barrass and D R Derrett)

W * GG1 = w * d
GG1 = GML * tg Ɵ
w *d
tg  
W * GM L
t
tg  
L
Pemindahan beban menyebabkan perubahan trim 1 cm, w * d adalah momen
yang menyebabkan perubahan trim 1 cm.
1
tg  
100 L

w *d MTC1 cm 1
tg    
W * GM L W * GM L 100 L

66
W * GM L
MTC 1 cm  ton * m/cm
100 L
Menentukan sarat haluan dan sarat buritan disebabkan karena trim.
Jika kapal mengalami trim, menyebabkan perbahan sarat dihaluan dan
diburitan. Salah satu bertambah dan yang lain berkurang.

Gambar titik F sebagai titik putar trim


(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

F1 adalah centre of fluotation dan jaraknya l m dibelakang AP, panjang kapal L m


dan beban w terletak didepan geladak.

Gambar kapal trim dengan F1 sebagai titik putarnya


(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

Beban w dipindah kebelakang sejauh d m. kapal akan trim buritan terhadap titik
F1, sebesar t. Garis W1C sejajar dengan lunas. A adalah sarat baru kapal
diburitan dan F adalah sarat baru kapal dihaluan, trim adalah adalah A-F, pada
awalnya trim adalah nol.

67
x menunjukkan perubahan sarat buritan disebabkan trim dan y menunjukkan
perubahan sarat haluan.
Pada segitiga WW1F1 dan W1L1C diperoleh hubungan :
x cm t cm

lm L cm

l
Perubahan sarat buritan = * trim cm
L
Dimana :
l = jarak centre of fluotation dari AP dalam m.
L = panjang kapal dalam m.
t =x+y
Jadi :
Perubahan sarat dihaluan = trim – perubahan sarat diburitan
Pengaruh perpindahan beban terhadap kapal
Contoh 1 :
Kapal panjangnya 126 m terapung dengan sarat depan 5.5 m dan sarat belakang
6.5 m. LCF 3 m dibelakang midship. MTC 1 cm = 240 t m. Displasemen 6000 t.
Hitung sarat baru jika muatan 120 t dipindah kedepan sejauh 45 m.
Jawaban :
Momen trim = w * d = 120 m * 45 m = 5400 t m
momen trim 5400 t m
trim    22.5 cm
MTC1 cm 240 t m

l 60 m
Perubahan sarat belakang  * trim  * 22.5 cm  10.7 cm
L 126 m

66 m
Perubahan sarat depan  * 22.5 cm  11.8 cm
126 m

Sarat awal 6.5 m A 5.5 m F


Perubahan karena Trim -0.107 m +0.118 m
Sarat baru 6.393 m A 5.618 m F

68
Contoh 2 :
Kapal berbentuk balok dengan ukuran 90 m x 10 m x 6 m terapung diair laut
dan even keel pada sarat 3 m di A dan F. Hitung sarat baru jika muatan 64 m
dipindahkan keburitan sejauh 40 m.
Jawaban :

Gambar pontoon trim dengan LCF sebagai titik putarnya


(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

L2 90 m * 90 m
BM L    225 m
12T 12 * 3 m

W = L * B * T * 1.025 t/m3 = 90 m * 10 m * 3 m * 1.025 t/m3 = 2767.5 t


W * BM L 2767.5 t * 225 m
MTC1 cm    69.19 t m / cm
100 L 100 * 90 m
momen trim 64 t * 40 m
trim    37 cm buri tan
MTC1 cm 69.19 t m

l 1
Perubahan sarat belakang  * trim  * 37 cm  18.5 cm  Perubahan sarat depan
L 2
Sarat awal 3.0 m A 3.0 m F
Perubahan karena Trim +0.185 m -0.185 m
Sarat baru 3.185 m A 2.815 m F
Pengaruh memasukkan dan mengeluarkan muatan.
Pada saat muatan dimasukkan keruang muat tepat pada longitudinal centre of
fluotation, LCF, tidak akan menimbulkan momen trim, tetapi sarat kapal akan
bertambah besarnya secara merata sepanjang kapal. Jika muatan dipindahkan
kedepan atau kebelakang dari LCF, akan timbul trim, disini bisa dilihat pada

69
saat muatan dimasukkan tidak tepat di LCF akan menyebabkan kapal semakin
tenggelam (bodily sinkage) juga trim.
Begitu juga pada saat muatan dikeluarkan dari ruang muat, jika muatan mula-
mula digeser terhadap LCF akan menimbulkan trim dan jika selanjutnya muatan
tersebut dikeluarkan dari ruang muat akan menyebabkan kapal semakin
berkurang saratnya (bodily rise). Jadi baik trim dan bodily rise harus dihitung
bila muatan dikeluarkan dan tidak tepat di LCF.
TPC (Ton Per Centimeter immersion).

Bila kapal mengalami perubahan displasemen yang tidak begitu besar, misalnya
adanya pemindahan, penambahan atau pengurangan muatan yang kecil, hal ini
berarti tidak terjadi penambahan atau pengurangan sarat yang besar. Maka
untuk menentukan sarat kapal bisa digunakan grafik TPC.

TPC adalah jumlah berat (ton) yang diperlukan untuk mengadakan perubahan
sarat kapal sebesar 1 cm air dilaut, perubahan sarat kapal ditentukan dengan
membagi perubahan displasemen dengan TPC.

Gambar ton per centimeter immersion

Jika kapal tenggelam sebesar 1 cm diair laut, maka penambahan volume adalah
hasil perkalian luas bidang garis air (m2) dengan tebal 0.01 m,

t
Berat (ton) = TPC = Awl * 0.01 m * 1.025
m3

70
Karena TPC merupakan perkalian luas bidang garis air (Awl) dengan konstanta,
maka bentuk grafik TPC mirip dengan Awl.

Contoh 1 :
Kapal dengan panjang 90 m terapung dengan sarat depan 4.5 m dan sarat
belakang 5.0 m. LCF 1.5 m dibelakang midship. TPC = 10 t. MTC 1 cm = 120 t m.
Hitung sarat baru bila muatan 450 t dimasukkan kekapal dengan posisi 14 m
didepan midship.
Jawaban :

Gambar posisi muatan yang dimasukkan kekapal


(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

w 450 t
Bodily sin kage    45 cm
TPC 10 t

momen trim 450 t *15.5 m


trim    58.12 cm haluan
MTC1 cm 120 t m

l 43.5 m
Perubahan sarat belakang  * trim  * 58.12 cm  28.09 cm
L 90 m

46.5 m
Perubahan sarat depan  * 58.12 cm  30.03 cm
90 m

Sarat awal 5.0 m A 4.5 m F

71
Bodily sinkage +0.45 m +0.45 m
5.45 m 4.95 m
Perubahan karena Trim -0.281 m +0.30 m
Sarat baru 5.169 m A 5.250 m F
Contoh 2 :
Kapal berbentuk balok dengan ukuran 40 m x 6 m x 3 m terapung diair laut
dengan sarat even keel 2 m. Hitung sarat baru jika muatan 35 t dikeluarkan dari
posisi 6 m didepan FP. MTC 1 cm = 8.4 t m.
Jawaban :

Gambar muatan yang dikelurkan dari pontoon


(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

WPA 40 m * 6 m
TPC    2.46 t
97.56 97.56
w 35 t
Bodily rise    14.2 cm
TPC 2.46 t

momen trim 35 t *14 m


trim    58.3 cm buri tan
MTC1 cm 8.4 t m

l 1
Perubahan sarat belakang  * trim  * 58.3 cm  29.15 cm
L 2
1
Perubahan sarat depan  * 58.3 cm  29.15 cm
2

72
Sarat awal 2.0 m A 2.0 m F
Bodily rise -0.14 m -0.14 m
1.86 m 1.86 m
Perubahan karena Trim +0.29 m -0.29 m
Sarat baru 2.15 m A 1.57 m F
Contoh 3 :
Kapal panjang 100 m, tiba dipelabuhan dengan sarat haluan 3 m dan sarat
buritan 4.3 m. TPC 10 t. MTC 1 cm 120 t m. LCF 3 m dibelakang midship. Jika
muatan 80 t dimasukkan dari posisi 24 m didepan midship dan muatan 40 t
dikeluarkan dari jarak 12 m dibelakang midship. Hitunglah sarat baru.
Jawaban :

Gambar muatan yang dikelurkan dan dimasukkan dari kapal


(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

Muatan masuk 80 t
Muatan keluar 40 t
Muatan bersih 40 t
w 40 t
Bodily sin kage    4 cm
TPC 10 t

73
Gambar sistem koordinat pada kapal
(Courtesy of Ship Hydrostatics and Stability by A. B. Biran)

Arah salib sumbu yang tertulis diatas adalah yang berarah positip.
No Berat muatan (t) Jarak terhadap LCF (m) Momen trim (t m)
1 80 27 + 2160
2 40 9 + 360
+ 2520

momen trim 2520 t m


trim    21 cm haluan
MTC1 cm 120 t m

l 47 m
Perubahan sarat belakang  * trim  * 21 cm  9.87 cm
L 100 m

53 m
Perubahan sarat depan  * 21 cm  11.13 cm
100 m

Sarat awal 4.3 m A 3.0 m F


Bodily rise +0.04 m +0.04 m
4.34 m 3.04 m
Perubahan karena Trim -0.099 m +0.111 m
Sarat baru 4.241 m A 3.151 m F

74
Contoh 4 :
Kapal dengan displasemen 6000 t mempunyai sarat haluan 7 m dan sarat
buritan 8 m. MTC 1 cm = 100 t m, TPC 20 t, LCF di midship, 500 t muatan
dikeluarkan dari keempat ruang muatnya.
Nomor Nomor cargo hold Posisi titik berat
1 1 40 m didepan midship
2 2 25 m didepan midship
3 3 20 m dibelakang midship
4 4 50 m dibelakang midship
Selain itu tangki juga diisi :
150 t pada 12 m didepan midship
50 t pada 15 m dibelakang midship

Gambar muatan yang dikeluarkan dan pengisian tangki penimbun


(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

Muatan keseluruhan yang dikeluarkan 2000 t


Tangki penimbun yang diisi penuh 200 t
Berat bersih yang keluar kapal 1800 t
w 1800 t
Bodily rise    90 cm
TPC 20 t

75
Menghitung momen trim :
Nomor Berat muatan atau tangki (t) Jarak terhadap LCF (m) Momen (t m)
1 500 40 -20000
2 500 25 -12500
3 500 20 +10000
4 500 50 +25000
5 150 12 +1800
6 50 15 -750
Momen trim = +3550
momen trim 3550 t m
trim    35.5 cm haluan
MTC1 cm 100 t m

Karena LCF tepat dimidship maka :


1 1
Perubahan sarat belakang  Perubahan sarat didepan  * trim  * 35.5 cm  0.18 cm
2 2
Sarat awal 8.0 m A 7.0 m F
Bodily rise -0.90 m -0.90 m
7.10 m 6.10 m
Perubahan karena Trim -0.18 m +0.18 m
Sarat baru 6.92 m A 6.28 m F
Contoh 5 :
Kapal tiba dipelabuhan trim buritan 25 cm. LCF dimidship. MTC 1 cm 100 t m.
Kapal mempunyai 4 cargo hold, muatan keseluruhan yang dikeluarkan dari
keempat cargo hold 3800 t. Tangki dasar ganda 4 diisi fluida 360 t, muatan 1200
t dikeluarkan dari cargo hold 2 dan muatan 600 t dikeluarkan dikeluarkan dari
cargo hold 3.
Hitunglah jumlah muatan yang dikeluarkan dari cargo hold 1 dan cargo hold 4
jika kondisi akhir kapal even keel.

76
Nomor cargo hold Titik berat terhadap LCF
1 50 m didepan LCF
2 30 m didepan LCF
3 20 m dibelakang LCF
4 45 m dibelakang LCF
Tangki dasar ganda 4 5 m dibelakang LCF

Nomor cargo hold Berat muatan yang dikeluarkan


1, 2, 3 dan 4 3800 t
2 dan 3 1800 t
1 dan 4 2000 t

Dimisalkan “x” t adalah muatan yang dikeluarkan dari cargo hold 1, sehingga
“(2000 t – x)” t muatan dikeluarkan dari cargo hold 4.

Gambar muatan dan fluida yang dikeluarkan dan dimasukkan kekapal


(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

Menghitung momen trim :


Nomor Berat muatan atau tangki (t) Jarak terhadap LCF (m) Momen (t m)
1 x 50 - 50 x
2 1200 30 - 36000
3 600 20 + 12000
4 2000 - x 45 + (90000 – 45 x)
5 360 5 - 1800
Momen trim = 64200 – 95 x

77
momen trim
trim 
MTC1 cm
Momen trim = trim * MTC 1 cm = 25 cm * 100 t m = 2500 t m.
Selanjutnya dibuat persamaan bahwa momen trim dari pengukuran (trim * MTC
1 cm) = momen trim dari aktivitas keluar masuk barang dikapal (64200 t m – 95
x).
Kalau dituliskan diperoleh hubungan :
2500 t m = 64200 t m – 95 x ⇒ x = 649.5 t dan 2000 t – x = 1350.5 t
Sehingga jumlah muatan yang dikeluarkan dari cargo hold 1 dan cargo hold 4
masing-masing 649.5 t dan 1350.5 t.
Penggunaan trim untuk mendapatkan posisi LCF.
Contoh :
Kapal tiba dipelabuhan dengan sarat buritan 4.5 m dan sarat haluan 3.8 m
dengan dengan kondisi muatan dikapal :
Nomor Muatan (t) Posisi terhadap midship
1 100 24 m dibelakang midship
2 30 30 m didepan midship
3 60 15 m didepan midship

Jika sarat yang diinginkan berubah menjadi : sarat buritan 5.1 m dan sarat
dihaluan 4.4 m. Hitunglah posisi LCF.
Jawaban :
Sarat awal diburitan 4.5 m dan dihaluan 3.8 m sehingga trim buritan 70 cm.
Sarat baru diburitan 5.1 m dan 4.4 m akan terjadi trim buritan 70 cm.
Sehingga tidak ada perubahan trim.

Gambar posisi muatan terhadap midship (Courtesy of Ship Stability for Masters
and Mates by Bryan Barrass and D R Derrett)

78
Momen penyebab trim haluan = momen penyebab trim buritan
-{100 t * (24 m – x)} = +{60 t * (15 m + x)} + {30 t * (30 m + x)}
- 2400 t m + 100 t x = +{900 t m + 60 t x} + {900 t m +30 t x}
- 2400 t m + 100 t x = + 1800 t m + 90 t x
10 t x = 4200 t m
Syarat keseimbangan (gerakan pitching) ⇒ ∑MY = 0

Gambar gerakan translasi dan rotasi kapal


(Courtesy of Ship Hydrostatics and Stability by A. B. Biran)

-{100 t * (24 m – x)} +{60 t * (15 m + x)} + {30 t * (30 m + x)} = 0


- 2400 t m + 100 t x + {900 t m + 60 t x} + {900 t m +30 t x} = 0
190 x – 600 t m = 0 ⇒ x = 3.16 m
Penambahan muatan untuk menjaga sarat buritan tidak berubah.
Pada umumnya saat kapal berlayar selain kondisi even keel, trim buritan adalah
kondisi yang diinginkan operator kapal, karena baling-baling dapat terbenam
sempurna. Selain itu trim juga dijaga agar tidak terlalu berlebihan sehingga
melampaui kedalam perairan dock atau sungai.
Jika muatan ditempatkan di LCF, sarat kapal akan bertambah secara merata
sebesar beberapa cm, sebesar w/TPC. Sarat buritan sekarang harus juga
berkurang sebesar w/TPC.

79
Selanjutnya jika benda dipindah sejauh “d” m kedepan, kapal akan trim haluan,
akan menyebabkan pengurangan sarat buritan sejumlah beberapa cm sebesar
l/L * trim.

Gambar trim haluan (Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates by Bryan
Barrass and D R Derrett)

Dimana :
d = jarak pemindahan benda.
l = LCF terhadap AP.
L = Lpp.
trim = selisih sarat haluan dan buritan.
Selanjutnya jika sarat yang sama dipertahankan tetap diburitan, kedua besaran
diatas harus sama besarnya yaitu :
l w w L
* trim  ⇒ trim  *
L TPC TPC l
tetapi :
w *d
trim 
MTC 1 cm

Sehingga :

80
w *d w L L * MTC 1 cm
= * ⇒ d
MTC 1 cm TPC l l * TPC
Contoh kasus :
Kapal berbentuk balok, panjang 60 m, lebar 10 m, tinggi kapal 6 m, terapung
diair laut dengan sarat dihaluan 4 m dan sarat diburitan 4.4 m.
Tentukan seberapa jauh barang 30 t dimasukkan kedepan midship, jika sarat
buritan dipertahankan 4.4 m.
Jawab :
WPA 60 m * 10 m
TPC    6.15 t
97.56 97.56
W = L * B * T * ρ = 60 m * 10 m * 4.2 m * 1.025 t/m3 = 2583 t
L2 (60 m) 2
BM L    71.42 m
12 T 12 * 4.2 m

W * GM L
MTC 1 cm  , karena GML ≃ BML
100 L

2583 t * 71.42 m
MTC 1 cm   30.75 t m / cm
100 * 60 m

L * MTC 1 cm 60 m * 30.75 t m / cm
d = = 10 m didepan LCF.
l * TPC 30 m * 6.15 t
Penambahan muatan untuk mendapatkan sarat kapal yang diinginkan.
Kapal dengan panjang 150 m tiba dimuara sungai sarat haluan 5.5 m dan sarat
buritan 6.3 m. MTC 1 cm 200 t m. TPC 15 t. LCF 1.5 m dibelakang midship. Agar
kapal dapat masuk kesungai maka sarat maksimal 6.2 m. Jika titik berat fore
peak tank 60 m didepan LCF. Hitung jumlah minimal air balas harus
dipindahkan kedepan sehingga diperoleh sarat yang diinginkan.

