Teknologi Cable-Stayed
By Arie PratamaSabtu, November 16, 2013BalitbangPU, Blogger, Cable-
Stayed, Jembatan, Kompetisi, SayembaraLeave a Comment
Jembatan adalah salah satu struktur bangunan yang penting untuk dibangun yang
berfungsi untuk menyebrangi jurang atau rintangan, seperti sungai, rel kereta api,
ataupun jalan raya. Jembatan dibangun untuk membantu manusia, kendaraan, atau
transportasi dalam berpindah dari satu lokasi menuju lokasi yang lain, disamping fungsi
tersebut ternyata jembatan juga dapat digunakan sebagai fasilitas wisata yang cukup
banyak diminati orang banyak, ditambah lagi jika jembatan diberikan teknologi
pencahayaan lampu yang sangat menarik untuk dilihat.
(Oakland Bay Bridge, US - Sumber)
Dalam membuat sebuah jembatan pasti hal yang paling utama adalah kita
berbicara tentang bagaimana teknik pembuatannya, dan apa teknologi yang aman
untuk dipakai dalam pembuatan jembatan itu sendiri disamping itu juga kita pasti
memperhatikan faktor yang tidak kalah penting yaitu faktor keamanan yang merupakan
hal yang sangat penting dalam pembuatan fasilitas umum dalam hal ini
adalah jembatankarena jika kita berbicara fasilitas umum maka kita bertanggung jawab
atas keselamatan orang banyak. Dalam pembuatan sebuah jembatan ada 2 hal yang
harus diperhatikan yaitu dalam tahap perancangan dan kebutuhan bahan dasar dalam
pembuatan sebuah jembatan dimana itu semua tergantung pada muatan dan juga
lokasi dimana jembatan tersebut akan dibuat. Ada beberapa
jenis jembatan berdasarkan teknik dan strukturnya yaitu sebagai berikut: Log Bridge,
Arch Bridge, Beam Bridge, Truss Bridge, Compression Arch Bridge, Suspension Bridge,
Cable-Stayed Bridge, Cantiveller Bridge, Bascule Bride, dan lain sebagainya.
Salah satu teknologi yang banyak digunakan dari berbagai macam teknologi
yang ada dalam pembuatan sebuah jembatan adalah Cable-Stayed. Cable-
Stayed merupakan salah satu teknologi yang sangat baik dalam membuat sebuah
jembatan yang terbentang panjang, yang sudah banyak dipakai diberbagai lapisan
negara salah satunya adalah Indonesia. Jembatan Cable-Stayed adalah struktur yang
mempunyai sederetan kabel linear dan memikul elemen horisontal kaku (misalnya
balok atau rangka batang).
(Gambar Diagram Cable-Stayed : Sumber)
Jembatan Cable-Stayed terdiri atas sistem struktur yang meliputi suatu dekorthotropik
dan balok girder menerus yang didukung oleh penunjang yang sangat kokoh, dan juga
bentuk kabel yang dibentang miring dan dihubungkan ke menara sebagai pondasi
utamanya. Kabel-kabel tersebut umumnya menyebar dari satu atau lebih tiang tekan
penyangga. Keseluruhan sistem pada sebuah jembatan dapat mempunyai bentang
besar tanpa harus menggunakan kabel lengkung yang rumit seperti yang kita lihat,
banyak struktur jembatan yang dibangun dengan cara demikian, begitu pula dengan
gedung-gedung yang ada pada daerah perkotaan.
Untuk jembatan dengan bentang yang cukup panjang diperlukan struktur kabel (Cable-
Stayed) yang berfungsi sebagai pilar-pilar penghubung dalam memikul sebagian besar
dari beban jembatan yang kemudian dilimpahkan ke pondasi atau menara. Maksud
pengembangan teknologi kabel ialah merangkai bentang-bentang pendek menjadi satu
bentang panjang yang dapat menghasilkan kekuatan penopang yang lebih kuat untuk
memikul berat jembatan itu sendiri ataupun lalu lintas yang melewati jembatan tersebut.
(Fan Cable-Stayed : Sumber)
Salah satu negara yang juga memakai teknologi Cable-Stayed adalah jembatan
Bob Graham Sunshine Skyway di St. Petersburg (Floride), Inggris Raya. Dengan
panjang 365,8 meter dibangun pada tahun 1987. Dengan teknologi Cable-
Stayed jembatan dengan panjang 365,8 yang juga menjadi salah satu jembatan yang
terpanjang dinegaranya menjadikan jembatan Bob Graham Sunshine Skyway ini
menjadi jembatan yang cukup kokoh dan juga dapat membantu masyarakat disana
dalam melakukan segala kegiatan dan aktifitas bagi mereka yang ingin pergi dari St.
Petersburg menuju Terra Ceia ataupun sebaliknya.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang ada di dunia yang terdiri
dari 13,466 pulau, dengan banyaknya pulau-pulau indah tersebut maka sudah
kewajiban bagi penyedia pelayanan umum dalam bidang fasilitas umum seperti
jembatan ini untuk menyediakan kebutuhan tersebut demi berjalannya segala aktifitas
perdagangan ataupun aktifitas lain yang dapat memajukan bangsa Indonesia tercinta
ini. Di Indonesia pun jembatan dengan teknologi Cable-Stayed ini banyak diterapkan
pada beberapa konstruksi pembuatan jembatan yang ada di berbagai provinsi, salah
satunya adalah jembatan yang sangat terkenal di masyarakat Indonesia
yaitu jembatan Suramadu, jembatan yang menghubungi antara kota Surabaya nan
eksotis dengan kota Madura nan menawan. Jembatan Suramadu yang melintasi Selat
Madura dan menghubungkan pulau Jawa dan pulau Madura ini mempunyai panjang 5,4
kilometer, lebar 30 meter dengan empat lajur mobil dua arah selebar 3,5 meter, dua
lajur darurat selebar 2,75 meter, serta dua lajur khusus untuk sepeda motor.
