MANUAL PERENCANAAN
STRUKTUR BETON
BERTULANG UNTUK
JEMBATAN
Oktober
Tahun 2006
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Manual perencanaan ini juga dilengkapi contoh-contoh perhitungan dan tabel-tabel untuk
memudahkan analisis maupun desain elemen-elemen struktur beton bertulang. Satu paket
dengan manual ini juga disertakan program sederhana untuk menganalisis struktur beton
bertulang seperti balok (persegi tulangan tunggal dan ganda, balok-T tulangan tunggal
dan ganda, balok penampang lingkaran, dan balok segi-n simetris), kolom (penampang
persegi, lingkaran dan segi-n simetris, diagram interaksi uni aksial, pembesaran momen),
pelat dan korbel.
Disadari bahwa masih banyak hal yang harus dipelajari dan disempurnakan. Oleh
karenanya diharapkan berdasarkan pengalaman selama penggunaan manual ini, akan
diperoleh suatu umpan balik yang berharga dalam upaya meningkatkan dan memperluas
manual perencanaan ini.
Demikian Manual Perencanaan ini disampaikan, atas perhatian dan masukan yang telah
diberikan diucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN.................................................................................................... 1-1
1.1 Ruang Lingkup ................................................................................................... 1-1
1.2 Pemahaman terhadap Struktur Jembatan............................................................ 1-1
1.2.1 Umum .......................................................................................................... 1-1
1.2.2 Tipikal Struktur Atas Jembatan ................................................................... 1-3
1.2.3 Tipikal Struktur Bawah Jembatan.............................................................. 1-10
2.5 Sifat dan Karakteristik Material Baja Tulangan Prategang .............................. 2-15
2.5.1 Kekuatan nominal ...................................................................................... 2-15
2.5.2 Tegangan ijin ............................................................................................. 2-15
2.5.3 Modulus elastisitas..................................................................................... 2-16
2.5.4 Lengkung tegangan-regangan.................................................................... 2-16
2.6 Beban Rencana ................................................................................................. 2-16
2.7 Persyaratan Kekuatan Beton............................................................................. 2-16
2.8 Persyaratan Selimut Beton................................................................................ 2-17
10.8.3 Tegangan batas baja prategang untuk tendon terlekat (bounded)............ 10-13
10.8.4 Tegangan analitis batas baja prategang untuk tendon yang tidak terlekat
(unbounded) .......................................................................................................... 10-14
10.8.5 Kekuatan rencana..................................................................................... 10-14
10.8.6 Kekuatan minimum.................................................................................. 10-14
10.8.7 Syarat tulangan maksimum...................................................................... 10-15
10.8.8 Tulangan Minimum Non-Prategang ........................................................ 10-16
10.9 Perencanaan Balok Terhadap Geser ............................................................... 10-16
10.9.1 Kekuatan Geser Batas Nominal ............................................................... 10-16
10.9.2 Kekuatan Geser Batas Yang Disumbangkan Oleh Beton........................ 10-17
10.9.3 Kekuatan Geser Batas Yang Disumbangkan oleh Tulangan Geser......... 10-18
10.9.4 Kekuatan Geser Batas Rencana ............................................................... 10-19
10.9.5 Gaya Geser Maksimum Di Dekat Tumpuan............................................ 10-19
10.9.6 Tulangan geser minimum ........................................................................ 10-20
10.9.7 Persyaratan tulangan geser....................................................................... 10-20
10.10 Perencanaan Balok Terhadap Puntir............................................................... 10-21
10.11 Komponen struktur pelat ................................................................................ 10-21
10.12 Daerah pengangkuran untuk angkur prategang .............................................. 10-23
10.12.1 Angkur untuk komponen prategang pasca tarik ...................................... 10-23
10.12.2 Pembebanan yang diperhitungkan ........................................................... 10-23
10.12.3 Perhitungan gaya tarik sepanjang garis kerja gaya angkur...................... 10-24
10.12.4 Jumlah dan distribusi tulangan................................................................. 10-24
10.12.5 Angkur Untuk Komponen Prategang Pratarik......................................... 10-25
10.12.6 Detail penulangan khusus pada daerah pengangkuran ............................ 10-25
10.13 Panjang penyaluran untuk tendon pratarik ..................................................... 10-26
10.14 Penyaluran tegangan pada tendon pasca tarik dengan pengangkuran............ 10-26
1 PENDAHULUAN
*) berlaku juga untuk kategori dua beton terakhir dengan catatan perlu penyesuaian
perilaku dan penelitian yang dapat diterima.
Jembatan adalah suatu bangunan struktural yang digunakan untuk melewatkan orang
atau kendaraan di atas dua daerah/kawasan atau ruang yang terpisah oleh sungai,
lembah, jurang, jalan atau hambatan fisik lainnya.
Adapun yang dimaksud dengan struktur atas jembatan adalah semua komponen yang
berada di atas perletakan jembatan. Fungsi dari struktur atas adalah sebagai elemen
horizontal yang menahan beban-beban di atas lantai kendaraan untuk ditransfer ke
elemen struktur bawah atau ke perletakan.
3. Member Primer
Member primer fungsinya mendistribusikan beban secara longitudinal (searah lalu
lintas) dan secara prinsif biasanya direncanakan untuk menahan lenturan. Member
utama tipe balok seperti beton I-girder, T-girder, box-girder atau lainnya.
4. Member Sekunder
Member sekunder adalah pengaku diafragma atau ikatan antara member primer
yang direncanakan untuk menahan deformasi struktur atas dalam potongan arah
melintang dan membantu mendistribusikan sebagian beban vertikal di antara
girder-girder.
Elemen struktur bawah biasanya dapat berupa kolom pier ,dinding ataupun berupa
pangkal jembatan (abutment).
Adapun bagian fondasi jembatan biasanya dapat berupa fondasi dalam, atau fondasi
dangkal.
Secara umum struktur atas jembatan dapat dibedakan menjadi 4 bagian menurut
material pembentuk elemen strukturnya :
1. jembatan struktur beton
2. jembatan struktur baja
Tidak dibahas dalam manual ini
3. Jembatan struktur kayu
Jembatan struktur atas beton yang dimaksudkan di sini adalah jembatan yang dibuat
dari material beton baik pada keseluruhan ataupun sebagian elemen struktur
pembentuknya. Elemen struktur horizontal pada jembatan struktur beton biasanya
dapat berupa gelagar beton I-Girder, T-Girder, box girder, concrete slab (pelat beton),
voided slab (pelat berongga). Pada jembatan Struktur beton I-Girder atau T-Girder,
balok gelagar jembatan dibuat terpisah pada saat pembuatannya, kemudian setelah
ereksen disatukan dengan pelat kendaraan secara integral agar terjadi komposit.
Adapun box girder, pelat kendaraan disatukan dengan elemen gelagarnya secara
integral dari semula pembuatannya.
Adapun pembahasan mendetail dalam laporan ini akan dititik beratkan pada elemen-
elemen struktur atas yang terbuat dari beton bertulang saja.
Sedikit berbeda dengan pilar, pangkal jembatan selain memikul gaya-gaya vertikal
maupun horizontal dari superstructure, pangkal juga difungsikan sebagai dinding
penahan tanah. Oleh karena fungsinya sebagai penahan tanah maka elemen struktur
ini biasanya tertimbun di dalam tanah.
Untuk prosedur dan asumsi dalam perencanaan jembatan serta besarnya beban rencana
harus mengikuti ketentuan berikut:
• Struktur menahan semua beban yang mungkin bekerja padanya.
• Beban ditentukan berdasarkan Peraturan Pembebanan untuk Jembatan Jalan Raya.
• Menahan beban angin dan gempa pada arah lateral.
Secara umumnya PBL adalah tegangan yang bekerja dibatasi oleh suatu nilai tegangan
ijin dari material struktur.
tegangan _ ultimate
Tegangan Kerja ≤ Tegangan ijin =
SF
Dengan demikian perencanaan secara PBL dilakukan untuk mengantisipasi suatu kondisi
batas layan, yang terdiri antara lain dari:
• Tegangan kerja.
• Deformasi permanen.
• Vibrasi.
• Korosi, retak dan fatik.
• Bahaya banjir di sekitar jembatan.
Kuat tekan
Kuat tekan beton untuk jembatan beton non prategang pada umur 28 hari, fc`
harus ≥ 20 MPa dan sedangkan untuk beton prategang 30 MPa..
Kuat tarik
Kuat tarik langsung dari beton, f ct bisa diambil dari ketentuan:
Tegangan ijin tekan pada kondisi beban sementara atau kondisi transfer gaya
prategang untuk komponen beton prategang.
Tegangan tekan ijin penampang beton, σtk = 0,60 f ci ’
Dimana:
f ci ’ adalah kuat tekan beton initial pada saat transfer gaya prategang.
Tegangan ijin tarik pada kondisi transfer gaya prategang untuk komponen beton
prategang.
Tegangan tarik yang diijinkan pada saat transfer gaya prategang:
• 0,25 f ci ’ (selain di perletakan).
Modulus elastisitas beton, EC , Nilainya tergantung pada mutu beton, yang terutama
dipengaruhi oleh material dan proporsi campuran beton. Nilai EC untuk beton normal
sebagai berikut:
• E C = wc
1, 5
(0,043 )
fc ' ,
fc’
12”
Secant modulus 6”
Strain, ε
Bila tidak dilakukan pengukuran atau pengujian secara khusus, nilai regangan susut
rencana beton pada umur t (hari), ε cs.t untuk beton yang dirawat basah di lokasi
pekerjaan:
ε cs.t = (t / (35 + t ))ε cs.u (2.3-1)
Dengan pengertian:
ε cs.t = nilai regangan susut beton pada umur t hari, dan
ε cs.u = nilai susut maksimum beton, yang besarnya bisa diambil sebagai:
Nilai λcs ditentukan oleh kondisi campuran beton dan lingkungan pekerjaan:
λ cs = K h s . K d s . K s s . K F s . K b s . K ac s (2.3-3)
Dengan pengertian:
t = Umur beton yang dirawat basah dilokasi pekerjaan , terhitung sejak 7 hari
setelah pengecoran [hari]
s
Kh = Faktor pengaruh kelembaban relatief udara setempat [H (%)]
s
Kd = Faktor pengaruh ketebalan komponen beton [d (cm)]
s
Ks = Faktor pengaruh konsistensi (slump) adukan beton [s (cm)]
s
Kf = Faktor pengaruh kadar agregat halus dalam beton [F (%)]
dibawah.
a.(a). Kelembaban
KelembabanRelatif,
relatif, H %
H%
(b). Ketebalan minimum d (cm)
Untuk komponen beton yang dirawat dengan cara penguapan (steam cured), maka nilai
ε cs.t ditentukan oleh rumusan (2.3-4) dibawah ini:
ε cs.t = (t / (55 + t ))ε cs.u (2.3-4)
Dimana t menyatakan umur beton yang dirawat dengan cara penguapan, terhitung sejak
1-3 hari setelah pengecoran, dalam satuan hari.
Rangkak, merupakan regangan jangka panjang yang tergantung waktu pada suatu kondisi
tegangan tetap :
ε cc.t = Φ cc (t ).ε e (2.3-5)
CU = 2,35γ CC (2.3-7)
γ CC = K h c .K d c .K s c .K f c .K ac c .K to c (2.3-8)
Keterangan:
εe = regangan elastis sesaat akibat bekerjanya tegangan tetap
c c c c c c
Besaran faktor-faktor K h , K d , K s , K f , K ac dan K to dapat diambil dari gambar 2.4
dibawah.
Namun demikian bila tidak dilakukan suatu perhitungan rinci seperti diatas, maka dalam
asumsi pada suatu kondisi yang standar, nilai koefisien rangkak maksimum C u bisa
tidak boleh didasarkan pada kuat leleh f y yang melebihi 550 MPa, kecuali untuk
tendon prategang.
dibawah ini:
¾ f ti ≤ 140 MPa ( untuk tulangan dengan f y = 300 MPa ).
¾ f ti ≤ 170 MPa ( untuk ulangan dengan f y ≥ 400 MPa, dan anyaman kawat
Modulus elastisitas
Modulus elastisitas baja tulangan, E s bisa diambil sebesar:
¾ 200.000 MPa
¾ Ditentukan dari hasil pengujian.
sebesar mutu baja yang disebutkan oleh fabrikator berdasarkan sertifikat fabrikasi
yang resmi.
Untuk lingkungan korosif atau di laut, diperlukan spesifikasi beton yang lebih
khusus.
Tabel 2-3 Selimut beton berdasarkan diameter tulangan pada beton non prategang
Cara lain dari perlindungan korosi boleh dilakukan dengan tulangan yang dilindungi
epoxi (epoxy-coated), pelapisan ulang beton, atau membran rapat, atau kombinasi dari
cara-cara tersebut di atas.
3 METODOLOGI PERENCANAAN
3.1 PENDAHULUAN
Bagian ini memberikan lingkup peninjauan metodologi perencanaan yang dianut oleh
panduan ini untuk mencapai pokok-pokok yang terdaftar dibawah.
Pokok-pokok tersebut lebih lengkap dijelaskan dalam Bagian 3. Untuk mencapai pokok-
pokok tersebut digunakan tahapan perencanaan seperti diuraikan dibawah.
Definisi Masalah
Mencari Alternatif
Rencana Permulaan
Evaluasi Permulaan
Pemilihan
Modifikasi
Rencana Akhir
Evaluasi Akhir
Dokumentasi
Pelaksanaan
Penggunaan
Faktor utama dalam tahapan tersebut dibahas dalam panduan ini sebagai berikut:
B. Filosofi Perencanaan
Terdapat dua pendekatan dasar untuk menjamin keamanan struktural yang diijinkan oleh
Peraturan Jembatan.
1. Perencanaan berdasarkan Beban dan Kekuatan Terfaktor (PBKT)
2. Perencanaan berdasarkan Batas Layan (PBL)
C. Beban-beban Rencana
i. Beban Rencana Tersendiri
Beban permanen, lalu lintas dan lingkungan dibahas secara rinci dalam Peraturan
Pembebanan untuk jembatan, RSNI.
ii. Kombinasi Beban
Dalam Rencana Keadaan Batas suatu beban rencana tertentu mempunyai tiga nilai
terpisah sebagai berikut:
• Nilai nominal
• Nilai maksimum mungkin disebut nilai ”normal” atau ”biasa”
• Nilai minimum mungkin disebut nilai ”terkurangi”
Nilai normal dan terkurangi diperoleh dengan memberi faktor penggali pada beban
nominal seperti diuraikan dalam Tabel 3.1.
D. Analisis Struktur
Analisis struktur mencakup idealisasi struktur dan pondasi pada aksi beban rencana
sebagai suatu model numerik. Dari model tersebut gaya dalam beban rencana tersendiri,
deformasi dan stabilitas keseluruhan struktur dapat dihitung.
Berat sendiri, K MS
U Baja alumunium 1.1 0.9
Beton pracetak 1.2 0.85
Beton cor ditempat 1.3 0.75
Kayu 1.4 0.7
Beban mati Kasus umum 2.0 0.7
tambahan, K MA
U Kasus khusus 1.4 0.8
U
Pengaruh Susut, K SR _ 1.0
U
Pengaruh Pratekan, K TB _ 1.0 (1.15 pada saat transfer)
Tekanan Tanah, K TB
U Tekanan tanah 1.25 0.8
vertikal
Tekanan tanah lateral 1.25 0.8
• aktif 1.40 0.7
• pasif 1.25 0.8
• diam (at rest)
Pengaruh tetap pelaksanaan,
U _ 1.25 0.80
K PL
Beban Lajur ” D ”, K TD
U _ 2.0 0 (tidak ada)
Beban Lajur ” T ”, K TT
U _ 2.0 0 (tidak ada)
Gaya Rem, K TB
U _ 2.0 0 (tidak ada)
Gaya Sentrifugal, K TR
U _ 2.0 0 (tidak ada)
Bagian Peraturan
R
Situasi Rencana padamana, faktor Faktor reduksi kekuatan K c
reduksi digunakan
Lentur dengan atau tanpa tarik aksial; dan 0.8
tarik aksial
Kombinasi lentur dan tekan aksial dimana :
I. N u ≥ N ub 0.7 (sengkang)
0.65 (spiral)
II. N u ≥ N ub dan K u ≤ 0.4 untuk
kekuatan penampang dalam lentur
0.7 + 0.15 ( 1 − N u / N ub )
murni.
III. N u ≥ N ub dan K u > 0.4
untuk kekuatan penampang dalam
0.6 + [(0.75M ud / M u ) − 0.6](1 − N u / N ub )
lentur murni.
Geser 0.7
Puntir 0.7
Tumpuan 0.7
Lentur, geser dan tekan dalam beton polos 0.7
Lentur, geser dan tarik dalam hubungan 0.7
Tekanan dan tarikan dalam aksi penunjang
dan pengikat 0.7
4.1 UMUM
Kekuatan lentur dari balok beton bertulang sebagai komponen struktur jembatan harus
direncanakan dengan menggunakan cara ultimit atau cara Perencanaan berdasarkan
Beban dan Kekuatan Terfaktor (PBKT). Walaupun demikian, untuk perencanaan
komponen struktur jembatan yang menggunakan suatu pembatasan tegangan kerja, atau
ada keterkaitan dengan aspek lain yang sesuai batasan perilaku deformasinya, atau
sebagai cara perhitungan alternatif, bisa digunakan cara Perencanaan berdasarkan Batas
Layan (PBL).
Dalam kondisi batas PBKT ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Faktor pengali beban seperti terlihat pada Tabel 3.1.
2. Faktor reduksi kekuatan diambil sesuai dengan Tabel 3.2.
Diasumsikan bahwa tegangan beton = 0,85 f c ' terdistribusi merata pada daerah tekan
Regangan Tegangan
β 1 ≥ 0,65.
Ada beberapa kondisi keruntuhan yang dapat terjadi pada struktur beton, yaitu dapat
dibagi menjadi 3 bagian :
1. Keruntuhan tarik (under-reinforced) Æ tulangan baja leleh lebih dulu (daktail)
2. Keruntuhan tekan (over-reinforced) Æ beton hancur lebih dulu (regangan
beton εc mencapai εcu = 0.003) sebelum tulangan baja leleh (getas)
3. Keruntuhan berimbang (balanced) Æ regangan beton εc mencapai εcu = 0.003
bersamaan dengan lelehnya tulangan baja, εs = εy
b 0.85f’c
εcu = 0.003
c a Cc
g.n. d
h jd = (d-a/2)
As
εy=fy/Es Ts = As x fy
Gambar 4.3 Penampang , Regangan dan Gaya dalam Balok Kondisi Berimbang
0.003 εy
=
cb d − cb
Persamaan untuk menentukan garis netral saat setimbang, cb dan tinggi tekan beton, ab
0.003d − 0.003c b = ε y c b
c b (0.003 + ε y ) = 0.003d
0.003d 0.003d
cb = ⇒ a b = β1c b = β1
(0.003 + ε y ) (0.003 + ε y )
Persamaan untuk menentukan ρ bal
C = T ⇒ 0.85 f c′ba b = As(bal) f y
0.85 f c′ba b 0.85 f c′bβ1d ⎛⎜ 0.003 ⎞⎟ Es
As(bal) = = * *
fy fy ⎜ 0.003 + ε ⎟ E
⎝ y ⎠ s
b 0.85f’c
εcu = 0.003 a/2
c a Cc
g.n. d
h jd = (d-a/2)
Mu
As
εs > εy Ts = As x fy
Gambar 4.4 Penampang , Regangan dan Gaya dalam Balok Kondisi Keruntuhan Tarik
As f y
a= (4.2-3)
0.85 f cb
Mn = Ts (d - a/2) = Cc (d - a/2)
= As fy (d - a/2) (4.2-4)
Pengecekan momen ultimit, Mu, dimana momen ultimit Mu harus lebih kecil dari momen
nominal setelah dikali faktor reduksi , φ=0.8
φMn ≥ Mu
Kemudian bila sisi kiri dan kanan dibagi dengan bd2 diperoleh
Mn
= ω ⋅ f c '⋅(1 − 0.59 ⋅ ω ) ; dimana Mn = Mu/φ dan ω = ρ fy/fc (4.2-6)
bd 2
Bila Mn disubstistusi dengan Mu/φ dan sisi kanan dinamai dengan R, maka
Mu
=φ⋅R (4.2-7)
bd 2
Selanjutnya hubungan antara Mu dan R sebagai fungsi dari ρ dapat ditabelkan untuk
kepentingan perhitungan analisis dan desain.