81
Gambar kondisi kapal saat akan masuk kemuara sungai (Courtesy of Ship
Stability for Masters and Mates by Bryan Barrass and D R Derrett)
Jawaban :
a. Memasukkan “w” ton tepat pada LCF.
w w
Bodily sin kage   cm
TPC 15 t

w
Sarat baru diburitan = 6.3 m + cm (1)
15 t
Sarat yang dibutuhkan diburitan = 6.2 m (2)
w
Persamaan (1) – (2) = pengurangan yang dibutuhkan = 0.1 m + cm
15 t
w
= (10 + ) cm (3)
15 t
b. Memindahkan “w” ton dari LCF ke tangki ceruk haluan.
w *d w * 60 m 3 w
trim    cm haluan
MTC 1 cm 200 t m 10 t

l 73.5 m 3 w
Perubahan sarat buri tan  * trim  *  0.147 w cm (4)
L 150 m 10
w
Tetapi perubahan sarat buritan yang dibutuhkan = (10 + ) cm seperti pers.
15 t
(3). Sehingga :
w
0.147 w cm = (10 + ) cm
15 t

1.205 w = 150 + w ⇒ w = 124.5 t


Jadi dengan memasukkan barang 124.5 t pada tangki ceruk haluan akan
mengurangi sarat menjadi 6.2 m.
c. Mendapatkan sarat baru dihaluan.
w 124.5 t
Bodily sin kage   cm  8.3 cm
TPC 15 t

w *d 124.5 t * 60 m
trim    37.35 cm haluan
MTC 1 cm 200 t m

l 73.5 m
Perubahan sarat buri tan  * trim  * 37.35 cm  18.3 cm
L 150 m

82
Perubahan sarat haluan = trim – perubahan sarat buritan = 37.35 cm – 18.3 cm
= 19.05 cm, atau :
Ll 76.5 m
Perubahan sarat haluan  * trim  * 37.35 cm  19.05 cm
L 150 m

Sarat awal 6.30 m A 5.50 m F


Bodily sinkage +0.08 m +0.08 m
6.38 m 5.58 m
Perubahan karena Trim -0.18 m +0.19 m
Sarat baru 6.20 m A 5.77 m F
Jadi barang 124.5 t didalam forepeak tank, akan memberikan sarat dihaluan
5.77 m.
Penggunaan trim untuk mendapatkan tinggi metasenter memanjang, GML
Seperti telah dibahas sebelumnya, bila suatu benda dipindahkan memanjang
kapal, akan menyebabkan trim, selain itu juga berpengaruh besarnya tinggi
metasenter memanjang, GML.

Gambar kondisi kapal awalnya (Courtesy of Ship Stability for Masters and
Mates by Bryan Barrass and D R Derrett)

83
Gambar kondisi kapal setelah benda dipindah kebelakang (Courtesy of Ship
Stability for Masters and Mates by Bryan Barrass and D R Derrett)

Karena benda dipindah kebelakang, maka titik berat kapal akan berpindah dari
G ke G1, menghasilkan momen trim W * GG1.
Sedangkan, W * GG1 = w * d, w adalah berat benda yang dipindahkan dan d
adalah jarak pemindahan benda.
Sehingga :
w *d
GG1 
W
Besarnya tangent Ɵ :
t GG1 L w *d L
tg    ⇒ GM L  * GG1  *
L GM L t W t
Contoh :
Kapal dengan panjang 150 m mempunyai displasemen 7200 t, terapung even
keel. Jika benda seberat 60 t dipindah kedepan 24 m akan menyebabkan trim
0.15 m. Tentukan tinggi metasenter memanjangnya.

84
Jawab :
L w * d L 60 t * 24 m 150 m
GM L  * GG1  *  *  200 m
t W t 7200 t 0.15 m

V.5. Integrasi numerik.

ATURAN SIMPSON UNTUK MENGHITUNG LUASAN DAN TITIK BERAT

Simpson’s first rule.

Aturan mengasumsikan kurva adalah parabola orde ke 2, parabola orde ke 2 adalah


persamaan yang dinyatakan dalam koordinat sumbu sebagai

y = a o  a 1 * x  a 2 * x 2 , dimana a o , a 1 dan a 2 adalah konstanta. Gambar dibawah

adalah kurva parabola orde ke 2, dimana y1 , y 2 dan y 3 adalah 3 ordinat yang

mempunyai jarak yang sama sebesar h.

Gambar parabola orde ke 2

Luasan segmen strip adalah y * dx. Selanjutnya untuk keseluruhan luasan kurva
tertutup dinyatakan dengan :

2h
Luas bidang =  y * dx
o

85
Dimana

y = a o  a1 * x  a 2 * x 2

2h
 a * x 2 a 2 * x3 
 
2h
Sehingga luas bidang = a o  a1 * x  a 2 * x * dx = a 0 * x  1
2
  =
o  2 3 o

2a o h  2a1h 2  83 a 2 h 3

Luas bidang adalah jumlahan ordinat-ordinatnya, sehingga luas gambar =


A * y1  B * y 2  C y3

Selanjutnya dari A * y1  B * y 2  C y3 , disubstitusikan nilai x untuk 0, h dan 2h pada

persamaan y = 2a o h  2a1h 2  83 a 2 h 3 , sesuai dengan gambar diatas, diperoleh :

  
Luas bidang = A * a o  B * a o  a 1 h  a 2 h 2  C * a o  2a 1 h  4a 2 h 2 = 
a o * A  B  C  a 1 * h * B  2C  a 2 * h 2 * B  4C

Selanjutnya disamakan hasil perhitungan luas bidang dari integrasi dengan dari
jumlahan ordinat luasan bidang, diperoleh :

2a o h  2a1h 2  83 a 2 h 3 = a o * A  B  C  a 1 * h * B  2C  a 2 * h 2 * B  4C

Persamaan pada koefisiennya :

8
A + B + C = 2h ; B + 2C = 2h ; B + 4C = 3
h

Sehingga diperoleh :

h 4h h
A ,B  dan C 
3 3 3

* y1  4 y 2  y 3  , ini dikenal sebagai Simpson’s first rule.


h
Didapatkan luasan bidang =
3
1
disebut faktor Simpson dan 1 4 1 disebut faktor pengali.
3

86
Simpson’s first rule juga dapat digunakan untuk menghitung kurva orde ke 3 yang
dinyatakan dengan y = a o  a1 * x  a 2 * x 2  a 3 * x 3 , dimana a o , a1 , a 2 dan a 3 adalah

konstanta.

Simpson’s second rule.

Aturan ini mengasumsikan bahwa persamaan kurva adalah orde ke 3, dinyatakan


dalam bentuk persamaan y = a o  a1 * x  a 2 * x 2  a 3 * x 3 , dimana

a o , a1 , a 2 dan a 3 adalah konstanta.

87
Gambar parabola orde ke 3

Luas elemen strip = y * dx

 a 
3h 3h
Luas bidang datar =  y * dx =
o 0
o  a 1 * x  a 2 * x 2  a 3 * x 3 dx =

a o * x  12 a1 * x 2  13 a 2 * x 3  14 a 3 * x 4  3h
0
= 3a o * h  92 a1 * h 2  9a 2 * h 3  81
4 *a3 *h
4

Luas bidang adalah jumlahan ordinat-ordinatnya, sehingga luas gambar =


A * y1  B * y 2  C * y3  D * y 4 =

    
A * a o  B * a o  a1h  a 2 h 2  a 3h 3  C * a o  2a1h  4a 2 h 2  8a 3h 3  D a o  3a1h  9a 2 h 2  27a 3h 3 
=
a o * A  B  C  D  a1 * h * B  2C  3D  a 2 * h 2 * B  4C  9D  a 3 * h 3 * B  8C  27D

Sehingga didapatkan :

3a o * h  92 a1 * h 2  9a 2 * h 3  81 4
4 *a3 *h =

a o * A  B  C  D  a1 * h * B  2C  3D  a 2 * h 2 * B  4C  9D  a 3 * h 3 * B  8C  27D

Bila koefisien kedua persamaan tersebut disamakan diperoleh :

88
A+B+ C+ D = 3h

9
B + 2C + 3D = 2
h

B + 4C + 9D = 9h

81
B + 8C + 27D = 4
h

Dengan eliminasi diperoleh :

3
A= 8
h , B = 89 h , C = 89 h , D = 83 h

3
Sehingga luas bidang datar = 8
h * y1 + 89 h * y 2 + 89 h * y 3 + 83 h * y 4 =

3
8
h ( y1 +3 y 2 +3 y 3 + y 4 )

3
ini dikenal sebagai Simpson’s second rule. disebut faktor Simpson dan 1 3 3 1
8
disebut faktor pengali.

Perluasan aturan Simpson untuk menghitung bidang datar

Gambar pembagian luasan bidang garis air

Menentukan faktor pengali.

Faktor pengali awal

Nomor ordinat a b c d e f g

Area 1 1 4 1

Area 2 1 4 1

Area 3 1 4 1
Area

89
Faktor pengali gabungan 1 4 2 4 2 4 1

Bidang garis air dibagi menjadi 3 bagian dan Simpson’s first rule digunakan untukmenghitung
luasannya

1
Area 1 = *h (a + 4b + c)
3

1
Area 2 = *h (c + 4d + e)
3

1
Area 3 = *h (e + 4f + g)
3

1
Area dari bidang garis air = Area 1 + Area 2 + Area 3 =
2

h h h
(a + 4b + c) + (c + 4d + e) + (e + 4f + g) =
3 3 3

h
(a + 4b + 2c + 4d + 2e + 4f + g)
3

Format ini dijadikan rumus untuk menghitung luas bidang datar, koefisien setengah
ordinatnya disebut faktor pengali Simpson’s dinyatakan dengan bentuk 1 4 2 4 2 4 1,
terdapat sembilan, ½ lebar ordinat dikalikan dengan faktor pengali 1 4 2 4 2 4 1,
faktor pengali Simpson’s dimulai dan diakhiri dengan angka 1.

Contoh soal menghitung luas bidang:

Kapal panjangnya 120 m , pada bidang garis airnya pada jarak ordinat yang sama, lebar
½ ordinatnya masing-masing 0 m, 3.7 m, 5.9 m, 7.6 m, 7.5 m, 4.6 m dan 0.1 m.

Hitunglah luas bidang garis air tersebut.

Jawab :

No.Ordinat ½ ordinat (m) Faktor pengali Fungsi luas (m)

1 0 1 0

90
2 3.7 4 14.8

3 5.9 2 11.8

4 7.6 4 30.4

5 7.5 2 15.0

6 4.6 4 18.4

7 0.1 1 0.1

1 = 90.5

Jarak ordinat, h = 120 m/6 = 20 m

Sehingga luas bidang garis air = 2 * 1/3 * h * 1 = 2 * 1/3 * 20 m * 90.5 m = 1207 m 2 .

Selanjutnya jika luasan bidang garis air ini dihitung dengan Simpson’s second rule
menjadi :

No.Ordinat ½ ordinat (m) Faktor pengali Fungsi luas (m)

1 0 1 0

2 3.7 3 11.1

3 5.9 3 17.7

4 7.6 2 15.2

5 7.5 3 22.5

6 4.6 3 13.8

7 0.1 1 0.1

1 = 80.4

Sehingga luas bidang garis air = 2 * 3/8 * h * 1 = 2 * 1/3 * 20 m * 80.4 m = 1206 m 2 .

91
Terlihat bahwa asumsi lengkungan bidang garis air adalah parabola orde ke 3,
memberikan nilai luas lebih kecil (lebih teliti)

Contoh soal menghitung displasemen dari luasan bidang garis air.

Luasan bidang garis air dituliskan sebagai berikut :

Sarat (m) 0 1 2 3 4

Luas bidang garis air ( m 2 ) 650 660 662 661 660

Hitunglah displasemen kapal jika kapal terapung diair laut dengansarat 4 m

Jawab :

Sarat (m) Luas bidang garis air ( m 2 ) Faktor pengali Fungsi volume ( m 2 )

0 650 1 650

1 660 4 2640

2 662 2 1324

3 661 4 2644

4 660 1 660

1 = 7918

Displasemen kapal = 1/3 * 1 m * 7918 m 2 * 1.025 t/ m3 = 2705.3 t

Titik berat dan pusat berat

Menentukan longitudinal centre of flotation.

Longitudinal centre of flotation adalah pusat berat dari bidang garis air, merupakan
titik putar saat kapal trim. Posisinya pada garis tengah memanjang didepan atau
dibelakang midship.

92
Gambar posisi longitudinal centre og flotation

Luas elemen strip = y * dx

L L
Luas ½ bidang garis air =  y * dx , keseluruhan bidang garis air = 2*  y * dx =
o o

h
2* * (a + 4b + 2c + 4d + e)
3

Momen elemen strip terhadap garis OY = x * y * dx

L
Momen bidang garis air terhadap OY = 2 *  x * y * dx
o

L
_
momen 2 * ox * y * dx  2
Jarak antara LCF adalah x    *h
area L
1
2 *  y * dx
o

Contoh soal 1:

Kapal dengan panjang 150 m, mempunyai bidang garis air dengan lebar ½ ordinat
masing-masing 0 m, 5 m, 9 m, 9 m, 9 m, 7 m dan 0 m.

Hitunglah jarak longitudinal centre of flotation dari depan.

93
Jawab :

Gambar jarak ordinat pada bidang garis air

No. Lebar Faktor Fungsi Jarak Fungsi


ordinat ordinat pengali luas dari momen
(m) A”
(m) (m)

After 0 1 0 0 0

1 5 4 20 1 20

2 9 2 18 2 36

Midship 9 4 36 3 108

4 9 2 18 4 72

5 7 4 28 5 140

Forward 0 1 0 6 0

1 = 120  2 = 376

Luas bidang garis air = 2/3 * h * 1 = 2/3 * 25 m * 120 m = 2000 m 2

2 376 m
Jarak LCF terhadap After = *h= * 25 m  78.33 m
1 120 m

94
Contoh soal 2 :

Kapal panjangnya 75 m, bidang garis airnya mempunyai ½ lebar ordinat sebagai


berikut : 0 m, 1 m, 2 m, 4 m, 5 m, 5 m, 5 m, 4m, 3 m, 2 m dan 0 m.

Jarak antara ordinat 3 ordinat pertama dan 3 ordinat terakhir ½ dari jarak ordinat
yang ditengah. Tentukan posisi LCF terhadap midship.

Jawab :

Gambar penentuan lengan momen

Penggunaan tanda lengan negatif bila ordinat terletak didepan midship, sedangkan
tanda negatif bila ordinat terletak dibelakang midship.

Ordinat Lebar Faktor Fungsi lengan Fungsi


ordinat pengali luas momen
(m)
(m) (m)

After 0 1/2 0 -4 0

1 1 2 2 -31/2 -7

2 2 11/2 3 -3 -9

3 4 4 16 -2 -32

4 5 2 10 -1 -10

Midship 5 4 20 0 0

6 5 2 10 1 10

7 4 4 16 2 32

8 3 11/2 4.5 3 13.5

95
9 2 2 4.0 31/2 14

Fore 0 1/
2 0 4 0

1 =85.5  2 =11.5

2 11.5
Jarak LCF dari = h * 9.375 m  1.26 m
1 85.5

Tanda, + berarti titik F didepan midship.

Menghitung KB.

Titik buoyancy adalah titik berat bagian kapal yang tercelup air dan aturan Simpson’s
dapat dipakai untuk menghitung tingginya terhadap lunas (keel).

Contoh soal :

Kapal terapung tegak tanpa oleng dan even keel pada sarat 6 m. Luas bidang garis air
sebagai berikut :

Sarat (m) 0 1 2 3 4 5 6

Luas ( m 2 ) 5000 5600 6020 6025 6025 6025 6025

Hitunglah KB kapal pada sarat 6 m.

Jawaban :

Garis Luas Faktor Fungsi Lengan Fungsi


air (m) (m ) 2
volume ( m ) 2
momen ( m 2 )
pengali

6 6025 1 6025 6 36150

5 6025 4 24100 5 120500

4 6025 2 12050 4 48200

3 6025 4 24100 3 72300

2 6020 2 12040 2 24080

96
1 5600 4 22400 1 22400

0 5000 1 5000 0 0

1 = 105715  2 = 323630

momen terhadap keel  2 323630


KB = = h *1.0 m  3.06 m
volume displasemen 1 105715

V.6. HIDROSTATIK
Prinsip dasar

Beberapa sifat fluida yang perlu diketahui


1. Density dan specific weight.
Density,  dari fluida adalah massanya tiap unit volume, sementara specific
weight, w adalah beratnya tiap unit volume.
Pada hukum kedua Newton, percepatan disebabkan gravitasi adalah g, sehingga,
F = m * a menjadi W = m * g, dimana W adalah berat suatu body yang
mempunyai massa m.
W m
 *g
V V
Hubungan antara specific weight, w dan density  adalah :

w=*g
2. Specific volume.
Specific volume, v suatu fluida adalah volumenya tiap unit berat, jadi berbalikan
dengan specific weight, sehingga :
1 1
v= 
w *g
3. Specific gravity.
Specific gravity,  suatu cairan adalah perbandingan densitynya dengan density
air murni (pure) pada temperatur standart. Fisikawan memakai temperatur

standart 4 o C,sedangkan ahli teknik dan naval architects memakai temperatur

standart air murni 15 o C.

97
Berat jenis, massa dan volume

1. Density, massa dan volume


Density
Adalah subtansi dari massa keseluruhan, dimana substansi tersebut dibagi
dengan volume keseluruhan yang mengisi substansi tersebut (massa tiap unit
volume). Density adalah kebalikan specific volume (v).
m 1
ρ= 
V v
Dimana :
ρ adalah density (kg/m 3 )
m adalah massa (kg)
V adalah volume (m 3 )
v adalah specific volume (m 3 /kg)
Massa.
Massa adalah body yang diukur dari jumlah material yang berada pada body
tersebut. Sedangkan berat dari body adalah gaya yang diberikan body pada saat
massa dipercepat dalam pengaruh gravitasi.
wt = m * g
Dimana :
wt = berat (Newton)
m = massa (kg)
g = percepatan gravitasi (9.8 m/sec 2 )
Volume.
Volume suatu obyek adalah nilai dari satuan meter kubik yang dikandung suatu
obyek. Volume bagian kapal dibawah garis air, diperoleh dengan menentukan
jumlah satuan meter kubik dari bagian kapal dibawah garis air.

98
Tabel berat jenis air

Density dan specific gravity


Density didefinisikan sebagai massa tiap unit volume.
Specific gravity adalah relative density dari benda didefinisikan sebagai rasio
berat suatu benda dengan berat suatu volume yang setara air tawar.
Density benda Density benda dalam kg tiap m 3
Specific gravity benda  
Density air tawar 1000 kg / m 3
Contoh :
Jika tangki dasar ganda diisi air tawar penuh 120 t. Hitung berapa ton oli yang
mempunyai relative density 0.84 bila dimasukkan pada tangki.
Jawab :
massa oli
Re lative density 
massa air tawar

atau
massa oli = massa air tawar * relative density = 120 t * 0.84 = 100.8 t

99
Kaidah daya apung
Balok terapung diair.

Gambar gaya yang bekerja pada balok terapung


(Courtesy of A B Biran)

Gaya yang bekerja pada sisi 4 adalah :


T
F4  L   * z * dz  p o * L * T  12  * L * T 2  p o * L * T
0

Gaya yang bekerja pada sisi 6 adalah :


T
F6  L  * z * dz  p o * L * T   12  * L * T 2  p o * L * T
0

Dimana :
 kN 
γ adalah specific weight fluida tempat balok terapung  3  .
m 
γ=ρ*g
 t 
ρ adalah density of fluid ,  3 
m 

100
m
g adalah percepatan gravitasi, bervariasi dari 9.807 dipermukaan laut
s2
sampai
m
9.764 pada ketinggian 14000 m, daerah jelajah pesawat terbang .
s2
po adalah tekanan atmosfer, 1 atm = 101.325 Pa = 1.01325 bar.
Jadi F4 dan F6 sama besar dan berlawanan arah, jumlah F4 dan F6 sama dengan
nol sehingga balok seimbang.
F1 =  po * L * B , bekerja pada permukaan atas balok, akibat tekanan atmosfer.