Jembatan Cable-Stayed versi Puslitbang Jalan dan Jembatan ini dibangun untuk
mengatasi permasalahan yang selama ini dialami oleh kawasan terpencil, yang
berdampak pada aktifitas masyarakat sekitar dalam melakukan kegiatan ataupun
pekerjaan mereka sehari-hari, salah satunya yaitu mereka tidak dapat memasarkan
hasil produknya ke pasar dikarenakan batasan wilayah yang terbelah oleh lembah atau
sungai. Untuk itu, jembatan yang dibangun dengan rangka baja dengan rangka through
type (rangka diatas). Dibangun dengan sistem pra fabrikasi dengan perbandingan
tinggi pilar dan bentangan 1:40, jembatan Cable-Stayed diharapkan bisa menjadi solusi
membuka daerah yang terisolasi.
IPTEK sudah memberikan solusi yang sangat baik untuk kemajuan segala jenis
infrastruktur pada setiap negara salah satunya adalah dengan adanya fasilitas umum
seperti jembatan yang sangat dibutuhkan bagi banyak masyarakat, ditambah dengan
teknologi yang sudah maju saat ini semua persoalan yang ada pada bidang pekerjaan
umum akan sangat mudah untuk diselesaikan. Semoga para pekerja yang membuat
pelayanan dan fasilitas umum dapat terus memajukan dan membangun segala bentuk
fasilitas umum, seiring dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat
ini dan semoga dapat menjadikan negara Indonesia tercinta ini menjadi negara yang
lebih baik lagi dalam segala hal infrastruktur umum dan pelayanan terhadap
masyarakat.
Referensi Tulisan:
http://litbang.pu.go.id/mengapa-jembatan-itu-penting.balitbang.pu.go.id
http://litbang.pu.go.id/cable-stayed-jembatan-gantung-untuk-kendaraan...
http://litbang.pu.go.id/category/produk
http://123.231.252.9/index.php/hasil-litbang
http://www.pusjatan.pu.go.id/pus_our/
http://puskim.pu.go.id/produk-litbang/teknologi-terapan
http://sosekling.pu.go.id/produk-litbang/hasil-penelitian
http://www.wikipedia.org/
http://pratamasite.blogspot.co.id/2013/11/keindahan-jembatan-dengan-
teknologi_2548.html
2.3.2 Menara
Pemilihan bentuk menara sangat dipengaruhi oleh konfigurasi kabel, estetika, dan kebutuhan
perencanaan serta pertimbangan biaya, Bentuk-bentuk menara dapat berupa rangka portal trapezoidal,
menara kembar, menara A, atau menara tunggal. Selain bentuk menara yang telah disebutkan, masih
banyak bentuk menara lain namun jarang digunakan seperti menara Y, menara V, dan lain sebagainya.
Menurut Podolny (1976), tinggi menara ditentukan dari beberapa hal seperti tipe sistem kabel, jumlah
kabel dan perbandingan estetika dalam tinggi menara dan panjang bentang. Untuk itu direkomendasikan
perbandingan antara bentang terpanjang dan tinggi menara antara 0,19-0,25.
2.3.3 Gelagar
Bentuk gelagar jembatan cable stayed sangat beragam namun yang paling sering digunakan ada dua
yaitu stiffening truss dan solid web (Podolny dan Scalzi, 1976). Stiffening truss digunakan untuk struktur
baja dan solid web digunakan untuk struktur baja atau beton baik beton bertulang maupun beton
prategang.
Pada awal perkembangan jembatan cable stayed modern, stiffening truss banyak digunakan tetapi
sekarang sudah mulai ditinggalkan dan jarang digunakan dalam desain, karena mempunyai banyak
kekuranagan. Kekurangannya adalah membutuhkan fabrikasi yang besar, perawatan yang relatif sulit,
dan kurang menarik dari segi estetika. Meskipun demikian dapat digunakan sebagai gelagar dengan
alasan memiliki sifat aerodinamik yang baik. Dalam keadaan jembatan jalan raya disatukan dengan
jembatan jalan rel dan biasanya menggunakan dek ganda yang bertingkat, truss dapat dipertimbangkan
sebagai elemen utama dek.
Gelagar yang tersusun dari solid web yang terbuat dari baja atau beton cenderung terbagi atas dua tipe
yaitu:
a. Gelagar plat (plat girder), dapat terdiri atas dua atau banyak gelagar.
b. Gelagar box (box girder) dapat terdiri atas satu atau susunan box yang dapat berbentuk persegi
panjang atau trapezium.
Susunan dek yang tersusun dari gelagar plat tidak memiliki kekakuan torsi yang besar sehingga tidak
dapat digunakan untuk jembatan yang bentangnya panjang dan lebar atau jembatan yang direncanakan
hanya menggunakan satu bidang kabel penggantung. Dek jembatan yang menggunakan satu atau
susunan box akan memiliki kekakuan torsi yang sangat besar sehingga cocok untuk jembatan yang
memiliki kekauan torsi yang sangat besar.