2. Hitung ρ=As/bw.d
7. As = ρ b d
Rasio tulangan beton diperoleh dengan mengganti luas tulangan dalam persamaan (4.2-5)
dengan ρ = As/bd, kemudian dengan rumus ABC diperoleh akar persamaan sebagai
berikut :
2 Mn
1+ 1−
0.85 f cbd 2
ρ= (4.2-8)
fy / 0.85 f c `
f `
c ≤ 30 MPa
Ya Tdk
0,05
β 1 = 0,85 − ( f c` − 30 )
7
β 1 = 0 ,85
Ya
β 1 < 0,65 β 1 = 0,65
Batas Atas :
Batas bawah
⎛ f ' c 1,4 ⎞
ρ min = max ⎜⎜ , ⎟
⎟
⎝ 4 fy fy ⎠
ρ ' ≤ ρ m ax
Ya
Tdk
Tdk
ρ ' < ρ min ρ' ρ min
Dimensi Baru Ya
d, bw
As := ρ ' ⋅ bw ⋅ d
Selesai
Mn ≥ 1,2 M cr (momen retak), yang dipenuhi oleh suatu persyaratan tulangan tarik
minimum sebagaimana disampaikan dalam sub bab dibawah ini.
b) Pada balok T sederhana dengan bagian sayap tertarik, As min tidak boleh kurang dari
dan
fc '
As min = bf d (4.2-12)
4 fy
c) Sebagai alternatif, untuk komponen struktur yang besar dan masif diperlukan luas
tulangan pada setiap penampang, baik akibat momen positif atau negatif, paling
sedikit harus sepertiga lebih besar dari yang diperlukan berdasarkan analisis, atau
dihitung sebagai berikut:
4
φ Mn ≥ Mu
3 (4.2-13)
Untuk beton non-prategang dengan beban aksial Pu ≤ 0,1 f c ' Ag maka rasio tulangan
Jarak bersih minimum antara tulangan sejajar, seikat tulangan dan sejenisnya dalam satu
lapis tidak boleh kurang dari: (lihat AASHTO bagian 5.10.3)
a. 1,5 x diameter agregat; atau
b. 1,5 x db (db = diameter tulangan); atau
c. 40 mm
Jarak bersih antara lapisan tidak boleh kurang dari diameter tulangan (db) atau 25 mm.
DIBERIKAN :
fc’ = 35 MPa
fy = 400 MPa
h = 600
diabaikan
5D25
b=300 m
RSNI-T12-04
LANGKAH 1 : Menentukan faktorβ1 Pasal 5.1.1.1
Faktor β1 tergantung dari
0.05
β1 := 0.85 − ⋅ ( fc − 30) if fc > 30 β1 = 0.814 mutu beton, jika kurang
7 dari 30 MPa nilainya 0.85,
Tulangan Beton
Diameter Ds := 25⋅ mm
1 2 2
Luas unit tulangan Ab := ⋅ π⋅ Ds Ab = 4.909cm
4
Jumlah n := 5
3 2
Luas total tul. As := n ⋅ Ab As = 2.454 × 10 mm
As
ρ := ρ = 1.532%
b⋅ d
Mn := As ⋅ fy⋅ ⎛⎜ d −
a⎞
⎟ Mn = 470.257kN⋅ m
⎝ 2⎠
φ⋅ Mn = 329.18kN⋅ m
As
ρ := ρ = 1.532%
b⋅ d
LANGKAH 3 : Interpolasi
Interpolasi nilai Mu/bd2 di antara Ast/(b*d) = 0.0153 dan 0.0154
4.4178 − 4.3924
Mu/bd2 = 4.3924 + ⋅ ( 0.01532 − 0.0153) = 4.397
0.0154 − 0.0153
2 8
⇒ Mu := 4.397MPa⋅ b ⋅ d Mu = 3.761 × 10 N⋅ mm RSNI-T12-04
Pasal 4.5.2
Faktor Reduksi
⇒ φMn = Mu = 376.149kN⋅ m φ = 0.8 (lentur)
DL Æ 40 kN/m
LL Æ 15 kN/m
PLL=80 kN
L=10 m
DIBERIKAN :
MOMEN
1 2
M DL := ⋅ Qdl⋅ L M DL = 500kN⋅ m
Beban mati 8
1 2
M LL := ⋅ QLL⋅ L M LL = 187.5kN⋅ m
Beban hidup 8
1
Beban hidup terpusat M LL2 := ⋅ PLL⋅ L M LL2 = 200kN⋅ m
4
GESER
1
VDL := ⋅ Qdl⋅ L VDL = 200kN
Beban mati 2
1
VLL := ⋅ QLL⋅ L VLL = 75kN
Beban hidup 2
1
Beban hidup terpusat VLL2 := ⋅ PLL VLL2 = 40kN
2
LANGKAH 2 : Pradimensi
R := ω⋅ fc⋅ ⎛⎜ 1 − ⋅ ω ⎞⎟
fy 1
ω := ρ ⋅
fc ⎝ 2⋅ 0.85 ⎠
ω = 0.194 R = 3.434MPa
φ⋅ R = 2.747MPa
3
2 Mu 3 Mu 2Mu
bw⋅ d ⇒ 0.5⋅ d ⇒ d := d = 1.012 m
φ⋅ R φ⋅ R φ⋅ R
ρ' = 0.62278%
Mu
a) Hitung = 1.847MPa
2
bw⋅ d
Lampiran A1
RSNI-T12-04
Berdasarkan RSNI-T12-2004 pasal 5.1.1.6 Pasal 5.1.1.6
Rasio tulangan maksimum
ρmax := 0.75⋅ ρb ρmax = 1.453% Rasio luas tulangan, ρ
tidak boleh lebih besar dari
ρ := ρ' if ρmin ≤ ρ' ≤ ρmax
ρ = 0.623% ρmax=0.75ρb (over
ρmin if ρ' < ρmin reinforced). Jika lebih
kecil dari ρmin maka
"Tidak OK" otherwise
ρ=ρmin.
2
Asreq := ρ ⋅ bw⋅ d Asreq = 42.374cm
Ds := 32⋅ mm
1 2 2
As1 := ⋅ π⋅ Ds As1 = 8.042cm
4
n := ceil⎛⎜ ⎞
Asreq
Ambil saja jumlah tulangan , ⎟ n=6
⎝ As1 ⎠
2
As := n ⋅ As1 As = 48.255cm
Spasi aktual
bw − 2⋅ dc − 2⋅ 13mm − Ds
− Ds = 60.4mm OK !
n−1
Effek dari digunakannya tulangan tekan terhadap kekuatan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan panjang lengan momen, jd2 sedikit lebih besar dari tanpa tulangan
tekan (jd1) karena tinggi tekan beton, a berkurang dengan demikian
meningkatkan momen nominal penampang beton.
2. Secara umum penambahan tulangan tekan untuk ρ = 0.015 terdapat peningkatan
momen nominal sebesar 5% saja, dengan demikian pengaruhnya sangat kecil.
a1 Cc
jd1
As
Ts=Asfy
a2 < a1 Cc + Cs
As’
jd2 > jd1
As
Ts=Asfy
Dalam melakukan analisis balok tulangan ganda, dapat kita bayangkan bahwa
penampang balok terbagi menjadi balok-1, terdiri dari tulangan tekan pada bagian atas
dan tulangan tarik yang cukup pada bagian bawah, dan balok-2 terdiri dari penampang
balok tulangan tarik tunggal pada bagian bawah dan daerah tekan beton pada bagian atas.
0.003
d' C=Cc + Cs
c εs’
As’
d jd2 > jd1
As
Ts=Asfy
εs
Cs=As’fs’ Cc
As’
(d-d`) (d-a/2)
As1 As2
Ts1=As1fy Ts2=As2fy
Tegangan tulangan tekan, fs` seperti ditunjukan pada balok-1 Gambar 4.7 menunjukkan
distribusi regangan, εs’ pada balok dengan tulangan tekan.
⎛ c − d'⎞ 4.3-1
εs ' = ⎜ ⎟ ⋅ 0.003
⎝ c ⎠
⎛ d'⎞ 1 ⎛ fy ⎞ 4.3-3
⎜ ⎟ = ⎜1 − ⎟
a
⎝ ⎠ batas β 1 ⎝ 600 ⎠
Balok dengan tulangan tekan leleh dapat dijelaskan dengan membuat dua penampang
balok imajiner seperti sudah dijelaskan di atas.
Balok-2 : terdiri dari beton dan sisa tulangan , As2 = Ast – As1
Cc = Ts2
Dengan demikian kapasitas momen nominal total balok dengan tulangan tekan adalah
sebagai berikut
Mn = Mn1 + Mn2
Mn = As’ (d-d’) + (As – As’) fy (d- a/2 ) 4.3-8
Bila As’ = r As (persentasi terhadap tulangan tarik totalnya) disubstitusikan kedalam pers.
4.3-8, maka dapat dihitung momen nominal tulangan ganda, MnD sebagai perbandingan
terhadap momen nominal tulangan tunggal, Mns.
⎛
Mn D = ⎜1 + r
(1 − 0.5r − d ' / a1) ⎞ Mn 4.3-9
⎟ s
⎝ d / a1 − 0.5 ⎠
MnD = Kvd * MnS
DIBERIKAN :
RSNI-T12-04
LANGKAH 1 : Menentukan faktor β1
Pasal 5.1.1.1
Faktor β1 tergantung dari
As
ρ := ρ = 1.27%
b⋅ d
As'
ρ' := ρ' = 0.635%
b⋅ d
As'
Perbandingan As'/As r := r = 50%
As
⋅ ⎛⎜ 1 − ⎞
d' 1 fy
= 0.404 < d'a_lim := ⎟ d'a_lim = 0.409
a β1 ⎝ Es⋅ 0.003 ⎠ Jika d`/a < (d’a_lim) maka
tulangan tekan leleh.
fs'aktual = "fy, (fs` leleh)"
fs' = 400MPa
Balok dengan tulangan tekan leleh dapat dihitung menggunakan tabel manual
perencanaan (lihat Lampiran B). Adapun langkah-langkah perhitungan sebagai berikut :
b. Hitung ρ=As/bw.d
SOAL : Analisis balok beton tulangan ganda (tulangan tekan leleh) menggunakan tabel
manual. (Contoh 4.3a)
As
ρ := ρ = 1.27%
b⋅ d
1.052 − 1.048
Kvd = 1.048 + ⋅ ( 0.0127 − 0.0121) = 1.051
0.0129 − 0.0121
V n = Vc + V S (4.4-2)
Vc adalah kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton, dan Vs adalah kuat geser
a) Sesuai dengan sifat beban yang bekerja, maka kuat geser Vc dapat dihitung
3) Untuk komponen struktur yang dibebani gaya tarik aksial yang cukup
besar. Tulangan geser harus direncanakan untuk memikul geser total yang
terjadi, kecuali bila dihitung secara lebih rinci sesuai dengan ketentuan
pasal 4.4.2.(b(2)).
b) Kuat geser Vc boleh dihitung dengan perhitungan yang lebih rinci sebagai
berikut.
1. Untuk komponen struktur yang hanya dibebani oleh geser dan lentur
saja,
⎛ V d ⎞b d
Vc = ⎜⎜ f c ' + 120 ρ w u ⎟⎟ w (4.4-5)
⎝ Mu ⎠ 7
tetapi tidak boleh diambil lebih besar dari pada 0,3 f c 'bw d , dan
Vu d
besaran , tidak boleh diambil melebihi 1,0 dimana M u adalah
Mu
yang ditinjau.
2. Untuk komponen struktur yang mengalami gaya tarik aksial yang besar,
kuat geser Vu dapat dihitung dengan perhitungan yang lebih rinci sebagai
berikut,
⎛ 0,3N u ⎞ fc '
Vc = ⎜ 1 + ⎟ b d (4.4-6)
⎜ Ag ⎟ 6 w
⎝ ⎠
tetapi tidak kurang daripada nol, dengan N u adalah negatif untuk tarik.
Nu
Besaran harus dinyatakan dalam MPa.
Ag
a) Apabila 0,5ΦVc < Vu ≤ ΦVc , harus dipasang tulangan minimum sesuai sub bab
4.4.5.
b) Tulangan geser minimum ini tidak diperlukan bila:
• Vu ≤ 0,5ΦVc , atau
c) Apabila Vu > ΦVc , tulangan geser harus dipasang sesuai dengan perencanaan
tulangan geser pada sub bab 4.4.4
Apabila gaya geser, Vu harus ditahan oleh tulangan geser, maka batas spasi maksimum
S max dan luas tulangan geser Av , dapat dihitung berdasarkan aturan sebagai berikut:
a) Untuk tulangan geser yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur,
maka:
Av f y d
Vs = (4.4-7)
s
b) Untuk tulangan geser miring:
Av f y (sin α + cos α )d
Vs = (4.4-8)
s
Notasi α adalah sudut antara sengkang miring dan sumbu longitudinal komponen
struktur.
d 1
S max = ; atau 600 mm (ambil nilai yang terkecil) bila Vs ≤ f c 'bw.d
2 3
d 1
S max = ; atau 300 mm (ambil nilai yang terkecil) bila Vs > f c 'bw.d
4 3
2
Namun dalam segala hal, Vs ≤ f c 'bwd
3
SOAL : Desain tulangan geser balok persegi beton bertulang dari contoh 4.2.
DIBERIKAN :
fc
min⎛⎜ , 0.375⋅ h , 300mm⎞⎟ otherwise
d < bw ⋅ d , jika Vs
3
⎝4 ⎠ lebih besar atau sama
dengan fc
smakgeser = 567mm bw ⋅ d
3
maka spasi maksimum
Diameter sengkang Dt := 10mm adalah nilai terkecil dari
d/4, 0.375h atau 300mm.
Jumlah kaki sengkang nk := 2
2 2
Luas sengkang,Av Av := nk⋅ 0.25⋅ π⋅ Dt Av = 157.08mm
Av Desain penulangan geser
Spasi sengkang perlu sp := sp = 314.159mm
Avs sepanjang balok dapat
diperoleh dengan cara yang
sama untuk gaya geser
yang diketahui.
D10-300 (tumpuan)
Dalam sistem pelat lantai seringkali pelat dicor bersamaan dengan balok secara monolit,
dalam hal ini pelat dapat bekerja sebagai sayap dari balok ’T’ seperti terlihat pada
Gambar 4.8. Pada sistem tersebut pelat diasumsikan menyalurkan beban satu arah yaitu
tegak lurus terhadap arah axis balok.
Pada tampak terdefleksi dalam gambar 4.9, balok T ini akan mengalami momen positif di
tengah bentang (potongan A-A) dan negatif momen di atas perletakan (potongan B-B).
(b). Potongan A-A (midspan) (c). Potongan B-B (perletakan) (d). Potongan A-A (midspan)
sebagai balok persegi sebagai balok persegi sebagai balok T.
Pada daerah perletakan balok T pada umumnya diperlakukan sebagai balok persegi,
karena daerah tekan beton akibat momen negatif berbentuk persegi seperti terlihat pada
gambar 4.9c. Adapun pada tengah bentang balok T dapat diperlakukan dengan dua
kemungkinan, dapat dianalisis sebagai balok T semu (balok persegi) atau balok T
sebenarnya.
Untuk menentukan balok T semu atau sebenarnya perlu digunakan pemeriksaan terlebih
dahulu tinggi blok tekan beton, a dengan asumsi awal tinggi blok tekan beton memotong
flens.
As f y
a=
0.85 f c b f
Setelah a asumsi diperoleh, selanjutnya diperiksa apakah a memotong flens atau badan
penampang balok:
a. jika a (asumsi) ≤ hf., maka dianalisis sebagai balok T semu (balok persegi seperti
gambar 4.9b),
b. jika a (asumsi) > hf , maka dianalisis sebagai balok T sebenarnya, seperti dapat
dilihat pada gambar 4.9d
Lebar efektif sayap balok T berdasarkan SNI adalah nilai terkecil dari persyaratan
sebagai berikut :
• bf = L/4 , dimana L adalah panjang bentang balok tersebut
• bf = bw + 16 hf
Sedangkan lebar efektif balok L (balok yang hanya mempunyai pelat pada satu sisi saja)
tidak boleh lebih dari :
• bf = bw + L/12
• b f = bw + 6 hf
• bf = bw + So/2
Seperti halnya dengan balok persegi dalam menganalisis balok T terdapat beberapa
kondisi yaitu :
a) Keruntuhan balans (seimbang)
Keruntuhan balans atau seimbang terjadi bila regangan maksimum pada serat terluar pada
daerah tekan beton telah mencapai εcu = 0.003 dan bersamaan dengan itu tulangan baja
mencapai regangan leleh baja εs = εy. Keruntuhan balans ini digunakan untuk memeriksa
jenis keruntuhan penampang apakah keruntuhan tarik (under reinforced) atau keruntuhan
tekan (over reinforced).
εs = εy
Dengan persamaan segitiga sebangun dalam gambar 4.11 (a) diperoleh tinggi blok desak
pada kondisi balans, ab pada balok T.
⎛ 600 ⎞
a b = β 1⎜ ⎟d (4.5-1)
⎜ 600 + f ⎟
⎝ y ⎠
Keseimbangan kopel gaya secara jelas dapat dilihat pada gambar 4.11 (b)
T=C
Dimana
T = Asb fy
C = Ccw + Ccf = 0.85 fc bw a + 0.85 fc (bf - bw) hf (4.5-2)
Dengan mensubstitusikan nilai a yang diperoleh dari pers. (4.5-1) kedalam pers. (4.5-2)
diperoleh Asb
⎛ ⎛ ⎞ ⎞
Asb =
0.85 f c ⎜ β b ⎜ 600d
1 w⎜
⎟ + (b f − bw )h f ⎟ (4.5-1)
⎜ ⎟ ⎟
fy ⎝ ⎝ 600 + f y ⎠ ⎠
εs > εy
Keseimbangan kopel gaya secara jelas dapat dilihat pada gambar 4.12 (b)
T=C
Dimana
T = As fy
C = Ccw + Ccf = 0.85 fc bw a + 0.85 fc (bf - bw) hf (4.5-2)
Bila persamaan (4.5-2) diselesaikan maka tinggi balok desak beton , a adalah
As f y − 0.85 f c (b f − bw )h f
a= (4.5-3)
0.85 f c bw
Tinggi blok tekan beton, a hasil dari perhitungan sesuai pers. (4.5-3) harus diperiksa. Jika
a ≥ hf , maka balok dianalisis sebagai balok T jika tidak cukup dianalisis sebagai balok
persegi. Perhitungan dilanjutkan dengan menghitung momen nominal balok T :
Mn = Ccw (d-0.5a) + Ccf (d-0.5hf)
εs < εy
Gambar 4.13 Penampang , Regangan dan Gaya dalam Balok T Kondisi Tekan
Regangan baja, εs diperoleh dari perbandingan segitiga diagram regangan seperti terlihat
pada gambar 4.13.
⎛ β1d ⎞
ε s = ε cu ⎜ − 1⎟ (4.5-5)
⎝ a ⎠
Untuk mendapatkan nilai tinggi blok tekan beton, a diperoleh dengan mensubstitusikan
pers. (4.5-5) kedalam pers. (4.5-4). Selanjutnya persamaan diselesaikan dengan akar
persamaan kuadrat.
T = Ccw + Ccf
⎛β d ⎞
As ε cu ⎜ 1 −1⎟ Es = 0.85 fc bw a + 0.85 fc (bf - bw) hf
⎝ a ⎠
0.85 fc bw a2 + (0.85 fc (bf - bw) hf + As εcu Es) a – (As εcu β1d Es)= 0
− B + B 2 − 4 AC
a= (4.5-6)
2A
Dimana :
A = 0.85 fc bw
B = (0.85 fc (bf - bw) hf + As εcu Es)
C = – (As εcu β1d Es)
Selanjutnya untuk menghitung momen nominal sama seperti menghitung momen dalam
kondisi keruntuhan tarik, yaitu :
ANALISIS BALOK T
CONTOH 4.5a -
TULANGAN TUNGGAL
1
DIBERIKAN :
Data penampang Data material
Mutu beton f'c := 20⋅ MPa
b f := 1500⋅ mm
εcu := 0.003
b w := 350⋅ mm
Mutu baja fy := 400⋅ MPa
h f := 120⋅ mm
5
Es := 2⋅ 10 ⋅ MPa
h := 600⋅ mm
d := 504⋅ mm
2
Luas tulangan tarik A s := 6160⋅ mm
RSNI-T12-04
LANGKAH 1 : Menentukan faktorβ1 Pasal 5.1.1.1
0.05 ⎛ f'c ⎞ Faktor β1 tergantung dari
β 1 := 0.85 − ⋅⎜ − 30⎟ if f'c > 30MPa
7 ⎝ MPa ⎠ mutu beton, jika kurang
dari 30 MPa nilainya 0.85,
0.85 if f'c ≤ 30⋅ MPa namun jika fc` lebih besar
30 MPa nilainya berkurang
(
β 1 := max 0.65, β 1 ) β 1 = 0.85 tapi tidak lebih kecil dari
0.65.
LANGKAH 2 : Menentukan ab
ab := β 1⋅ ⎛⎜ ⎞ ⋅d
600
⎟ ab = 257.04mm
⎝ 600 + fy ⎠
A s ⋅ fy
a := a = 96.627mm
0.85⋅ f'c⋅ b f
M n := A s ⋅ fy ⋅ ⎛⎜ d −
a⎞
⎟ Mn = 1122.811kN⋅ m
⎝ 2⎠
ANALISIS BALOK T
CONTOH 4.5b TULANGAN TUNGGAL -
1
KERUNTUHAN TARIK
SOAL : Analisis balok T seperti soal 4.5a namun dengan luas tulangan tarik As = 9240 mm
⎛ f'c
0.05 ⎞ Pasal 5.1.1.1
( )
30 MPa nilainya berkurang
β 1 = max 0.65, β 1 β 1 = 0.85 tapi tidak lebih kecil dari
0.65.
ab = β 1⋅ ⎛⎜
600 ⎞
⎟ ⋅d ab = 257.04mm
⎝ 600 + fy ⎠
( )
A s ⋅ fy − 0.85⋅ f'c⋅ b f − b w ⋅ h f
a = a = 226.891mm
0.85⋅ f'c⋅ b w
( )
Ccf = 0.85⋅ f'c⋅ b f − b w ⋅ h f Ccf = 2346000 N
⎛ hf ⎞
M n = Ccw⋅ ⎛⎜ d − ⎞⎟ + Ccf ⋅ ⎜ d −
a
⎟
⎝ 2⎠ ⎝ 2 ⎠
9
M n = 1.56887× 10 N⋅ mm
ANALISIS BALOK T
CONTOH 4.5c TULANGAN TUNGGAL -
1
KERUNTUHAN TEKAN
DIBERIKAN :
Data penampang Data material
b f = 1500⋅ mm
Mutu beton f'c = 20⋅ MPa
b w = 450⋅ mm εcu = 0.003
d = 470⋅ mm
2
Luas tulangan tarik A s = 12950⋅ mm
RSNI-T12-04
LANGKAH 1 : Menentukan faktorβ1 Pasal 5.1.1.1
0.05 ⎛ f'c ⎞ Faktor β1 tergantung dari
β 1 := 0.85 − ⋅⎜ − 30⎟ if f'c > 30MPa
7 ⎝ MPa ⎠ mutu beton, jika kurang
dari 30 MPa nilainya 0.85,
0.85 if f'c ≤ 30⋅ MPa namun jika fc` lebih besar
30 MPa nilainya berkurang
(
β 1 := max 0.65, β 1 ) β 1 = 0.85 tapi tidak lebih kecil dari
0.65.