F2 = p o * L * B + γ * L * B * T

Resultan F1 dan F2 , gaya yang mengarah keatas sebesar, F =  po * L * B +

po * L * B + γ * L * B * T = γ * L * B * T

L * B * T adalah volume balok yang tercelup air, gaya F adalah berat dari volume
air yang dipindahkan karena adanya volume balok yang tercelup air, inilah yang
disebut prinsip Archimedes, gaya γ * L * B * T disebut gaya buoyancy.

101
Inverse dari density disebut reciprocal weight density atau specific volume.

PRINSIP ARCHIMEDES
Keadaan ini terjadi pada saat benda padat terbenam dicairan, ini akan
menunjukkan tekanan keatas yang besarnya sama dengan berat cairan yang
dipindahkan. Selanjutnya, tekanan pada bagian serat yang menyebabkan benda
tertekan, berkurang saat benda terbenam pada cairan yang besarnya sama
dengan volume benda dikalikan weight density dari cairan, penyelam
merasakan badannya lebih berat untuk terangkat dari pada saat terjun keair,

Gambar gaya-gaya yang terapung pada benda (Courtesy of A B Biran)

102
Buoyancy dari benda yang tercelup diair adalah gaya tekan keatas yang
disebabkan displasemen dari air, dengan besarnya volume dikalikan weight
density air. Gaya keatas disebut buoyancy dari benda, bila dalam suatu keadaan
benda mempunyai weight density yang sama dengan air tempatnya terapung,
gaya tekan keatas adalah bagian terbenam keseluruhan akan sebesar beratnya,
penyelam akan merasakan benda terasa ringan. Jika benda mempunyai weight
density lebih kecil dari air, benda hanya perlu sedikit gaya agar terdorong
keatas.
Buoyancy adalah resultan dari semua gaya yang disebabkan tekanan hidrostatik
pada bagian benda dibawah garis air.

Gambar resultan tekanan hidrostatik (Courtesy of A B Biran)

Tekanan hidrostatik pada titik didalam cairan besarnya adalah kedalaman


posisi titik dikalikan weight density cairan, misalkan berat kolom cairan yang
mempunyai penampang dan panjang sama dengan kedalaman yang terbenam, T

p = T * ρ, ρ adalah weight density dari fluida.

103
Gambar tekanan hidrostatik suatu titik didalam cairan (Courtesy of A B Biran)

Tekanan yang terdistribusi yang mengelilingi balok persegi panjang a x b x c


terapung dengan sarat T. Tekanan pada permukaan vertikal dari balok tidak ada
perannya pada tekanan vertikal, tekanan hidrostatik pada permukaan alas
adalah T * ρ dan total gaya tekanan keatas adalah tekanan dikalikan luasan, gaya
tekan keatas = (T * ρ) * a * b.

Gambar tekanan hidrostatik pada balok (Courtesy of A B Biran)

104
Volume displasemen, a * b * T dikalikan weight density of fluid, ρ, sesuai dengan
hukum benda terapung. Buoyancy adalah gaya, mendorong keatas disebabkan
adanya cairan yang dipindahkan. Sudah sejak lama naval architech
menggunakan istilah buoyancy dan displacement sebagai pengganti istilah gaya
dorong keatas dari fluida pada kapal yang terapung. Terdapat hubungan :

Δ=g*M=ρ*g* =γ* 

Dimana :
Δ displasemen, N.
m
g adalah percepatan gravitasi, bervariasi dari 9.807 dipermukaan laut
s2
sampai
m
9.764 pada ketinggian 14000 m, daerah jelajah pesawat terbang.
s2
M massa displasemen, kg.
 t 
ρ adalah density of fluid ,  3  .
m 
 volume displasemen, m3.
 kN 
γ adalah specific weight fluida kapal terapung  3  .
m 
Reverse buoyancy

Volume kedap air kapal diatas garis air, disebut reverse of buoyancy. Ini
menjelaskan satu ukuran kemampuan kapal menjaga pengaruh tenggelam
disebabkan kebocoran dan umumnya dinyatakan sebagai prosentase
displasemen.

Gambar reverse buoyancy dilihat memanjang kapal (Courtesy of A B Biran)

105
Reverse buoyancy adalah volume bagian kedap air kapal diatas garis air.
Dinyatakan sebagai prosentase, reverse buoyancy adalah perbandingan volume
bagian kapal diatas garis air dengan volume bagian kapal dibawah garis air.
Free board menunjukkan ukuran kasar dari reverse buoyancy.

Gambar reverse buoyancy dilihat melintang kapal (Courtesy of A B Biran)

Centre of Buoyancy

Jika kapal terapung diair tenang, akan bekerja 2 unit gaya, yaitu gaya gravitasi
yang mengarah kebawah dan gaya buoyancy yang mengarah keatas.

Gaya gravitasi adalah resultan gaya yang meliputi berat dari semua bagian
konstruksi kapal, peralatan, muatan dan anak buah kapal. Gaya gravitasi berupa
gaya tunggal yang bekerja kebawah dan berpusat pada centre of gravity (G).

Gaya buoyancy juga resultan gaya, merupakan resultan dari tekanan air pada
permukaan kapal. Gambar A, berikut menunjukkan kaleng yang ditekan masuk
kedalam bak berisi air, kaleng harus tetap ditekan agar tidak bergerak keatas.
Gambar B, menunjukkan pada saat kaleng dilepas, kedua gambar tersebut
menunjukkan bukti adanya gaya buoyancy.

106
Gambar gaya buoyancy pada kaleng (Courtesy of A B Biran)

Contoh perhitungan displasemen

Contoh perencanaan buoy.

Ini contoh sederhana penggunaan prinsip Archimedes untuk mendapatkan persamaan


disain buoy.

Akan direncanakan buoy berbentuk bola dengan massa M, buoy terbuat dari pelat
baja 3 mm dengan density  S dan terapung pada tengah bola sebagai garis air. (gb

2.15)

Jawab :

Gambar buoy berbentuk bola (Courtesy of A B Biran)

 *  W

107
Selanjutnya specific gravity dan berat diubah menjadi density dan massa, sehingga
persamaan menjadi :

W *   M

Dimana  W adalah density air.

Volume setengah bola yang terbenam :

  12 * 43 *  * d 3o

Dimana d o adalah diameter luar bola dalam meter.

Massa bola baja menjadi :

 
M steel  S * 43 *  * d 3o  d o  0.003 3 

Sebelumnya

W *   M

 
 W * 12 * 43 *  * d 3o = S * 43 *  * d 3o  d o  0.003 3 

Bila :

Water density 1.025 t m^3

Steel density 7.85 t m^3

Instrument mass 0.010 t

Diperoleh d o = 0.2267 m

108
BEBERAPA TURUNAN SISTEM SI DAN PADANANNYA DENGAN SISTEM
SATUAN INGGRIS (UK)

109
110
BEBERAPA KETENTUAN LAGI YANG PENTING

111
BEBERAPA PRINSIP FISIKA

Meliputi volume, berat jenis (density), berat, titik berat, gaya dan momen.

a. Volume, volume dari suatu benda ditentukan dengan sejumlah berapa


ft 3 atau cubic unit isi dalam suatu benda. Volume bagian kapal dibawah garis air
didapatkan dengan menghitung jumlah ft 3 dari bagian lambung kapal yang
dibawah garis air.

b. Berat jenis (density), berat jenis suatu material, baik padat maupun cair,
didapatkan dengan membebankan suatu unit volume material. Misalnya, jika 1
1
ft 3 air laut akan dibebankan, maka beratnya adalah ton.
35

c. Berat, berat adalah volume x berat jenis.

Bila bendanya terapung diair, berat dari volume air yang dipindahkan oleh
benda sama dengan berat dari benda tersebut. Sehingga, jika anda mengetahui
besarnya volume air yang dipindahkan, berat dari benda akan dapat diketahui
dengan mengalikan volume tersebut dengan berat jenis cairan.

d. Titik berat, adalah titik dimana semua berat dari benda dianggap
terkonsentrasi dan mempunyai pengaruh yang sama terhadap semua bagian
benda.

e. Gaya, adalah suatu dorongan atau tarikan. Gaya cenderung menghasilkan


gerakan atau perubahan gerakan. Gaya menyebabkan benda mulao bergerak,
dipercepat/diperlambat, bergerak melawan tahanan (seperti gesekan). Suatu
gaya mungkin bekerja pada suatu benda tanpa bersentuhan langsung dengan
benda tersebut. Misalnya tarikan grafitasi.

f. Momen.

Menambah besarnya gaya, arah gerakan gaya dan posisi gaya akan
mempengaruhi momen.

112
Seperti gambar dibawah, jika 2 orang duduk berhadapan mempunyai berat
yang sama serta mempunyai jarak yang sama terhadap tumpuan jungkat
jungkit, keadaan ini akan menyebabkan seimbang. Tetapi bila salah seorang dari
mereka bergerak mendekati tumpuan jungkat jungkit maka akan menyebabkan
orang diseberangnya akan turun ketanah, hal ini disebabkan pengaruh gaya
orang yang bergeser tersebut mengecil.

Gambar gaya pada ungkitan

Pengaruh lokasi dari gaya tersebut momen dari gaya.

Gambar momen

Hal khusus pada momen terjadi bila 2 buah gaya besarnya sama, berlawanan
arah tetapi tidak pada garis kerja yang sama memutar suatu benda, hal ini
disebut kopel.

113
Gambar momen dari kopel

Besarnya momen/kopel :

Gambar momen yang ada di kapal

g. Daya apung (buoyancy) >< berat

Daya apung adalah kemampuan suatu benda untuk terapung. Jika benda
mempunyai volume dibawah air dan berat benda tersebut lebih besar dari pada
berat volume air dari bagian benda yang tercelup air, maka benda akan
tenggelam. Karena daya dari kemampuan apung benda lebih kecil dari pada
berat benda. Demikian sebaliknya.

114
Penambahan gaya apung membesar terus sampai akhirnya sama dengan berat
benda, keadaan ini akan menyebabkan seimbang, sehingga benda akan
mengapung.

Gambar benda dengan berat yang sama tetapi volume yang berbeda

Jika dalam dalam keadaan diam, daya apung/buoyancy (yaitu berat air yang
dipindahkan) harus sama dengan berat kapal. Berat kapal ini disebut
displasemen, artinya berat dari volume air yang dipindahkan lambung kapal.

Berat (W) adalah displasemen, didapatkan dengan cara mengukur volume kapal
dibawah garis air (V) dalam ft 3 dan mengalikan volume ini dengan berat
dari ft 3 air laut yang menentukan berat kapal. Bila dituliskan akan didapatkan :

1
W=Vx
35

V = 35 W

V = volume air laut yang dipindahkan (dalam ft 3 )

W = berat dalam ton

35 = ft 3 dari air laut tiap ton.

Besarnya displasemen bervariasi sesuai dengan kedalaman lunas kapal dibawah


garis air, yang disebut sebagai sarat kapal. Sarat semakin membesar,
displasemen juga semakin membesar.

115
Gambar hubungan besarnya displasemen dengan sarat kapal

h. Daya apung cadangan.

Adalah volume bagian kedap air kapal diatas garis air. Dinyatakan dalam
prosentase, yaitu perbandingan volume diatas garis air dengan volume dibawah
garis air.

Gambar reverse buoyancy dilihat melintang kapal (Courtesy of A B Biran)

116
Lambung timbul adalah ukuran kasar dari cadangan daya apung, yaitu jarak
dari garis air kegeladak cuaca.

i. Titik apung (centre of buoyancy)

Jika kapal terapung diair tenang, akan bekerja 2 unit gaya :

1. Gaya grafitasi mengarah kebawah.


2. Gaya apung (buoyancy) mengarah keatas.
Gaya grafitasi adalah resultan atau gabungan gaya, meliputi berat semua bagian
konstruksi kapal, peralatan, muatan dan penumpang. Gaya grafitasi dianggap
sebagai gaya tunggal yang bekerja kebawah melalui titik berat kapal.

Gaya apung (buoyancy) juga gaya komposit, merupakan resultan tekanan air
pada lambung kapal.

117
Gambar gravity dan buoyancy

118
Gambar hubungan KB dengan sarat kapal

119
Gambar posisi gaya G dan B pada saat kapal oleng

120
Gambar hubungan sudut oleng dengan lengan kopel GZ

121
Gambar simbol midship

MOMEN INERSIA TERHADAP SUMBU X (horizontal)

Gambar bidang datar empat persegi panjang

Bidang datar diatas, luas segmen yang diarsir l * dx, besarnya momen inersia
luas segmen terhadap sumbu AB (l * dx) * x 2 . Untuk seluruh bidang datar,
besarnya momen inersia terhadap sumbu AB :

 b2

I AB   l * x 2 * dx
 b2

 b2
l * b3
I AB  l  x 2 * dx =
 b2
12

Jika besarnya momen inersia terhadap salah satu sisi bawah atau atas,

122
b
l * b3
I =  l * x 2 * dx =
0
3

Gambar segmen bidang garis air

y 3 * dx
Besarnya momen inersia segmen diatas terhadap sumbu CL adalah ,
3
untuk keseluruhan bidang :

L
I CL  y
1 3
3 * dx
0

MOMEN INERSIA TERHADAP SUMBU Y (vertikal)

Gambar 3

Momen inersia segmen diatas terhadap sumbu AB adalah x 2 * (y * dx), untuk


keseluruhan bidang datar :

123
L
I AB   y * x 2 * dx
0

Ditabel “exel” x adalah jarak lengan momen (n) atau jarak station.

124
j. TPC (Ton Per Centimeter immersion).

Bila kapal mengalami perubahan displasemen yang tidak begitu besar, misalnya
adanya pemindahan, penambahan atau pengurangan muatan yang kecil, hal ini
berarti tidak terjadi penambahan atau pengurangan sarat yang besar. Maka
untuk menentukan sarat kapal bisa digunakan grafik TPC.

TPC adalah jumlah berat (ton) yang diperlukan untuk mengadakan perubahan
sarat kapal sebesar 1 cm air dilaut, perubahan sarat kapal ditentukan dengan
membagi perubahan displasemen dengan TPC.

Gambar segmen bidang garis air

125
Jika kapal tenggelam sebesar 1 cm diair laut, maka penambahan volume adalah
hasil perkalian luas bidang garis air (m2) dengan tebal 0.01 m,

t
Berat (ton) = TPC = Awl * 0.01 m * 1.025
m3

Karena TPC merupakan perkalian luas bidang garis air (Awl) dengan konstanta,
maka bentuk grafik TPC mirip dengan Awl.

k. DDT (Displacement Due to 1 cm change of Trim by stern).

Trim adalah perbedaan sarat depan dan belakang, dalam hal DDT ini sarat
belakang lebih besar dari sarat haluan, trim buritan (trim by stren). Trim terjadi
bila ada aktivitas dikapal yang menyebabkan sarat depan dan belakang berbeda
bila dibandingkan sebelum ada aktivitas tersebut, saat kapal belum mengalami
trim. Bila dilihat secara memanjang kapal sarat kapal sebelum terjadi trim dan
setelah mengalami trim akan berpotongan disatu titik yaitu titik F (Floutation),
yaitu titik berat bidang garis air saat trim, atau dengan kata lain titik putar trim
adalah dititik F.

Grafik displasemen pada Kurva Hidrostatik bisa dipakai bila kapal tidak
mengalami trim atau titik F tepat pada midship.

Gambar

W1L 2 , garis air saat belum trim.

W2 L 3 , garis air saat trim, tetapi dibuat rata sejajar dengan garis air W1L2,

melewati titik F saat kapal trim.

126
W3 L1 , garis air kapal saat trim buritan.

Gambar

Untuk menghitung besarnya displasemen saat trim seperti gambar diatas


adalah displasemen saat even keel (garis air W1L1 ) ditambah DDT.

t
Besarnya DDT adalah x * Awl * 1.025
m3

x = jarak garis air W1L1 dengan W3 L 3 (kedua garis air ini even

keel).

Awl = luasan bidang garis air dari W1L1 atau W3 L 3 .

Lihat segitiga AFB dan DCE

x t

 F Lpp

F = jarak titik F ke  (midship)

t = besarnya trim.

t * F
Sehingga, x =
Lpp

127
t
Untuk trim = 1 cm = 0.01 m, DDT = 0.01m *  F * Awl * 1.025 =  F * TPC.
m3

Karena trim kecil sekali (dinding kapal dianggap tegak),  F , dianggap jarak titik

F terhadap midship dari garis air saat belum terjadi trim ( W1L1 ), begitu juga
Awl.

l. MTC (Moment To Change trim 1 cm)

Menunjukkan besarnya momen untuk mengubah kedudukan kapal dengan trim


sebesar 1 cm.

Gambar titik fluotation sebagai titik pusat gerakan pitching

Besarnya momen, M =  * GZ , untuk sudut kecil sin   , sehingga M =  *


1
GM L * , jika sudut trim , menyebabkan trim 1cm = 0.01 m, maka  = dan
L
momen yang menyebabkan trim 0.01m adalah :

 * GM L
MTC = .
L

128
Dalam hal ini perbedaan GM L dengan BM L sekitar 1%, sehingga MTC =

 * BM L
.
L

Tabel perhitungan displasemen, KG dan LCG

129
Gambar parameter saat kapal trim

Case I - Displacement & CG Location Known Find Forward & Aft Drafts

This option is utilized over and over again in design and operational stages to
determine a vessel's responses to various loading conditions.

Step 1 - Obtain Equilibrium

For equilibrium the vessel weight must equal the vessel's displacement, W =
.

With this displacement enter the "Curves of Form" and obtain a draft. This
draft (TLCF) obtained is the draft present at the LCF location.