Solid web yang terbuat dari beton precast mempunyai banyak keuntungan (Zarkasia dan
Roliansjah,1995) antara lain:
a. Struktur dek cenderung untuk tidak bergetar dan dapat berbentuk aerodinamis yang menguntungkan.
b. Komponen gaya horizontal pada kabel akan mengaktifkan gaya tekan pada system dek dimana beton
sangat cocok untuk menahan gaya desak.
c. Beton mempunyai berat yang sangat besar sehingga perbandingan beban hidup dan beban mati
menjadi kecil, sehingga perbandingan lendutan akibat beban hidup dan beban mati tidak besar.
d. Pemasangan bangunan atas dan kabel yang realtif mudah dengan teknik prestressing masa kini,
prefabrikasi, segmental,dan mempunyai kandungan local yang tinggi.
e. Pemeliharaan yang lebih mudah karena beton tidak berkarat seperti pada baja.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jembatan gantung adalah jembatan yang berfungsi sebagai pemikul langsung beban lalu lintas yang
melewati jembatan tersebut, terdiri dari lantai jembatan, gelagar pengaku, batang penggantung, kabel
pemikul dan pagar pengaman.Seluruh beban lalu lintas dan gaya-gaya yang bekerja dipikul oleh
sepasang kabel pemikul yang menumpu di atas 2 pasang menara dan 2 pasang blok angkur (Surat
Edaran Menteri PU, 2010).
Jembatan cable stayed merupakan tipe jembatan bentang panjang yang estetis dan sering digunakan
sebagai prasarana transportasi yang penting. Struktur jembatan ini terdiri dari gabungan berbagai
komponen struktural seperti pilar, kabel dan dek Jembatan. Dek jembatan digantung dengan kabel
prategang yang diangkur pada pilar. Dengan demikian, semua gaya-gaya gravitasi maupun lateral yang
bekerja pada dek jembatan akan ditransfer ke tanah melalui kabel dan pilar. Kabel akan menerima gaya
tarik sedangkan pilar memikul gaya tekan yang sangat besar disamping efek lentur lainnya (Yuskar dan
Andi,2005).
Jembatan gantung sudah banyak jumlahnya dan sering ditemui disekitar lingkungan masyarakat.
Jembatan gantung maupun jembatan cable stayed sangat mendukung lalu lintas perjalanan kendaraan.
Jembatan ini menghubungkan dari tempat ke tempat yang terpisah oleh jurang, sungai atau selat dan
lainnya. Selama ini masih dikembangkan teknologi baru untuk jembatan gantung dan jembatan cable
stayed kedepannya kedua jembatan ini menjadi lebih sempurna lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni I.,2008. Studi Parameter Desain Dimensi Elemen Struktur Gantung Pejalan Kaki dengan
Bentang 120 m. Jurnal Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional Bandung, Bandung.
Ariestadi, Dian. Teknik Struktur Bangunan Jilid 2 untuk SMK. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 429 – 462.
Departemen Pekerjaan Umum, 2008. Pedoman Perencanaan dan Pelaksanaan Jembatan Gantung
Pejalan Kaki, “Pd X-XXXXXX-B,“. Departemen PU, Jakarta.
Podolny & Scalzi, 1976. Construction and Design of Cable Stayed Bridges. New York: Wiley & Sons Inc.
Schodeck, 1991. Struktur (Alih Bahasa : Suryoatmojo).Jakarta: PT. Eresco.
Steiveman, D.B.,1953. A Practical Treatise on Suspension Bridges. New York: Wiley & Sons Inc.
Supriyadi, B. & Muntohar, A.S.,2007. Jembatan. Yogyakarta: Beta Offset.
Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum, 2010. Pemberlakuan Pedoman Perencanaan dan Pelaksanaan
Konstruksi Jembatan Gantung untuk Pejalan Kaki. Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta.
Walther, R.,1988. Cable Stayed Bridges. London: Thomas Telford.
Yuskar, L. & Andi, I.,2005. Kajian Sambungan antara Pilar dan Kabel
pada Jembatan Cable Stayed. Jurnal Teknologi, Departemen Teknik Sipil Universitas Indonesia.
Zarkast I., & Roliansjah,S.,1995. Perkembangan Akhir Jembatan Cable Stayed. Makalah pada Konferensi
Regional Teknik Jalan (KRTJ) IV, Padang.
http://fericivil.blogspot.co.id/2010/12/jembatan-gatung-dan-jembatan-cable.html
Girder adalah sebuah balok diantara dua penyangga dapat berupa pier ataupun abutment pada suatu
jembatan atau fly over. Umumnya girder merupakan balok baja dengan profil I, namun girder juga dapat
berbentuk box (box girder), atau bentuk lainnya. Menurut material penyusunnya girder dapat terdiri dari
girder beton dan girder baja. Sedangkan menurut sistem perancangannya, girder terdiri dari girder
precast yaitu girder beton yang telah di cetak di pabrik tempat memproduksi beton kemudian beton
tersebut di bawa ke tempat pembangunan jembatan atau fly over dan pada saat pemasangan dapat
menggunakan girder crane. Selain girder precast, juga dikenal istilah on-site girder, yaitu girder yang di
cor di tempat pelaksanaan pembangunan jembatan, girder ini dirancang sesuai dengan perancangan
beton pada umumnya yaitu dengan menggunakan bekisting sebagai cetakannya.