LANGKAH 2 : Menentukan ab
ab = β 1⋅ ⎛⎜
600 ⎞
⋅d ab = 239.7mm
600 + fy ⎟
⎝ ⎠
( )
A s ⋅ fy − 0.85⋅ f'c⋅ b f − b w ⋅ h f
a = a = 397.124mm
0.85⋅ f'c⋅ b w
6 1
A = 0.85⋅ f'c⋅ b w A = 7.65 × 10 N
m
( )
B = 0.85⋅ f'c⋅ b f − b w ⋅ h f + A s ⋅ εcu ⋅ Es
B = 9.912 × 10 N
6
(
C = − A s ⋅ εcu ⋅ Es ⋅ β 1⋅ d ) C = −3.104 × 10 m N
6
2
−B + B − 4⋅ A ⋅ C
a =
2⋅ A
a = 260.709mm
6
Ccw = 0.85⋅ f'c⋅ a⋅ b w Ccw = 1.994 × 10 N
( )
Ccf = 0.85⋅ f'c⋅ b f − b w ⋅ h f
6
Ccf = 2.142 × 10 N
⎛ hf ⎞
M n = Ccw⋅ ⎛⎜ d − ⎟⎞ + Ccf ⋅ ⎜ d −
a
⎟
⎝ 2⎠ ⎝ 2 ⎠
9
M n = 1.55562× 10 N⋅ mm
Seperti halnya dengan balok T tulangan tunggal, analisis balok T sebenarnya dilakukan
bila tinggi blok tekan beton, a ≥ hf.
Dalam analisis balok T tulangan ganda sama seperti balok T tulangan tunggal dilakukan
superposisi dari komponen gaya-gaya kopel.
εs > εy
Untuk memeriksa apakah tulangan tekan leleh, maka perlu dihitung tinggi blok tekan
beton, a dengan asumsi tulangan tekan leleh.
( As − A' s ) f y
a= (4.5-8)
0.85 f c b f
Bila a ≤ hf , maka balok dianalisis sebagai balok persegi, namun jika a > hf maka balok
dianalisis sebagai balok T.
Keseimbangan kopel gaya secara jelas dapat dilihat pada gambar 4.15b. (anggap tulangan
tekan leleh sebagai asumsi awal)
T=C
Dimana
T = As fy
C = Ccw + Ccf + Ccs= 0.85 fc bw a + 0.85 fc (bf - bw) hf + A’s fy (4.5-9)
Bila persamaan (4.5-9) diselesaikan maka tinggi balok desak beton , a adalah
( As − A' s ) f y − 0.85 f c (b f − bw )h f
a= (4.5-10)
0.85 f c bw
Jika semua syarat terpenuhi, maka momen nominal balok T tulangan ganda dapat
diperoleh dengan menjumlahkan momen dari gaya-gaya kopel sebagai berikut :
Mn = Ccw (d-0.5a) + Ccf (d-0.5hf) + Ccs (d – d’) (4.5-11)
T=C
Dimana
T = As fy
C = Ccw + Ccf + Ccs= 0.85 fc bw a + 0.85 fc (bf - bw) hf + A’s ε’s Es (4.5-12)
Regangan baja, ε’s diperoleh dari perbandingan segitiga diagram regangan seperti terlihat
pada gambar 4.13.
⎛ β1 d ' ⎞
ε ' s = ε cu ⎜1 − ⎟
⎝ a ⎠ (4.5-13)
Untuk mendapatkan nilai tinggi blok tekan beton, a diperoleh dengan mensubstitusikan
pers. (4.5-12) kedalam pers. (4.5-13). Selanjutnya persamaan diselesaikan dengan akar
persamaan kuadrat.
− B + B 2 − 4 AC
a= (4.5-14)
2A
Dimana :
A = 0.85 fc bw
B = (0.85 fc (bf - bw) hf + A’s εcu Es - As fy)
C = – (A’s εcu β1d’ Es)
Nilai a yang diperoleh dalam persamaan (4.5-14) digunakan untuk menghitung kembali
gaya-gaya kopel Ccw, Ccf, dan Ccs. Selanjutnya dihitung momen nominal sebagai berikut:
ANALISIS BALOK T
CONTOH 4.5d -
TULANGAN GANDA
1
SOAL : Analisis balok T tulangan ganda dengan kondisi keruntuhan tarik – tulangan tekan
leleh
DIBERIKAN :
Data penampang Data material
b f := 1200⋅ mm
Mutu beton f'c := 20⋅ MPa
tw := 137.5⋅ mm εcu := 0.003
d := 470⋅ mm
Tulangan desak A s' := 400⋅ mm2
d' := 65⋅ mm
2
Tulangan tarik A s := 6900⋅ mm
b w := 2⋅ tw b w = 275mm
RSNI-T12-04
LANGKAH 1 : Menentukan faktorβ1
Pasal 5.1.1.1
⎛ f'c
0.05 ⎞
β 1 := 0.85 − ⋅⎜ − 30⎟ if f'c > 30MPa Faktor β1 tergantung dari
7 ⎝ MPa ⎠ mutu beton, jika kurang
0.85 if f'c ≤ 30⋅ MPa dari 30 MPa nilainya 0.85,
namun jika fc` lebih besar
(
β 1 := max 0.65, β 1 ) β 1 = 0.85 30 MPa nilainya berkurang
tapi tidak lebih kecil dari
0.65.
LANGKAH 2 : Menentukan ab
ab := β 1⋅ ⎛⎜ ⎞ ⋅d
600
⎟ ab = 239.7mm
⎝ 600 + fy ⎠
(A s − A s')⋅ fy
a := a = 127.451mm
0.85⋅ f'c⋅ b f
Periksa asumsi
⎛ d' ⎞ 1 ⎛ fy ⎞
⎜a⎟ ⋅ ⎜ 1 − ⎟
⎝ ⎠ lim β 1 ⎝ 600 ⎠
⎛ d' ⎞ = 1 ⋅ ⎛⎜ 1 −
fy ⎞
⎜a⎟ ⎟ = 0.392
⎝ ⎠ lim β 1 ⎝ 600MPa ⎠ Jika d`/a < (d’/a)lim maka
tulangan tekan/desak leleh,
d' jika tidak tulangan tidak
= 0.296 leleh.
a
Tulangan
Tulangan_Desak = "Telah
desak Æ telah leleh,leleh,
karena
d'/ad’/a
<= ≤(d'/a)lim
(d’/a)lim
"
Tulangan tarik Æ telah leleh, karena a ≤ ab
(
Ccf := 0.85⋅ f'c⋅ h f⋅ b f − b w) 6
Ccf = 1.572 × 10 N
6
Ccw := 0.85⋅ f'c⋅ a⋅ b w Ccw = 1.028 × 10 N
5
Ccs := A s' ⋅ fy Ccs = 1.6 × 10 N
⎛ hf ⎞
M n := Ccw⋅ ⎛⎜ d −
a⎞
⎟ + Ccf ⋅ ⎜ d − ⎟ + Ccs ⋅ ( d − d')
⎝ 2⎠ ⎝ 2 ⎠
9
M n = 1.095 × 10 N⋅ mm
Analisis balok kotak hollow dalam segala hal sebenarnya tidak berbeda dengan prinsip
balok. Bentuk tidak menjadi sesuatu hal yang rumit bila dapat diperoleh titik berat
penampang yang tertekan setinggi blok tekan, a. Bila disamakan bw = 2 tw maka balok
hollow analisisnya sama persis dengan balok T.
Keseimbangan kopel gaya secara jelas dapat dilihat pada gambar 4.17. (anggap tulangan
tekan leleh sebagai asumsi awal)
T=C
Dimana
T = As fy
C = Ccw + Ccf + Ccs= 0.85 fc bw a + 0.85 fc (bf - bw) hf + A’s fy (4.5-16)
bw = 2 tw
Persamaan (4.5-16) sama persis dengan persamaan (4.5-9) dengan demikian balok box
kotak dapat mengikuti prosedur perhitungan balok T, dengan mengganti bw = 2 tw,.
SOAL : Analisis balok Box Hollow tulangan ganda dengan kondisi keruntuhan tarik –
tulangan tekan leleh
DIBERIKAN :
Data penampang Data material
b f := 1200⋅ mm Mutu beton f'c := 20⋅ MPa
tw := 137.5mm εcu := 0.003
d := 470⋅ mm
Tulangan desak A s' := 400⋅ mm2
d' := 65⋅ mm
2
Tulangan tarik A s := 6900⋅ mm
b w := 2⋅ tw b w = 275mm
RSNI-T12-04
LANGKAH 1 : Menentukan faktorβ1 Pasal 5.1.1.1
0.05 ⎛ f'c ⎞ Faktor β1 tergantung dari
β 1 := 0.85 − ⋅⎜ − 30⎟ if f'c > 30MPa
7 ⎝ MPa ⎠ mutu beton, jika kurang
dari 30 MPa nilainya 0.85,
0.85 if f'c ≤ 30⋅ MPa namun jika fc` lebih besar
30 MPa nilainya berkurang
(
β 1 := max 0.65, β 1 ) β 1 = 0.85 tapi tidak lebih kecil dari
0.65.
LANGKAH 2 : Menentukan ab
ab := β 1⋅ ⎛⎜ ⎞ ⋅d
600
⎟ ab = 239.7mm
⎝ 600 + fy ⎠
(A s − A s')⋅ fy
a := a = 127.451mm
0.85⋅ f'c⋅ b f
Periksa asumsi
⎛ d' ⎞ 1 ⎛ fy ⎞
⎜a⎟ ⋅ ⎜ 1 − ⎟
⎝ ⎠ lim β 1 ⎝ 600 ⎠
⎛ d' ⎞ = 1 ⋅ ⎛⎜ 1 −
fy ⎞ Jika d`/a < (d’/a)lim maka
d'
= 0.296
a
Tulangan_Desak
Tulangan = "Telah
desak Æ telah leleh, d'/a
leleh, karena d’/a<= (d'/a)lim "
≤ (d’/a)lim
Tulangan tarik Æ telah leleh, karena a ≤ ab
Tulangan_Tarik = "Telah leleh, a <= ab"
(
Ccf := 0.85⋅ f'c⋅ h f⋅ b f − b w) 6
Ccf = 1.572 × 10 N
6
Ccw := 0.85⋅ f'c⋅ a⋅ b w Ccw = 1.028 × 10 N
5
Ccs := A s' ⋅ fy Ccs = 1.6 × 10 N
⎛ hf ⎞
M n := Ccw⋅ ⎛⎜ d −
a⎞
⎟ + Ccf ⋅ ⎜ d − ⎟ + Ccs ⋅ ( d − d')
⎝ 2⎠ ⎝ 2 ⎠
9
M n = 1.095 × 10 N⋅ mm
5.1 UMUM
Kolom merupakan elemen struktur yang berfungsi menyalurkan beban dari lantai atau
balok ke sistem fondasi. Konsep dasar perhitungan kolom dapat diuraikan sebagai berikut
:
z Perbedaan mendasar antara kolom dengan balok adalah bahwa pada kolom di
samping momen pada penampang bekerja pula gaya aksial (bisa tekan bisa tarik);
z biasanya arah momen pada kolom bisa berbalik dan/atau berubah (uniaxial dan
biaxial bending);
z Selain dari pada itu semua asumsi dan ketentuan dasar kolom tetap sama dengan
apa yang kita kenal berlaku pada balok yang mengalami beban luar berupa
momen lentur.
Kekuatan rencana dari kolom harus ditentukan dari kemampuannya menahan gaya aksial
dan momen lentur akibat beban rencana dan momen lentur tambahan akibat pengaruh
kelangsingan, berdasarkan cara PBKT.
Faktor reduksi kekuatan dapat dilihat pada Tabel 3.2 (juga terdapat dalam pasal 4.5.2
RSNI T-12-2004).
a) Perencanaan komponen struktur yang dibebani kombinasi lentur dan aksial harus
didasarkan atas keseimbangan tegangan dan kompatibilitas regangan dengan
menggunakan asumsi dalam sub bab 4.1.2.
b) Komponen struktur yang dibebani kombinasi aksial tekan dan lentur harus
direncanakan terhadap momen maksimum yang dapat menyertai beban aksial.
Beban aksial terfaktor Pu dengan eksentrisitas yang ada, tidak boleh melampaui
Diagram interaksi kolom secara umum dihitung dengan sejumlah distribusi regangan.
Titik-titik dalam diagram interaksi dihitung berdasarkan nilai P dan M yang
berkorespondensi dengan regangan tersebut.
`
Pn
Po
e=0
Kontrol Tekan
Kontrol
Kondisi Regangan
Tekan
seimbang
Pb
Kontrol
e = eb Tarik Kondisi seimbang
e=∞
Mo Mb Mn
Kontrol Tarik
Secara umum penampang elemen struktur yang mengalami kombinasi aksial dan momen
dapat digambarkan sebagai berikut :
Pn = C s + C c − Ts (5.2-1)
1
424 3
tekan = positif
⎛h ⎞ ⎛h a⎞ ⎛ h⎞
M n = C s * ⎜ − d1 ⎟ + C c * ⎜ − ⎟ + Ts * ⎜ d 2 − ⎟
⎝2 ⎠ ⎝2 2⎠ ⎝ 2⎠
Atau
⎛ a⎞ ⎛h⎞
M n = C s * (− d1 ) + C c * ⎜ − ⎟ + Ts * (d 2 ) + Pn * ⎜ ⎟ (5.2-2)
⎝ 2⎠ ⎝2⎠
Perencanaan kolom dengan menggunakan gambar diagram interaksi dari manual dapat
dilakukan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1) Hitung beban terfaktor (Pu , Mu ) dan e untuk kombinasi beban yang relevan.
2) Pilih kasus pembebanan yang berpotensi menjadi penentu.
3) Gunakan nilai estimasi h untuk menghitung γh, e/h untuk kasus yang menentukan.
4) Gunakan grafik yang sesuai Æ target ρg
φPn Pu
Baca dalam diagram ⇔ diperoleh Ag = bh =
bh φPn / bh
Lakukan juga untuk kasus-kasus lainnya yang menentukan
5) Pilih dimensi kolom b dan h
6) Jika dimensi terlalu berbeda dari nilai estimasi (step 3), hitung ulang ( e / h ) dan
ulang kembali langkah 4 & 5. Revisi Ag jika diperlukan.
7) Pilih tulangan baja , Ast = ρg b h
8) Gunakan dimensi aktual & ukuran batang untuk mengecek semua kombinasi beban
(gunakan grafik atau diagram interaksi).
9) Rencanakan tulangan lateral [selesaikan ρg]
Q=
∑P Δu o
< 0,05 (5.3-1)
Vu l c
Dengan :
Cm
δ ns = > 1,0 (5.3-3)
Pu
1−
0,75Pc
3) Untuk komponen struktur yang tak bergoyang dan tanpa beban tranversal di
antara tumpuan, maka C m dapat diambil:
⎛M ⎞
C m = 0,6 + 0,4⎜⎜ 1 ⎟⎟ > 0,4 (5.3-4)
⎝ M2 ⎠
Dimana M1, M2 adalah momen ujung kolom, dengan M2 adalah momen ujung
M1
kolom terbesar. Perbandingan bernilai positif bila kolom melentur dengan
M2
kelengkungan tunggal. Untuk komponen struktur dengan beban tranversal di
antara tumpuannya, C m harus diambil sama dengan 1,0.
4) Momen terfaktor M 2 dalam persamaan (5.3-2) tidak boleh diambil lebih kecil
dari :
M 2,min = Pu (15 + 0,03h ) (5.3-5)
ditentukan:
• Sama dengan 1,0 atau
• Berdasarkan pada rasio antara M 1 dan M 2 yang dihitung.
a) Untuk komponen tekan yang tidak tertahan terhadap goyangan samping, faktor
panjang efektif k, harus lebih besar dari 1,0.
b) Untuk komponen tekan yang tidak ditahan terhadap goyangan ke samping,
klu
pengaruh kelangsingan boleh diabaikan apabila < 22 .
r
c) Momen M 1 dan M 2 pada ujung-ujung komponen struktur tekan harus diambil
sebesar:
M 1 = M 1ns + δ s M 1s (5.3-6)
M 2 = M 2 ns + δ s M 2 s (5.3-7)
Ms
δsM s = ≥ Ms (5.3-8)
1− Q
Apabila nilai δ s yang dihitung dengan cara ini lebih besar dari 1.5, maka
0,75∑ P c
dengan pengertian:
yang dihitung menurut pers. (5.3-2) dimana M 1 dan M 2 dihitung menurut pers.
(5.3-6) dan (5.3-7), β d pada persamaan (5.3-12) ditentukan sesuai dengan
Umum
Apabila gaya dan momen yang bekerja pada kolom telah diperoleh dari analisis
elastis linier, pengaruh kelangsingan harus diperhitungkan dengan menggunakan
radius girasi r, dan panjang bebas atau panjang efektif sesuai dengan uraian berikut.
A. Radius girasi
Radius girasi r, untuk komponen struktur tekan persegi diambil sama dengan 0,3
kali dimensi total dalam arah stabilitas yang ditinjau, dan sama dengan 0,25 kali
diameter untuk komponen struktur tekan yang berbentuk lingkaran. Untuk bentuk
penampang lainnya r, dapat dihitung dari penampang beton bruto.
B. Panjang bebas
Panjang bebas, l u dari suatu komponen struktur tekan harus diambil sebesar jarak
bersih antara pelat lantai, balok atau komponen struktur lainnya yang mampu
memberikan dukungan lateral terhadap komponen struktur tekan tersebut.
C. Panjang efektif
Panjang efektif , kl dapat juga dinyatakan sebagai kl = l/n; dimana n adalah jumlah
”setengah gelombang sinus” atau (½ sinus yang) dibentuk oleh deformasi elemen
kolom. Beberapa panjang efektif kolom yang diidealisasi.
½ (½ sinus)
½ sinus
l ½ sinus
½ (½ sinus)
½ (½ sinus)
½ (½ sinus)
½ (½ sinus)
Panjang efektif dari suatu portal untuk pondasi yang mengalami rotasi, dapat
digambarkan sebagai berikut:
lu
(a) 2.2 < klu < ∞ (b) 1.2 < klu < ∞
Faktor panjang efektif dipengaruhi oleh jenis kekangan terhadap rotasi dan translasi
ujung-ujung kolomnya. Nilai faktor panjang efektif berdasarkan AASHTO dapat
dilihat pada tabel dalam Gambar 5.6.
Goyangan Ditahan (Braced) Goyangan Tak Ditahan (Unbraced)
Δ Δ Δ
Bentuk
kolom
tertekuk
ditunjukkan
dalam
gambar di
samping
Pada tabel Faktor panjang efektif, k di atas terdapat dua nilai dari pendekatan
teoritis dan desain, yaitu nilai k teoritis untuk kolom dengan perletakan ideal
terkekang sempurna, dan nilai k untuk desain, karena sangat jarang ditemui kolom
yang benar-benar terkekang sempurna.
Dimana ψA adalah rasio kekakuan kolom dengan balok pada kolom bagian
atas, dan ψB rasio kekakuan kolom dengan balok pada kolom bagian bawah.
ψ= ∑ (E I c c / lc )
(5.3-14)
∑ (E I
b b / lb )
P 1.4P P
A C E G H
8m
B F
4m
50 m 55 m 55 m 50 m
Solusi:
1. Menghitung faktor ψ untuk kolom DE.
ψD =
∑ (E Ic c /lc )
=
3.22(1011 ) / 12
= 0.235
∑ (E Ib b /lb ) 2 ⋅ 3.14(1012 ) / 55
ψ E = 1. 0
2. Hubungkan titik ψD dan ψE dengan membuat garis lurus pada nomograf,
pada bagian unbraced frame. , k = 1.23
D. Pengaruh kelangsingan
Pengaruh kelangsingan dapat diabaikan untuk komponen struktur tekan tak
bergoyang apabila dipenuhi:
klu ⎛ M ⎞
≤ 34 − ⎜⎜12 1 ⎟⎟ (5.3-13)
r ⎝ M2 ⎠
Untuk komponen struktur tekan bergoyang, pengaruh kelangsingan dapat
diabaikan apabila:
klu
≤ 22 (5.3-14)
r
klu
Untuk semua komponen struktur tekan > 100 , sebaiknya dihindari kecuali
r
semua analisis yang menyeluruh telah memenuhi segala persyaratan yang berlaku
sesuai pasal 5.7.4 RSNI T-12.