Step 2 - In the "Curves of Form" at this LCF draft obtain the following:

Moment to Trim

MTI Moment to Trim one Inch, for English Units of long tonsfeet/inch or

130
MTC Moment to change Trim one Centimeter, for Metric Units of
metric tonsmeters/cm.

Longitudinal Center of Buoyancy, LCB, feet or meters, with aft of amidships


defined as positive

Longitudinal Center of Floatation, LCF, feet or meters, with aft of amidships


defined as positive

Step 4 - Find the Trim.

First the trim lever is defined mathematically as Trim Lever = LCG - LCB, in
either feet or meters. If this value is positive trim by the stern should be
produced. If it is negative the vessel should trim by the bow. Sign convention
consistency is extremely important. For instance if the LCG is 5 feet aft of
amidships and the LCB is 2 foot forward, the trimming lever would be equal to
5 - (-2) = positive 7 feet. Since the numerical value is positive this scenario
will cause trim by the stern.

The applied trimming moment is defined mathematically as TM = (LCG-


LCB)

The hydrostatic response trimming moment is defined mathematically as:

TM = TRIMMTI for English units

TM=TRIMMTC for metric units.

For equilibrium to occur, the applied trimming moment must equal the
response trimming moment. The previous defined equations are combined,
algebraically rearranged with the following expressions for trim obtained:

TRIM = (LCG-LCB)/MTI for English units of inches, the value obtained


must be converted to feet, by dividing by 12, prior to applying it in the
formulas which follow.

TRIM = (LCG-LCB)/MTC for metric units of centimeters, the value


obtained must be converted to meters, by dividing by 100, prior to applying

131
it in the formulas which follow.

When the above expressions are satisfied, there is corresponding subtle


hydrostatic physical reality for the trimmed vessel condition. This reality is
that the LCB has moved to a new location that is either directly above or
below the LCG location. However, the initial LCB that must be applied in
these trim calculations correspond to the vessel in a level condition (i. e.
obtained from "Curves of Form" values).

Step 5 - Find the Forward and After Draft Via Geometry

This method involves the use of similar triangles and the position of the LCF.

For the forward draft the similar triangles present yield the following
expression TRIM/L = TF/(LCF+L/2), solve this for TF to obtain TF =
(TRIM/L)(L/2+LCF) = TRIM(1/2+LCF/L), then apply the following formula
from geometry to obtain the forward draft TF = TLCF - TF = TLCF -
TRIM(1/2+LCF/L).

For the aft draft the similar triangles present yield the following expression
TRIM/L = TA/(L/2-LCF), solve this for TA to obtain TA = (TRIM/L)(L/2-
LCF) = TRIM(1/2-LCF/L), then apply the following formula from geometry to
obtain the forward draft TA = TLCF + TA = TLCF + TRIM(1/2-LCF/L).

Alternatively, based on geometry, the after draft may be more simply


computed as follows:
TA = TF + TRIM.

With the forward and aft drafts known the mean draft can be quickly
computed as follows:
TM = (TF + TA)/2.

Step 6 - Important Points to Remember

If the LCB is aft of the LCG the vessel will trim by the bow. If the LCB is
forward of the LCG then the vessel will trim by the stern. These principles

132
apply regardless of the position of the LCF.

Sign convention consistency is extremely important. If they are not followed


the formulas presented here will not work properly.

Step 7 - Improvements Made to this site's Trim and Stability Sheets

The MTI or MTC values that are presented in the "Curves of Form" are based
on the assumption that metacentric radius in the longitudinal direction is
equal to the metacentric height in the longitudinal direction (i. e. BML = GML).
This assumption yields approximations for moment to trim values. These
approximations are normally adequate since in most cases there is not much
difference between the BML and GML values. Furthermore the
approximations must be made because the VCG values are not known at the
time that the "Curves of Form" are made.

However in the "Trim and Stability Sheets," that are available on this website,
the VCG values are known for the conditions at hand, so the moment to trim
values are computed accurately. Three basic formulas are applied. First, by
definition, the restoring moment = GMLTan
. Second geometry present
requires that Tan = Opposite/Adjacent = TRIM/L. Three, by definition GML
= KML - VCG, where KML is obtained from the "Curves of Form" instead of MTI
or MTC. All three of these equations are combined and rearranged yielding:
MTF = (KML - VCG)/L. MTF in this case is moment to trim one foot, where
TRIM equals one foot. Note that ML can be obtained from the following
formula: KML = BML + VCB. The "Curves of Form" may just give BML and VCB,
but this is alright since these can be summed to obtain the KML value.
Another article in this website, "Understanding Stability" explains the
theory discussed in this paragraph. However, a little adaptation is required
by the reader because that article applies to stability in the transverse
direction and this article applies to stability in the longitudinal direction.

133
Case II - Forward & Aft Drafts Known, Find Displacement & LCG Location

This option is used by naval architects, yacht and boat designers, marine
surveyors, marine inspectors and others for deadweight surveys and for
stability tests. It is also used by dock masters, by captains, mates, fisherman and
others who may want to determine a vessel's weight and center of gravity
location.

The first goal of this analysis is to find the LCF draft. This draft is needed
because the "Curves of Form" are based on the LCF draft and not the mean
draft. After this draft is determined, the primary goals of obtaining a
displacement and the LCG location are easily determined through the use of the
"Curves of Form" data.

Step 1 - Calculate the Mean Draft & Trim Present

Compute the mean draft present, where TM = 1/2(TF + TA). Remember the
"Curves of Form" are not based on this mean draft but on the LCF draft.
However this mean draft serves its purpose as a close estimate for the LCF
draft and is initially used to retrieve preliminary data from the "Curves of
Form."

Compute the trim present, with this formula TRIM = TA - TF.

These values of draft and trim are now used to help determine the LCF draft
(TLCF).

Step 2 - Obtain the LCF Draft Through Iteration

At TM go into the Curves of Form and obtain a initial value for LCF.

An expression for the LCF draft needs to be derived. Fortuitously the


waterline slope (or TanTRIML) and the ship length (L between
forward and aft draft marks) are known. From similar triangles we have
TLCF / TRIM = LCF / L. From geometry we have TLCF = TM + TLCF. Combining

134
the preceding two equations we have: TLCF = TM + (TRIM)LCF / L

Compute the initial guess for LCF draft through application of TLCF = TM +
(TRIM)LCF / L

Go back to the "Curves of Form" with initial TLCF just computed and obtain a
new value for LCF.

Recompute the LCF draft, by using the LCF value just obtained into the
following formula: TLCF = TM + (TRIM)LCF / L.

The LCF just obtained should be close to the one previously calculated. If not,
repeat this process using the most recent LCF draft value to enter the "Curves
of Form" to get a new LCF value. Recompute another LCF draft using the
formula TLCF = TM + (TRIM)LCF / L and compare it with the preceding LCF
draft computed, they now should be very close. Usually only need to iterate
once. The last value for LCF draft is the considered the actual LCF draft and it
is applied in the rest of this analysis.

Step 3 - Obtain "Curves of Form" Data Based on the LCF Draft

With the last TLCF value enter the "Curves of Form" and obtain the following:

Displacement, 

Longitudinal Center of Buoyancy, LCB

Moment to Trim, MTI or MTC. Which term depends on applicable units


system.

MTI for English units of inches, the value obtained from "Curves of Form"
must be converted to feet, by dividing by 12, prior to applying it in the
formulas which follow.

MTC for metric units of centimeters, the value obtained from "Curves of
Form" must be converted to meters, by dividing by 100, prior to applying it

135
in the formulas which follow.

Step 4 - Derive Relationships Between Trim and LCG

Two relationships for trimming are presented and then equated to each other,
the combined result is then manipulated to give an expression for computing
LCG.

First the applied trimming moment is defined as TM = (LCG- LCB).

Second the hydrostatic response moment is defined as TM = MTITRIM.

These equations are equated to each other and solved for LCG to obtain the
following result:
LCG = LCB + MTI TRIM /

Step 5 - Calculate the LCG Value

With the LCB, TRIM, MTI (converted to per foot or meter) and displacement
compute the LCG using the formula just derived in Step 4.

Step 6 - Important Points to Remember

It trim value is positive, the vessel is has trim by the stern (the stern is
submerged deeper than the bow) then the LCG must be located aft of the LCB.

If trim value is negative, the vessel has trim by the bow (the bow is
submerged deeper than the stern), then the LCG must be located forward of
the LCB.

Sign convention consistency remains extremely important! If they are not


followed exactly the formulas presented here will not work properly.

136
Perhitungan jari-jari metasenter, BM.

Gambar segmen bidang garis air saat kapal oleng

Luas segitiga LO L1 adalah :

1
2
* OL * L L1 = 1
2
* r * r sin 

Untuk sudut  kecil, maka berlaku sin    , sehingga luas LO L1 menjadi :

1
2
* r 2 * 

Jarak titik berat segitiga LO L1 terhadap titik O adalah on = 2 * r.


3

Momen LO L1 terhadap bidang tengah memanjang kapal adalah :

( 12 * r 2 *  ) * 2
3
*r

Untuk momen volume baji (dengan LO L1 sebagai penampang dan dx sebagai


tebalnya) terhadap bidang tengah memanjang kapal adalah :

( 12 * r 2 *  ) * ( 23 * r) * dx

137
Bila sepanjang kapal, L, adalah :

 ( 12 * r 2 *  ) * ( 23 * r) * dx
o

Karena volume baji keluar WO W1 sama dengan volume baji masuk LO L1 , maka

tambahan gaya apung karena LO L1 akan sama dengan kehilangan gaya apung

karena WO W1 . Sehingga terdapat dua momen sama besar yang bekerja pada
arah yang sama terhadap bidang tengah memanjang kapal.

Momen keseluruhan adalah :

L L

 ( * r *  ) * ( * r) * dx =  2 * r3 *  * dx
1 2 2
2 2 3 3
o o

Momen keseluruhan ini atau kedua momen baji diatas, akan menyebabkan titik
apung berpindah dari B ke B1 . Momen volume badan kapal dibawah air dengan

titik apung baru pada B1 terhadap titik apung awal B adalah V * B B1 . Besarnya
momen ini harus sama dengan momen dari kedua baji diatas, sehingga :
L
V * B B1 =  2 * r3
3
*  * dx
o

Dari gambar diatas secara geometri terlihat bahwa :

B B1 = BM * sin 

Untuk sudut  kecil, sin    , sehingga :

B B1 = BM * 

Persamaan diatas menunjukkan bahwa :

L
V * B B1 = V * BM *  =  2 * r3
3
*  * dx
o

138
L

 23 * r
3
* dx
BM  o
V

L
Mengupas besarnya  2 * r3 *
3
dx
o


I x  y 2 dA ; 
I y  x 2 dA

Ly L Ly L
Ix   y  Iy   x x
2 1 3 2 2
dy dx = 3
y dx ; dy dx = * y dx
oo o oo o

Untuk satu bidang garis air penuh :

L y L


I x  y dA =  y  y 3 dx
2 2 2
dy dx = 3
o y o

L y L


I y  x dA =  x  2x
2 2 2
dy dx = * y dx
o y o

Sehingga :

I x I transverse
BM transverse  
V V

Dengan analogi yang sama didapatkan :

Iy I longitudinal
BMlongitudinal  
V V

139
m. Koefisien koefisien bentuk.

Gambar koefisien-koefisien bentuk

140
Gambar kurva hidrostatik

141
Gambar kurva Bonjean

142
Contoh-contoh latihan dan kunci jawabannya

1. Kapal dengan Lpp = 200 m, B = 22 m dan T = 7 m. Cp = 0.75, WPA = 3500 m 2 ,


∆ = 23000 ton :

Hitunglah : Cb, Cw, Cm dan KB.

2. Lpp = 115 m, B = 15.65 m dan T = 7.15 m. Cm = 0.921 dan Cb = 0.665.

Hitunglah : ∆, MSA, Cp.

7. Girth dari sisi luar pelat dan tebalnya seperti tabel diatas. Lpp = 27.5 m, berat
kg
jenis baja 7700 .
m3

Hitunglah : berat pelat (dalam mega Newton)

11. WPA dengan jarak tiap WPA, 2.5 m seperti tabel diatas. Hitunglah V dan
posisi KB.

143
14. Tabel setengah lebar terlihat dibawah. T = 16 m, ∆ = 18930 tonnef. Bagian
cant part panjangnya 30 m, berbentuk persegi panjang dengan setengah lebar =
35 m, Lpp = 660 m. Hitung BM T dan KMT !

16. Masing-masing lambung dari katamaran mempunyai dimensi seperti table


diatas : Lpp = 18 m, V = 5.3 m 3 . Jarak centre line masing-masing lambung 6 m.
Hitung BM T !

Kunci jawabannya

144
8. Besarnya gaya persatuan panjang (MN/m) dari tiap garis air seperti tabel
diatas. Jarak station 1.52 m. Cant part mempunyai displasemen 14.75 MN dan
titik beratnya 1 m dibawah garis air 7 m.

Hitunglah displasemen kapal dan KB !

9. Besarnya gaya persatuan panjang (MN/m) dari tiap garis air seperti tabel
diatas. Jarak station 2.13 m. Cant part mempunyai displasemen 112 tonnef dan
titik beratnya 0.91 m dibawah garis air 6 m.

Hitunglah displasemen kapal dan KB !

11. Kapal perusak berpeluru kendali, Lpp = 155 m, ∆ = 6228 tonnef,


Tf  4.53 m dan Ta  4.66 m .Jarak penanda Tf (draft mark depan) 70.1 m

didepan midship dan penanda Ta (draft mark belakang) 83.8 m dibelakang

midship. Momen inersia bidang garis air = 0.71 x 106 m 4 , LCF = 1.52 m

dibelakang midship, WPA = 1626 m 2 . Hitung sarat baru bila 142 tonnef peluru
kendali dipindahkan 57.9 m dibelakang midship.

145
15. Kapal pengangkut pesawat terbang. ∆ = 44700 tonnef, T rata-rata = 11.7 m,
trim buritan sebesar 2.23 m, TPC = 33.7, MTC 1 cm = 3.06 MN/m, LCF = - 12.2 m,
Lpp = 219.5 m, Tf  10 m , Ta  15.8 m .

Hitung sarat baru jika pesawat seberat 538 tonnef dipindahkan dengan titik
beratnya 79.25 m dibelakang midship.

23. Kapal pengangkut muatan curah mempunyai data hidrostatis diair tawar
(berat jenis = 1 m 3 /tonnef) seperti tabel diatas. Sarat depan dan belakang saat
kapal berlayar diair yang berat jenis nya 0.994 m3 / tonnef masing-masing 9.296
m dan 9.601 m. Lpp = 176.8 m. Hitunglah sarat saat kapal berlayar dilaut.

146
24. Tabel “half breadth from centre line” diatas dalam m, jarak ordinat (station)
25 m, sedangkan jarak antar garis air 1.75 m. Hitunglah volume displasemen
dan KB dibawah WL 1.

25. Tabel “half breadth from centre line” diatas dalam m, jarak ordinat (station)
24 m, sedangkan jarak antar garis air 2 m. Hitunglah volume displasemen dan
KB dibawah WL 1.

26. Meriam seberat 20.3 tonnef dipasang pada jarak 9.14 m didepan AP.
Sebelum meriam dipasang data-data kapal adalah Tf  2.44 m , Ta  2.74 m , Lpp

= 42.7 m, ∆ = 264 tonnef, MTC = 792 tonnef/m, LCF = - 2.13 m, TPC = 2.24.

Dimana sebaiknya meriam sebaiknya dipasang ? Berapa Tf dan Ta nya ?

Kunci jawabannya

147
11. Rakit diatas mempunyai KG diatas keel 3.5 m, T = 1 m. Berapakah jarak
minimal d, jika GM tidak boleh kurang dari 2 m ?

15. Rakit pontoon panjang 10 m, terdiri dari 2 silinder pontoon jarak kedua
sumbunya 2 m dengan diameter 0.75 m diatas pontoon dipasang platform dari
tripleks dengan ukuran 10 m x 3 m. Saat terapung separoh silinder tercelup
diair dan KG = 1 m diatas garis air. Hitunglah MGT dan MGL .

22. Ponton mempunyai penampang melintang konstan berbentuk trapezium,


lebar di lunas = 6 m, lebar digeladak 10 m, H = 5 m. Pada sarat berapa pusat
lengkungan LCF tepat pada geladak !

25. Separoh ordinat (m) dari bidang garis air dari kapal dengan ∆ = 5 MN, Lpp =
56 m adalah 0.05, 0.39, 0.75, 1.16, 1.63, 2.12, 2.66, 3.07, 3.38, 3.55, 3.60, 3.57,

148
3.46, 3.29, 3.08, 2.85, 2.57, 2.26, 1.89, 1.48 dan 1.03. Jika KB = 1.04 m, KG = 2.2
m3
m, berat jenis air = 0.975 . Hitung GM !
Mg

Kunci jawabannya

149
V.7. Lambung timbul.
Sejarah keberadaan lambung timbul :
1. Dari Lloyds rules
∘ Pertama merekomendasikan mengenai pembatasan pemasukan
muatan, didasarkan pada lambung timbul diterbitkan Lloyds Register
1835, tetapi hanya berlaku untuk kapal yang telah regristasi.
∘ Lambung timbul ditandai sebagai fungsi tinggi dari ruang muat (3
inch/ft).
2. Plimsoll line.
∘ Sebagai anggota British Parliament dan coal merchant, Samuel Plimsoll
mengadvokasi timbulnya peraturan mengenai lambung timbul.
∘ The Merchant Shipping Act of 1876 membuat keharusan penerapan
load line.
∘ Pada tahun 1894 telah digunakan penempatan tanda lambung
berbentuk lingkaran terpotong separoh oleh garis horizontal,
selanjutnya disebut Plimsoll marks.
3. International Load Lines Convention.
∘ Konvensi internasional pertama dilaksanakan tahun 1930.
∘ Konvensi, telah diadopsi tahun 1966, Protocol tahun 1988 dan
diamandement tahun 2003.
Menetapkan :
∗ Freeboard.
∗ Minimum bow height.
∗ Tinggi hatchway coaming, ukuran hatch cover dan cara penutupan
kedap air.
∗ Tinggi minimum untuk ventilator dan pipa udara.
∗ Ukuran untuk perlindungan anak buah kapal – hand rail – dan bulwark.
∗ Standard kerusakan untuk pemeriksaan kondisi kebocoran.
∗ Kondisi stabilitas minimal yang dizinkan setelah bocor.
Pemberlakuan :
Pada kapal yang berlayar dipelayaran internasional.
Pembatasan :

150
∗ Kapal baru dengan panjang ˂ 24 m.
∗ Kapal lama dengan GT ˂ 150
∗ Kapal pesiar yang tidak digunakan untuk komersial.
∗ Kapal penangkap ikan.
∗ Kapal perang.
4. Peraturan nasional suatu Negara.
Di Portugal, suatu konvensi telah disahkan dan diberlakukan pada
undang-undang nasional melalui Decreto Lei No.49209/69.
Definisi-definisi :
1. Panjang.
∘ 96% dari panjang keseluruhan pada garis air 85% H, yang diukur dari
bagian atas lunas (L1) atau
∘ Panjang yang diukur dari sisi depan linggi haluan ke sumbu tongkat
kemudi pada garis air (L2).