Sehingga yang disebut jembatan sistem girder adalah sebuah struktur bangunan jembatan yang
komponen utamanya (balok) berbentuk girder. Girder ini dapat terbuat dari beton bertulang, beton
prategang, baja atau kayu. Panjang bentang jembatan girder beton bertulang ini dapat sampai 25 m, dan
untuk jenis girder yang menggunakan beton prategang umumnya memiliki panjang bentang di atas 20 m
sampai 40 m. Contoh jembatan girder yang paling umum kita jumpai adalah jembatan sungai.
Setiap bentuk girder memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Girder dengan profil balok I
memiliki kelebihan pada pengerjaannya yang mudah serta cepat dalam berbagai jenis kasus, namun jika
jembatan yang akan dibangun memiliki bentuk kurva, girder balok I menjadi lemah karena kurang kuat
terhadap kekuatan puntir/memutar, yang sering disebut sebagai torsi. Web kedua pada balok I perlu
ditambahkan dalam gelagar kotak untuk meningkatkan kekuatan stabilitas untuk menahan torsi, Hal ini
membuat gelagar kotak/box girder merupakan pilihan yang tepat untuk jembatan dengan bentuk kurva.
Menurut bentuknya, jenis girder dapat dibedakan menjadi :
1. Balok I
Girder dengan bentuk balok I sering disebut dengan PCI Girder (yang dibuat dari material beton). Girder
ini dapat terbuat dari bahan komposit ataupun bahan non komposit, dalam memilih hal ini perlu
dipertimbangkan berbagai hal seperti jenis kekuatan yang diperlukan dan biaya akan akan dikeluarkan.
2. Box Girder
Box girder sangat cocok digunakan untuk jembatan bentang panjang. Biasanya box girder didesain
sebagai struktur menerus di atas pilar karena box girder dengan beton prategang dalam desain biasanya
akan menguntungkan untuk bentang menerus. Box girder sendiri dapat berbentuk trapesium ataupun
kotak. Namun bentuk trapesium lebih digemari penggunaannya karena akan memberikan efisiensi yang
lebih tinggi dibanding bentuk kotak.
Box Girder
3. Balok T
Balok T ekonomis untuk bentang 40-60 ft. Namun pada struktur jembatan miring, perancangan balok T
memerlukan rangka kerja yang lebih rumit. Perbandingan tebal dan bentang struktur pada balok T yang
dianjurkan adalah sebesar 0,07 untuk struktur bentang sederhana dan 0,065 untuk struktur bentang
menerus.
Balok T
http://www.ilmutekniksipil.com/struktur-jembatan-2/apa-yang-dimaksud-dengan-
girder
Cable-stayed bridge
From Wikipedia, the free encyclopedia
Cable-stayed bridge
The Russky Bridge, the world's longest cable-stayed
bridge
Related None
Movable No.
uired
A cable-stayed bridge has one or more towers (or pylons), from which cables support the bridge
deck.
There are four major classes of cable-stayed bridges: harp, mono, star and fan.
In the harp or parallel design, the cables are nearly parallel so that the height of their attachment to
the tower is proportional to the distance from the tower to their mounting on the deck.
In the fan design, the cables all connect to or pass over the top of the towers. The fan design is
structurally superior with minimum moment applied to the towers but for practical reasons the
modified fan is preferred especially where many cables are necessary. In the modified fan
arrangement the cables terminate near to the top of the tower but are spaced from each other
sufficiently to allow better termination, improved environmental protection, and good access to
individual cables for maintenance.
The cable-stayed bridge is optimal for spans longer than cantilever bridges, and shorter
than suspension bridges. This is the range where cantilever bridges would rapidly grow heavier if the
span were lengthened, and suspension bridge cabling would not be more economical if the span
were shortened.
Contents
[hide]
1History
3Variations
o 3.4Extradosed bridge
6References
7Further reading
8External links
History[edit]
Cable-stayed bridges date back to 1595, where designs were found in Machinae Novae, a book
by Venetian inventor Fausto Veranzio. Many early suspension bridges were cable-stayed
construction, including the 1817 footbridge Dryburgh Abbey Bridge, James Dredge's
patented Victoria Bridge, Bath (1836), and the later Albert Bridge (1872) and Brooklyn Bridge (1883).
Their designers found that the combination of technologies created a stiffer bridge. John A.
Roebling took particular advantage of this to limit deformations due to railway loads in the Niagara
Falls Suspension Bridge.
The earliest known surviving example of a true cable-stayed bridge in the United States is E.E.
Runyon's largely intact steel or iron bridgewith wooden stringers and decking in Bluff Dale,
Texas (1890), or his weeks-earlier but ruined Barton Creek Bridge between Huckabay,
Texas and Gordon, Texas (1889 or 1890).[1][2] In the twentieth century, early examples of cable-stayed
bridges included A. Gisclard's unusual Cassagnes bridge (1899), in which the horizontal part of the
cable forces is balanced by a separate horizontal tie cable, preventing significant compression in the
deck, and G. Leinekugel le Coq's bridge at Lézardrieux in Brittany (1924). Eduardo Torrojadesigned
a cable-stayed aqueduct at Tempul in 1926.[3] Albert Caquot's 1952 concrete-decked cable-stayed
bridge over the Donzère-Mondragon canal at Pierrelatte is one of the first of the modern type, but
had little influence on later development.[3] The steel-decked Strömsund Bridge designed by Franz
Dischinger (1955) is therefore more often cited as the first modern cable-stayed bridge.