Perhitungan kekuatan penampang melintang akibat kombinasi lentur dan aksial sesuai
dengan asumsi perencanaan pada balok. (lihat Sub Bab 4.1.2)
Sumbu Mny
c1
Sumbu Mnx
c2
b
0,2h
0,2 b
M ux M uy
+ ≤ 1 jika Pu < 0,1 f c ' Ag (5.4-2)
φM nx φM uy
a) Luas dari tulangan memanjang kolom harus, 0.01 Ag < Ast ≤ 0.08 Ag :
Namun perlu diperhatikan penempatan atau spasi tulangan agar tidak mempersulit
pengecoran beton.
b) Rasio tulangan spiral ρ s tidak boleh kurang dari :
⎛ Ag ⎞ f '
ρ s = 0,45⎜⎜ − 1⎟⎟ c (5.4-3)
⎝ Ac ⎠ fy
dengan f y adalah kuat leleh tulangan spiral, tetapi tidak boleh melebihi 400 MPa.
Tulangan memanjang kolom berikut ini harus dikekang dalam arah lateral:
• Tulangan tunggal
• Masing-masing tulangan sudut
• Seluruh tulangan dimana jarak pusat ke pusat lebih dari 150 mm
• Sekurang-kurangnya setiap tulangan yang bergantian dimana tulangan diberi jarak
150 mm atau kurang
• Tulangan terkelompok, masing-masing kelompok
Ukuran dan jarak antara tulangan sengkang dan spiral harus memenuhi ketentuan berikut:
a). Ukuran tulangan sengkang atau spiral jangan kurang dari ukuran yang diberikan
pada Tabel 5.4-1.
b). Jarak antara sengkang atau spiral tidak melebihi harga terkecil dari :
• hc atau 15 d b untuk tulangan tunggal;
• 300 mm
c). Satu sengkang atau putaran pertama dari spiral harus ditempatkan tidak lebih dari
100 mm arah vertikal di atas puncak perletakan atau puncak pelat lantai.
• Apabila kait bersudut atau tegak lurus dikombinasikan dengan kelompok tulangan,
diameter dalam dari lengkungan harus dinaikkan secukupnya untuk menampung
kelompok tulangan.
Tulangan memanjang untuk komponen tekan harus disambung sesuai dengan ketentuan:
• Pada setiap sambungan dalam kolom, kekuatan tarik tulangan pada masing-masing
muka kolom tidak boleh kurang dari 0,25 f y As .
• Apabila gaya tarik pada tulangan memanjang pada setiap muka kolom akibat beban
rencana ultimit melebihi persyaratan kekuatan minimum seperti di atas, gaya pada
tulangan harus dialihkan dengan sambungan las atau mekanik, atau sambungan
menumpang dalam tarik.
ANALISIS KOLOM
CONTOH 5.1
BETON BERTULANG
1
DIBERIKAN :
d1
Kedalaman tulangan per d2
lapis: Lapis 1 di
d1 = 65 mm
d2 = 221.67 mm
d3 = 378.33 mm
Lapis 2
d4 = 535 mm h=600
Pu
Lapis 3 Mu
Lapis 4
bw= 400
MATERIAL
Mutu dan Regangan Batas Beton fc := 40 MPa εcu := 0.003
REDUKSI KEKUATAN, φ
bending φb := 0.8
i ( i) ⋅ jumi
As := 0.25⋅ π⋅ dia
2 Pasal 5.2.7
dia = diameter tulangan
jum = jumlah tulangan per
lapis.
i adalah nomor lapis
2. Beban Pn maksimum ijin kosentris (titik 2 pada diagram interaksi) coba dengan nilai awal
antara h sampai 3h.
6 Dimana h adalah tinggi
Pnmax := 0.8⋅ Pn0 Pnmax = 5.235 × 10 N
penampang kolom.
Pnx := Pnmax
Cc = gaya pada daerah
Mencari garis netral, c dengan cara trial-error. Dicoba c = 606.2
serat penampang tekan
a := c⋅ β1 beton.
6
Cc := 0.85⋅ fc⋅ bw⋅ a Cc = 3.504 × 10
Regangan baja dihitung
djy − c dengan segitiga sebangun.
i
εs i := εcu ⋅ Untuk nilai rengan baja, εs
c
≥ fy/Es, maka εs = fy/Es =
⎛ fy εs i ⎞
εs i := if⎜ εs i < , εs i , ⋅ 0.002⎟ 400/200000 = 0.002
⎝ Es εs i ⎠
Csi = gaya pada tiap lapis
Cs := εs i⋅ Es⋅ As Mn cs := Cs ⋅ djy tulangan.
i i i i i
Layer, i djyi (mm) Strain i fsi (MPa) Asi (mm2) Csi (N) Mncsi (N*m) tarik pada tiap lapis
tulangan terhadap sisi
0 65 -0.00268 -400.00 1608.50 -643398 -41820881.4
1 221.67 -0.0019 -380.60 1608.50 -612189 -135703891.3 terluar serat tertekan.
6
Cst = −1.732 × 10
6 6
Pnx = 5.235 × 10 Pn = Cc − Cst = 5.236 × 10 N Cst = gaya tarik total Cs
atau ∑Cs.
( Cc − Cst ) − Pnx −3
error := error = 3.508 × 10 %
Pnx
Momen nominal
∑Mn cs = −3.754× 10
8
h
∑Mn cs + Pnx⋅ 2
8
Mnx := −Cc⋅ ( 0.5a) + Mnx = 2.925 × 10 N⋅ mm
600
cx := ⋅ dmax cx = 321
600 + fy
c := cx
Layer, i djyi (mm) Strain i fsi (MPa) Asi (mm2) Csi (N) Mncsi (N*m)
0 65 -0.00239 -400.00 1608.50 -643398 -41820881.4
1 221.67 -0.00093 -185.66 1608.50 -298639 -66199301.71
2 378.33 0.000536 107.16 1608.50 172364.6 65210686.74
3 535 0.002 400.00 1608.50 643398.2 344218023.9
5
Cst = −1.263 × 10
6
Pnx := Cc − Cst Pnx = 1.982 × 10
Momen nominal
∑Mn cs = 3.014× 10
8
h
∑Mn cs + Pnx⋅ 2
8
Mnx := −Cc⋅ ( 0.5a) + Mnx = 6.428 × 10
Layer, i djyi (mm) Strain i fsi (MPa) Asi (mm2) Csi (N) Mncsi (N*m)
0 65 -0.00185 -370.72 1608.50 -596306 -38759917.42
1 221.67 0.00091 181.90 1608.50 292593 64859085.83
2 378.33 0.003672 400.00 1608.50 643398.2 243416831.7
3 535 0.006436 400.00 1608.50 643398.2 344218023.9
5
Cst = 9.831 × 10
Cc − Cst −3
error := error = 9.672 × 10 %
Cc
Momen nominal
∑Mn cs = 6.137× 10
8
h
Mnx := −Cc⋅ ( 0.5a) + ∑Mn cs + Pnx⋅ 2
8
Mnx = 5.427 × 10 N⋅ mm
Pno
1 Pnmax Mn , Pn
Mn’ , Pn’ (simplifikasi)
2
φMnb’ , φPnb’
φMn , φPn 3
SOAL : Desain kolom pier interior untuk sistem portal simple span (Portal Bergoyang).
Tinjau kasus pembebanan U01 = 1.3 DL + 2.0 LL dan U02 = 0.9 DL + 1.0 EQ.
Pu
HEQ = 0.06 Wg
Potongan Pier
A-A
DIBERIKAN :
Elevasi Kolom
Hph = 1.5m
H = 10m
Hpc = 2m
Panjang kolom Lu = H + Hph Lu = 11.5 m
Material
Beton fc = 30MPa
Baja fy = 400MPa
Modulus elastisitas beton Ec = 4700 ⋅ fc⋅MPa
4
Ec = 2.574 × 10 MPa
Gaya dalam service pada kolom
Gaya aksial DL PDL = 10000kN
Gaya aksial LL PLL = 4000kN
Momen LL MLL = 1000 kN ⋅m
⎛ M1b ⎞
Cm = max⎜ 0.6 + 0.4 ⋅ , 0.4 ⎟ Cm = 1
⎝ M2b ⎠
⎛ Cm ⎞
δ b = max⎜ , 1⎟ δ b = 1.91
⎜ 1 − Pu ⎟
⎝ 0.75Pc ⎠ Mns1 = momen ujung
terkecil akibat kombinasi
bebaan non sway.
Mns1 = M1b ⋅δ b Mns1 = 3819.416 mkN
Mns2 = momen ujung
Mns2 = M2b ⋅δ b Mns2 = 3819.416 mkN terbesar akibat kombinasi
bebaan non sway.
Pu = 21000 kN Mc = 3819.416 kN ⋅m
βd = 0 βd = 0
Lu 35
Mns1 = M1b if ≤ Mns1 = 225 mkN
r Pu
fc⋅Ag
M1b ⋅δb otherwise
Lu 35
Mns2 = M2b if ≤ Mns2 = 225 mkN
r Pu
fc⋅Ag
M2b ⋅δb otherwise
1
δs = δs = 1.161
ΣPu
1−
0.75ΣPc
δsMs1 = 0kN ⋅m
M1 = momen ujung terke-
δsMs2 = δs ⋅Ms2 cil total setelah ditambah
arah
lalulintas
MATERIAL
Mutu beton fc' := 20MPa
REDUKSI KEKUATAN, φ
bending φb := 0.8
GAYA DALAM
Aksial Pu := 1112.055kN
ly := 400mm
2
Ag := lx⋅ ly Ag = 0.16 m
LANGKAH 2: Menghitung γ
lx − 2⋅ ( 61mm)
γ := γ = 0.695
lx
LANGKAH 3: Menghitung ex , ey
Muy
ex := ex = 0.134 m
Pu
Mux
ey := ey = 0.067 m
Pu
LANGKAH 4: Menghitung α
Pu
= 0.348
fc'⋅ Ag
α = 0.83
ex ey
Kontrol = 0.335 > = 0.168 Jika ex e y maka
lx ly ≥
lx ly
M 0 := Pu⋅ e0 M 0 = 211.056kN⋅ m
maka digunakan
8-D25 tulangan 8-D25 (ρρtt ==2.454
2.454% )
%).
b=400 m
a) Perencanaan kekuatan balok berikut diterapkan untuk balok yang memikul puntir
yang dikombinasikan dengan lentur dan geser. Cara perencanaan ini tidak
diterapkan untuk komponen yang tidak terlentur.
b) Dalam hal diperlukan tulangan puntir sesuai pasal-pasal dibawah ini, maka
tulangan puntir harus disediakan secara penuh disamping tulangan yang
diperlukan untuk menahan geser, lentur , aksial.
Perencanaan harus didasarkan pada cara PBKT. Perhitungan puntir yang diterapkan
sekarang pada peraturan SNI 03-2847-2002 dan AASHTO LRFD 2004 menggunakan
teori tabung tipis (thin-walled tube analogy) dan teori rangka ruang plastic (plastic truss
analogy). Dalam teori ini pengaruh Tc dihilangkan, sehingga kekuatan torsi nominal
penampang tergantung dari tulangan baja yang terdiri dari sengkang tertutup dan
tulangan longitudinal tambahan.
φ f c ' ⎛⎜ Acp ⎞⎟
2
(6.2-4)
12 ⎜⎝ Pcp ⎟⎠
φ f c ' ⎛⎜ Acp ⎞⎟
2
3 f cp
1+ (6.2-5)
12 ⎜⎝ Pcp ⎟⎠ fc
• untuk komponen struktur non-prategang yang dibebani gaya tarik atau tekan
aksial:
φ f c ⎛⎜ Acp ⎞⎟
2
3N u
1+ (6.2-6)
12 ⎜⎝ Pcp ⎟⎠ Ag fc
Atau untuk balok dengan tinggi total tidak melampaui 250 mm atau setengah dari lebar
badan.
b) Apabila persyaratan di atas tidak dipenuhi, tulangan puntir yang terdiri dari
sengkang tertutup melintang dan tulangan memanjang harus dipasang sedemikian
sehingga ketidaksamaan berikut dipenuhi:
Tu V
+ u ≤1 (6.2-7)
φTn φVn
c) Kuat nominal puntir Tn bisa dihitung dengan anggapan seluruh sengkang tertutup
Tu ≤ φTn (6.2-8)
⎡A ⎤
dimana Tn = f yv ⎢ t ⎥ 2 Ao cot θ t (6.2-9)
⎣ s ⎦
Torsi dapat dibagi dua kategori: torsi keseimbangan dan torsi kompatibilitas.
Torsi keseimbangan (equilibrium torsion) adalah torsi yang diperlukan untuk
menyeimbangkan Struktur. Dalam hal ini torsi tidak bisa diredistribusikan ke
elemen struktur lain, karena akan mengganggu stabilitas struktur itu sendiri.
φ f c ' ⎛⎜ Acp ⎞⎟
2
(6.2-4)
3 ⎜ Pcp ⎟
⎝ ⎠
• untuk komponen struktur prategang
φ f c ' ⎛⎜ Acp ⎞⎟
2
3 f cp
1+ (6.2-5)
3 ⎜ Pcp ⎟ fc
⎝ ⎠
• untuk komponen struktur non-prategang yang dibebani gaya tarik atau tekan
aksial:
φ f c ⎛⎜ Acp ⎞⎟
2
3N u
1+ (6.2-6)
3 ⎜ Pcp ⎟ Ag fc
⎝ ⎠
a)
A B
TAD
b)
TAC A B
T=Ma
TAD
Mo
c)
Ma
TAC
T=Ma
Apabila tulangan puntir dibutuhkan, kedua harga tulangan minimum berikut harus
dipasang:
Untuk sengkang tertutup sedemikian hingga:
Asw y
≥ 0,2 1 (6.2-7)
s f y, f
Dimana y1 adalah dimensi terbesar dari sengkang tertutup, atau tulangan sengkang
tertutup minimum berdasarkan SNI 03-2847-2002 adalah
75 f c bw ⋅ s
Av + 2 At ≥ (6.2-8)
1200 f yv
1 bw ⋅ s
Dimana ( Av + 2 At ) tidak boleh kurang dari
3 f yv
Untuk tulangan memanjang sebagai tambahan seperti yang diperlukan untuk lentur,
sedemikian rupa hingga :
y1u t
As ≥ 0,2 (6.2-9)
fy
5 f c Acp ⎛ A ⎞ f yv
Al , min = − ⎜ t ⎟ Ph (6.2-10)
12 ⎝ s ⎠ f yl
Acp adalah luas area yang berada di dalam perimeter penampang terluar beton termasuk
lubang (hollow) bila ada dalam perimeter tersebut. Adapun Pcp adalah panjang perimeter
/ keliling dari luas Acp.
Acp = X0 Y0 Pcp = 2 ( X0 + Y0 )
Aoh = X1 Y1 Ph = 2 ( X1 + Y1 )
SOAL : Desain tulangan geser dan torsi dari balok berikut ini.
h =750
bw= 350
DIBERIKAN :
Gaya Dalam
Gaya Geser Ultimate Vu = 240 kN
Momen Torsi Ultimate Tu = 25 kN ⋅m
Material φ = 0.85
Beton :
fc' = 25 Mpa
−3
γc = 2400kgf ⋅m
5
Baja : Es = 2 ⋅10 ⋅Mpa
Tul. Lentur fy = 400 ⋅Mpa
Tul. Geser fys = 240Mpa
1
Vc = ⋅ fc'⋅Mpa ⋅bw⋅d Vc = 200.521 kN
6
Kuat geser yang harus disumbang tulangan geser
Vu
Vs = − Vc Vs = 81.832 kN
φ
RSNI-T12-04
2 Pasal 5.2.6 Vs maksimum.
Check syarat penampang untuk tul. geser : Vs ≤ ⋅ fc'⋅bw⋅d
3
RSNI-T12-04
Note3 = "Vu > Ø Vc, Sengkang perlu lebih dari minimum" Pasal 5.2.5 Syarat
tulangan geser
⎛d ⎞
Pasal 5.2.6 Spasi
fc'⋅Mpa
smakgeser = min⎜ , 0.75 ⋅h , 600mm⎟ if Vs < ⋅bw⋅d maksimum. Lihat
⎝2 ⎠ 3 keterangan pada contoh 4.4
⎛d ⎞
min⎜ , 0.375 ⋅h , 300mm⎟ otherwise
⎝4 ⎠
smakgeser = 343.75 mm
fc'⋅Mpa ⎛ Acp
2⎞ Puntir
Tc = ⋅⎜ ⎟ Tc = 13.05 kN ⋅m
12 ⎝ Pcp ⎠
Note4 = "Tnd > Tc, Torsi Harus Diperhitungkan"
Pengecekan penampang
2 2
⎛ Vu ⎞ + ⎛ Tu⋅Poh ⎞ ≤ φ ⋅⎛ Vc + 2 fc'⋅Mpa ⎞
⎜ ⎟ ⎜ ⎟
⎝ bw⋅d ⎠ ⎜⎝ 1.7 ⋅Aoh2 ⎟⎠ ⎝ bw⋅d 3 ⎠
2 2
⎛ Vu ⎞ + ⎛ Tu⋅Poh ⎞ = 1.61 MPa
⎜ ⎟
⎝ bw⋅d ⎠ ⎜⎝ 1.7 ⋅Aoh2 ⎟⎠
⎛ Vc 2 fc'⋅Mpa ⎞
φ ⋅⎜ + ⎟ = 3.542 MPa
⎝ bw⋅d 3 ⎠
Tnd 2
Ats = mm
2 ⋅0.85 ⋅Aoh⋅fys⋅cot ( 45deg) Ats = 0.513
mm
2 2
Luas sengkang, Av Av = nk⋅0.25 ⋅π ⋅ds Av = 265.465 mm
Av
Spasi sengkang perlu sp = sp = 200.681 mm
Avts
⎛1 ⎞
smax = min⎜ ⋅Poh , 300mm, smakgeser⎟
⎝8 ⎠
smax = 212.5 mm
⎛ bw⋅s 75 ⋅ fc'⋅bw⋅s ⎞
Avm = max⎜ , ⎟
⎝ 3 ⋅fys 1200 ⋅fys ⎠
Luas sengkang minimum
2
Avm = 97.222 mm
Kesimpulan :
Tulangan geser
bw= 350
Pelat lantai yang berfungsi sebagai lantai kendaraan pada jembatan harus mempunyai
tebal minimum t s memenuhi kedua ketentuan:
t s ≥ 200 mm (7.1-2)
t s ≥ (100 + 40 l ) mm (7.1-3)
dengan pengertian:
l = bentang pelat diukur dari pusat ke pusat tumpuan (dalam meter)
Tulangan minimum harus dipasang untuk menahan tegangan tarik utama sebagai berikut:
As 1,25
• Pelat lantai yang ditumpu kolom: = (7.1-4)
bd fy
As 1,0
• Pelat lantai yang ditumpu balok atau dinding : = (7.1-5)
bd fy
As 1,0
• Pelat telapak : = (7.1-6)
bd fy
Apabila pelat lantai ditumpu seperti halnya pelat dua arah, luas minimum tulangan dalam
masing-masing arah harus diambil dua pertiga dari harga-harga di atas. Jika tidak,
tulangan yang disebarkan harus dipasang sesuai dengan pasal 7.1.4.
a). Tulangan harus dipasang pada bagian bawah dengan arah menyilang terhadap
tulangan pokok.
b). Kecuali bila analisis yang lebih teliti dilaksanakan, jumlah tulangan diambil
sebagai persentase dari tulangan pokok yang diperlukan untuk momen positif
sebagai berikut:
c). Tulangan pokok sejajar arah lalu lintas:
55
persentase = (max .50%, min .30% ) (7.1-7)
l
d). Tulangan pokok tegak lurus arah lalu lintas:
110
persentase = (max .67%, min .30% ) (7.1-8)
l
e). Dengan adanya tulangan pokok yang tegak lurus arah lalu lintas, jumlah
penyebaran tulangan dalam seperempat bentang bagian luar dapat dikurangi
dengan maksimum 50%.
• Balok tepi harus dipasang untuk pelat lantai yang mempunyai tulangan pokok
sejajar arah lalu lintas
• Balok tepi paling sedikit harus identik dengan penambahan 600 mm lebar pelat
lantai dengan tulangan yang serupa.
Tepi melintang pada ujung jembatan, dan pada bagian tengah di mana kontinuitas dari
pelat terhenti, harus ditumpu oleh diafragma atau yang sejenisnya dan harus direncanakan
untuk pengaruh yang paling berbahaya dari beban roda.
Definisi-definisi dan simbol-simbol yang tercantum dalam pasal 4.2 adalah sebagai
berikut:
a). Luas efektif dari tumpuan dan beban terpusat adalah luas yang mengelilingi
penuh perletakan atau beban yang ada dimana garis kelilingnya minimum (lihat
gambar 7-1).
b). Garis keliling kritis untuk geser adalah garis keliling yang ditetapkan secara
geometris serupa dengan batas dari luas efektif perletakan atau beban terpusat dan
terletak pada jarak d/2 dari batas tersebut. (lihat gambar 7.1).
c). Bukaan tersebut adalah setiap bukaan yang menembus ketebalan pelat lantai
dimana tepi, atau sebagian dari tepi, dari bukaan terletak pada jarak bersih kurang
dari 2,5 bo dari garis keliling geser kritis (lihat gambar 7.1).