Gambar cara mengukur panjang


(Courtesy of Prof. Manuel Ventura)

Gambar cara mengukur panjang

2. Freeboard.

151
Adalah jarak vertikal diukur dimidship, dari sisi atas garis geladak
sampai sisi atas garis air muat yang terkait.
3. Geladak freeboard.
Adalah geladak menerus paling atas yang terkena cuaca dan laut, bila ada
bukaan, dilengkapi dengan watertight closing.

Gambar freeboard deck


(Courtesy of Prof. Manuel Ventura)

Gambar freeboard deck

4. Minimum bow height.

152
Adalah jarak vertikal diukur pada garis tegak depan dari load line
summer freeboard sampai bagian teratas perpotongan geladak teratas
dengan kulit sisi kapal.

Gambar tinggi minimum haluan


5. Superstructure (bangunan atas).
Konstruksi geladak diatas freeboard deck, diperluas dari sisi ke sisi kapal
atau dengan pelat sisi kapal didalam pelat kulit tidak melebihi 4% dari
lebar kapal (B).

Gambar definisi bangunan atas dan rumah geladak


(Courtesy of Prof. Manuel Ventura)

153
Gambar definisi bangunan atas dan rumah geladak

6. Kapal tipe “A”.


∘ Muatannya berupa cairan dalam bentuk curah.
∘ Cargo tank hanya mempunyai lubang masuk kecil dan dilengkapi tutup
yang kedap air, terbuat dari baja atau material ekuivalen lain yang
dilengkapi gasket.
∘ Cargo tank mempunyai permeabilitas rendah.
∘ Jika L > 150 m, cargo tank diasumsikan mempunyai permeabilitas 0.95
∘ Jika L > 225 m, engine room diasumsikan mempunyai permeabilitas
0.85
7. Kapal tipe “B”.
Semua kapal yang tidak termasuk tipe A.
8. Kapal tipe “B 60” dan “B 100”

Gambar dari perbandingan besar freeboard kapal tipe A dan B dengan L yang
sama

154
Penentuan freeboard
1. Base freeboard (mm)
∘ Untuk panjang L ˂ 365 m, base freeboard diperoleh dengan interpolasi
linier dari tabel, berdasarkan L.
bf = f1 (L) (tipe A)
bf = f2 (L) (tipe B)
∘ Untuk 365 m ˂ L ˂ 400 m
bf = + 221 + 16.10 L – 0.02 L2 (tipe A)
= - 587 + 23 L – 0.0188 L2 (tipe B)
∘ Untuk L > 400 m, freeboard konstan :
bf = 3460 (tipe A)
bf = 5605 (tipe B)

155
2. Koreksi-koreksi.
∘ Panjang ˂ 100 m.
 E
Δ bf1 = 7.5 (100 – L)  0.32  
 L
∘ Cb > 0.68

Gambar koreksi Cb
C b  0.68
Δ bf2 = (bf + Δ bf1)  bf
1.36
∘ Depth > L/15

156
Gambar koreksi tinggi deck
 L
Δ bf3 =  H   R
 15 
Dimana :
L
R= jika L ˂ 120 m
48
R = 250 jika L ≥ 120 m
∘ Posisi deck line.

Gambar koreksi garis geladak

157
Gambar penempatan garis geladak
∘ Recess pada freeboard deck.
∘ Deduction untuk bangunan atas dan rumah geladak (bisa negatip)

Gambar tabel tinggi standar bangunan atas


∘ Perbedaan sheer dari garis sheer standar.

Gambar profil sheer standar

158
Gambar koreksi sheer
∘ Minimum bow height.

Gambar pengukuran bow height

159
Tanda lambung timbul

Gambar lambung timbul

160
Pintu pada dinding bangunan atas.

Ambang palka.

Pipa udara.

161
Side scuttle, window.

162
Handrail dan bulwark.

163
CONTOH PERHITUNGAN LAMBUNG TIMBUL

Data kapal :

a. L = 94,50 m
b. B = 17,00 m
c. H = 9,10 m
d. T = 7,20 m
e. Cb = 0,588
f. ∆ = 7,145 t
g. Tipe kapal : B
1. Lambung timbul minimum untuk kapal tangki.
Dari table A untuk L = 94,50 m.
Fs = 1163 mm.
2. Koreksi untuk koefisien blok.
Cb kapal tangki = 0.588
Cb standart = 0.680
Cb kapal > Cb standart.
Cb  0.680
Koreksi penambahan lambung timbul = Fs * = 1163 mm *
1.360
0.588  0.680
=
1.360
-78,673 mm
3. Koreksi tinggi deck
Tinggi deck untuk untuk lambung timbul :
Moulded depth, H = 9100 mm
Tebal deck stringer, e= 10 mm
Tebal lapisan geladak, t = -
D = H + e = 9110 mm = 9.11 m
L 94,50 m
= = 6,3 m
15 15
L
D>
15

164
 L
Koreksi penambahan lambung timbul =  D   * R = [9.11 m – 6.3 m] *
 15 
196,875 =
+ 553.21875 mm
L
L < 120 m, R = = 196,875
0.48
4. Koreksi bangunan atas.
Panjang rata- Tinggi Tinggi h Panjang
rata sebenarnya standart hn Efektif
S (m) h (m) hn (m) E (m)
Fore castle 7.68 1.92 1.94 0.98 7.5264
Poop 22.992 1.92 1.94 0.98 22.53216
S = Σ 30.672 E = Σ 30.058
S 30.672 m E 30.058 m
= = 0.162 = = 0.31
2L 189 m L 94.5 m

E
Reduksi untuk =1 → r = - 1070 mm
L
E
= 0.3 → presentase reduksi = 15%
L
E
= 0.4 → presentase reduksi = 23.5%
L
E
= 0.31 → presentase reduksi = 15% +
L
0.31  0.3
23.5%  15% = 15.85%
0.4  0.3
Koreksi reduksi bangunan atas = 15.85% * - 1070 mm = - 169.595 mm
5. Koreksi sheer.
Sheer kapal direncanakan dengan sheer standart, sehingga koreksi sheer tidak
ada.

0,75 - = 0,75 – = 0,588

0.588*(50*( + 10)) = 0.588*2075 = 1220.1

165
6. Lambung timbul minimum musim panas (summer free board)
a. Fs = + 1163 mm
b. Koreksi Cb = - 78.673 mm
c. Koreksi tinggi deck = + 553,21875 mm
d. Koreksi bangunan atas = - 169.595 mm
Fso = + 1467.95 mm
e. Koreksi sheer = + 1220.1
Fso baru = 2688.05
7. Koreksi untuk minimum tinggi haluan
Untuk L < 250 m.
 L  1.36  94,5m  1.36
H min = 56 L * 1  * = 56 * 94,5 m * 1  * =
 500  Cb  0.68  500  0.588  0.68
4603.20 mm
H sesungguhnya terdiri dari :
Fso = 2688.05 mm
L 
Sheer didepan = 50 *   10  = 0 mm
3 
Tinggi bangunan atas didepan = 1920 mm

H = 4608.05 mm
H > H min
Koreksi untuk tinggi haluan = 4608.05 – 4603.20 = 4.85 mm
Lambung timbul minimum tetap Fso = 2688.05 mm
Fso = 2688.05 – 4.85
= 2683.2
8. Pemeriksaan mengenai daya apung setelah kebocoran.
Kapal ini telah memenuhi syarat dari kapal tangki, dimana masih dapat
mengatasi bila satu kompartemen kosong mengalami kebocoran.
Jadi Fso tetap 2683.2 mm.
9. Koreksi untuk posisi garis geladak.
D = Dr, maka tidak ada koreksi.
Lambung timbul minimum tetap, Fso tetap 2683.2 mm.

166
10. Sarat air maksimum untuk musim panas.
d = D - Fso = 9.11 m – 2.6832 m = 6.4268 m
11. Letak tanda lambung timbul untuk T, W, WNA, F dan TF.
1 9110 mm
T = Fso - d = 2683.2 mm - = 2493.41mm
48 48
1 9110 mm
W = Fso + d = 2683.2 mm + = 2493.41mm
48 48
WNA, untuk L ≤ 100 m
WNA = W + 50 mm = 2543.41 mm
 7145 t
TF = T - = 7200 mm - t
= 7062.6mm
40 * TPC 40 *1.3 mm

TPC = 13.0 t/cm = 1.3 t/mm


  7145t
F=S- = Fso - = 2683.2 mm - t
= 2545.2 mm
40 * TPC 40 * TPC 40 *1.3 mm

Hasil dari perhitungan diatas :


TF = 7062.6 mm = 7063mm
F = 2545.2 mm = 2545 mm
T = 7200 mm = 7200 mm
S = 2683.2 mm = 2683 mm
W = 2493.41 mm = 2493 mm
WNA = 2543.41 mm = 2543 mm
H – T = 9.1 m –7.2 m = 1.9 m = 1900 mm
S = 1900 mm
(H-T) – S = 1900 mm – 2683.2 mm = -783.2 mm

167
V.9. PANJANG TIDAK BOCOR.
Secara memanjang, kapal dibagi menjadi beberapa sekat kedap air melintang,
Biro Klasifikasi Indonesia Vol II, secara garis besar membagi jumlah sekat kedap
air melintang berdasarkan panjang konstruksi kapal dan letak kamar mesin,
sesuai dengan tabel berikut :

Untuk sekat tubrukan Biro Klasifikasi Indonesia memberikan ketentuan khusus.

LC adalah panjang konstruksi, sesuai dengan ILLC 1966 dan MARPOL


1973/1978, didefinisikan sebagai panjang yang diukur 96% dari panjang

168
keseluruhan dari linggi haluan sampai linggi buritan yang diukur pada sarat
85% dari tinggi geladak.
Secara teoritis posisi letak sekat kedap air ditentukan berdasarkan kurva
ketidak tenggelaman (floodable length curve).

Gambar posisi letak sekat kedap air berdasarkan kurva ketidak tenggelaman
(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

Gambar posisi letak sekat kedap air berdasarkan kurva ketidak tenggelaman
(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

169
Jarak antar sekat kedap air ditentukan berdasarkan jarak alas segitiga, segitiga
tersebut besarnya tinggi sama dengan lebar alasnya, sudut yang dibentuk kaki
segitiga dengan alasnya sebesarnya arc tg 2 atau kemiringan kaki segitiga
terhadap alas segitiga perbandingannya 2 : 1. Bila perpotongan kaki-kaki
segitiga masih dibawah kurva lengkungan yang diizinkan maka ruangan
diantara kedua sekat kedap air tersebut meskipun bocor dan kemasukan air
laut sampai memenuhi ruangan, kapal tidak akan tenggelam.
Pada kedua gambar diatas, ada 2 lengkungan yaitu floodable length dan
permissible length.
Floodable length adalah panjang maksimal yang diizinkan pada suatu ruangan
dikapal, ruangan tersebut kemasukan air laut, tetapi margin line belum
terbenam. Pada keadaan ini kapal tetap tegak, tanpa oleng.
Permissible length lebih rendah dari pada floodable length, diperoleh sesudah
floodable length dimodifikasi dengan jumlah isi dari ruangan yang direncanakan
panjangnya.
Factor of subdivision (Fs), mempunyai harga 0.5 sampai maksimal 1.0. Nilai 1.0
artinya bahwa beberapa penumpang saja yang dapat dievakuasi keluar pada
saat kapal tenggelam, sedangkan nilai 0.5 menunjukkan bahwa sangat banyak
penumpang yang dapat dievakuasi keluar kapal pada saat kapal tenggelam.
Terdapat hubungan, ordinat floodable length * Fs = ordinat permissible length.
Margin line, garis batas tenggelam, adalah garis yang sejajar dengan tepi geladak
pada jarak 76 mm.

170
Gambar margin line
(Courtesy of Ship Stability for Masters and Mates
by Bryan Barrass and D R Derrett)

Kalau dilihat pada kurva ketidak tenggelaman, berbeda-beda ketinggian kurva


untuk berbagai tempat dikapal, perbedaan ketinggian ini akan menyebabkan
jarak antara sekat melintang tidak sama untuk berbagai ruangan dikapal.
Permeabilitas adalah jumlah air laut yang dapat masuk keruangan atau tangki
setelah kapal bocor. JIka ruangan kosong bocor, keseluruhan daya apung yang
dipunyai ruangan tersebut akan hilang. Berikut beberapa nilai permeabilitas
dari ruangan dikapal.
- Ruangan kosong μ = 100%
- Kamar mesin μ = 80% sampai 85%
- Ruang muat yang terisi biji-bijian, μ = 60% sampai 85%
- Ruangan terisi batu bara μ mendekati 36%
- Tangki terisi air balas μ = 0%
Sehingga semakin besar nilai permeabilitas pada ruangan yang bocor, akan
semakin besar kemungkinan kapal kehilangan buoyancy, pada saat kapal bocor.
Besarnya permeabilitas :
broken stowage
μ = permeabilitas = * 100%
stowage factor

171
Pembuatan kurva ketidak tenggelaman (floodable length curve).
Pembuatan lengkungan sekat kedap air melintang kapal dengan memakai cara
Dipl. Ing. F. Shirokauer dalam buku “Principal of Naval Architecture”.

Gambar pembagian sarat untuk membuat simulasi kebocoran ruangan


(Courtesy of KONSEP DASAR PERKAPALAN, FLOODABLE LENGTH, C.20.03,
Bagian Proyek Pengembangan Kurikulum, Dikmenjur, Diknas, 2003)

Adapun cara pembuatannya sebagai berikut :


1. Pada gambar lengkungan Bonjean dibuatkan garis lengkung “margin
line” yang mempunyai jarak 76 mm dari garis geladak utama.
2. Pada titik terendah dari margin line ini dibuatkan garis singgung yang
sejajar dengan sarat air perencanaan.
3. Dari garis singgung ini (parallel trim line) seperti pada gambar diatas
diukurkan T, yaitu :
T = 1.6 D – 1.5 H, dimana :
D : tinggi dari base line sampai margin line, pada titik terendah.
H : sarat kapal perencanaan.
4. Pada garis tegak depan dan belakang, seperti gambar diatas, T dibagi
menjadi 3 bagian dan dari titik-titik tersebut ditarik garis sampai
menyinggung margin line. Jadi terdapat 3 garis trim depan, 3 garis trim
belakang dan 1 parallel trim line, semuanya merupakan pemisalan dari 7
keadaan kebocoran dari kapal. Dengan tabulasi “Simpson” akan dapat
dihitung volume ruangan yang bocor dan jarak titik berat ruangan yang
bocor terhadap midship.

172
Gambar posisi ruangan yang bocor
Adapun cara menentukan volume ruangan yang bocor dan jarak titik berat
ruangan yang bocor terhadap midship sebagai berikut :
Volume ruangan yang bocor :
v = V´ – V
Dimana :
V´ = volume displasemen saat kapal trim tertentu.
V = volume displasemen saat kapal even keel.
X2 = X3 – X1
Dimana :
X3 = jarak titik tekan pada keadaan trim (B´) terhadap midship.
X1= jarak titik tekan pada keadaan even keel (B) terhadap midship.
V'
X4  * X2
v
Dimana :
X4 = jarak titik buoyancy keadaan trim tertentu sampai titik berat dari
volume ruangan yang bocor.
Sehingga :
u = X4 + X3
u = jarak titik berat volume ruangan yang bocor terhadap midship.
Dengan cara diatas maka dari 7 keadaan trim, dapat ditentukan masing-masing
besarnya volume ruangan yang bocor dan letak titik beratnya terhadap midship.
Setelah tiap-tiap keadaan trim dapat ditentukan besarnya volume ruangan yang

173
bocor dan titik beratnya terhadap midship, maka lengkungan volume kebocoran
dari ruangan dapat digambar.

Gambar cara menentukan salah satu ordinat dari kurve floodable length
Pada lengkungan integral luas, pada absis yang sama dengan lengkungan
kebocoran dari ruangan, diukurkan harga volume kebocoran dari ruangan dan
diukurkan sedemikian rupa sehingga luas A1 = luas A2, kemudian panjang
keseluruhan dari kedua bidang tersebut (l), ditentukan titik tengahnya, dari titik
tengah tersebut diukurkan panjang kedua sisi luasan bidang tersebut dari garis
dasar dan ini merupakan salah satu ordinat dari lengkungan floodable length.
Cara yang sama dilaksanakan pada keadaan trim lainnya, sehingga lengkungan
floodable length dapat dibuat.