Other key pioneers included Fabrizio de Miranda, Riccardo Morandi and Fritz Leonhardt. Early
bridges from this period used very few stay cables, as in the Theodor Heuss Bridge (1958).
However, this involves substantial erection costs, and more modern structures tend to use many
more cables to ensure greater economy.
Abdoun Bridge, Amman, Jordan
Rio–Antirrio bridge, Patras, Greece
In suspension bridges, large main cables (normally 2) hang between the towers (normally 2), and
are anchored at each end to the ground. This can be difficult to implement when ground conditions
are poor. The main cables, which are free to move on bearings in the towers, bear the load of the
bridge deck. Before the deck is installed, the cables are under tension from their own weight. Along
the main cables smaller cables or rods connect to the bridge deck, which is lifted in sections. As this
is done, the tension in the cables increases, as it does with the live load of traffic crossing the bridge.
The tension on the main cables is transferred to the ground at the anchorages and by downwards
tug on the towers.
Suspension bridge
much greater stiffness than the suspension bridge, so that deformations of the deck under
live loads are reduced
can be constructed by cantilevering out from the tower - the cables act both as temporary
and permanent supports to the bridge deck
for a symmetrical bridge (i.e. spans on either side of the tower are the same), the horizontal
forces balance and large ground anchorages are not required
Variations[edit]
Side-spar cable-stayed bridge[edit]
Puente de la Unidad, joining San Pedro Garza García and Monterrey, a Cantilever spar cable-stayed bridge
Anzac Bridge, Sydney
A side-spar cable-stayed bridge uses a central tower supported on only one side. This design allows
the construction of a curved bridge.
Far more radical in its structure, the Puente del Alamillo (1992) uses a single cantilever spar on one
side of the span, with cables on one side only to support the bridge deck. Unlike other cable-stayed
types, this bridge exerts considerable overturning force upon its foundation and the spar must resist
the bending caused by the cables, as the cable forces are not balanced by opposing cables. The
spar of this particular bridge forms the gnomon of a large garden sundial. Related bridges by the
architect Santiago Calatrava include the Puente de la Mujer (2001), Sundial Bridge (2004)
and Chords Bridge (2008).
Cable-stayed bridges with more than three spans involve significantly more challenging designs than
do 2-span or 3-span structures.
In a 2-span or 3-span cable-stayed bridge, the loads from the main spans are normally anchored
back near the end abutments by stays in the end spans. For more spans, this is not the case and the
bridge structure is less stiff overall. This can create difficulties in both the design of the deck and the
pylons. Examples of multiple-span structures in which this is the case include Ting Kau Bridge,
where additional 'cross-bracing' stays are used to stabilise the pylons; Millau Viaduct and Mezcala
Bridge, where twin-legged towers are used; and General Rafael Urdaneta Bridge, where very stiff
multi-legged frame towers were adopted. A similar situation with a suspension bridge is found at both
the Great Seto Bridge and San Francisco–Oakland Bay Bridge where additional anchorage piers are
required after every set of three suspension spans - this solution can also be adapted for cable-
stayed bridges.[4]
Extradosed bridge[edit]
The extradosed bridge is a cable-stayed bridge but with a more substantial bridge deck that, being
stiffer and stronger, allows the cables to be omitted close to the tower and for the towers to be lower
in proportion to the span. The first extradosed bridges were the Ganter Bridge and Sunniberg
Bridge in Switzerland. A new extradosed bridge is also being planned to cross the St. Croix
River between Bayport, Minnesota and Houlton, Wisconsin in the Twin Cities.
A cradle system carries the strands within the stays from bridge deck to bridge deck, as a continuous
element, eliminating anchorages in the pylons. Each epoxy-coated steel strand is carried inside the
cradle in a one-inch (2.54 cm) steel tube. Each strand acts independently, allowing for removal,
inspection and replacement of individual strands. The first two such bridges are the Penobscot
Narrows Bridge, completed in 2006, and the Veterans' Glass City Skyway, completed in 2007.[5]
Related bridge types[edit]
Self anchored suspension bridge[edit]
A self-anchored suspension bridge has some similarity in principle to the cable-stayed type in that
tension forces that prevent the deck from dropping are converted into compression forces vertically
in the tower and horizontally along the deck structure. It is also related to the suspension bridge in
having arcuate main cables with suspender cables, although the self-anchored type lacks the heavy
cable anchorages of the ordinary suspension bridge. Unlike either a cable stayed bridge or a
suspension bridge, the self-anchored suspension bridge must be supported by falsework during
construction and so it is more expensive to construct.
3 Votes
Bukan hanya di Riau, di Propinsi Tetangga pun tak mau ketinggalan. Baru-baru ini
Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan merencanakan membangun Jembatan Musi III
yang menurut rencana berlokasi di Pasar Kuto, Jalan Slamet Riadi Palembang akan
segera terealisasi. Berdasarkan usulan dari Dinas PU Bina Marga Sumsel biaya kontruksi
Musi III ini bakal menghabiskan dana sebesar Rp 325 miliar. Jembatan Musi III dengan
type cable stayed bridge akan memiliki panjang total sekitar 1.550 meter, panjang total
jembatan cable stayed sekita 400 meter, bentang utama 250 meter, tinggi ruang bebas
15 meter dari permukaan air pasang, lebar ruang bebas 200 meter.