Kekuatan pelat lantai terhadap geser harus ditentukan sesuai dengan ketentuan berikut:
I. Apabila keruntuhan geser dapat terjadi sepanjang lebar pelat lantai dan keruntuhan
geser dapat terjadi pada lebar yang cukup besar, kuat geser pelat harus dihitung sesuai
pasal 5.2.1 kecuali bahwa:
Untuk pelat beton bertulang tanpa tulangan geser, nilai minimum
Vc =
1
6
( f c 'bd o ) (7.2-1)
II. Apabila keruntuhan geser dapat terjadi secara setempat di sekitar tumpuan atau
beban terpusat, kuat rancang geser pelat harus diambil sebesar φVn dimana Vn
dihitung sesuai dengan salah satu harga berikut:
a) Apabila M v * = 0,Vn = Vno yang dihitung sesuai dengan sub pasal 5.6.2. (a).
b) Apabila M v * tidak sama dengan nol, Vn dihitung sesuai dengan sub pasal 5.6.2
(b).
III. Bila kedua bentuk keruntuhan di atas memungkinkan, kuat geser harus dihitung
sesuai dengan (a) dan (b) diatas, dan nilai terkecil diambil sebagai kekuatan kritis.
a) Kekuatan geser nominal dari pelat lantai di mana M v * = 0, Vno diperoleh dari
salah satu persamaan ini:
1) Bila tidak memiliki kepala geser :
Vno = ud ( f cv + 0,3 f pe ) (7.2-2)
1⎛ 2 ⎞
Dimana : f cv = ⎜⎜1 + ⎟ fc` ≤ 0,34 f c ' (7.2-4)
6 ⎝ β h ⎟⎠
b) Dan bila M v * tidak sama dengan nol dan tulangan geser dipasang menurut sub-
pasal 5.6.3 dan 5.6.4, maka Vn harus ditentukan dari salah satu harga berikut:
1) bila tidak dipasang sengkang tertutup pada strip puntir atau balok tepi,
Vno
Vn = (7.2-3)
uM v *
1,0 +
8Vu ad
2). bila strip puntir memiliki sengkang tertutup dengan jumlah minimum Vn
1,2Vno
Vn . min = (7.2-4)
uM v *
1,0 +
2Vu a 2
3). bila terdapat balok tepi yang tegak lurus arah M v * yang mempunyai
hb
1,2Vno
hs
Vn ,min = (7.2-5)
uM v *
1,0 +
2Vu abw
4). bila strip puntir atau balok tepi memiliki sengkang tertutup lebih besar dari
jumlah minimum, Vn diperoleh dari :
Asw f y , f
Vn = Vn ,min (7.2-6)
s 0,2 y l
5). apabila tidak ada hal lain Vn harus diambil lebih besar dari Vn ,max yang
diperoleh dari :
x
Vn ,max = 3Vn ,min (7.2-7)
y
dimana x dan y adalah dimensi terpendek dan terpanjang dari penampang
strip puntir atau balok tepi.
Tulangan geser pelat lantai pada bagian strip puntir dan balok pinggir harus berbentuk
sengkang tertutup yang disusun sesuai dengan :
1) Sengkang harus diperluas sepanjang strip puntir dan balok pinggir dengan jarak
tidak kurang dari 0,25/t dari muka tumpuan atau beban terpusat. Sengkang
pertama harus ditempatkan tidak lebih dari 0,5 s dari muka tumpuan.
2) Jarak sengkang tidak boleh melampaui nilai terbesar dari 300 mm dan hb atau hs ;
3) Sekurang-kurangnya harus dipasang satu tulangan memanjang pada masing-
masing sudut sengkang.
Balok Girder
Balok Girder
Tampak Potongan Tampak Atas
DIBERIKAN :
kN
Beton fc' = 30Mpa γ = 24.5 ⋅
3
5 m
Baja Es = 2 ⋅ 10 ⋅ Mpa RSNI-T12-04
Pasal 5.2.4
Tul. Lentur fy = 400Mpa
Tul. Geser fys = 400Mpa
Bentang L = 2000 ⋅ mm
Tebal t = 200 ⋅ mm
Aspal tws = 0.05m
Cover beton dc = 25mm
S = L − 700mm S = 1.3 m
tmin = 100 + 40 ⋅ S
Pelat direncanakan dengan tebal 200 mm. Struktur pelat ini harus
mampu memikul beban gandar kendaraan sebesar 100 kN dengan
impact factor sebesar DLA = 1.4
d = t − dc − ⎛⎜
16mm ⎞
⎟ d = 167mm
⎝ 2 ⎠
max( bb , Lb)
βc = β c = 2.5
min( bb , Lb)
v c1 = ⎛⎜ 2 + ⎞ ⋅ 1 fc' ⋅ MPa
4
⎟
β c ⎠ 12
⎝
α s = 40 Kolom interior 40, tepi 30, pojok 20
v c2 = ⎛⎜ α s ⋅ + 2⎟⎞ ⋅
d 1
fc' ⋅ MPa
⎝ b0 ⎠ 12
1
v c3 = ( 4) ⋅ fc' ⋅ MPa
12
v c = min( v c1 , v c2 , v c3)
Shear Area
Ash = b 0 ⋅ d 5 2
Ash = 3.454 × 10 mm
Check Punching
Pu
v u1 = v u1 = 0.811MPa < v c = 1.616MPa (ok!)
Ash
-2
qDL = γ ⋅ t qDL = 4.9 m kN
-2
qSDL = γ ⋅ tws qSDL = 1.225 m kN
S = 1.3 m
Mll = 0.8 ⋅ ⎛⎜
S + 2ft ⎞ Code :
⎟⋅P AASHTO 8.15.2.2
⎝ 32 ⎠
ACI 318- 89 sec.A.3.2
Mll = 6.684kN ⋅ m
1 2
MDL = ⋅ qDL ⋅ L ⋅ 1m MDL = 1.782 mkN
11
1 2
MSDL = ⋅ qSDL ⋅ L ⋅ 1m MSDL = 0.445 mkN
11
Mu = 17.911mkN
bs = 1000mm
⎛ ⎞
ρ = ⎛⎜ 0.85 ⋅
fc' ⎞ 2 ⋅ Mu
⎟ ⋅ ⎜1 − 1 −
⎝ fy ⎠ 2⎟
⎝ 0.85 ⋅ fc' ⋅ φ ⋅ bs ⋅ d ⎠
ρ = 0.204%
2
As = ρ ⋅ bs ⋅ d As = 340.808mm
8 PERENCANAAN DINDING
8.1 PENERAPAN
Pasal ini untuk merencanakan dinding bidang seperti dinding penahan dan dinding kepala
jembatan, serta untuk perencanaan dinding bidang dengan perbandingan antara lebar dan
ketebalan > 4.
Dinding bidang dan cara pemasangan tulangan harus direncanakan sesuai dengan
penjelasan di bawah ini.
Harus direncanakan sebagai kolom sesuai dengan bab 5 selama tulangan dalam arah
vertikal dipasang pada masing-masing muka. Kecuali bila Nu ≤ 0,5 φ Nn, maka syarat
pendetailan kolom pada sub bab 5.4.4.2 sampai 5.4.4.5 harus dikesampingkan.
Harus direncanakan untuk pengaruh aksi vertikal sebagai kolom sesuai dengan bab 5 dan
pengaruh aksi horisontal sesuai dengan sub bab 8.5.
Apabila gaya vertikal rencana Nu tidak melampaui 0,05 f’c Ag, maka harus direncanakan
sebagai pelat lantai sesuai dengan syarat-syarat dalam bab 7 (sebagai pelat lentur),
kecuali bahwa perbandingan antara tinggi efektif dengan ketebalan tidak melebihi 50.
Tinggi efektif harus ditentukan dari sub bab 8.4.
8.2.5 DINDING DIBEBANI GAYA VERTIKAL SEBIDANG DAN GAYA HORISONTAL TEGAK
LURUS DINDING
Harus direncanakan sebagai kolom sesuai dengan bab 5 selama tulangan dalam arah
vertikal dipasang pada masing-masing muka. Kecuali bila Nu ≤ 0,5 φ Nn, maka syarat
pendetailan kolom pada sub bab 5.4.4.2 sampai 5.4.4.5 harus dikesampingkan
Dinding yang dibebani gaya aksial, momen lentur dan gaya geser yang timbul akibat
gaya yang bekerja pada portal harus direncanakan baik sebagai pelat maupun kolom.
Perbandingan antara tinggi efektif dengan ketebalan hwe/ tw, tidak boleh melebihi 30,
kecuali untuk dinding di mana gaya aksial Nu, tidak melebihi 0,05 f’c Ag, maka
perbandingan boleh dinaikkan menjadi 50.
Tinggi efektif Hwe dari dinding terikat harus diambil seperti berikut :
Dimana :
hwu adalah tinggi dinding yang tidak ditumpu
l1 adalah jarak horisontal antara pusat pegekang lateral.
Kekuatan aksial rencana per unit panjang dinding terikat dalam kasus tekan, harus
diambil sebesar φ Nn
di mana:
φ = faktor reduksi kekuatan sesuai dengan Tabel 3.2 (atau pasal 4.5.2 RSNI)
Nn = kekuatan aksial nominal dinding per satuan panjang
tw = ketebalan dinding
e = eksentrisitas beban diukur pada sudut siku-siku terhadap bidang dinding, yang
ditentukan sesuai dengan sub bab 8.4.1.
Apabila gaya horisontal bidang, bekerja bersamaan dengan gaya aksial, demikian
sehingga pada penampang melintang horisontal:
a) selalu tertekan pada seluruh penampang maka lentur bidang bisa diabaikan dan
dinding direncanakan hanya untuk geser horisontal saja, sesuai dengan pasal yang
lainnya; atau
b) tarikan pada sebagian penampang maka dinding harus direncanakan untuk lentur
bidang sesuai bab 4 dan untuk geser horisontal akan dibahas pada sub bab
selanjutnya.
Untuk geser maksimum, penampang kritis bisa diambil pada jarak dari dasar sebesar 0,5
lw atau 0,5 hw, di mana dari kedua nilai tersebut diambil yang terkecil.
Dimana :
hw adalah tinggi total dinding diukur dari dasar ke puncak
lw adalah panjang horizontal dinding
Perencanaan dinding yang menerima geser bidang harus diambil sebesar φ Vn, di mana :
Vu = Vc + Vs (8.5-1)
Vc dan Vs ditentukan berturut-turut dari pasal 8.5.4 dan pasal 8.5.5 tetapi dalam semua
hal Vn harus diambil tidak lebih besar dari:
Kekuatan geser nominal dari beton tanpa tulangan geser Vc harus diambil sebesar:
hw
Apabila ≤1
lw
hw
Vc = [ 0,66 f c ' - 0,21 f c ' ] (0,8 lw tw) (8.5-3)
lw
hw
Apabila > 1, diambil yang terkecil dari harga yang dihitung dari rumus di atas dan
lw
dari:
0,1 f c '
Vc = [ 0,05 fc ' + ] (0,8 lw tw) (8.5-4)
⎛ hw ⎞
⎜⎜ − 1⎟⎟
⎝ lw ⎠
Tetapi dalam setiap hal :
1
Vc ≥ f c ' (0,8 lw tw) (8.5-5)
6
Sumbangan kekuatan geser nominal dinding oleh tulangan geser Vs harus ditentukan dari
persamaan berikut:
- Untuk dinding di mana hw/lw ≤ 1, ρw diambil yang terkecil dari perbandingan luas
tulangan vertikal atau luas tulangan horisontal, terhadap luas penampang dinding
pada arah yang berurutan.
- Untuk dinding di mana hw/lw > 1, ρw diambil sebagai perbandingan luas tulangan
horisontal dengan luas penampang dinding per meter vertikal.
Rasio tulangan, ρw tidak kurang dari seperti yang diperlukan untuk pengendalian retak
akibat susut dan kekangan. Berdasarkan ketentuan ini persyaratan rasio tulangan dinding
adalah sebagai berikut:
- Luas tulangan minimum 500 mm2/m dalam arah horizontal maupun vertikal.
- Spasi maksimum antar tulangan (pusat ke pusat) 300 mm.
Jarak bersih minimum antara tulangan yang sejajar, selongsong dan tendon harus cukup
untuk menjamin bahwa beton bisa dicor dan dipadatkan tetapi tidak boleh kurang dari 3
db.
Spasi maksimum dari pusat ke pusat dari tulangan yang sejajar harus 1,5 tw atau 300 mm,
diambil mana yang terkecil.
Untuk dinding dengan ketebalan lebih besar dari 200 mm, tulangan horisontal dan
vertikal harus dipasang dalam dua lapis masing-masing dekat muka dinding.
Untuk dinding yang direncanakan sebagai kolom sesuai dengan pasal 5.7., ketentuan
pengekangan untuk pasal 5.7.8.2 sampai pasal 5.7.8.5 jangan diterapkan apabila :
Nu ≤ 0,5 φ Nn (8.6-1)
DIBERIKAN :
1. Dimensi Retaining wall
b1 b2 b3 b4
1`
2`
h2
q1 q2
h1
2
ho
Lpc
Badan Retainingwall
Lebar retaining wall, Bb := 1m
Pile cap
Lebar bpc := 1m
Panjang Lpc = 2.15m
2. Materials :
Concrete : K-250 fc := 20Mpa
Densitas Beton −3
γc := 25⋅ kN⋅ m
5
Steel : Es := 2⋅ 10 ⋅ Mpa
Flexure Steel fy := 400⋅ Mpa
Shear Steel fys := fy
(SNI / BMS-1992)
φ := 0.8
KuD := 1.3 KuSA := 1.4
KuL := 2 KuSP := 1.25
note1 = "Nu < 0.05 fc Ag atau hwe/tw <50, direncanakan sebagai pelat"
Beban-beban
LL -1
q1 = 3.333 m kN
EP -1
q2 = 14.167m kN
V1 := q1⋅ L V1 = 8.333kN
V2 := 0.5q2⋅ L V2 = 17.708kN
Kombinasi ultimate
h := tw h = 300mm
1 2
Mcr := 0.7⋅ fc⋅ Mpa ⋅ ⋅ bw⋅ h Mcr = 46.957kN⋅ m
6
2⋅ Mu
1− 1−
2
0.85⋅ fc⋅ φ⋅ bw⋅ d
ρ' :=
fy ρ' = 0.37373%
0.85⋅ fc
Ds := 16⋅ mm
1 2 2
As1 := ⋅ π⋅ Ds As1 = 2.011cm
4
Ambil saja jumlah tulangan , n=5
(per lebar analisis 1m, maka spasi,
s = 1000 mm / 5 = 200 mm)
x := 0.5⋅ L
1 2
M1 := ⋅ q1⋅ x M1 = 2.604kN⋅ m
2
1 2 x
M2 := ⋅ q2⋅ x ⋅ M2 = 1.845kN⋅ m
6 L
V1 := q1⋅ x V1 = 4.167kN
2
1 x
V2 := q2⋅ V2 = 4.427kN
2 L
Kombinasi ultimate
bw := Bb h := b2 + 0.5b3 h = 250mm
Mu := 1.333Mu' Mu = 8.302kN⋅ m
2⋅ Mu
1− 1−
2
0.85⋅ fc⋅ φ⋅ bw⋅ d ρ' = 0.37373%
ρ' :=
fy
ρ' := ρmin
0.85⋅ fc
Ds := 16⋅ mm
1 2 2
As1 := ⋅ π⋅ Ds As1 = 2.011cm ρ' = 0.25%
4
Ambil saja jumlah tulangan , n=3
(per lebar analisis 1m, maka spasi,
s = 1000 mm / 2 = 500 mm)
ds := d ds = 0.172 m
1
Vc := ⋅ fc⋅ Mpa ⋅ ( bpc ⋅ ds )
6
Vc = 128.201kN
Vn := Vc Vn = 128.201kN
9 PERENCANAAN KORBEL
9.1 PENERAPAN
Korbel direncanakan sebagai balok tinggi kantilever berdasarkan aksi batang tekan dan
tarik, perlu diperlukan juga diperhitungkan adanya gaya horisontal dan pergerakan dari
bagian yang ditumpu. Pasal ini mencakup korbel dengan perbandingan bentang geser dan
tinggi a/d < 1, dan dibebani oleh satu gaya tarik horisontal Nuc yang tidak lebih besar
daripada Vu. Jarak d harus diukur pada muka perletakan.
Pelat tumpu a
Nuc Vu
Tinggi muka sisi luar tidak boleh kurang daripada 0,5 d..
Garis kerja aksi dari beban bisa diambil jatuh pada tepi bagian luar bantalan perletakan
kalau ada, atau pada permulaan dari tiap tepi pelandaian, atau pada muka bagian luar dari
korbel. Apabila bagian komponen lentur ditumpu, maka bagian luar korbel harus
dilindungi terhadap pengelupasan.
Dalam semua perhitungan perencanaan yang sesuai dengan bagian ini, faktor reduksi
kekuatan harus diambil sesuai dengan Tabel 3.2.
a) Luas dari penulangan tarik primer/pokok As diambil dari harga yang terbesar
antara (Af + An) atau An + 2 Avf /3.
b) Perancangan dari penulangan friksi-geser Avf yang menahan geser Vu dapat diambil
sebesar Avf = Vn /( fy μ) sesuai dengan RSNI T-12-04 pasal 5.2.8.
1. Untuk beton normal, kuat geser Vn tidak boleh diambil lebih besar daripada
0,2fc’bwd ataupun 5,5 bwd dalam Newton.
2. Untuk beton ringan total atau beton berpasir ringan, kuat geser Vn tidak boleh
diambil melebihi (0,2 – 0,07a / d) fc’bwd ataupun (5,5 – 1,9a/d)bwd dalam
Newton.
Penulangan An yang menahan gaya tarik Nuc harus ditentukan dari Nuc ≤ φ An fy.
Gaya tarik Nuc harus tidak boleh kurang daripada 0,2 Vu kecuali ketentuan khusus yang
dibuat untuk menghindari gaya tarik.Gaya tarik Nuc harus dipandang sebagai beban
hidup walau gaya tarik berasal dari rangkak, susut atau perubahan suhu.
As f '
Rasio tulangan ρ = tidak boleh kurang dari 0,04 c .
bd fy
Sengkang tertutup atau tulangan pengikat sejajar dengan As, dengan luas total Ah tidak
kurang dari 0,5 (As-An) harus disebarkan ke dua pertiga dari tinggi efektif yang terkait
dengan As.
Pada sisi muka dari braket atau korbel, tulangan tarik utama As harus diangkurkan dengan
salah satu cara dibawah ini:
a) Las struktural pada batang transversal yang berukuran paling tidak berukuran sama.
Las direncanakan untuk mengembangkan kekuatan leleh terspesifikasi fy dari
batang-batang As.
b) Pelengkungan batang-batang tarik utama As sebesar 180o hingga membentuk satu
loop horisontal.
c) Cara lainnya dari pengangkuran yang memberikan hasil positif.
DIBERIKAN :
a = 275mm c = 400mm
ds
ambil d := h − 5 ⋅ cm − d = 343.5mm Vn diambil nilai terkecil di
2
antara 0.2fc bw d dan
a
check geometri korbel = 0.801 < 1 OK 5.5(Mpa) bw d.
d
μ := 1.4 ⋅ λ μ = 1.4
Vu 2
Avf := Avf = 2.206cm
φ ⋅ fy ⋅ μ
Af ⋅ fy
a1 := a1 = 16.338mm
0.85fc ⋅ bw
Mu 2
Af := Af = 2.637cm
φ ⋅ fy ⋅ ⎛⎜ d −
a1 ⎞
⎟
⎝ 2 ⎠
β1 := 0.85 if fc ≤ 30 ⋅ Mpa β1 = 0.85
0.65 if fc ≥ 55 ⋅ Mpa
ab_per_d := β1 ⋅ ⎛⎜ ⎞
600
fy ⎟
⎜ 600 + ⎟
⎝ Mpa ⎠
ab_per_d = 0.51 ab := d ⋅ ab_per_d ab = 175.185mm
a1 ab
= 0.048 < 0.75 ⋅ = 0.383 OK! { ρ < 0.75ρ b }
d d
Digunakan 2
4D13 4Ab = 5.309cm
2 2
dh := 10 ⋅ mm Ab := 0.25 ⋅ π ⋅ dh Ab = 0.785cm
2
Ah := 0.5 ⋅ ( As − An ) Ah = 1.318cm
Digunakan 2
4D10 4Ab = 3.142cm
T := As ⋅ f T = 32.543kN
10.1 UMUM
Peraturan ini berlaku untuk struktur beton prategang untuk jembatan, dengan material
beton normal yang memiliki kuat tekan (berdasarkan benda uji silinder) antara 30 MPa
sampai dengan 60 MPa. Walaupun demikian, Peraturan ini bisa berlaku untuk
penggunaan beton bermutu tinggi atau sangat tinggi dengan kuat tekan yang melebihi 60
MPa, asalkan bila dianggap perlu dilakukan penyesuaian pada ketentuan perilaku untuk
material beton tersebut, berdasarkan suatu acuan teknis atau hasil penelitian yang bisa
diterima oleh yang berwenang.
10.2.1 SELONGSONG
• Selongsong untuk tendon baja prategang harus kedap mortar dan tidak reaktif
dengan beton, baja prategang, atau bahan grouting yang akan digunakan.
10.2.2 ANGKUR
Angkur yang dipakai harus diproduksi oleh fabrikator yang dikenal dengan jaminan mutu
yang sesuai dengan spesifikasi teknik, yang bila perlu ditentukan dengan pengujian.
Penyambung (coupler) harus dapat menyalurkan gaya yang tidak lebih kecil dari kuat
tarik batas elemen yang disambung.