174
Lengkungan floodable length diatas adalah untuk koefisien permeabilitas = 1.
Untuk ruangan-ruangan lain seperti ruang muat, kamar mesin dan ruangan lain
mempunyai koefisien permeabilitas tertentu.
Tabel perhitungan displasemen dan LCB sarat kapal even keel
Faktor Faktor
Station Area (m²) Produk Volume Produk momen
Simpson Momen

1 2 3 4=2*3 5 6=4*5

AP

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

FP

Σ1 = Σ2 =

175
1 V 1 / 3 * jarak station*  1

2 LCB   2 / /  1 * jarak station


3

Tabel perhitungan displasemen dan LCB sarat kapal trim line …….
Faktor Faktor
Area (m²) Produk Volume Produk momen
Station Simpson Momen

1 2 3 4=2*3 5 6=4*5

END

A’

AP -10

1 4 -9

2 2 -8

3 4 -7

4 2 -6

5 4 -5

6 2 -4

7 4 -3

8 2 -2

9 4 -1

10 2 0

11 4 1

12 2 2

13 4 3

14 2 4

15 4 5

16 2 6

17 4 7

18 2 8

19 4 9

176
FP 10

F’

END

Σ1 = Σ2 =

1 VLwl  1 / 3 * jarak station *  1 m³

2 V  VLwl  damage water volume m³

3 LCBLwl   /2/ 1 * jarak station m

4 Shift of LCB = (3) - LCB m

5 Centre of grafity from LCB = (1)/(2) * (4) m

6 Centre of grafity from midship = (3) + (5) m

Tabel rangkuman volume ruangan yang bocor dan titik beratnya terhadap
midship

Volume ruangan yang Titik beratnya terhadap


bocor, v, (m³) midship, u (m)
Trim line GA1 (EVEN KEEL)
Trim line GA2 (trim by stern)
Trim line GA3 (trim by stern)
Trim line GA4 (trim by stern)
Trim line GA5 (trim by bow)
Trim line GA6 (trim by bow)
Trim line GA7 (trim by bow)

177
TABEL PERHITUNGAN INTEGRAL VOLUME SAMPAI MARGIN LINE
Volume
Faktor Jarak
No. Area (m²) A*S Σ (A * S) 1/3*Σ(A*S) * JO Integral
Simpson Ordinat
Station A (m²) (m²) (m³) Volume
(S) (m)
END 1
A’ 4
AP 1
AP 1
1 4
2 1
2 1
3 4
4 1
4 1
5 4
6 1
6 1
7 4
8 1
8 1
9 4
10 1
10 1
11 4
12 1
12 1
13 4
14 1
14 1
15 4
16 1
16 1
17 4
18 1
18 1
19 4
FP 1
FP 1
F’ 4
END 1

V.10. TONASE
Sebagai alat pengangkut yang melaksanakan aktivitas ekonomi, kapal
dikenakan pajak serta memerlukan biaya sehubungan dengan kegiatannya,
makin besar kapal akan semakin besar pula pajak dan ongkos operasional yang
harus dikeluarkan, seperti sudah dimaklumi, pertambahan besar kapal sangat
bervariasi mencakup panjang, lebar, maupun tinggi, besarnya ketiga ukuran
tersebut belum dapat dipakai sebagai pedoman untuk menunjukkan besarnya
kapal, sebab ukuran besarnya kapal adalah persoalan kapasitas muat, oleh
karena itu dalam menentukan pajak, berlaku pedoman bahwa besarnya pajak
yang dikenakan kapal haruslah sebanding dengan kemampuan kapal tersebut
untuk menghasilkan (potensial earning capacity). Atas dasar pemikiran ini,
tonase kapal dianggap dapat menggambarkan potensial earning capacity kapal,
maka besarnya pajak yang dikenakan pada kapal dapat didasarkan besarnya

178
tonasenya. Dalam perkembangan selanjutnya bukan saja pajak pelabuhan atas
besarnya tonase melainkan ongkos pengedokan, ongkos tarik kapal tunda, serta
beberapa persyaratan keselamatan pelayaran didasarkan pula atas besarnya
tonase.
Sehingga kesimpulannya kegunaan tonase adalah :
1. Untuk menunjukkan ukuran besarnya kapal yaitu kapasitas muatnya.
2. Bagi pemerintah adalah untuk dasar pegangan dalam memungut pajak
diantaranya adalah pajak pelabuhan sebagai imbangan atas pelayanan
yang telah diterima kapal.
3. Bagi pemilik kapal adalah untuk memperkirakan pendapatan maupun
pengeluaran (pajak dan ongkos) yang harus dikeluarkan pada waktu
tertentu.
4. Tonase digunakan sebagai batasan terhadap berlakunya syarat-syarat
keselamatan kapal ataupun beberapa syarat lain.
5. Digalangan kapal, tonase digunakan sebagai pedoman dalam
menetapkan tarif docking dan reparasi kapal.

179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
V.11. PELUNCURAN.
Peluncuran adalah proses pemindahan kapal dari darat ke air. Proses
peluncuran yang lazim digunakan :
1. End launching.
2. Side launching.
3. Graving dock.
4. Ship lift.
5. Launching relying on air bags.
1. End launching

Gambar peluncuran memanjang


Ciri-ciri peluncuran memanjang :
1. Yang pertama kali terapung buritan kapal, kondisi ini menguntungkan
sebab buritan kapal bentuknya lebih besar serta baling-baling bisa
dilindungi dari resiko jumping.
2. Sepatu luncur bersama kapal turun kebawah bergesekan dengan
landasan luncur disebabkan karena gaya gravitasi.
3. Pada akhir dari periode II proses peluncuran, ujung kapal akan berputar
diujung depan sepatu luncur, sehingga beban harus disebar agar tidak
menimbulkan kerusakan pada konstruksi.

189
4. Berat kapal yang diluncurkan akan disangga keel block, side block dan
bilge block. Tinggi keel block umumnya 1.25 m sampai dengan 1.5 m
untuk memudahkan persiapan peluncuran.

Gambar ganjal pada konstruksi alas peluncuran memanjang


5. Sepatu luncur dan landasan luncur sebelum proses peluncuran terikat
kuat pada building berth.
6. Building berth bisa lurus atau mempunyai lengkungan 400
1
untuk

mengurangi tekanan yang melebihi buoyancy pada kapal meluncur.


7. Kelengkungan diburitan 1
16 , sedangkan kelengkungan dihaluan 1
25 .

8. Umumnya peluncuran memanjang terdiri dari 2 sepatu luncur.


9. Sepatu luncur bagian atas terdiri dari paju, packing dan ganjal agar
hubugannya dengan lambung kapal menjadi pas.

190
Gambar hubungan sepatu luncur (sliding way) dan landasan luncur (ground
way) dihaluan
10. Sepatu luncur bagian depan menerima beban 20% sampai dengan 25%
berat kapal yang diluncurkan saat stern lift. Beban ini harus terdistribusi
sepanjang permukaan haluan lambung, penguat tambahan harus
dipasang untuk menghindari kerusakan sepatu luncur dihaluan.

Gambar sepatu luncur dan landasan luncur ditengah kapal

191
Gambar sepatu luncur dan landasan luncur diburitan kapal
11. Dibutuhkan pelumas antara sepatu peluncur dan landasan luncur. Oli
sebagai dasar pelumas, lemak hewan juga sering dipakai untuk pelumas.
Tahanan gesek yang rendah dibutuhkan agar kapal lebih mudah
meluncur. Teflon sering dipakai sebagai bahan alternatif untuk pelumas.

Gambar hubungan antara sepatu peluncur (sliding way)


dengan landasan luncur (ground way)

192
Gambar hubungan antara sepatu peluncur (sliding way)
dengan landasan luncur (ground way)
12. Peralatan penghambat gerakan luncur. Untuk mengurangi kecepatan
luncur yang berlebihan, maka peluncuran memanjang dipasang
peralatan penghambat luncur.

Gambar peralatan penghambat kecepatan luncur

193
Gambar pengkait pada stem pada end launching, bila dilepas kapal akan mulai
meluncur
(Courtesy of PT PAL Indonesia)

Tahap tahap peluncuran


Pada perhitungan peluncuran memanjang dibagi 3 tahap / periode
Periode I : dimulai pada waktu kapal dilepaskan dan berakhir pada
waktu kapal menyentuh permukaan air.

Gambar kapal mulai mempunyai displasemen


Periode II : dimulai pada akhir periode I dan berakhir pada waktu
buritan kapal mulai mengapung (stern lift).

194
Gambar buritan kapal mulai berputar
Periode III : dimulai pada akhir periode II dan berakhir pada waktu
kapal meninggalkan landasan.

Gambar kapal mulai meninggalkan landasan

Periode I.

Gambar sketsa penyebab benda meluncur

Syarat kapal dapal bergerak


F1 > F3 ,
dimana :
W : berat peluncuran (t)
F1 : W sin α
α=γ
F3 : f * F2 = f * W cos α

195
f : koefisien gesek, berharga antara 0.01 – 0.05
Dari “PRINCIPLE OF NAVAL ARCHITECTURE” dengan editor JOHN P
COMSTOCK
f = , dimana:

a : suatu koefisien, besarnya 8.5


t : temperatur grease, 29° F - 85° F
p = D = tekanan rata rata pada landasan = 19 t/m2 = 1.765 t/ft2
Maka :

f : = 0.0346

F1 : W sin α = 1328.759 t * sin 3° 21’ = 78.027 t


F3 : f * W cos α = 0.0346 * 1328.759 t * cos 3° 21’ = 45.896 t
F1 > F3, maka kapal dapat meluncur

W adalah berat kapal yang diluncurkan, besarnya W lazimnya dihitung dengan


cara dari Lloyd’s Register 1964, secara singkat metoda ini cara menghitungnya
dikelompokkan menjadi 2, yaitu berat konstruksi lambung sampai main deck
dan berat lokal, terdiri dari berat tangki, berat kamar mesin, berat poros diluar
kamar mesin berat poop, fore castle, deck house, alat bongkar muat. Sedangkan
besarnya W saat peluncuran ditentukan berdasarkan pemeriksaan saat
peluncuran kapal terjadi jumping apa tidak.

Berat perlengkapan peluncuran.


Dari “STATIC AND DYNAMICS OF THE SHIP” oleh SEMYONOV
Berat perlengkapan peluncuran (7 s/d 16) % berat kapal yang diluncurkan.
Sepatu peluncuran (S).
Dari “STATIC AND DYNAMICS OF THE SHIP” oleh SEMYONOV
- Panjang sepatu peluncur 80% Lpp = 71.2 m ~ diambil 72 m
- Tekanan rata rata (D) maksimum yang diizinkan pada sepatu peluncur
D = (15 s/d 30) t/m2
Dari tabel “TEORI BANGUNAN KAPAL II” oleh Ir. P. ANDRIANTO.

196
Lpp (m) D (t/m2)
50 15
100 20
- Ukuran sepatu peluncur
Dari “SHIP BUILDING TECHNOLOGY” oleh DORMIDONTOV

b =

Dimana :
b : lebar sepatu peluncur (m)
W : berat peluncuran (t)
n : jumlah sepatu peluncur
D : permissible specific pressure (t/m2)
l=S : panjang sepatu peluncur (m)

Pemeriksaan kapal sesudah keluar dari landasan

Gambar kondisi landasan luncur


a. Panjang landasan dibawah air : AC = λ = 19m
b. Sudut kemiringan landasan terhadap permukaan air,
Tg α = AB/BC = 1/17
BC = 17 AB
Pada Δ ABC : AC2 = AB2 + BC2 = AB2 + (17 AB)2 = 290 AB2

AB2 = = = 1.245 m2

B = AB = 1.1157 m
Displacement kapal yang diluncurkan = 1461.635 t
LCG = -6.607 m

197
Moment displacement = -9657.022 t.m
Dari diagram trim didapatkan :
a. Sarat buritan, Ta = 3.06 m
b. Sarat haluan, Tf = 0.32 m

Gambar diagram trim


Sarat air diatas ujung sepatu peluncur (Y)

Gambar kondisi sarat haluan diujung landasan


Lpp = 89 m S = 72 m
X : ( X + Lpp ) = Tf : Ta

198
Ta * X = Tf * X + Tf * Lpp

X= = 10.394

( X + 8.5 m ) : ( X + Lpp ) = Y : Ta

Ta ( X + 8.5 m ) = Y ( X + Lpp )

Y= = 0.582

T = Y + 0.5 m = 1.082 m

H = 1.1157 m

H > T, maka tidak terjadi pukulan haluan kapal keujung landasan (jumping).

Pembebanan pada periode I


Pembebanan rata rata yang bekerja pada landasan tiap meter adalah:
q = W/S
pembebanan pada landasan dapat digambarkan sebagai trapesium
qf = beban dibagian depan
qa = beban dibagian belakang
X’ = jarak gaya reaksi landasan keujung belakang sepatu peluncur
X’ = S/2 – LCG

qf =

qa =

199
Periode II.
Gambar peluncuran.

γ

Gambar parameter peluncuran memanjang

Keterangan gambar:

a : jarak titik berat G keujung landasan


b : jarak titik tekan B keujung landasan
c : jarak titik berat G keujung depan sepatu peluncur
d : jarak titik tekan B keujung depan sepatu peluncur
h : jarak ujung belakang sepatu peluncur ke AP
f : jarak titik tekan B ke AP
g : jarak titik tekan G ke AP
LCG : jarak titik berat G ke midship.
LCB : jarak titik tekan B ke perpotongan lunas dengan permukaan air
Lx : panjang langkah, jarak AP ke perpotongan lunas dengan
permukaan air
S : panjang sepatu peluncur
S’ : panjang sepatu peluncur yang masih berada diatas landasan
λ : panjang landasan dibawah permukaan air
X : jarak gaya reaksi landasan Q keujung landasan
X’ : jarak gaya reaksi landasan Q keujung belakang sepatu peluncur
Ta : sarat air pada AP

200
P : berat peluncuran.
γ : gaya tekan keatas dari air
Q : gaya reaksi pada landasan, (P – γ)
Harga harga yang tetap selama peluncuran

H =

g = - LCG

S
C =h+S–g
λ

Contoh perhitungan pada Periode II

PERIODE II
LANGKAH KE 2

lx = 17.8 m h = 8.5 m
Ta = 1.047 m P = 1328.759 t
S = 72 m  = 19 m

1. Volume = 19.313 m3 ;g = ½ Lpp –LCG =37.232 m

2. γ = 19.875 t ;c =h+S–g = 43.268 m

3. LCB = 7.895 m ; ’ = = 8.5 m

4. f = lx – LCB = 9.905 m ; S’ =h+S–f–b = 73.2 m

201
5. b = lx – f -  + ’ = -2.605 m ;a = lx – g -  + ’ = -29.932 m

6. d = h + S – f = 70.595 m

7. P * a = - 39772.414 t.m ; γ * b = -51.774


t.m

8. P * c = 57492.744 t.m ; γ * d = 1403.076


t.m

9. Q = P - γ = 1308.884 t

10. X = (γ * b – P * a)Q-1 = 30.347 m, jarak Q ke ujung landasan

11. X’ = X -  - h + lx + ’ = 29.146 m, jarak Q ke ujung belakang sepatu


peluncur

Lx – h + ’ = 24 m

 = 19 m lx – h + ’ < 

Berarti bagian belakang sepatu peluncur belum meninggalkan ujung


landasan

12. 1/3 S = 24 m; 2/3 S = 48 m. 1/3 S < X < 2/3 S


1/3 S’= m; 2/3 S’ = m.

13. q = Q/S = 18.179 t/m ; q = Q/S’ = t/m

q = Q/3X = t/m ; q = Q/3 (S’– X) = t/m

14. qf = (2q (3x’ – S))/S = 7.797 t/m

qa = (2q (2S – 3x’))/S = 28.561 t/m

202
PERIODE III
LANGKAH KE 8

lx = 71.2 m h = 8.5 m
Ta = 4.188 m P = 1328.759 t
S = 72 m  = 19 m

1. Volume = 1364.27 m3 ;g = ½ Lpp –LCG =37.232 m


2. γ = 1403.97 t ;c =h+S–g = 43.268 m
3. LCB = 40.4073 m ; ’ = = 8.5 m
4. f = lx – LCB = 30.793 m ; S’ =h+S–f–b = 19.8 m
5. b = lx – f -  + ’ = 29.907 m ;a = lx – g -  + ’ = 23.468 m
6. d = h + S – f = 49.707 m
7. P * a = 31183.3162 t.m ; γ * b = 41988.531
t.m
8. P * c = 57492.744 t.m ; γ * d = 69787.137
t.m
9. Q = P - γ = t, (γ * b) > (P * c) kapal sudah stern lift
10. X = (γ * b – P * a)Q-1 = m, jarak Q ke ujung landasan
11. X’ = X -  - h + lx + ’ = m, jarak Q ke ujung belakang sepatu
peluncur
Lx – h + ’ = m
 = m lx – h + ’ 
Berarti bagian belakang sepatu peluncur meninggalkan ujung
landasan

12. 1/3 S = m; 2/3 S = m.

203
1/3 S’= m; 2/3 S’ = m.
13. q = Q/S = t/m ; q = Q/S’ = t/m
q = Q/3X = t/m ; q = Q/3 (S’– X) = t/m
14. qf =
qa =

Gambar grafik cara mendapatkan sarat pada saat stren lift dan Δ.

204
PERIODE III
LANGKAH KE 10

lx = 89 m h = 8.5 m

Ta = 5.2353 m P = 1328.759 t
S = 72 m  = 19 m

1. Volume = 2336.1951 m3 ;g = ½ Lpp –LCG =37.232 m

2. γ = 2404.1784 t ;c =h+S–g = 43.268 m

3. LCB = 53.8122 m ; ’ = = 8.5 m

4. f = lx – LCB = 35.188 m ; S’ =h+S–f–b =2 m

5. b = lx – f -  + ’ = 43.312 m ;a = lx – g -  + ’ = 41.268 m

6. d = h + S – f = 45.312 m

7. P * a = 54835.2264 t.m ; γ * b = 104129.7748


t.m

8. P * c = 57492.744 t.m ; γ * d = 108938.132


t.m

9. Q = P - γ = t

10. X = (γ * b – P * a)Q-1 = m, jarak Q ke ujung landasan

11. X’ = X -  - h + lx + ’ = m, jarak Q ke ujung belakang sepatu


peluncur

Lx – h + ’ = m

205
 = m lx – h + ’ 

Berarti bagian belakang sepatu peluncur meninggalkan ujung


landasan

12. 1/3 S = m; 2/3 S = m.


1/3 S’= m; 2/3 S’ = m.

13. q = Q/S = t/m ; q = Q/S’ = t/m

q = Q/3X = t/m ; q = Q/3 (S’– X) = t/m

14. qf =

qa =

PERIODE III
LANGKAH KE 10a

lx = 89 m h = 8.5 m
Ta = 3.4903 m P = 1328.759 t
S = 72 m  = 19 m

1. Volume = 1415.337 m3 ;g = ½ Lpp –LCG = 37.232 m

2. γ = 1456.5236 t ;c =h+S–g = 43.268 m

3. LCB = 52.1025 m ; ’ = = 8.5 m

4. f = lx – LCB = 36.897 m ; S’ =h+S–f–b =2 m

5. b = lx – f -  + ’ = 41.603 m ;a = lx – g -  + ’ = 41.268 m

6. d = h + S – f = 43.603 m

206
7. P * a = 54835.2264 t.m ; γ * b = 60595.7513
t.m

8. P * c = 57492.744 t.m ; γ * d = 63508.798


t.m

9. Q = P - γ = t

10. X = (γ * b – P * a)Q-1 = m, jarak Q ke ujung landasan

11. X’ = X -  - h + lx + ’ = m, jarak Q ke ujung belakang sepatu


peluncur

Lx – h + ’ = m

 = m lx – h + ’ 

Berarti bagian belakang sepatu peluncur meninggalkan ujung


landasan

12. 1/3 S = m; 2/3 S = m.


1/3 S’= m; 2/3 S’ = m.