Sebenarnya, jembatan cable stayed sudah dikenal sejak lebih dari 200 tahun
yang lalu (Walther, dalam Supryadi, 2000: 197-207) yang pada awalnya era tersebut
umumnya dibangun dengan mengunakan kabel vertikal dan miring seperti ’Dryburgh
Abbey Footbridge’ di Skotlandia yang dibangun pada tahun 1817. Jembatan seperti ini
masih merupakan kombinasi dari jembatan cable stayed modern. Sejak saat itu jembtan
cable stayed banyak mengalami perkembangan dan mempunyai bentuk yang bervariasi
baik dari segi jenis material yang digunakan maupun segi estetika.
Pada dasarnya komponen utama jembatan cable stayed terdiri dari atas gelagar,
sistem kabel, dan menara atau pylon. Sistem kabel merupakan salah satu hal mendasar
dalam perencanaan jembatan cable stayed. Kabel digunakan untuk menopang gelagar
di antara dua tumpuan dan memindahkan beban tersebut ke menara. Secara umum
sistem kabel dapat dilihat sebagai tatanan kabel transversal dan tatanan kabel
longitudinal. Pemilihan tatanan kabel tersebut didasarkan atas berbagai hal karena akan
memberikan pengaruh yang berlainan terhadap prilaku strukstur terutama pada bentuk
menara dan tampang gelagar.
Selain itu akan berpengaruh pula pada metode pelaksanaan, biaya dan arsitektur
jembatan. Sebagian besar struktur yang sudah dibangun terdiri atas dua bidang kabel
dan diangkerkan pada sisi-sisi gelagar (Walther, 1988). Namun ada beberapa yang
hanya menggunakan satu bidang. Penggunaan tiga bidang atau lebih mungkin dapat
dipikirkan untuk jembatan yang sangat lebar agar dimensi balok melintang dapat
diperkecil.
Pemilihan bentuk menara sangat dipengaruhi oleh konfigurasi kabel, estetika, dan
kebutuhan perencanaan serta pertimbangan biaya. Bentuk-bentuk menara dapat
berupa rangka portal trapezoidal, menara kembar, menara ’A’, atau menara tunggal.
Selain bentuk menara yang telah disebutkan, masih banyak bentuk menara lain namun
jarang digunakan seperti menara ’Y’, menara ’V’ dan lain sebagainya.
Bentuk gelagar jembatan cable stayed sangat bervariasi namun yang paling sering
digunakan ada dua yaitu stiffening truss dan solid web (Podoiny and Scalzi, 1976).
Stiffening truss digunakan untuk struktur baja dan solid web digunakan untuk struktur
baja atau beton, baik beton bertulang maupun beton prategang. Pada awal
perkembangan jembatan cable stayed modern, stiffening truss mulai banyak digunakan
tetapi sekarang sudah mulai ditinggalkan dan jarang digunakan. Kekurangannya adalah
membutuhkan fabrikasi yang besar, perwatan yang relatif sulit, dan kurang menarik
dari segi estetika. Meskipun demikian dapat digunakan sebagai gelagar dengan alasan
memiliki sifat aerodinamika yang baik.
Perkembangan teknologi beton yang sangat cepat membuat baja mulai ditinggalkan
dan beralih ke gelagar beton yang dapat berupa beton precast atau cetak setempat.
Gelagar beton umumnya berupa gelagar box tunggal yang diberi pengaku lateral pada
jarak tertentu. Solid web yang terbuat dari beton precast mempunyai banyak
keuntungan, antara lain; struktur dek beton cenderung untuk tidak bergetar dan dapat
berbentuk aerodinamis yang menguntungkan, komponen gaya horizontal pada kabel
akan mengaktifkan gaya tekan pada sistem dek dimana beton sangat cocok untuk
menahan gaya desak, beton mempunyai berat yang sangat besar sehingga
perbandingan beban hidup dan beban mati menjadi kecil dan beban mati tidak
membesar, dan pemeliharaan yang lebih mudah karena beton tidak berkarat seperti
baja.***
https://ronymedia.wordpress.com/2010/06/27/mengenal-jembatan-cable-stayed-
modern/
Metoda Pelaksanaan
Pekerjaan Konstruksi
Jembatan
Bagian-bagian struktur utama dari konstruksi
jembatan adalah struktur pondasi, struktur abutment,
struktur pilar, struktur lantai jembatan, struktur
kabel, dan struktur oprit. Bagian metoda konstruksi
terpenting dalam konstruksi jembatan adalah proses
erection lantai jembatan, dimana banyak metoda
dimungkinkan untuk melakukan erection tersebut.
Kondisi medan,
Tipe alat yang telah dimiliki,
Kondisi akses menuju ke lokasi proyek,
Pertimbangan lalu lintas lama,
Tipe material dan struktur jembatan yang
digunakan, apakah baja atau beton.
Pertimbangan waktu pelaksanaan
Berikut adalah beberapa tipe metoda erection lantai
jembatan yang umumnya digunakan untuk berbagai
konstruksi jembatan :
Sistem Perancah
Sistem Service Crane
Sistem Launching Truss
Sistem Penggunaan Counter Weight dan Link-set
Sistem Launching Gantry
Sistem Traveller atau Heavy Gantry
Sistem Perancah
Keuntungan sistem perancah adalah
Minimnya alat angkat berat (service crane atau
gantry) yang diperlukan, mengingat pengecoran yang
dilakukan adalah ditempat
Lebih minimnya biaya erection akibat tidak
terlibatnya alat angkat berat, khususnya bila tipe ini
telah dimiliki (heavy duty shoring)
Kerugian sistem perancah adalah
žProduktivitas yang relatif rendah, karena
pekerjaan cor ditempat menuntut waktu yang lebih
lama untuk proses persiapan (formwork dan peracah)
dan proses setting beton.