• Umum
Tendon baja prategang bisa terbuat dari kawat baja (wire), kawat untai (strand), atau
batang baja (bar), yang sesuai dengan standar spesifikasi yang berlaku.
Bila tidak ada jaminan spesifikasi dari pabrik pembuatnya, maka kualitas tendon baja
prategang harus ditentukan melalui pengujian sesuai dengan standar spesifikasi yang
berlaku. Tendon baja prategang yang digunakan tidak boleh diberi galvanisasi.
Beton prategang memberikan solusi untuk memperbaiki sistem pada beton yang lemah
dalam tarik. Beton diberi aksial tekan untuk mengurangi atau mengimbangi tegangan
tarik yang terjadi.
qL+D
P P
h
P
L b
x
P
+ =
Mx
f2= M y/I f1 + f2 = -P/A + M y/I
Momen yang terjadi akibat beban mati dan beban hidup pada tengah bentang
P
f1 = (10.3-1)
A
Tegangan akibat momen M D+L (Tegangan yang menekan serat atas adalah positif)
M D+ L ⋅ y
f2 = (10.3-2)
I
Dimana,
Bila dianggap perlu, nilai perkiraan harus direvisi untuk kehilangan gaya prategang pada
kondisi yang tidak biasa atau bila digunakan proses atau material baru.
Kehilangan prategang dapat dinyatakan dalam bentuk kehilangan gaya atau kehilangan
tegangan di dalam tendon.
Kehilangan gaya prategang akibat gesekan pada alat penegang dan angkur tergantung
pada tipe alat penegang (jack) dan sistem pengangkuran yang digunakan.
Kehilangan akibat gesekan sepanjang tendon dihitung berdasarkan analisis dari gaya
desak tendon pada selongsong. Jika tidak ada perhitungan yang lebih teliti, gaya
prategang dalam tendon Ppx pada jarak x dari ujung alat penegang tendon (jack) dapat
dihitung sebagai berikut:
Ppx = Ppj e ∑ i i
− ( μα + kL )
(10.4-1)
Dimana :
μ = koefisien friksi
α = perubahan sudut total dari titik original ke x, radian.
K = koefisien friksi wobble per meter tendon
x = panjang tendon dari A ke B, meter
Besar gesekan akibat kelengkungan selongsong dan simpangan sudut yang digunakan
dalam perencanaan harus diperiksa selama pelaksanaan pra-penegangan.
Tabel 10.1 Koefisien Friksi Tendon Pasca Tarik
Jika tidak ada perhitungan yang lebih teliti, maka kehilangan tegangan dalam tendon σes
akibat perpendekan elastis beton dapat dihitung sebagai berikut, untuk komponen pra-
tarik:
E
σ es = E s f pci (10.4-2)
ci
E
σ es = 0,5 E s f pci (10.4-3)
ci
Dalam hal tendon pasca tarik yang terdiri hanya dari satu tendon tunggal saja, kehilangan
prategang akibat perpendekan elastis beton dapat diabaikan.
Pada komponen pasca tarik, kehilangan prategang saat transfer gaya prategang dari alat
penegang ke angkur harus diperhitungkan, berdasarkan panjang pengaruh tendon yang
diperkirakan mengalami pengaruh perubahan tegangan akibat slip pengangkuran. Besar
kehilangan dari hasil perhitungan harus diperiksa di lapangan pada saat pra-penegangan,
dan harus dilakukan penyesuaian di mana perlu.
Pada struktur beton prategang, susut beton harus diperhitungan sebagai faktor yang
mempengaruhi kehilangan gaya prategang, yang besarnya tergantung pada waktu. Jika
tidak ada perhitungan yang lebih teliti, maka kehilangan tegangan dalam tendon σcs
akibat susut pada beton harus diambil sebesar:
di mana εcs menyatakan besarnya deformasi susut beton yang dihitung sesuai ketentuan
pada sub-bab 2.3.7
E p ε cs
σ cs = (10.4-5)
A
1 + 15 s
Ag
Kehilangan gaya prategang akibat rangkak pada beton harus diperhitungkan dari analisis
regangan rangkak yang tergantung pada waktu. Kecuali jika ada perhitungan yang lebih
rinci, dan bila tegangan tekan (akibat prategang) dalam beton pada posisi tendon tidak
melebihi 0,5 fc’, kehilangan akibat rangkak tersebut dapat dihitung sebesar:
di mana:
⎛ f pci ⎞
ε cc = φ cc ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ E ci ⎠ (10.4-7)
φcc menyatakan faktor rangkak rencana yang dihitung sesuai ketentuan pada sub-bab
2.3.8.
⎛ Δf pi ⎞
σ R = Rt ⎜⎜1 − ⎟ f pi (10.4-8)
⎝ f pi ⎟⎠
di mana Rt menyatakan faktor relaksasi rencana tendon, yang dipengaruhi oleh jenis
tendon.
Perubahan suhu antara saat penegangan tendon dan saat pengecoran beton
Perbedaan suhu antara tendon yang ditegangkan dan struktur yang diprategang
selama perawatan pemanasan beton.
Demikian juga bila dianggap perlu, diperhitungkan kehilangan yang tergantung waktu,
yang disebabkan oleh antara lain:
• Pengaruh penambahan rangkak yang disebabkan oleh beban berulang yang sering
terjadi.
komponen beton prategang, khususnya beton prategang penuh, terhadap lentur yang
mengutamakan suatu pembatasan tegangan kerja, baik pada tegangan tekan maupun tarik,
atau yang ada keterkaitan dengan aspek lain yang dianggap sesuai kebutuhan perilaku
deformasinya, dapat digunakan cara Perencanaan berdasarkan Batas Layan (PBL).
Tegangan yang diijinkan harus mengacu pada RSNI atau Sub-Bab 2.5.2 manual
perencanaan ini.
Struktur harus direncanakan untuk menahan semua pembebanan yang mungkin bekerja,
sesuai dengan Peraturan Pembebanan untuk Jembatan.
Di samping itu perlu diperhatikan pengaruh dari gaya akibat prategang, beban peralatan,
beban kejut, getaran, susut, rangkak, perubahan suhu, perbedaan penurunan dari bagian
tumpuan struktur, dan beban khusus lainnya yang mungkin bekerja.
Pengaruh aksi rencana Sw harus ditentukan akibat kombinasi beban layan yang paling
berbahaya, berdasarkan analisis yang tepat sesuai persyaratan pada Peraturan
Pembebanan untuk Jembatan.
Tegangan ijin yang digunakan tidak boleh melebihi nilai yang telah ditentukan dalam sub
bab 2 kecuali bila diijinkan oleh Peraturan Pembebanan untuk Jembatan.
Sw ≤ Rw (10.7-1)
Dalam perhitungan untuk perencanaan, besaran momen sekunder dan pengaruh gaya
geser akibat prategang harus diperhitungkan dalam analisis tegangan pada penampang
beton prategang.
Pengaruh aksi batas (ultimit) Su harus ditentukan akibat kombinasi beban yang paling
berbahaya, berdasarkan analisis yang tepat sesuai dengan persyaratan pada Peraturan
Pembebanan untuk Jembatan.
Ru = φRn (10.8-2)
Untuk memenuhi persyaratan kekuatan, stabilitas, dan daya layan, gaya dalam pada
struktur dan komponennya dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari cara
berikut:
b). analisis elastis, yang memperhitungkan reaksi, momen (sekunder), gaya geser,
dan gaya aksial yang timbul akibat adanya pratekan, rangkak, susut, perubahan
suhu, deformasi aksial, kekangan deformasi yang diberikan oleh komponen
struktur yang menyatu dengan komponen yang ditinjau, dan penurunan fondasi.
Momen sekunder dan gaya geser serta deformasi struktur statis tak tentu akibat prategang
harus diperhitungkan dalam perencanaan beban batas (ultimit). Momen sekunder dan
gaya geser dapat ditentukan dari analisis elastis struktur pada keadaan yang tidak
dibebani dan tidak retak.
Bila digunakan momen dan geser rencana untuk kombinasi beban yang sesuai dengan
Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, momen sekunder dan gaya geser akibat
prategang harus diperhitungkan dengan faktor beban sebesar 1,0.
Untuk perhitungan kekuatan dalam keadaan khusus akibat beban mati ditambah
prategang saat transfer dapat digunakan faktor beban sebesar 1,15 untuk momen sekunder
dan gaya geser akibat prategang.
Pada daerah tumpuan yang disediakan tulangan non-prategang, momen negatif yang
dihitung dengan teori elastis untuk setiap pola pembebanan boleh diredistribusi, dalam
arti diperbesar atau diperkecil tidak lebih dari:
⎡ d ⎤
⎢ ω p + d (ω − ω' ) ⎥
20 ⎢1 − ⎥ persen
p
(10.8-3)
⎢ 0 ,36 β 1 ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
Momen negatif yang telah diubah tadi harus digunakan untuk menghitung momen-
momen pada penampang dalam batas bentang yang ada untuk pola pembebanan yang
sama.
Redistribusi momen negatif hanya boleh dilakukan bila penampang yang momennya
direduksi direncanakan sedemikian rupa sehingga ωp’ atau [ωp + (d/dp) (ω - ω’)], atau [ωp
+ (d/dp) (ωw - ω’w)], yang manapun yang berlaku, tidak lebih besar dari 0,24β1.
Dalam analisis penampang beton prategang, blok tegangan tekan beton dapat dihitung
berdasarkan bentuk kurva tegangan-regangan beton yang sebenarnya, atau ditempuh
suatu penyederhanaan berdasarkan bentuk kurva trilinier, atau bilinier (trapesium),
ataupun terdistribusi secara merata dalam suatu blok tegangan berbentuk segi empat.
Bila garis netral terletak di dalam penampang, dan regangan maksimum pada serat tekan
terluar beton diambil sebesar 0,003, ketentuan mengenai distribusi tegangan tekan
berbentuk segi empat dapat dianggap terpenuhi dengan asumsi tegangan tekan merata
sebesar 0,85 fc’ bekerja pada luas bidang yang dibatasi oleh:
a). Tepi dari penampang; dan
b). Garis sejajar sumbu netral pada kondisi batas akibat beban yang diperhitungkan, yang
terletak pada jarak a = β1 c dari serat tekan terluar, di mana nilai β1 ditetapkan sesuai
dengan sub-bab 4.1.2.
Tegangan analitis batas baja prategang fps (untuk perhitungan kekuatan batas nominal
penampang beton prategang) harus diambil tidak melebihi fpy.
Jika tidak tersedia perhitungan yang lebih tepat, dan tegangan efektif pada tendon fse tidak
kurang dari 0,5 fpu, tegangan analitis batas baja prategang fps dalam tendon yang terlekat
penuh, dapat diambil sebesar:
⎛ γp ⎡ f pu d ⎤⎞
f ps = f pu ⎜ 1 −
⎜ ⎢ρ p + (ω − ω ')⎥ ⎟⎟ (10.8-4)
⎝ β1 ⎢⎣ fc ' d p ⎥⎦ ⎠
Jika pengaruh tulangan tekan diperhitungkan pada saat menghitung fps dengan persamaan
(10.8-4), maka
⎡ f pu d ⎤
⎢ρ p + (ω − ω' )⎥ (10.8-5)
⎢⎣ fc' d p ⎥⎦
harus diambil tidak kurang dari 0,17 dan d’ tidak lebih dari 0,15dp.
10.8.4 TEGANGAN ANALITIS BATAS BAJA PRATEGANG UNTUK TENDON YANG TIDAK
TERLEKAT (UNBOUNDED)
Bila tendon tidak terlekat, tegangan analitis batas baja prategang fps harus ditentukan dari
persamaan berikut:
a). untuk balok dengan perbandingan bentang dan tinggi penampang ≤ 35:
fc'
f ps = f se + 70 + (10.8-6)
100 ρ p
namun nilai fps tidak boleh diambil lebih besar dari (fse + 400).
b). untuk balok dengan perbandingan bentang dan tinggi penampang > 35:
fc'
f ps = f se + 70 + (10.8-7)
300 ρ p
namun nilai fps tidak boleh diambil lebih besar dari (fse + 200).
Dalam kasus yang manapun, nilai fps tidak boleh diambil lebih besar dari fpy.
Kekuatan rencana atau kekuatan terfaktor untuk lentur dihitung sebagai φMn, di mana φ
adalah faktor reduksi kekuatan yang sesuai dengan tabel 3.2.
Kekuatan batas nominal lentur, Mn, pada penampang kritis tidak boleh kurang dari 1,2
kali momen retak Mcr yang besarnya:
⎛ P ⎞⎟
M cr = Z ⎜ f cf + + Pe* (10.8-8)
⎜ A ⎟
⎝ g ⎠
Syarat ini harus dianggap terpenuhi jika tegangan tekan maksimum dalam beton pada
beban layan saat transfer tidak melebihi 0,5 kali kekuatan tekan beton saat transfer fci’.
Rasio perbandingan antara baja tulangan prategang dan tulangan non-prategang terhadap
beton, harus sedemikian rupa sehingga ωp, atau [ωp + (d/dp)(ω - ω’)], atau [ωpw + (d/dp)
(ωw - ω’w)], yang manapun yang berlaku, tidak boleh > 0,36β1.
dimana :
d adalah jarak dari serat tekan terluar penampang beton ke titik berat tulangan tarik
non-prategang
dp adalah jarak dari serat tekan terluar penampang beton ke titik berat tulangan
prategang.
Bila rasio tulangan yang ada melewati nilai di atas, maka penampang menjadi
“bertulangan kuat” (over-reinforced) pada kondisi kekuatan batas, maka bila hal ini
terjadi, harus diperhatikan beberapa ketentuan berikut:
Pada komponen struktur lentur dengan sistem tendon tanpa lekatan, harus dipasang
tulangan lekatan non-prategang minimum sebesar:
As = 0,004 A (10.8-9)
di mana A adalah luas bagian penampang antara muka serat lentur tertarik dan garis berat
penampang bruto.
Dalam hal ini, As harus disebar merata pada daerah tarik yang awalnya mengalami tekan,
dan secara praktis harus sedekat mungkin ke serat tarik terluar dari penampang.
Analisis geser balok harus dilakukan dengan cara Perencanaan berdasarkan Beban dan
Kekuatan Terfaktor (PBKT).
Pada balok yang tidak prismatis atau tinggi penampangnya bervariasi, perhitungan
kekuatan geser harus memperhitungkan komponen gaya tarik atau tekan miring akibat
adanya variasi tinggi penampang.
Kekuatan geser batas nominal Vn, tidak boleh diambil lebih besar dari jumlah kekuatan
geser yang disumbangkan oleh beton dan tulangan geser dalam penampang komponen
struktur yang ditinjau, yaitu:
Vn = Vc + Vs (10.9-1)
Kekuatan geser batas beton Vc yang tanpa memperhitungkan adanya tulangan geser, tidak
boleh diambil melebihi dari nilai terkecil yang diperoleh dari 2 kondisi retak, yaitu retak
geser terlentur (Vci) dan retak geser badan (Vcw), kecuali jika penampang yang ditinjau
mengalami retak akibat lentur, di mana dalam kondisi tersebut hanya kondisi retak geser
terlentur yang berlaku.
a). Kondisi retak geser terlentur
fc' V i M cr
V ci = bw d + V d + (10.9-2)
20 M max
di mana
⎛ f ' ⎞
M cr = Z ⎜ c + f pe − f d ⎟ (10.9-3)
⎜ 2 ⎟
⎝ ⎠
Z = I / yt
f c'
tetapi Vci tidak perlu diambil kurang dari bw d .
7
Dalam persamaan (10.9-2), nilai-nilai Mmax dan Vi harus dihitung dari kombinasi beban
yang menimbulkan momen maksimum pada penampang (i) yang ditinjau.
Vcw = Vt + V p (10.9-4)
di mana:
Vt = 0 ,3 ( )
f c ' + f pc bv d (10.9-5)
Dalam persamaan (10.9-5), fpc menyatakan tegangan tekan rata-rata pada beton akibat
gaya prategang efektif saja, sesudah memperhitungkan semua kehilangan gaya prategang
yang terjadi.
Bila penampang yang dianalisis merupakan komponen struktur komposit, maka tegangan
tarik utama harus dihitung dengan menggunakan penampang yang memikul beban hidup.
Bila pada komponen struktur pratarik terdapat keadaan di mana penampang yang
berjarak h/2 dari tumpuan berada lebih dekat ke ujung komponen dari pada panjang
transfer tendon prategang, maka dalam perhitungan Vcw untuk kondisi retak akibat geser
badan digunakan nilai prategang yang direduksi. Gaya prategang dapat dianggap
bervariasi dari nol pada ujung tendon sampai harga maksimum sebesar 50 kali diameter
(kawat untai) atau 100 kali diameter (kawat tunggal) pada titik sejarak panjang transfer
tendon.
Sumbangan tulangan geser tegak dan miring terhadap kekuatan geser batas, Vs,
ditentukan dengan persamaan berikut:
a). untuk tulangan geser tegak lurus
Av f y d
Vs = (10.9-6)
s
Av f y (sin α + cos α ) d
Vs = (10.9-7)
s
di mana α menyatakan besarnya sudut antara sengkang miring dan sumbu longitudinal
komponen struktur, dan d adalah jarak dari serat tekan terluar terhadap titik berat
tulangan tarik longitudinal, tapi tidak perlu diambil kurang dari 0,8h.
Kekuatan geser rencana harus diambil sebesar φVn, di mana kuat geser batas Vn
ditentukan oleh persamaan (10.9-1), dan φ adalah faktor reduksi kekuatan yang sesuai
dengan Tabel 3.2.
Untuk memenuhi syarat keamanan geser, kuat geser rencana harus tidak lebih kecil dari
gaya geser batas (ultimit, atau gaya geser rencana terfaktor) Vu pada penampang yang
ditinjau akibat kombinasi pembebanan luar yang paling berbahaya.
φVn ≥ Vu
Gaya geser batas atau gaya geser rencana terfaktor Vu dihitung dengan menggunakan
beban rencana batas seperti yang ditentukan pada Peraturan Pembebanan untuk
Jembatan.
Gaya geser maksimum di dekat tumpuan harus diambil sebagai gaya geser pada:
a). jarak h/2 dari muka tumpuan, jika tidak ada beban terpusat bekerja antara muka
tumpuan dan lokasi sejauh jarak tersebut, atau
b). muka tumpuan, jika retak diagonal akibat geser mungkin terjadi pada tumpuan
atau berlanjut sampai pada tumpuan.
Bila reaksi tumpuan, dalam arah bekerjanya gaya geser, menimbulkan tekan pada daerah
ujung komponen, dan tak ada beban terpusat bekerja antara muka tumpuan dan lokasi
penampang kritis, maka penampang pada jarak kurang dari h/2 dapat direncanakan
terhadap gaya geser rencana terfaktor Vu yang sama dengan penampang kritis.
Bila gaya prategang efektif tidak kurang dari 40% dari kekuatan tarik tulangan, tulangan
geser minimum dapat dihitung dengan persamaan di atas atau persamaan berikut:
Aps f pu s d
Av = (10.9-9)
80 f y d bv
Persyaratan untuk tulangan geser berikut ini harus diterapkan dalam perencanaan geser:
Jika gaya geser rencana terfaktor Vu tidak melebihi kekuatan geser rencana balok dengan
tulangan geser minimum, Vu ≤ φVn.min, maka hanya perlu dipasang tulangan geser
minimum.
Syarat pemasangan tulangan geser minimum ini pada balok bisa diabaikan jika Vu ≤ φVc
dan tinggi total komponen struktur tidak melebihi nilai terbesar dari 250 mm dan
setengah lebar badan.
Ketentuan mengenai tulangan geser minimum ini dapat diabaikan bila menurut pengujian
yang mensimulasikan pengaruh perbedaan penurunan, susut, rangkak dan perubahan
suhu yang mungkin terjadi selama masa layan, komponen dapat mengembangkan kuat
lentur dan geser nominal yang diperlukan.
Jika Vu > φVn.min, maka harus dipasang tulangan geser dengan kuat geser batas Vs.
Jika gaya prategang lebih besar dari gaya geser rencana, Vp > Vu, maka gaya geser
rencana semula harus dimodifikasi menjadi Vu = 1,2 Vp –Vu awal dan untuk
perhitungan selanjutnya Vp dianggap nol.
Tata cara perencanaan balok beton prategang terhadap puntir mengikuti tata cara
perencanaan puntir untuk balok beton bertulang.
2. Pada daerah momen positif di mana tegangan tarik beton yang didapat dari
perhi-tungan pada beban kerja > (1 / 6 ) f c ' , luas minimum dari tulangan non-
3. Dalam daerah momen negatif pada kolom penumpu, luas tulangan non-
prategang minimum dalam setiap arah yang dipasang pada bagian atas pelat
harus dihitung sebesar:
Tulangan harus dipasang untuk memikul gaya tarik yang timbul dari aksi dan penyebaran
gaya prategang pada daerah angkur.
Pada daerah pengangkuran harus dipasang tulangan untuk menahan gaya pemecah
(bursting), gaya pembelah (splitting), dan gaya pengelupas (spalling) akibat
pengangkuran tendon, kecuali apabila dapat dibuktikan bahwa hal itu memang tidak
diperlukan.
Daerah dengan perubahan penampang mendadak harus diberi tulangan yang cukup.
Angkur, penyambung dan penutup akhir (end fitting) harus dilindungi secara permanen
terhadap karat.
Bila jarak antara 2 angkur kurang dari 0,3 kali tinggi atau lebar total komponen, harus
dipertimbangkan pengaruh pasangan angkur yang bekerja sebagai angkur tunggal
ekivalen di bawah gaya prategang total.