13. q = Q/S = t/m ; q = Q/S’ = t/m

q = Q/3X = t/m ; q = Q/3 (S’– X) = t/m

14. qf =

qa =

207
PERIODE III
LANGKAH KE 10b

lx = 89 m h = 8.5 m
Ta = 1.7451 m P = 1328.759 t
S = 72 m  = 19 m

1. Volume = 881.25 m3 ;g = ½ Lpp –LCG =37.232 m

2. γ = 834.86 t ;c =h+S–g = 43.268 m

3. LCB = 49.683 m ; ’ = = 8.5 m

4. f = lx – LCB = 39.317 m ; S’ =h+S–f–b =2 m

5. b = lx – f -  + ’ = 39.183 m ;a = lx – g -  + ’ = 41.268 m

6. d = h + S – f = 41.183 m

7. P * a = 54835.2264 t.m ; γ * b = 32712.3194


t.m

8. P * c = 57492.744 t.m ; γ * d = 34382.039


t.m

9. Q = P - γ = t

10. X = (γ * b – P * a)Q-1 = m, jarak Q ke ujung landasan

11. X’ = X -  - h + lx + ’ = m, jarak Q ke ujung belakang sepatu


peluncur

208
Lx – h + ’ = m

 = m lx – h + ’ 

Berarti bagian belakang sepatu peluncur meninggalkan ujung


landasan

12. 1/3 S = m; 2/3 S = m.


1/3 S’= m; 2/3 S’ = m.

13. q = Q/S = t/m ; q = Q/S’ = t/m

q = Q/3X = t/m ; q = Q/3 (S’– X) = t/m

14. qf =

qa=

209
Gambar cara mendapatkan Δ dan Ta pada Periode III

210
PERIODE : III

LANGKAH : 10
Lx = 89 m  = 19 m

P = 1328.759 m ’ = 8.5 m

S = 72 m

Dari gambar didapatkan :

1. γ = 1328 t

2. γ * d = 57492.744 t.m

3. Ta = 3.2325 m

4. d = (γ * d)(γ)-1 = 43.293 m

5. f =h+S–d = 37.207 m

6. LCB = lx – f = 57.793 m

7. b = lx – f -  + ’ = 41.293 m

8. S’ =S+h–f–b =2 m

9. a = lx – g -  + ’ = 41.268 m

10. P * a = 54835.2264 t.m

11. γ * b = 54837.104 t.m

12. Q = P - γ = 0.759 t

13. X = (γ * b – H * a)Q-1 = 2.474 m

14. q = Q(0.05 S)-1 = 0.211 t/m

Pada proses peluncuran memanjang, terutama pada Periode III ada 2 hal yang
perlu diperhatikan :

211
1. Kapal tidak tipping, hal ini ditunjukkan dengan nilai γ * b harus lebih
besar dari
P * a. Selisihnya disebut momen anti tipping. Tipping bisa menyebabkan
proses
peluncuran berhenti dan yang paling parah, lunas kapal menjadi
melengkung.
2. Beban q, tidak boleh sampai merusak ujung depan sepatu luncur. Untuk
itu bahan yang dipilih harus mampu menahan beban q.

2. Side launching.

Gambar sepatu luncur peluncuran melintang

212
Gambar kapal telah diluncurkan searah melintang kapal
Ciri-ciri peluncuran melintang :
1. Digunakan bila panjang daerah peluncuran terbatas, misalkan dipinggir
sungai.
2. Tidak perlu memperhatikan kelengkungan lunas.
3. Sepatu luncur sederhana.
4. Landasan luncur pendek.
5. Perhitungan stabilitas sangat penting.

213
Gambar parameter pada peluncuran melintang
Keterangan gambar :
1. Gaya gravitasi P bekerja pada titik berat G.
2. Gaya gesek W bekerja pada alas.
3. Gaya normal N bekerja pada alas.
4. Gaya hidrodinamis R bekerja pada bagian kapal yang tercelup air.
5. Gaya aerodinamis B bekerja pada bagian permukaan kapal diatas air.

214
215
3. Graving dock.

Gambar graving dock


(Courtesy of PT PAL Indonesia)

216
Gambar susunan keel block dan side block
(Courtesy of PT PAL Indonesia)

Gambar pintu graving dock


(Courtesy of PT PAL Indonesia)
Ciri-ciri peluncuran menggunakan graving dock :

217
1. Relatif lebih sederhana dalam memindahkan kapal dari darat kelaut.
2. Membutuhkan pemeriksaan stabilitas dan susunan penyebaran beban
karena kebocoran.
3. Lazimnya juga digunakan untuk reparasi kapal.

4. Ship lift.

Gambar ship lift


(Courtesy of PT PAL Indonesia)
Ciri-ciri peluncuran menggunakan ship lift :
1. Hanya kapal ukuran kecil saja yang dapat dipindahkan dari darat ke laut.
2. Geladak dari ship lift dapat diturunkan keair sampai kapal terapung.
3. Dapat juga digunakan mereparasi kapal, untuk memindahkan kapal dari
laut kedarat.

218
Gambar ship lift siap menurunkan kapal
(Courtesy of PT PAL Indonesia)

219
Gambar ship lift menurunkan kapal
(Courtesy of PT PAL Indonesia)

220
5. Launching relying on air bags.

Gambar kapal diluncurkan dengan air bag


(Courtesy of Royal Fatman Marine & Services)

221
Gambar kapal ditumpu air bag
(Courtesy of Royal Fatman Marine & Services)

Ciri-ciri peluncuran menggunakan air bag :


1. Kebutuhan untuk peluncuran kapal dan peralatan yang dibutuhkan :
1.1. Kapal.
a. Pekerjaan dibawah garis air harus sudah selesai keseluruhan,
khususnya peralatan perlengkapan, katub dan bukaan-bukaan
dibawah garis air. Pemasangannya harus diperiksa (misalnya
sea chest, eco sounder).
b. Pengelasan dibawah dasar kapal dan tonjolan (misalnya strut
twin screw, bilge keel) harus sedah selesai.
c. Semua pengelasan pelat kulit (misalnya pengelasan baru pada
reparasi) harus sudah diinspeksi dan diuji kebocoran.
d. Ukuran utama kapal telah diukur dan ditandai serta draft mark
telah diinspeksi.
1.2. Ramp way.

222
a. Ramp way adalah tempat dimana air bag menggelinding, harus
bersih dan terbebas dari benda tajam seperti paku besi.
b. Ramp way harus dilevel dan ketidak levelan antara sisi kanan
dan sisi kiri harus kurang dari 80 mm. Tanah yang berlubang
harus diratakan.
c. Ramp way sebaiknya berasal dari tanah berlumpur, tanah
berpasir, pasir atau beton, kapasitas kemampuan menjadi
bantalan sebaiknya 2 x tekanan kerja air bag.
d. Kemiringan ramp way, umumnya tidak melampaui 1/7.
Diupayakan dasar kapal tidak bergesekan dengan ramp way
pada saat tekanan air bag, tinggi kerjanya merendah.
e. Ramp way sebaiknya dipanjangkan sampai panjang air tertentu.
1.3. Air bag.
a. Air bag harus lolos inspeksi regulasi tertentu, misalnya CB/T
3795. Tekanan pengujian saat diisi tidak boleh kurang dari
1.25 x tekanan kerja sesuai dengan diameter air bag.
b. Untuk kapal konvensional jumlah rolling air bag dihitung
dengan rumus :
Q*g
N  K1  N1
Cb * R * Ld

Dimana :
N adalah jumlah rolling air bag, dalam buah.
K1 adalah konstanta, K1 = 1.2 ~ 1.3
Q adalah berat peluncuran kapal, ton.
g adalah percepatan gravitasi, m/sec2.
Cb adalah koefisien blok kapal.
R adalah allowable bearing, gaya tiap m panjang air bag, kN/m, lihat tabel 3
CB/T 3795-1996.
Ld adalah panjang hubungan antara alas kapal dengan badan air bag pada
midship section, m.
N1 adalah jumlah air bag yang dipasang ulang menyambung, buah,
umumnya sekitar 2 ~ 4 buah.

223
c. Jarak titik tengah dari 2 air bag bersebelahan sebaiknya sesuai
dengan kekuatan konstruksi lambung kapal, hindari pelapisan
berlebihan air bag :
L
6
N 1
L *D
  0.5
N 1 2
Dimana :
L adalah panjang kapal yang diluncurkan, m.
N adalah jumlah air bag, buah.
D adalah diameter nominal air bag, m.
Untuk kapal dengan haluan runcing, L adalah panjang keseluruhan dikurangi
panjang daerah yang runcing, m
1.4. Winch.
a. Umumnya, winch putaran rendah yang digunakan, kecepatan
sekitar 9 ~ 13 m/min.
b. Gaya slip kapal yang diluncurkan dan gaya tarik tali winch
ditunjukkan gambar dibawah dan dinyatakan dengan rumus :
V
FC  Q * g * sin    * Q * g * cos   Q *
T
K * FC
F
N C * cos 
Dimana :
FC adalah gaya luncur kebawah kapal yang diluncurkan, kN.

Q adalah berat peluncuran kapal, t.


g adalah percepatan gravitasi, m/s2
α adalah sudut kemiringan ramp way, …o
μ adalah koefisien gesek pada ramp way.
V adalah kecepatan gerak kapal, m/s.
T adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengerem winch, s.
F adalah hauling force of winch wire, kN.
K adalah safety coefficient, K = 1.2 ~ 1.5

224
NC adalah jumlah hauling wire on the moving tackle.
β adalah sudut antara hauling wire dan ramp way, β tidak melampaui 6o.

Gambar gaya-gaya peluncuran memanjang menggunakan air bag.


(Courtesy of Shipbuilding Industry Standard, China State Shipbuilding
Corporation)

c. Kecepatan gerak kapal tidak melampaui 6 m/min dengan cara


mengendalikan hauling force of winch wire. Jika berat kapal yang
diluncurkan kurang dari 200 t, kecepatan gerak bisa ditambah
secara proporsional.
d. Tali baja harus diperiksa dan diganti secara rutin.
1.5. Kompresor.
a. Tipe dan kapasitas kompresor dipilih sesuai dengan volume
keseluruhan dari air bag yang digunakan saat peluncuran serta
waktu yang digunakan untuk mengisi udara dan tekanan udara
pada air bag.
b. Tangki gas dari kompresor dilengkapi dengan katub yang dapat
mengatur batas tekanan.
c. Jika menggunakan air bag yang disatukan, distribusi manifold
harus diperhatikan, setiap air bag harus diisi secara bersamaan.

225
Gambar air bag yang disatukan
(Courtesy of Shipbuilding Industry Standard, China State Shipbuilding
Corporation)

1.6. Prosedur peluncuran.


a. Bersihkan semua halangan yang ada didasar kapal dan didaerah
depan jalur lintasan air bag.
b. Ikat kapal untuk menggerakkan tackle of winch dengan
menggunakan guy rope, kekuatannya harus cocok dengan
kebutuhan hauling force.
c. Lepas dan ambil semua ganjal dock dibawah dasar kapal, letakkan
rolling air bag dengan jarak sesuai perhitungan, akhirnya berat
kapal hanya disangga rolling air bag.
d. Semua alat bantu kerja, seperti tangga, peranca harus dipindahlan
dari sisi kapal.
e. Hidupkan winch, kemudian lepas tali dari winch dan atur agar
kapal bergerak keair bertumpu pada air bag.
f. Sesuai dengan kondisi ramp way dan permukaan air, pemilihan
dapat dilaksanakan antara kecepatan peluncuran dan peluncuran
dengan mengendalikan winch pada akhir landasan luncur.
g. Tarik kapal yang diluncurkan kepinggir.
h. Kembalikan lagi air bag kedarat.
i. Ukur ulang sarat depan dan sarat belakang kapal, periksa apakah
ada kompartemen yang bocor.
1.7. Persyaratan pemindahan kapal.
a. Rolling air bag dibawah dasar kapal dirancang jaraknya sedapat
mungkin dibuat sama dan sumbu garis tengah semua rolling air

226
bag tegak lurus dengan arah gerakan kapal. Hindari membuat
ujung air bag terlalu keluar dari sisi kapal. Untuk kapal-kapal
seperti kapal tunda, kapal penangkap ikan dan sejenisnya yang
mempunyai koefisien blok kecil, kedua sisi air bag diperpanjang
sampai sisi kapal sehingga memberikan stabilitas yang baik
selama peluncuran kapal, penambahan ujung air bag tidak perlu
lebih besar dari diameter air bag.
b. Jika kapal sangat lebar, direncanakan air bag 2 lajur, dengan jarak
tiap lajur tidak melebihi 0.5 m.
c. Saat kapal bergerak, tinggi air bag akan berkurang, pengurangan
tinggi tidak boleh lebih dari 0.3 m, lebih dari itu, kemudi, stern
post dan baling-baling akan bergesekan dengan landasan.
1.8. Pemilihan cara kapal masuk keair dan menghitung
resikonya.
a. Pemilihan cara kapal masuk keair.
a.1. Menghitung jarak free skid dari kapal yang diluncurkan dari
permukaan air. Jika permukaan air tidak dapat disesuaikan
dengan skid distance, kapal sebaiknya turun keair pelan-pelan
dibawah kendali winch.
a.2. Jika permukaan air cukup lebar dan sudur kemiringan ramp
sesuai dengan kondisi tg α > μo, besarnya koefisien gesek
statis, kapal dapat diluncurkan tanpa pengendalian winch,
seperti petican hook atau wire cutting, tetapi kapal dapat
langsung turun keair dengan beratnya sendiri.
b. Menghitung resiko buritan jatuh (pitch up of bow).
b.1. Pada keadaan khusus, balas bisa ditambahkan dihaluan untuk
mengurangi moment of stern falling.
b.2. Bila kapal mengalami stern falling, air bag dibawah dasar
kapal yang mengalami beban besar tekanannya harus
diperiksa apakah masih cukup kuat, bila perlu dipilih air bag
tekanan tinggi.
c. Melindungi haluan setelah buritan terapung.

227
Bila buritan terapung, tambahan air bag sebaiknya direncanakan
pada haluan untuk mengurangi jarak antar air bag dengan tujuan
lebih banyak air bag menyangga beban secara serentak, jika
diperlukan air bag tekanan tinggi dipasang untuk meyakinkan
keselamatan haluan.

1.9. Perlindungan keamanan.


a. Tali winch harus cukup kuat dan diperiksa serta diganti secara
periodik. Operator winch harus berkwalifikasi. Selama proses
peluncuran kapal,
b. Saat memindahkan blok ganjal, dimulai dari ganjal tengah
(keel block) dipindahkan dari tempatnya, selanjutnya ganjal
samping (side block), pada saat memindahkan ganjal samping,
operator harus menyangga sisi kapal dan semua pekerja harus
menyingkir dari sisi kapal.
c. Pukulan tiba-tiba kapal ke air bag selama peluncuran harus
dihindari.
d. Operator harus mempelajari performan air bag dan siap
mengisi nozzle air bag dengan udara.
e. Stabilitas melintang harus menjamin proses peluncuran
berjalan dengan baik.
f. Bila diujung kapal berbentuk lancip, penyangga khusus perlu
ditambahkan pada haluan dan buritan kapal.
1.10. Menaikkan kapal kedarat bertumpu air bag.
a. Kapal.
a.1. Muatan, balas dan barang lain dikeluarkan sebanyak
mungkin dari kapal.
a.2. Bila dialas kapal terdapat konstruksi yang tajam, dilepas
dahulu untuk mencegah kerusakan air bag.
a.3. Menghitung displasemen dan LCG.
b. Ramp way.

228
b.1. Ramp way harus juga mempunyai sifat sebagai bantalan,
khususnya pada tempat air bag pertama menumpu dasar
haluan, kemampuan sifat bantalan harus 2 kali lebih
besar dari tekanan kerja air bag.
b.2. Kemiringan ramp menerus sampai permukaan air harus
lebih besar daripada kemiringan lunas kapal, sedemikian
sehingga buritan kapal tidak menyentuh landasan.
c. Air bag.
Bila haluan kapal yang diupgrading berbentuk V, dipilihkan 1
~ 3 air bag yang lebih pendek dan mempunyai kapasitas lebih
besar disesuaikan dengan bentuk haluan kapal sedemikian
mempersiapkan air bag bertekanan tinggi untuk mengangkat
haluan kapal.
d. Winch
Hauling force untuk menarik kapal pada ramp way dapat
dihitung menurut :
Fd  Q * g * sin    * Q * g * cos 

Dimana :
Fd adalah hauling force untuk menarik kapal, kN
Q adalah berat kapal yang diluncurkan, t
G adalah percepatan gravitasi, m/sec2
α adalah sudut kemiringan ramp way, …o
μ adalah koefisien gesek dari ramp way
e. Prosedur pelaksanaan.
e.1. Kapal diikat kuat.
e.2. Kapal ditambatkan ke kolasi akhir, diikat kuat sesuai
dengan panjang kapal, arah angin, arah arus, seperti
pengikatan pada 2 sisi buritan untuk menstabilkan pada
lokasinya.
e.3. Meletakkan beberapa air bag didasar haluan dengan cara :

229
e.3.1. Memasukkan beberapa air bag yang belum terisi
udara atau
tidak terisi penuh kedasar haluan pada titik tengah
yang tepat.
e.3.2. Pada satu sisi haluan ditarik air bag dari sisi yang lain
kealas kapal dengan batang bambu atau tali.
e.3.3. Untuk mengantisipasi gelombang, perencanaan awal
air bag diletakkan pada gelombang terendah, bila
nanti gelombang bertambah, letakkan kapal pada air
bag dan isi dengan udara sehingga haluan terangkat.
e.4. Bila haluan kapal, terangkat dengan air bag, selanjutnya,
mulai winch menarik kapal maju. Jika haluan belum
terangkat, operator harus merubah posisi air bag atau
menambah jumlah air bag sampai haluan terangkat.
e.5. Sesuai perhitungan yang dibutuhkan pada jarak antara air
bag, letakkan air bag satu per satu dari haluan kemidship,
selanjutnya kearah buritan, sampai kapal disangga
disemua tempat.
e.6. Angkat kapal dengan air bag, atur posisi docking keel block
dan side block.
e.7. Keluarkan semua air bag.
Catatan khusus metoda menurunkan kapal dari docking block dan
beberapa hal yang harus diperhatikan.
1. Bila berat kapal kecil dan galangan hanya cukup mengangkat air bag
untuk mengangkat kapal, letakkan alr bag pengangkat dibawah kapal,
selanjutnya isi air bag dengan udara. Pada saat dasar kapal terangkat
dari docking block, lepas dan pindahkan docking block satu demi satu
dari tengah kapal ke haluan dan keburitan, saat bersamaan, letakkan
rolling air bag satu demi satu sesuai dengan jaraknya. Umumnya air bag
pengangkat dapat diputar lurus seperi rolling air bag, pada kondisi
khusus, pindahkan air bag pengangkat dan menggantikannya dengan
rolling air bag.

230
2. Bila kapal relatif besar, jika kombinasi kerja antara semua lift air bag dan
rolling air bag (kadang-kadang juga digunakan untuk lift air bag) pada
galangan tidak dapat cukup mengangkat kapal, cara berikut dapat
digunakan, dengan meletakkan lift air bag pada buritan kapal untuk
mengangkat kapal. Selanjutnya pilih posisi yang tepat pada haluan
sebagai front fulcrum, selanjutnya pindahkan docking block didepan
front fulcrum, tempatkan lift air bag pada tempat yang cocok pada
buritan.