žMenurut tipe tanah yang harus baik, dan bila
tanah yang ada untuk dudukan perancah kurang baik
maka akan berakibat perlunya struktur pondasi
khusus (luasan telapak yang lebar atau penggunaan
pondasi dalam).
Metode Perancah
http://taufikhurohman.blogspot.co.id/2012/12/metoda-pelaksanaan-pekerjaan-
konstruksi.html
Pembangunan jembatan sudah mengambil banyak bentuk struktural dari tahun ke tahun.
Jembatan yang dapat dilalui bisa digolongkan berdasarkan fungsinya seperti jalan raya,
jalan kereta api, pejalan kaki, dan semacamnya. Secara struktur dapat dibagi ke dalam
kategori bahan dari baja atau beton. Walaupun baja sudah umum digunakan dalam
konstruksi jembatan, tapi kemajuan terakhir di teknologi material, besi baja telah
memberikan dampak yang besar terhadap perkembangan perencanaan jembatan.
Keuntungan memakai material besi/ baja daripada beton
Selain kapasitas baja untuk menahan beban berat selama masa layan, perencanaan juga
harus memasukkan faktor arsitektur. berdasarkan pertimbangan itu
, jembatan baja menawarkan beberapa keuntungan daripada beton.
1. Besi baja mempunyai kuat tarik dan kuat tekan yang tinggi, sehingga dengan material
yang sedikit bisa memenuhi kebutuhan struktur.
2. Keuntungan lain bisa menghemat tenaga kerja karena besi baja diproduksi di pabrik,
sehingga di lapangan hanya tinggal pemasangannya saja.
3. Setelah selesai masa layan, besi baja bisa dibongkar dengan mudah dan dipindahkan ke
tempat lain, setelah masa layan, jembatan baja bisa dengan mudah diperbaiki dari karat
yang menyebabkan penurunan kekuatan strukturnya.
4. Pemasangan jembatan baja di lapangan lebih cepat dibandingkan dengan jembatan beton
dan memerlukan ruang yang relatif kecil di lokasi konstruksi. Ini adalah salah satu
keuntungan dari jembatan baja ketika lokasi itu berhubungan dengan lokasi proyek padat
dan sempit.
5. Rendahnya biaya pemasangan, jadwal konstruksi yang lebih cepat, dan keselamatan kerja
sewaktu pemasangan lebih terjamin.
Kelemahan memakai material besi/ baja daripada beton
· Fy = 240 Mpa
· Beban yang bekerja adalah beban Mati (DL) dan beban Hidup (LL), dimana berat sendiri
struktur sudah termasuk dalam pembebanan
Penyelesaian :
3) Akan tampil kotak dialog 2D truss Type Sloped Truss, isikan Number of Divisions = 6;
Heigh = 5; Devision Lenght = 6
4) Klik OK
5) Model sloped truss yang sudah dimasukkan datanya akan ditampilkan dalam 2 jendela
view, aktifkan XZ-View dengan memaximize pada jendela tersebut.
1) Pilih menu Define – Materials sehingga akan tampil kotak dialog Define Materials.
4) Klik OK
5) Klik OK
1) Pilih semua elemen struktur dengan jalan klik satu-satu elemen atau dengan jalan pilihan
windows maupun cross, seperti di materi AutoCAD
2) Pilih menu Assign – Frame – Frame Section
3) Akan tampil kotak dialog Frame Properties, klik Import New Property
5) Maka kita di suruh memilih file yang akan dipakai untuk memilih jenis baja, pilih
jenisAISCLRFD3.pro, klik open
6) Akan tampil pilihan jenis baja, pilih W14x90, klik OK
2) Pada kotak dialog Load Name ketik DL dengan Type = DEAD, dan self Weight Multiplier
defaultnya 1, pilih Modify Load
3) Ubah DL menjadi LL, pilih type-nya LIVE, klik Add New Load
4) Klik OK
2) Pilih menu Assign – Joint Loads – Forces, sehingga tampil kotak dialog Joint Forces,
pilihLoad Case Name = DL
5) Klik OK
6) Pilih ulang joint yang sebelumnya sudah terpilih melalui menu Select – Get Previous
Selection
7) Pilih menu Assign – Joint Loads – Forces, ubah Load Case Name menjadi LL
10) Klik OK
f. Menganalisis Model
2) Pilih menu Analyze – Set Analysis Options, sehingga akan muncul kotak dialog Analysis
Options
3) Pada Fast DOFs pilih Plane Frame (XZ Plane)
4) Klik OK
7) Setelah proses selesai akan muncul pesan ANALYSIS COMPLETE, seperti gambar di bawah
ini
8) Klik OK, maka akan tampil bentuk struktur terdeformasi, seperti gambar di bawah ini
1) Reaksi Perletakan
a) Pilih menu Display – Show Forces/Stresses Joints, akan tampil kotak dialog Joint Reaction
Forces
b) Pilih Reaction pada type dan beri tanda ? pada Show as Arrows
c) Klik OK
a) Pilih menu Display – Show Forces/Stresses – Frame, akan ditampilkan kotak dialog
Member Forces Diagram for Frames.
b) Pada Component, pilihan Axial untuk menampilkan gaya normal, pilihan Shear 2-2 untuk
enampilkan gaya lintang; Moment 3-3 untuk menampilkan gaya momen.
c) Pada Optionts, bila di klik pada Fill Diagram, maka gaya-gaya akan ditampilkan dalam
bentuk gambar blok yang berwarna sesuai , bila pada Show Values on Diagram di klik maka
nilainya akan ditampilkan dan gambarnya berupa arsiran garis.