Dalam menghitung pengaruh rencana harus digunakan nilai maksimum gaya prategang
selama transfer.
Jika angkur majemuk ditegangkan secara berurutan, gaya prategang total pada tiap
tahapan dapat dikurangi untuk mengantisipasi kehilangan pada tendon yang sudah
ditegangkan.
Resultan gaya pecah dari tegangan tarik melintang yang terjadi sepanjang garis aksi gaya
angkur besarnya tergantung pada gaya maksimum yang terjadi pada angkur saat
penegangan, dan perbandingan tinggi atau lebar pelat tumpuan angkur dengan tinggi atau
lebar prisma simetris.
Untuk gaya pemecah (bursting) di mana tulangan tidak di dekat permukaan beton dan ada
tambahan tulangan permukaan, tegangan pada tulangan harus dibatasi maksimum
200 MPa.
Untuk gaya pengelupas (spalling) di mana terdapat lapisan tulangan pada tiap sisi
komponen, tegangan pada tulangan permukaan harus dibatasi sampai 150 MPa untuk
mengontrol retak. Tulangan harus diangkur dengan baik untuk menyalurkan tegangan
tersebut.
Tulangan untuk gaya pemecah harus didistribusikan dari 0,1h sampai 1,0h dari
permukaan yang dibebani.
a). Tulangan yang serupa harus dipasang dari bidang pada 0,1h sampai sedekat mungkin
ke muka yang dibebani. h harus diambil sama dengan tinggi atau lebar dari prisma
simetris. Tulangan yang dipasang untuk mencegah pemecahan juga dapat digunakan
untuk mencegah pengelupasan asalkan posisinya tepat dan dijangkarkan dengan baik.
b). Tulangan untuk gaya pengelupas harus dipasang sedekat mungkin ke muka yang
dibebani dan konsisten dengan persyaratan selimut beton dan pemadatan.
c). Pada tiap bidang yang sejajar dengan sisi yang dibebani, tulangan harus ditentukan
dari penampang memanjang dengan persyaratan tulangan yang terbesar pada bidang
tersebut, dan harus diperpanjang ke seluruh tinggi atau lebar daerah ujung.
Pada daerah pengangkuran komponen pra-tarik, tulangan untuk gaya pemecah umumnya
tidak diperlukan.
Untuk mengontrol retak horisontal, sengkang vertikal yang dipasang harus menahan
minimum 4% gaya prategang total saat transfer. Untuk mengontrol retak vertikal
diperlukan sengkang horisontal dalam luas yang sama, dan dipasang bersama-sama
sengkang vertikal jika diperlukan kontrol terhadap retak vertikal dan horisontal.
Sengkang ini ditempatkan sebagai tulangan pencegah pengelupasan (spalling
reinforcement) di sepanjang 0,25 kali tinggi (lebar) komponen dari muka ujung.
Tulangan harus direncanakan untuk menyalurkan tegangan sebesar 150 MPa.
Harus diperhatikan tulangan yang diperlukan pada daerah tegangan tarik setempat seperti
pada sudut tak bertegangan (dead end), angkur internal, dan angkur luar.
Pada angkur internal, tulangan khusus harus dipasang untuk menahan 20-40% gaya
prategang dalam tendon.
Bila digunakan angkur luar, selain tulangan untuk menahan gaya pemecah, diperlukan
tulangan tambahan untuk menahan tarik akibat kelengkungan tendon, menyediakan
sambungan geser ke komponen utama dan melayani penyebaran gaya prategang, serta
menahan tarik akibat eksentrisitas setempat dari gaya prategang.
• (f ps − 23 f se ) d b / 7 mm
Bila lekatan kawat untai tidak menerus sampai ke ujung komponen, dan bila akibat beban
kerja terdapat kondisi tarik pada beton yang awalnya mengalami tekan, maka nilai
panjang penyaluran di atas harus dikali 2.
Pengangkuran tendon harus mampu menyalurkan kekuatan tarik fpu ke dalam tendon.
Angkur untuk tendon yang tidak terlekat harus mampu menahan kondisi pembebanan
berulang.
L = 35m
H = 2100⋅ mm
A = 200mm
B = 700 ⋅ mm
C = 800mm
h1 = 200mm
h2 = 120mm
h3 = 250mm
h4 = 250mm
11 4
Moment inersia Ic = 4.109 ⋅ 10 ⋅ mm
2
Luas penampang Ac = 749500mm
Cgc dari serat bawah Cb = 1008.0165mm
Cgc dari serat atas Ct = H − Cb Ct = 1091.984 mm
Ic 8 3
Sec. Modulus (atas) St = St = 3.763 × 10 mm
Ct
Ic 8 3
Sec. Modulus (Bawah) Sb = Sb = 4.076 × 10 mm
Cb
Ic
Radius Girasi r = r = 740.427 mm
Ac
2
r
kb = kb = 502.052 mm
Ct
2
r
kt = kt = 543.872 mm
Cb
y sp = y t( 0 ) y sp = 1056.51 mm support
y b( x) = H − yt( x)
(
Imid = Ix x mid ) Imid = 4.11 × 10
11
mm
4
midspan
Ix( x )
r( x ) =
Ax( x )
r( 0 ) = 0.608 m ( )
r x mid = 0.74 m
2. Material
a. Beton
Girder Pracetak
fc = 41.5 MPa (mutu beton silinder 28 hari)
fci = 0.8⋅ fc fci = 33.2 MPa
Ec = 4700⋅ fc⋅ MPa Ec = 30277.632 MPa
fy = 400 ⋅ MPa
Eci = 4700⋅ fci⋅ MPa Eci = 27081.137 MPa
kgf
Slab fcp = 250
2
cm
fcp = 25 MPa
Ecp = 4700⋅ fcp ⋅ MPa Ecp = 23500 MPa
( )
fpeff = 1 − %Δs ⋅ fpi fpeff = 1041.6 MPa
be⋅ ( hplt) ⋅ ⎛⎜ H +
hplt ⎞
⎟ + Ac⋅ Cb
Cgc dari bottom Cbk =
⎝ 2 ⎠
Ack
Cbk = 1423.181 mm
Cgc dari top Ctk = H + hplt − Cbk Ctk = 926.819 mm
3 2
2 be⋅ hplt ⎛ hplt ⎞
Moment inersia Ick = Ic + Ac⋅ ( Cbk − Cb) + + be⋅ hplt⋅ ⎜ Ctk − ⎟
12 ⎝ 2 ⎠
4
Ick = 0.792 m
Ick 3
Sec. Modulus (atas) Stk = Stk = 0.854 m
Ctk
Ick 3
Sec. Modulus (Bawah) Sbk = Sbk = 0.556 m
Cbk
4. Gaya Dalam
Faktor reduksi lentur φL = 0.8
Faktor reduksi geser φS = 0.75
−3
Berat jenis beton γc = 24⋅ kN⋅ m
−3
Berat jenis beton prategang γpt = 25⋅ kN⋅ m
−3
Berat jenis baja γs = 78.5⋅ kN⋅ m
Keterangan :
MSD = Momen akibat beban mati superimposed, seperti pelat lantai dan aspal
MD = Momen akibat berat sendiri girder
ML = Momen akibat beban hidup
VSD = Geser akibat beban mati superimposed, seperti pelat lantai dan aspal
VD = Geser akibat berat sendiri girder
VL = Geser akibat beban hidup
Tendons
Given
−Peff Peff ⋅ e MD + MSD ML
− + + = Ft Pf2 = Find( Peff )
Ac Sb Sb Sbk
Pf2 = 3854.94 kN
Mu 2
Aps = Aps = 3267.064 mm
φL⋅ [ 0.9( H + hplt) ] 0.95⋅ fpu
n_strand = ceil⎛⎜
Aps ⎞
⎟ n_strand = 38
⎝ Ap1 ⎠
So : Number of Strands use n = np n = 54
2
Luas kabel total Aps = n ⋅ Ap1 Aps = 5330.34 mm
Gaya prategang initial Pi = fpi⋅ Aps Pi = 6940.103 kN
Gaya jacking Pj = fpj⋅ Aps Pj = 7435.824 kN
Gaya prategang efektif Peff = fpeff ⋅ Aps Peff = 5552.082 kN
M DL( x )
amin( x ) =
Pi
( )
amin x mid = 413.42 mm
2
r( x )
kt'( x ) = y t( x ) −
yb( x)
2
r( x )
kb'( x ) = y t( x ) +
yt( x)
et( x ) = amax( x ) + kt'( x )
eb( x ) = amin( x ) + kb'( x )
fungsi eksentrisitas (dapat dicari dengan 3 bilangan anu dari 3 persamaan parabolik)
α1 = −0.0025 β1 = 0.0872 γ1 = 0.001
2
ex ( x ) = α1 ⋅ x + β1 ⋅ x + γ1
Strand Pattern
2.5
2
Posisi Strand dari serat atas
1.5
0.5
0 5 10 15 20 25 30 35
Distance
7. Pemeriksaan Tegangan
a. Saat transfer :
midspan e = ec e = 763.57 mm
−Pi Pi⋅ e MD
σa = + − σa = −2.802 MPa ≤ Fti = 1.44 MPa
Ac St St
−Pi Pi⋅ e MD
σb = − + σb = −15.221 MPa ≥ Fci = −19.92 MPa
Ac Sb Sb
support e = eu
−Pi Pi⋅ e
σa = + σa = −9.242 MPa ≤ Fti = 1.44 MPa
Ac St
−Pi Pi⋅ e
σb = − σb = −9.276 MPa ≥ Fci = −19.92 MPa
Ac Sb
support
e = eu e = 0.95 mm
−Peff Peff ⋅ e
σa = + σa = −7.394 MPa
Ac St
≤ Ft = 3.221 MPa
−Peff Peff ⋅ e
σb = − σb = −7.421 MPa
Ac Sb
≥ Fc = −18.675 MPa
σb = −2.222 MPa
≤ Ft = 3.221 MPa
Check tegangan pada serat atas girder di bawah pelat :
−( ML ) ⋅ Ctk
σa = ⋅ ncp σa = −1.099 MPa
Ick
−( ML ) ⋅ ( Ctk − hslb)
σb = ⋅ ncp σb = −0.803 MPa
Ick
ns = ceil⎛⎜
jumlah tulangan Asmin ⎞
⎟ ns = 4
⎝ As1 ⎠
2
Luas tulangan total Ast = ns ⋅ As1 Ast = 1963.495 mm
Fungsi kedalaman efektif pusat kabel dari serat atas girder : dp1(x)
dp1 ( x ) = Ct + ex ( x ) ⋅ m
Fungsi kedalaman efektif pusat kabel dari serat atas girder : dp(x)
dp( x ) = Ct + hplt + ex ( x ) ⋅ m
Mu = 9767.751 kN⋅ m
Mu
Mnu = Mnu = 12209.688 kN⋅ m
φL
Pe = Peff Pe = 5552.082 kN
Pe
fpe = fpe = 1041.6 MPa
Aps ≥ 0.5⋅ fpu = 930 MPa
fpy OK!
= 0.9
fpu
fps = fpu⋅ ⎢1 −
⎡ γp
⋅ ⎡⎢ρp ⋅
fpu
+
d ⎤
⋅ ( ωt − ωc)⎤⎥⎥ fps = 1790.144 MPa
⎣ β1 ⎣ fc dpmid
⎦⎦
fps
ωp = ρp ⋅ ωp = 0.055
fc
Tinggi blok desak beton
Tps = fps⋅ Aps Tps = 9542.074 kN
Tps
a = a = 135.253 mm < hplt = 250 mm ( OK )
0.85⋅ fc⋅ bt
φL⋅ Mn
= 1.58 > 1.2 ... OK!
Mcr
hl = H + hplt hl = 2.35 m
Beban mati (berat sendiri+superimposed+plank+pelat)
kN
Qd = Qsd1 + Qsd2 + Qplk + Qgir Qd = 33.013
m
1
Vd = ⋅ Qd⋅ L Vd = 577.719 kN
2
Keterangan :
Qsd1 = beban merata akibat pelat
Qsd2 = beban merata akibat aspal
Qplk = beban merata akibat precast plank (bekisting pelat)
Qgir = beban merata akibat girder
Gaya Geser :
1
Vll = ⋅ Qudl⋅ Lsl Vll = 98 kN
2
( 2 )
Mu( x ) = 1.3⋅ Vd⋅ x − 0.5⋅ Qd⋅ x − dia⋅ x + 2.0⋅ ⎛⎜ Vll ⋅ x +
Pkel
⋅x −
Qudl
⋅x
2⎞
⎟
⎝ 2 2 ⎠
0.4⋅ fpu = 744 MPa < fpe = 1041.6 MPa (dapat digunakan
metode sederhana)
Vu⋅ dp
≤1
Mu
x11 = 0.1 m dp( x11 ) = 1351.624 mm < 0.8H = 1680 mm dp11 = 0.8H
x22 = 1.05 m 0.5*h1 dp( x22 ) = 1431.702 mm < 0.8H = 1680 mm dp22 = 0.8H
x33 = 0.64 m 50φs dp( x33 ) = 1397.694 mm < 0.8H = 1680 mm dp33 = 0.8H
λ
vc1 = 5.122 MPa ≥ ⋅ fc⋅ MPa = 1.074 MPa OK
6
vc = 0.4⋅ λ ⋅ fc⋅ MPa if vc1 > 0.4⋅ λ ⋅ fc⋅ MPa vc = 2.577 MPa
vc1 otherwise
H
a. pada x=H/2 x 1 = 1.05 = 1.05 m bw = 700 mm
2
Selama konstruksi ( )
dp1 1 = dp1 x 1 dp1 1 = 1181.702 mm
⎣ (
Vcc1 = vc⋅ ⎡bw⋅ dp1 1 − hplt ⎤
⎦ ) Vcc1 = 1680.581 kN
(
Vudl1 = Vudl x 1 ⋅ m )
Vudl1 = 1499.777 kN > 0.5⋅ φS⋅ Vcc1 = 630.218 kN
(perlu tulangan geser)
Vudl1
Vsc = − Vcc1
φS
fc⋅ MPa
Vsc = 319.122 kN > ⋅ bw⋅ dp1 1 = 1776.27 kN
3
(use : s < 0.5 s maksimum )
(
Vc1 = vc⋅ bw⋅ dp1 + hplt⋅ bw ) Vc1 = 3033.411 kN
Vu1
Vss = − Vc1
φS
fc⋅ MPa
Vss = −1715.048 kN > ⋅ bw⋅ dp1 = 2152.056 kN
3
(use : s < 0.5 s maksimum )
Av
ρv 1 = ρv 1 = 0.032 %
bw⋅ dp1 1
Selama Konstruksi ( )
dp1 2 = dp1 x 2 dp1 2 = 1264.981 mm
⎣ (
Vcc2 = vc⋅ ⎡bw⋅ dp1 2 − hplt ⎤
⎦ ) Vcc2 = 1830.795 kN
(
Vudl2 = Vudl x 2 ⋅ m )
Vudl2 = 1451.985 kN > 0.5⋅ φS⋅ Vcc2 = 686.548 kN
(perlu tulangan geser)
Vudl2
use : Vsc = − Vcc2
φS
fc⋅ MPa
Vsc = 105.184 kN < ⋅ bw⋅ dp1 2 = 1901.449 kN
3
(use : s < s maximum )
(
Vc2 = vc⋅ bw⋅ dp2 + hplt⋅ bw ) Vc2 = 3183.626 kN
(
Vu2 = Vu x 2 ⋅ m )
Vu2 = 931.95 kN < 0.5⋅ φS⋅ Vc2 = 1193.86 kN
(tidak perlu tulangan geser)
Vu2
use : Vss = − Vc2
φS
fc⋅ MPa
Vss = −1941.025 kN > ⋅ bw⋅ dp2 = 2277.235 kN
3
(use : s < 0.5 s maximum )
2
diameter tulangan : dia = 13⋅ mm Av = 0.25⋅ π ⋅ dia ⋅ 2
2
Av = 265.465 mm
Vsc < Vss take Vs = Vs s
Vss⋅ s2
s2 = 100mm Avs =
fy⋅ dp1 2
2 2
Avs = −383.608 mm < Av = 265.465 mm OK
Av
ρv 2 = ρv 2 = 0.03 %
bw⋅ dp1 2
Selama Konstruksi ( )
dp1 3 = dp1 x 3 dp1 3 = 1415.064 mm
⎣ (
Vcc3 = vc⋅ ⎡bw⋅ dp1 3 − hplt ⎤
⎦ ) Vcc3 = 600.432 kN
(
Vudl3 = Vudl x 3 ⋅ m )
Vudl3 = 1356.4 kN > 0.5⋅ φS⋅ Vcc3 = 225.162 kN
(perlu tulangan geser)
Vudl3
Vsc = − Vcc3
φS
fc⋅ MPa
Vsc = 1208.102 kN < ⋅ bw⋅ dp1 3 = 607.728 kN
3
(
Vc3 = vc⋅ bw⋅ dp3 + hplt⋅ bw ) Vc3 = 986.955 kN
Vu3 = Vu( x 3 ⋅ m)
Vu3
Vss = − Vc3
φS
fc⋅ MPa
Vss = 104.12 kN > ⋅ bw⋅ dp3 = 715.095 kN
3
(digunakan : s < 0.5 s maximum )
2 2
Avs = 18.395 mm < Av = 265.465 mm OK
Av
ρv 3 = ρv 3 = 0.105 %
bw⋅ dp1 2
Lsl
d. pada x=span/4 x 4 = 8.75 = 8.75 m
4
⎣ (
Vcc4 = vc⋅ ⎡bw⋅ dp1 4 − hplt ⎤
⎦ ) Vcc4 = 729.188 kN
(
Vudl4 = Vudl x 4 ⋅ m )
Vudl4 = 1149.302 kN > 0.5⋅ φS⋅ Vcc4 = 273.445 kN
(perlu tulangan geser)
(
Vc4 = vc⋅ bw⋅ dp4 + hplt⋅ bw ) Vc4 = 1115.711 kN
Vu4 = Vu( x 4 ⋅ m)
Vu4
Vss = − Vc4
φS
fc⋅ MPa
Vss = −352.941 kN < ⋅ bw⋅ dp4 = 822.391 kN
3
2 2
Diameter tulangan dia = 13⋅ mm Av = 0.25⋅ π ⋅ dia ⋅ 2 Av = 265.465 mm
Vss⋅ s4
s4 = 200mm Avs = ambil Vs = Vs s
fy⋅ dp1 4
2 2
Avs = −105.995 mm < Av = 265.465 mm OK
Av⋅ fy⋅ dp1 4
Vs4 = Vs3 = 1502.598 kN
s4
Av
ρv 4 = ρv 4 = 0.08 %
bw⋅ dp1 4
Av
ρv = ρv = 0.19 %
bv⋅ s4
Vu( 0m) = 1045.594 kN < φS⋅ ( 1.8MPa + 0.6⋅ ρv ⋅ fy) ⋅ bv⋅ d = 2492.803 kN ( OK ! )
c. Lendutan akhir
Lsl
kontrol defleksi, ΔL < = 97.222 mm OK !
360
defleksi total
Lsl
defleksi ijin = 145.833 mm OK !
240
Pelat angkur
sisi luar b = B
H
sp_angkur =
nt
2
luas prisma terluar A2 = sa⋅ b A2 = 490000 mm
2
luas pelat A1 = a⋅ a A1 = 160000 mm
φ = 0.85 LF = 1.2
n
jumlah tendon per pelat Np1 = Np1 = 18 Np1 = 19
nt
Pj
fo = fo = 9.921 MPa
Ac
ΣPsu = Pj⋅ LF ΣPsu = 8922.989 kN
Transversal Reinforcement
N1 = ceil⎛⎜ ⎞
As
⎟ N1 = 13 digunakan 13D13
⎝ 2⋅ Atr1 ⎠
0.02⋅ Pj
N2 = ceil⎛⎜ ⎞ N2 = 6
⎟ digunakan 6D13
⎝ Atr2⋅ 0.5⋅ fy ⎠
2
used : Dlilit = 320mm Alilit = 0.25⋅ π ⋅ Dlilit
Pp1
EBS = EBS = 40.999 MPa
2
Alilit − 0.25⋅ π ⋅ ( 70⋅ mm)
EBS
fcc' = fcc' = 68.906 MPa
φ⋅ 0.7
fcc' − fci
fl = fl = 8.709 MPa
4.1
fys = 400MPa
2 ⋅ fl
ρs = ρs = 4.354 %
fys
2 2
Asp = 0.25⋅ π ⋅ ( 13mm) Asp = 132.732 mm
8 ⋅ Asp
sp = sp = 76.205 mm
Dlilit⋅ ρs
DAFTAR NOTASI
Bab 3
av = ukuran dari keliling geser kritis yang sejajar arah lenturan yang ditinjau.
Cu = koefisien rangkak maksimum.
Ec = modulus elastisitas beton, MPa.
Ep = modulus elastisitas baja prategang, MPa.
Es = modulus elastisitas baja tulangan non-prategang, MPa.
fcf = kuat tarik lentur beton, MPa.
fct = kuat tarik langsung dari beton, MPa.
fc’ = kuat tekan beton yang disyaratkan pada umur 28 hari, MPa.
fci’ = kuat tekan beton yang direncanakan pada umur saat dibebani atau
dilakukan transfer gaya prategang, MPa.
fpu = kuat tarik baja prategang, MPa.
fpy = kuat tarik leleh ekivalen baja prategang, MPa.
fy = kuat tarik leleh baja tulangan non-prategang, MPa.
h = tinggi total komponen struktur, mm.