Gambar pemindahan kapal dari air kedarat pada kapal ukuran besar
(Courtesy of Shipbuilding Industry Standard, China State Shipbuilding
Corporation)

Dasar kapal akan naik dari docking block sesuai dengan rumus :
W * LW > Q * g * LQg
Dimana :
W adalah gaya angkat disebabkan lift air bag yang ditempatkan pada
buritan setelah diisi udara, kN.
LW adalah jarak dari pusat angkat lift air bag dari buritan ke front fulcrum,
m.
Q adalah berat kapal yang diluncurkan, t.
g adalah percepatan gravitasi, m/sec2.
LQg adalah jarak dari titik berat peluncuran kapal ke front fulcrum, m
Menggunakan metoda untuk melepaskan kapal dari docking block, dengan
menggunakan cara sebagai berikut :
2.1. Kombinasi multiple lift air bag, termasuk penggunaan rolling air bag
sebagai

231
bagiannya, dapat digunakan untuk mengangkat kapal.

Gambar air bag yang disatukan


(Courtesy of Shipbuilding Industry Standard, China State Shipbuilding
Corporation)

2.2. Untuk memaksimalkan momen dari jacking force yang disebabkan


lift air bag, titik pusat lift air bag sebaiknya dekat dengan buritan.
Selain itu, jika buritan kapal bentuknya lancip, area penghubung
antara lift air bag dan dasar kapal sangat kecil, menyebabkan jacking
moment lebih kecil dari yang diharapkan, selanjutnya jika
pergerakan lift air bag depan tidak meningkatkan jacking moment,
lebih baik dipilih posisi yang lebih menguntungkan untuk lift air bag.
2.3. Dalam hal dasar buritan lebih tinggi base line, tinggi kerja H terlalu
tinggi untuk menimbulkan jacking force, diatasi dengan
menggerakkan lift air bag kedepan, dengan memindahkan lift air bag
dari A ke B untuk meningkatkan jacking moment.

Gambar pemindahan lift air bag kebelakang karena buritan melebihi base line
(Courtesy of Shipbuilding Industry Standard, China State Shipbuilding
Corporation)

2.4. Pemilihan posisi dari front fulcrum dihitung sesuai dengan kekuatan
konstruksi kapal, selama jacking dan pemindahan docking block.

232
Umumnya, front fulcrum dipasang dipertemuan penguat membujur
dan penguat melintang untuk meminimalkan deformasi pada
lambung.
2.5. Tempat terdekat dari front fulcrum adalah center of gravity, lebih
mudah mengangkat buritan, tetapi semua docking block didepan
front fulcrum harus dipindahkan sebelum jacking buritan naik. Selain
itu posisi front fulcrum harus dipilih sesuai dengan kondisi kapal dan
landasan luncur seperti halnya pemilihan kualitas air bag.
3. Sesudah posisi front fulcrum ditentukan, sesuai dengan berat kapal,
perlu mengatur posisi docking block sehingga cukup kuat diposisinya,
harus dijakinkan baik landasan maupun block cukup kuat menyangga
sebagai bantalan penumpu konsentrasi berat kapal.
4. Pelepasan dan pemindahan semua docking block dari depan front
fulcrum.
5. Pelepasan dan pemindahan semua docking block dilaksanakan pada
tempat dimana air bag akan dipasang disitu, selanjutnya air bag diisi
udara.
6. Saat dasar kapal terlepas dari docking block, pindahkan docking block,
pertama dari midship kedepan buritan, yang lain sesudahnya. Sesuai
dengan kebutuhan jarak antar air bag, letakkan air bag pada posisi
melintang selanjutnya diisi udara. Seperti sebelumnya, pindahkan
docking block pada buritan satu demi satu dan pasang air bag sesuai
dengan perhitungan.
7. Atur tekanan dalam saat pengisian rolling air bag dan lift air bag,
selanjutnya pindahkan docking block dari midship kedepan front
fulcrum satu demi satu dan letakkan air bag secara bersamaan. Jika
metoda diatas tidak bisa menjawab tujuan, selanjutnya dibutuhkan
pelepasan lift air bag dan letakkan lift air bag dihaluan untuk jacking up,
sedemikian untuk melengkapi kapal yang turun pada ujung depan. Bila
semua rolling air bag telah terpasang dan semua dockling block telah
dipindahkan, atur tekanan udara dalam semua air bag sedemikian
sehingga kapal dapat ditumpu sampai ketinggian kerja air bag.

233
8. Gaya angkat dari lift air bag dapat dihitung dengan cara :
8.1. Dalam hal hanya ada 1 air bag yang bekerja, gaya angkat dapat
diketahui dari tabel 3 dari CB/T 3795-1996 dan panjang aktual
kontak air bag.
8.2. Bila permukaan air bag berhubungan dengan dasar kapal yang
melengkung, gaya angkat adalah hasil proyeksi orthogonal luasan
surface contact dan tekanan udara didalam air bag.
8.3. Bila menggunakan kombinasi multiple air bag, termasuk multi rank
air bag yang averlaping secara melintang, agar terjadi jacking force,
contact area adalah jumlahan proyeksi orthogonal luasan semua air
bag yang bersentuhan dengan dasar kapal dan gaya angkat sebesar
contact area dan tekanan bagian atas didalam air bag.
9. Untuk bangunan baru dan reparasi kapal, jika base line terlalu tinggi dari
landasan luncur, mid platform dapat diatur posisinya, proses penurunan
kapal dibagi 2 tahap, tahap pertama letakkan air bag pada mid platform
sampai kapal turun dari block lebih tinggi ke block lebih rendah, tahap
kedua pindahkan mid platform, selanjutnya pindahkan semua block
lebih rendah seperti gambar dibawah.

234
Gambar teknik penurunan kapal bila jarak base line dan landasan luncur terlalu
tinggi
(Courtesy of Shipbuilding Industry Standard, China State Shipbuilding
Corporation)

235
BAB VI KRITERIA PENILAIAN HASIL PEMBELAJARAN
SUB POKOK BAHASAN KRITERIA PENILAIAN

1. Density, B, G, T, distribusi 1.1 Mhs. mampu menjelaskan density,


tekanan hidrostatik, freeboard, B, G, T, distribusi tekanan
cadangan daya apung, syarat hidrostatik, freeboard, cadangan
terapung, displasemen. daya apung, syarat terapung,
displasemen.
2.1 Ukuran utama kapal. 2.1 Gambar rencana garis yang
diberikan telah dilengkapi dengan
ukuran utama sesuai data dari table
of principal dimension.
2.2 Tata letak gambar rencana 2.2 Mhs. mampu menyebutkan
umum. pembagian ruang utama kapal,
denah main deck, poop deck, boat
deck, bridge deck, navigation deck,
top deck, fore castle deck, denah
tangki pada dasar ganda.
3. Kondisi kapal stabil, indiferen, 3.1 Mhs. mampu mengevaluasi gambar
tidak stabil, BM, GM, persyaratan GZ curve yang diberikan.
IMO.
4. Mengerjakan soal-soal untuk 4.1 ≥ 85% mahasiswa mampu
memperjelas topik stabilitas menjawab soal topik Longitudinal
memanjang, pengaruh stability, free surface effect, inclining
permukaan bebas dan teori test sesuai dengan kunci jawaban.
percobaan kemiringan.
5.1 Menghitung AM, AWL, CM, CWL, LCF 5.1 AM, AWL, CM, CWL, LCF dari gambar
dari gambar lines plan yang lines plan yang diberikan telah
diberikan dengan menggunakan dihitung.
Simpson’s 1st rule dan Simpson’s
2nd rule.

5.2 Menghitung  , LCB, KB, Cb, CpV, 5.2  , LCB, KB, Cb, CpV, CpL,BML, BMT,
CpL,BML, BMT, periode roll & periode roll & pitch dari gambar
pitch, dari gambar lines plan yang lines plan yang diberikan telah
diberikan dengan menggunakan dihitung.
Simpson’s 1st rule dan Simpson’s
2nd rule.

6. TPC, DDT, MTC. 6.1 Mahasiswa mampu menggunakan


TPC, DDT, MTC pada persoalan
stabilitas memanjang kapal.
7. Menggambar free board mark 7.1 Gambar general arrangement telah
pada gambar general dilengkapi free board mark.
arrangement dengan
menggunakan ILLC 1996.

236
8. Menyiapkan kapal yang akan 8.1 ≥ 85% mahasiswa mampu
diuji, menggambar lines plan mendapatkan KG kapal dengan nilai
kapal dan melaksanakan inclining yang normal dan prosedur yang
test. benar.
9. Gambar floodable length menurut 9.1 ≥ 85% mahasiswa mampu
F Shirokauer menjelaskan dengan bahasa sendiri
mengenai konsep Floodable length.
10 Menghitung tonnage mengacu 10.1 ≥ 85% mahasiswa mampu
pada International Convention on menjelaskan dengan bahasa sendiri
tonnage measurement of ships mengenai konsep tonage
1969. measurement.
11 Gambar peluncuran memanjang 11.1 ≥ 85% mahasiswa mampu
kapal. menjelaskan dengan bahasa sendiri
mengenai konsep peluncuran kapal
secara memanjang.

DAFTAR PUSTAKA

Biran, A.B., Ship Hydrostatics and Stability, Butterworth Heinemann, first


published 2003.

Djaya, Indra Kusna, Teknik Konstruksi Kapal Baja, Untuk SMK Kejuruhan,
Direktorat Pembinaan Sekolah Mennengah Kejuruan, Diknas, 2008 .

Lewis. Edward V, Principle of Naval Architecture : Vol. I Stability and


Strength, SNAME, second revision, 1988.

Rawson, K.J., Tupper, E.C., Basic Ship Theory, Butterworth Heinemann fifth
edition, Volume I, 2001.

LAMPIRAN
- GBPP

237
SATUAN ACARA PENGAJARAN

MATA KULIAH Teori Bangunan Kapal

Dosen :

Bambang Teguh Setiawan

JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL

238
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA 2013
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN

1. a. Mata Kuliah : Teori Bangunan Kapal


b. Disiplin Ilmu : Teknik Perencanaan Kapal
2. a. Nama Pembuat : Bambang Teguh Setiawan, Ir.,MT
b. Jenis Kelamin : Laki – laki
c. Golongan : III D
d. Jabatan Fungsional : Lektor
e. Fakultas/Jurusan : Politeknik Perkapalan / Teknik Bangunan Kapal

Surabaya, 12 Agustus 2013

Mengetahui:

Jurusan Teknik Bangunan Kapal Pembuat GBPP


Ketua

Aang Wahidin ST, MT. Ir. Bambang Teguh Setiawan, MT

NIP. 197208121995011001 NIP. 195802261987011001

Menyetujui

Pembantu Direktur I

Ir. Eko Julianto,Msc, MRINA


NIP. 196501231991031002

239
GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN
Mata kuliah : Teori Bangunan Kapal
Kode mata kuliah/semester : 601211/II
Waktu pertemuan : 6 x 50 menit ( 3 SKS )
Tujuan pembelajaran umum : 1. Mahasiswa memahami konsep kapal mampu terapung dan gaya-gaya yang bekerja pada kapal.
2. Mahasiswa mampu menunjukkan ukuran utama kapal dari data lines plan yang diberikan dan memahami gambar lines
plan.
3. Mahasiswa mampu menghitung AM, AWL,  , LCF, LCB, KB, BML, BMT, periode roll & pitch, koefisien-koefisien bentuk
kapal dari data lines plan yang diberikan dengan menggunakan integrasi numerik.
4. Mahasiswa memahami konsep stabilitas melintang, BM, GM, persyaratan IMO.
5. Mahasiswa memahami konsep TPC, DDT dan MTC, mampu menggunakannya pada persoalan hidrostatik.
6. Mahasiswa mampu menggambar free board mark pada gambar General Arrangement dari gambar lines plan, kurva
hidrostatik dan gambar general arrangement yang diberikan.
7. Mahasiswa memahami konsep stabilitas memanjang, free surface effect, inclining test dan mampu mengerjakan
persoalan yang menyangkut stabilitas memanjang, free surface effect, inclining test.
8. Mahasiswa mampu melaksanakan inclining test untuk mendapatkan nilai KG.
9. Mahasiswa memahami materi floodable length, tonage measurement, launching dan perannya dalam proses disain kapal.
Prasyarat : -.

240
EST. TINGKAT
MG KEMAMPUAN
NO POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN KOMPETENSI KRITERIA UNJUK KERJA PUSTAKA
KE- WAKTU
K P A

1 1 1.1. Orientasi kuliah. - 1 mg 1


1.2. Konsep kapal terapung.
1.2.1. Sistem satuan. 4 x 50’ 1.Basic Ship
Theory oleh
1.2.2. Density, B, G, T, distribusi Mahasiswa memahami konsep Mahasiswa mampu Rawson dan
tekanan hidrostatik, freeboard, kapal terapung. menjelaskan dengan bahasa Tupper.
cadangan daya apung, syarat sendiri mengenai density, B,
terapung, displacement. G, T, distribusi tekanan 2.Ship
hidrostatik, freeboard, Hydrostatics
cadangan daya apung, syarat and Stability
terapung, displacement. oleh Biran.

3.Gambar lines
plan.

1.3. Lines Plan. 1.3.1. Ukuran utama kapal. 1 Mahasiswa mampu Gambar lines plan telah
menunjukkan ukuran utama dilengkapi dengan ukuran
kapal pada gambar lines plan utama sesuai data dari tabel
yang diberikan sesuai data dari principal dimension
tabel principal dimension.

241
EST. TINGKAT
MG KEMAMPUAN
NO POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN KOMPETENSI KRITERIA UNJUK KERJA PUSTAKA
KE- WAKTU
K P A

2 2&3 Integrasi numerik. Menghitung AM, AWL, CM, CWL, LCF 2 mg 2 2 Mahasiswa mampu AM, AWL, CM, CWL, LCF dari 1.Ship Stability
dari gambar lines plan yang menghitung AM, AWL, CM, CWL, gambar lines plan yang for Masters
diberikan dengan menggunakan 2x4x LCF dari gambar lines plan yang diberikan telah dihitung. and Mates oleh
Simpson’s 1st rule dan Simpson’s 50’ diberikan dengan Barras dan
2nd rule. menggunakan Simpson’s 1st Derrett.
rule dan Simpson’s 2nd rule.
2.Gambar lines
plan.
4&5 Menghitung  , LCB, KB, Cb, CpV, 2 mg 2 2 Mahasiswa mampu  , LCB, KB, Cb, CpV, CpL,BML,
CpL,BML, BMT, periode roll & menghitung  , LCB, KB, Cb, BMT, periode roll & pitch
pitch, dari gambar lines plan yang 2x4x CpV, CpL,BML, BMT, periode roll dari gambar lines plan yang
diberikan dengan menggunakan 50’ & pitch dari gambar lines plan diberikan telah dihitung.
Simpson’s 1st rule dan Simpson’s yang diberikan dengan
2nd rule. menggunakan Simpson’s 1st
rule dan Simpson’s 2nd rule.

3 6 Stabilitas melintang. Kondisi kapal stabil, indiferen dan 1 mg 1 Mahasiswa memahami konsep Mahasiswa mampu
tidak stabil, BM, GM, persyaratan stabilitas melintang kapal. mengevaluasi gambar GZ
IMO. 4 x 50’ curve yang diberikan.
3.Teknik
Konstruksi

242
4 7 Parameter hidrostatik. TPC, DDT, MTC. 1 mg 1 Mahasiswa memahami konsep Mahasiswa mampu Kapal Baja oleh
TPC, DDT, MTC. menggunakan TPC, DDT, Indra Kusna
4 x 50’ MTC pada persoalan Djaya.
stabilitas memanjang kapal.

4. Gambar
hyrostatic
5 8 UTS. - 1 mg 4 Mahasiswa mampu menjawab ≥ 85% mahasiswa mampu curve dan
soal UTS sampai minggu ke 9. menjawab dengan sempurna gambar general
4 x 50’ jawaban UTS. arrangement.

6 9& Free board mark. Menggambar free board mark 2 mg 3 Mahasiswa mampu Gambar general
10 pada gambar general menggambarkan free board arrangement telah
arrangement dengan 2x4x mark pada gambar general dilengkapi free board mark.
menggunakan ILLC 1996. 50’ arrangement.

7 11 & Longitudinal stability, free surface Mengerjakan soal untuk 2 mg 2 Mahasiswa mampu menjawab ≥ 85% mahasiswa mampu
12 effect, inclining test. memperjelas topik Longitudinal soal topik Longitudinal menjawab soal topik
stability, free surface effect, 2x4x stability, free surface effect, Longitudinal stability, free
inclining test. 50’ inclining test sesuai dengan surface effect, inclining test
kunci jawaban. sesuai dengan kunci
jawaban.

243
8 13 Inclining test. Menyiapkan kapal yang akan 3 mg 4 Mahasiswa mampu ≥ 85% mahasiswa mampu
s/d diuji, menggambar lines plan menghitung KG kapal. mendapatkan KG kapal
15 kapal dan melaksanakan inclining 3x4x dengan nilai yang normal
test. 50’ dan prosedur yang benar.

EST. TINGKAT
MG KEMAMPUAN
NO POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN KOMPETENSI KRITERIA UNJUK KERJA PUSTAKA
KE- WAKTU
K P A

9 16 Floodable length, tonnage Gambar floodable length 1 mg 1 Mahasiswa memahami konsep ≥ 85% mahasiswa mampu 1.Principles of
measurement, launching. menurut F. Shirokauer, Floodable length, tonage menjelaskan dengan bahasa Naval
menghitung tonnage mengacu 4 x 50’ measurement, launching pada sendiri mengenai konsep Architechture
pada International Convention on proses disain kapal. Floodable length, tonage oleh Comstock
tonnage measurement of ships measurement, launching
1969. pada proses disain kapal.

244
10 17 UAS - 1 mg 4 Mahasiswa mampu menjawab ≥ 85% mahasiswa mampu
4 x 50’ soal UAS sampai minggu ke 15. menjawab dengan sempurna
jawaban UAS.

Keterangan :

NO TINGKAT KEMAMPUAN
Kognitif Psikomotorik Afektif

1 Pengetahuan Peniruan Menerima/mengenal

2 Pemahaman Penggunaan Merespon

3 Penerapan Ketepatan Menghargai

4 Analisa Perangkaian Mengorganisasi

5 Sintesa Naturalisasi Mengamalkan

6 Evaluasi

245

Anda mungkin juga menyukai