3) Nilai Displacement
c) Bawa pointer ke salah satu titik joint sehingga akan ditampilkan nilai lendutan /
displacement
1) Pilih menu Option – Preferences – Steel Frame Design, akan tampil kotak diaolog Steel
Frame Design Preferences for AICS-LRFD93 sebagai defaulnya.
2) Klik OK
3) Pilih menu Design – Steel Frame Design – Start Design/Check Strukture dan akan tampil
gradasi warna yang menunjukkan perbandingan tegangan di setiap elemen struktur.
4) Kllik kanan pada elemen, akan ditampilkan jendela informasi tentang pertancangan dan
kontrol tegangan baja di sepanjang element
5) Klik detail untuk mengetahui informsi lebih lengkap
Metodologi Pekerjaan
Konstruksi Jembatan
MAY 26, 2013
Bagian-bagian struktur utama dari konstruksi jembatan adalah struktur pondasi, struktur
abutment, struktur pilar, struktur lantai jembatan, struktur kabel, dan struktur oprit. Bagian
metoda konstruksi terpenting dalam konstruksi jembatan adalah proses erection lantai
jembatan, dimana banyak metoda dimungkinkan untuk melakukan erection tersebut.
1. Sistem Perancah
Keuntungan sistem perancah adalah
Minimnya alat angkat berat (service crane atau gantry) yang diperlukan, mengingat
pengecoran yang dilakukan adalah ditempat
Lebih minimnya biaya erection akibat tidak terlibatnya alat angkat berat, khususnya bila
tipe ini telah dimiliki (heavy duty shoring)
Produktivitas yang relatif rendah, karena pekerjaan cor ditempat menuntut waktu
yang lebih lama untuk proses persiapan (formwork dan peracah) dan proses setting
beton.
Menurut tipe tanah yang harus baik, dan bila tanah yang ada untuk dudukan
perancah kurang baik maka akan berakibat perlunya struktur pondasi khusus (luasan
telapak yang lebar atau penggunaan pondasi dalam).
Metode Perancah
Konstruksi Jembatan
MAY 26, 2013
Konstruksi Jembatan
Pernahkah adik-adik melewati sebuah jembatan? Terbuat dari apakah jembatan
yang pernah adik-adik lewati itu? Sebenarnya apakah dan terbuat dari apa sajakah
jembatan itu? Yuks kita simak penjelasan berikut ini…
Jembatan adalah suatu struktur bangunan yang berfungsi untuk menghubungkan dua
bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam,
alur sungai, saluran irigasi dan pembuangan, jalan kereta api, waduk, dan lain-lain. Desain
dari jembatan bervariasi tergantung pada fungsi dari jembatan atau kondisi bentuk
permukaan bumi dimana jembatan tersebut dibangun.
Jaman dahulu, jembatan pertama kali dibuat dengan menggunakan gelondongan kayu
dengan pondasi yang sederhana untuk menyeberangi sungai. Pada abad ke 18, muncullah
inovasi desain akan jembatan-jembatan kayu dan seiring dengan revolusi industri pada
abad ke 19, sistem rangka batang mulai diterapkan untuk membangun jembatan. Selain itu,
jaman dahulu jembatan juga dibangun menggunakan dua utas tali atau rotan yang diikat
pada bebatuan di tepi sungai.
Saat ini jembatan kayu masih sering kita temukan didaerah pedesaan sebagai jalur
penghubung antara suatu daerah ke daerah lainnya yang dipisahkan oleh sungai. Alasan
kenapa jembatan kayu saat ini masih banyak digunakan pada daerah pedesaan adalah
karena bahannya mudah didapatkan dan selain itu juga lebih mudah dikerjakan dan lebih
ekonomis bila dibandingkan menggunakan jembatan jenis lain.
Kemudian seiring perkembangan jaman, batu pun digunakan untuk membangun jembatan
tetapi cuma sebagai rangka. Macam dan bentuk serta bahan yang digunakan mengalami
perubahan sesuai dengan kemajuan jaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sekali
sampai pada konstruksi yang canggih. Saat ini, sudah bermacam-macam bahan yang
digunakan untuk membangun sebuah jembatan seperti beton, baja, kabel yang diregangkan
lurus, dan lain-lain.
Berikut ini merupakan beberapa jenis jembatan :
Dari segi letaknya:
1. Jembatan diatas sungai
2. Jembatan diatas saluran sungai irigasi/ drainase
3. Jembatan diatas lembah
4. Jembatan diatas jalan yang ada / viaduct
Dari segi struktur:
1. Jembatan batang kayu (Log bridge)
2. Jembatan alang (Beam bridge)
3. Jembatan kerangka (Truss bridge)
4. Jembatan gerbang tertekan (Compression arch bridge)
5. Jembatan gantung (Suspension bridge)
6. Jembatan kabel-penahan (Cable-stayed R bridge)
7. Jembatan penyangga (Cantilever bridge)
8. Jembatan bisa pindah
Sumber: Dari berbagai sumber
https://radenshinta86.wordpress.com/tag/struktur-bangunan/