Kacc = faktor pengaruh kadar udara dalam beton untuk rangkak.
Kfs = faktor pengaruh kadar agregat halus dalam beton untuk susut.
Kh c = faktor pengaruh kelembaban relatif udara setempat untuk rangkak
Bab 4-9
a = tinggi blok tegangan tekan persegi ekivalen beton dalam analisis kekuatan batas
penampang beton bertulang akibat lentur.
a* = jarak tegak lurus dari tumpuan terdekat ke penampang yang diperhitungkan.
Ac = luas inti dari komponen struktur tekan dengan tulangan spiral diukur hingga
diameter luar dari spiral, mm2.
Act = luas bagian penampang beton yang dibatasi oleh tulangan sengkang, dihitung dari
posisi pusat tulangan, mm2.
Af = luas tulangan di dalam konsol pendek yang menahan momen terfaktor,
[Vu a + Nuc(h – d)], mm2.
Ag = luas brutto penampang, mm2.
Al = luas total tulangan longitudinal yang menahan puntir, mm2.
An = luas tulangan dalam korbel yang menahan gaya tarik Nuc, mm2.
Aps = luas tulangan prategang dalam daerah tarik, mm2.
As = luas tulangan tarik non-prategang, mm2.
Asw = luas tulangan yang membentuk sengkang tertutup.
At = luas satu kaki dari sengkang tertutup dalam daerah sejarak s yang menahan puntir,
mm2.
Av = luas tulangan geser dalam daerah sejarak s, atau luas tulangan geser yang tegak
lurus terhadap tulangan lentur tarik dalam suatu daerah sejarak s pada komponen
struktur lentur tinggi, mm2.
Avf = luas tulangan geser-friksi, mm2.
Avh = luas tulangan geser yang pararel dengan tulangan lentur tarik dalam suatu jarak s2,
mm2.
b = lebar dari muka tekan komponen struktur, mm.
bo = keliling dari penampang kritis pada pelat dan pondasi, mm.
bt = lebar bagian penampang yang dibatasi oleh sengkang tertutup yang menahan
puntir, mm.
bv = lebar efektif badan balok, atau diameter dari penampang bulat, setelah dikurangi
lubang selongsong tendon prategang, mm.
bw = lebar badan balok, atau diameter dari penampang bulat, mm.
c = jarak dari serat tekan terluar ke garis netral, mm.
c1 = ukuran dari kolom persegi atau kolom persegi ekivalen, kepala kolom, atau konsol
pendek diukur dalam arah bentang di mana momen lentur sedang ditentukan, mm.
c2 = ukuran dari kolom persegi atau kolom persegi ekivalen, kepala kolom, atau korbel,
diukur dalam arah transversal terhadap arah bentang di mana momen lentur sedang
ditentukan, mm.
Cm = suatu faktor yang menghubungkan diagram momen aktual dengan suatu diagram
momen merata ekivalen.
d = jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik, mm.
dc = tebal selimut beton diukur dari serat tarik terluar ke pusat batang tulangan atau
kawat yang terdekat, mm.
Ec = modulus elastisitas beton, MPa.
Es = modulus elastisitas tulangan, MPa.
EI = kekakuan lentur komponen struktur tekan.
fct = harga rata-rata dari kuat tarik belah beton, MPa.
fd = tegangan akibat beban mati tak terfaktor, pada serat terluar dari penampang di
mana terjadi tegangan tarik yang disebabkan oleh beban luar, MPa.
fpc = tegangan tekan pada beton (setelah memperhitungkan semua kehilangan prategang
pada titik berat penampang yang menahan beban luar atau pada pertemuan dari
badan dan sayap jika titik berat penampang terletak dalam sayap, MPa. (Pada
komponen struktur komposit, fpc adalah resultante dari tegangan tekan pada titik
berat penampang komposit atau pada pertemuan antara badan dan sayap jika titik
berat penampang komposit berada di dalam sayap, akibat gaya prategang dan
momen yang ditahan oleh komponen struktur pracetak yang bekerja sendiri).
fpe = tegangan tekan dalam beton akibat gaya prategang efektif saja (setelah
memperhitungkan semua kehilangan prategang pada serat terluar dari penampang
di mana tegangan tarik terjadi akibat beban luar, MPa.
fpu = kuat tarik yang disyaratkan dari tendon prategang, MPa.
fs = tegangan dalam tulangan yang dihitung pada beban kerja, MPa.
fy = tegangan leleh yang disyaratkan dari tulangan non-prategang, MPa.
fpe = tegangan tekan rata-rata pada penampang beton, termasuk akibat gaya prategang,
MPa.
fy,f = tegangan lelehpengikat
fc’ = kuat tekan beton yang disyaratkan, MPa.
h = tinggi total komponen struktur, mm.
hb = tinggi total dari balok tepi.
hc = dimensi kolom terkecil.
hs = tinggi total dari pelat lantai atau panel penguat geser.
hv = tinggi total penampang kepala geser, mm.
Vl = gaya geser terfaktor pada penampang akibat beban luar yang terjadi bersamaan
dengan Mmax.
Vn = kuat geser nominal dari penampang komponen struktur.
Vp = komponen vertikal dari gaya prategang efektif pada penampang.
Vs = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser.
Vu = gaya geser terfaktor akibat kombinasi pengaruh gaya luar yang terbesar pada
penampang.
x = dimensi terpendek bagian segiempat dari suatu penampang.
y = dimensi terpanjang bagian segiempat dari suatu penampang.
y1 = dimensi sengkang terpanjang.
z = besaran pembatas distribusi tulangan lentur.
α = sudut antara sengkang miring dan sumbu longitudinal dari komponen struktur.
αf = sudut antara tulangan geser-friksi dengan bidang geser.
αt = koefisien sebagai fungsi dari y1/x1.
αv = rasio kekakuan lengan kepala geser terhadap penampang pelat komposit di
sekitarnya.
β1 = faktor tinggi blok tegangan tekan persegi ekivalen beban.
βc = rasio sisi panjang terhadap sisi pendek dari beban terpusat atau muka tumpuan.
βd = rasio dari beban mati aksial terfaktor maksimum terhadap beban aksial terfaktor
maksimum, di mana beban yang ditinjau hanya beban gravitasi dalam menghitung
Pc, atau rasio dari beban lateral terfaktor maksimum yang bekerja terhadap beban
lateral total terfaktor pada tingkat yang ditinjau dalam perhitungan Pc.
δb = faktor pembesar momen untuk rangka yang ditahan terhadap goyangan ke samping,
untuk menggambarkan pengaruh kelengkungan komponen struktur di antara ujung-
ujung komponen struktur tekan.
δs = faktor pembesar momen untuk rangka yang tidak ditahan terhadap goyangan ke
samping, untuk menggambarkan penyimpangan lateral akibat beban lateral dan
gravitasi.
φ = faktor reduksi kekuatan.
γf = bagian dari momen tidak berimbang yang dipindahkan sebagai lentur pada
hubungan pelat-kolom.
γv = bagian dari momen tidak berimbang yang dipindahkan sebagai geser eksentris pada
hubungan pelat-kolom.
ρ = rasio tulangan tarik non-prategang.
ρb = rasio tulangan yang memberikan kondisi regangan yang seimbang.
ρs = rasio dari volume tulangan spiral terhadap volume inti total (diukur dari sisi luar ke
sisi luar spiral) dari sebuah komponen struktur tekan dengan tulangan spiral.
Δo = simpangan relatif antar tingkat orde-pertama akibat Vu.
Bab 10
A = luas bagian penampang antara serat muka lentur tertarik dan titik berat
penampang brutto, mm2.
Ac = luas beton pada penampang yang ditinjau, mm2.
Acf = luas penampang bruto terbesar dari lajur balok-pelat, yang diambil dari dua lajur
yang saling tegak lurus dan memotong pada lokasi sebuah kolom dari pelat dua
arah, mm2.
Ag = luas penampang bruto, mm2
Aps = luas tulangan prategang dalam daerah tarik, mm2.
As = luas tulangan tarik non-prategang, mm2.
Av = luas tulangan geser dalam daerah sejarak s, atau luas tulangan geser yang tegak
lurus terhadap tulangan lentur tarik dalam suatu daerah sejarak s pada komponen
struktur lentur tinggi, mm2.
b = lebar muka tekan komponen struktur, mm.
bv = lebar efektif penampang beton setelah dikurangi lubang selongsong tendon
prategang, mm.
bw = lebar badan balok, atau diameter dari penampang bulat, mm.
d = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik non-prategang, mm.
d’ = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tekan, mm.
db = diameter nominal dari kawat baja, kawat untai, batang baja, atau tendon, mm
dp = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan prategang, mm.
e = dasar logaritma Napier.
e* = eksentrisitas gaya aksial dari garis berat, mm.
Ec = modulus elastisitas beton, MPa.
Eci = modulus elastisitas beton pada saat transfer gaya prategang, MPa.
Ep = modulus elastisitas baja prategang, MPa.
Es = modulus elastisitas baja non-prategang, MPa.
fc’ = kuat tekan beton berdasarkan benda uji silinder (diameter 150 mm dan tinggi 300
mm), MPa.
fcf = kuat tarik lentur beton, MPa.
fci’ = kuat tekan beton pada saat transfer gaya prategang, MPa.
fd = tegangan akibat beban mati tak terfaktor, pada serat terluar dari penampang, di
mana tegangan tarik terjadi akibat beban luar, MPa.
fpc = tegangan tekan rata-rata pada beton akibat gaya prategang efektif saja, sesudah
memperhitungkan semua kehilangan gaya prategang, pada titik berat penampang
(yang bekerja menahan beban luar), atau pada pertemuan dari badan dan sayap
jika titik berat penampang terletak dalam sayap, MPa. (Pada komponen struktur
komposit, fpc adalah resultante dari tegangan tekan pada titik berat penampang
komposit atau pada pertemuan antara badan dan sayap jika titik berat penampang
komposit berada di dalam sayap, akibat gaya prategang dan momen yang ditahan
oleh komponen struktur pracetak yang bekerja sendiri), MPa.
fpci = tegangan tekan beton pada lokasi titik berat baja prategang, segera setelah
transfer, akibat gaya prategang dan beban mati, dihitung pada penampang di
mana terjadi momen maksimum, MPa.
fpe = tegangan tekan dalam beton akibat gaya prategang efektif saja (setelah
memperhitungkan semua kehilangan prategang) pada serat terluar dari
penampang di mana tegangan tarik terjadi akibat beban luar, MPa.
fpi = tegangan baja prategang segera setelah transfer, MPa.
Δfpi = pengurangan (kehilangan) tegangan pada baja prategang akibat susut dan
rangkak beton, MPa.
fps = tegangan baja prategang pada kekuatan nominal, MPa.
fpu = kuat tarik baja prategang, MPa.
fpy = kuat leleh baja prategang, MPa.
fse = tegangan efektif baja prategang (sesudah memperhitungkan semua kehilangan
prategang), MPa.
fy = kuat leleh baja non-prategang, MPa.
h = tinggi penampang, mm.
I = momen inersia penampang utuh, mm4.
k = koefisien gesekan akibat simpangan menyudut persatuan panjang tendon yang
tidak direncanakan (dalam rad/m), yang bila tidak ada data yang tepat, nilainya
dapat ditetapkan berdasarkan rujukan di bawah ini:
- Untuk selongsong yang diberi pelumas bisa diambil sebesar 0,0003 –
0,0020 rad/m.
- Untuk kawat baja (wire) pada selongsong logam yang berpermukaan
berprofil bisa diambil sebesar 0,0010 – 0,0020 rad/m.
- Untuk kawat untai (strand) pada selongsong logam yang berpermukaan
berprofil bisa diambil sebesar 0,0005 – 0,0020 rad/m.
- Untuk batang baja (bar) pada selongsong logam yang berpermukaan
berprofil bisa diambil sebesar 0,0001 – 0,0006 rad/m.
Li = panjang tendon yang ditinjau (pada jarak a dari jack penegang), mm.
Lp = panjang penyaluran untuk pelepasan berangsur, mm.
Mcr = momen yang menyebabkan terjadinya retak lentur pada penampang akibat beban
luar, mm.N.
Mmax = momen terfaktor pada penampang yang ditinjau, dihitung dari kombinasi beban
luar yang menimbulkan momen maksimum pada penampang yang ditinjau,
mm.N.
Mn = momen (kekuatan) batas nominal lentur, mm.N.
Mu = momen terfaktor (ultimit) akibat kombinasi beban luar yang paling berbahaya,
mm.N.
n = perbandingan modulus elastisitas baja terhadap modulus elastisitas beton.
Nc = gaya tarik dalam beton akibat beban mati dan beban hidup tidak terfaktor,
N.P = gaya pada tendon prategang, N.
Pn = kekuatan batas aksial nominal komponen struktur, N.
Ppx = gaya prategang efektif tergesek pada lokasi sejarak x (di mana x = Σ Li) dari
ujung penegangan (jacking), setelah kehilangan prategang akibat gesekan, N.
Ppj = gaya prategang di ujung penegangan (jacking) sebelum memperhitungkan
kehilangan prategang, N.
Pu = gaya aksial terfaktor (ultimit) yang normal terhadap penampang, akibat
kombinasi beban luar yang paling berbahaya, dan yang memperhitungkan
pengaruh dari susut dan rangkak, diambil positif untuk tekan, negatif untuk tarik,
N.
Rn = Kekuatan nominal komponen struktur.
Rt = faktor relaksasi rencana pada tendon prategang
DAFTAR PUSTAKA
Standar dan buku-buku referensi yang menjadi bahan masukan dalam pembuatan
manual perencanaan ini adalah,
Manual BMS yang diterbitkan oleh Direktorat Jalan Raya, Departemen Pekerjaan
4. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, SKSNI 03-
1726-2002.
5. Tata Cara Perhitungan Strukur Beton Untuk Bangunan Gedung , SNI 03-2847-
2002
7. NEHRP, 1997
1989
10. ATC, Improved Seismic Design Kriteria for California Bridges: Provisional
California, 1996
15. ACI 315, Manual of standard practice for detailing reinforced concrete structures,
1. adukan
campuran antara agregat halus dan semen Portland atau jenis semen hidraulik yang
lain dan air.
2. agregat
material granular misalnya pasir, kerikil, batu pecah dan kerak tungku pijar yang
digunakan bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton
atau adukan semen hidraulik.
3. agregat halus
pasir alam sebagai hasil desintegrasi ‘alami’ batuan atau pasir yang dihasilkan oleh
industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm.
4. agregat kasar
kerikil sebagai hasil desintegrasi ‘alami’ batuan atau berupa batu pecah yang
dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5,0 – 40,0
mm.
5. agregat ringan
gregat yang dalam keadaan kering dan gembur mempunyai berat 1100 kg/m3 atau
kurang.
6. angkur
suatu alat yang digunakan untuk menjangkarkan tendon kepada komponen struktur
beton dalam sistem pasca tarik atau suatu alat yang digunakan untuk menjangkarkan
tendon selama proses pengerasan beton dalam sistem pratarik.
7. bahan tambahan
suatu bahan berupa bubuk atau cair, yang ditambahkan ke dalam campuran beton
selama pengadukan dalam jumlah tertentu untuk merubah beberapa sifatnya.
8. beban hidup
semua beban yang terjadi akibat penggunaan jembatan berupa beban lalu lintas
kendaraan sesuai dengan peraturan pembebanan untuk jembatan jalan raya yang
berlaku.
9. beban kerja
berat semua bagian dari suatu jembatan yang bersifat tetap, termasuk segala beban
tambahan yang tidak terpisahkan dari suatu struktur jembatan.
beban kerja yang telah dikalikan dengan faktor beban yang sesuai.
12. beton
campuran antara semen Portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus,
agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa
padat.
beton yang diberi baja tulangan dengan luas dan jumlah yang tidak kurang dari nilai
minimum yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan
berdasarkan asumsi bahwa kedua material tersebut bekerja sama dalam menahan gaya
yang bekerja.
beton yang mempunyai berat isi 2200 –2500 kg/m3 dan dibuat dengan menggunakan
agregat alam yang dipecah atau tanpa dipecah.
elemen atau komponen beton tanpa atau dengan tulangan yang dicetak terlebih
dahulu sebelum dirakit menjadi jembatan.
beton bertulang yang diberi tegangan dalam untuk mengurangi tegangan tarik
potensial dalam beton akibat beban kerja.
beton tanpa tulangan atau mempunyai tulangan tetapi kurang dari ketentuan
minimum.
beton yang mengandung agregat ringan dan mempunyai berat isi tidak lebih dari
1900 kg/m3.
friksi yang diakibatkan oleh bengkokan atau lengkungan di dalam profil tendon
prategang yang disyaratkan.
friksi yang disebabkan oleh adanya penyimpangan yang tidak disengaja pada
penempatan selongsong prategang dari kedudukan yang seharusnya.
gaya sementara yang ditimbulkan oleh alat yang mengakibatkan terjadinya tarik pada
tendon prategang dalam beton prategang.
kuat tarik leleh minimum yang disyaratkan atau titik leleh tulangan dalam mega-
pascal (MPa).
kekuatan sutau komponen struktur atau penampang yang diperlukan untuk menahan
beban terfaktor atau momen dan gaya dalam yang berkaitan dengan beban tersebut
dalam suatu kombinasi seperti yang ditetapkan dalam tata cara ini.
kuat tarik beton yang ditentukan berdasarkan kuat tekan belah silinder beton yang
ditekan pada sisi panjangnya.
kuat tekan beton yang ditetapkan oleh perencana struktur (benda uji berbentuk
silinder diameter 150 mm dan tinggi 300 mm), untuk dipakai dalam perencanaan
struktur beton, dinyatakan dalam satuan mega paskal (MPa). Bila nila f’c di dalam
tanda akar, maka hanya nilai numeric dalam tanda akar saja yang dipakai, dan
hasilnya tetap mempunyai satuan mega paskal (MPa).
rasio tegangan normal tarik atau tekan terhadap yang timbul akibat tegangan tersebut.
Nilai rasio ini berlaku untuk tegangan di bawah batas proporsional material.
panjang tulangan tertanam yang tersedia dari suatu tulangan diukur dari suatu
penampang kritis.
cara pemberian tarikan, dalam sistem prategang dimana tendon ditarik sesuadah beton
mengeras.
perangkat yang digunakan pada sistem prategang pasca tarik untuk menyalurkan gaya
pasca tarik dari tendon ke beton.
perangkat angkur yang digunakan untuk strand, batang atau kawat majemuk, atau
batang tunggal berdiameter > 16 mm dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dalam tatacara ini.
perangkat angkur yang digunakan untuk strand tunggal atau batang tunggal
berdiameter 16 mm atau kurang yang sesuai dengan tata cara ini.
37. pratarik
tegangan yang masih bekerja pada tendon setelah semua kehilangan tegangan yang
terjadi, di luar pengaruh beban mati dan beban tambahan.
39. sengkang
tulangan yang digunakan untuk menahan tegangan geser dan torsi dalam suatu
komponen struktur, terbuat dari batang tulangan, kawat baja atau jarring kawat baja
las polos atau ulir, berbentuk kaki tunggal atau dibengkokkang dalam bentuk L, U
atau persegi dan dipasang tegak lurus atau membentuk sudut, terhadap tulangan
longitudinal, dipakai pada komponen struktur lentur balok.
41. tendon
elemen baja misalnya kawat baja, kabel batang, kawat untai atau suatu bundle berkas
dari elemen-elemen tersebut, yang digunakan untuk memberi gaya prategang pada
beton.
42. tegangan
jarak yang diukur dari serat tekan terluar hingga titik berat tulangan tarik.
44. transfer
proses penyaluran tegangan dalam tendon prategang dari jack atau perangkat angkur
pasca tarik kepada komponen struktur beton.
45. tulangan
batang baja berbentuk polos atau ulir atau pipa yang berfungsi untuk menahan gaya
tarik pada komponen struktur, tidak termasuk tendon prategang, kecuali bila secara
khusus diikut sertakan.
batang baja yang permukaan sisi luarnya rata, tidak bersirip atau berukir.
tulangan yang dililitkan secara menerus membentuk suatu ulir lingkat silindris.
batang baja yang permukaan sisi luarnya tidak rata, yang berbentuk bersirip atau
berukur.
bagian komponen struktur prategang pasca tarik dimana gaya prategang terpusat
disalurkan ke beton dan disebarkan secara lebih merata ke seluruh bagian penampang.
Istilah dan Definisi yang digunakan dalam Peraturan Beban untuk Jembatan BMS’92
adalah:
1. Aksi lingkungan
pengaruh yang timbul akibat temperatur, angin, aliran air, gempa dan penyebab-
penyebab alamiah lainnya.
2. Aksi nominal
dalam hal tidak tersedianya data statistik, harga nominal diambil kira-kira
ekuivalen dengan perioda ulang 50 tahun.
3. Beban primer
beban yang merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap
perencanaan jembatan
4. Beban sekunder
5. Beban khusus
beban yang merupakan beban-beban khusus untuk perhitungan tegangan pada
perencanaan jembatan
6. Beban mati
semua beban yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang
ditinjau, termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan
tetap dengannya
7. Beban hidup
semua beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan bergerak/lalu lintas
dan/atau pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan
9. Beban pelaksanaan
beban sementara yang mungkin bekerja pada bangunan secara menyeluruh atau
sebagian selama pelaksanaan
23. Berat
Berat dari suatu benda adalah gaya gravitasi yang bekerja pada massa benda
tersebut (kN)
Berat = massa x g
dengan pengertian g adalah percepatan akibat gravitasi.