Anda di halaman 1dari 17

LANDASAN TEORI

Istilah kromatografi berasal dari kata latin chroma berarti warna dan graphien berarti menulis.
Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh Michael Tsweet (1903) seorang ahli botani dari
Rusia. Michael Tsweet dalam percobaannya ia berhasil memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen
warna lain dalam ekstrak tumbuhan dengan menggunakan serbuk kalsium karbonat yang diisikan
ke dalam kolom kaca dan petroleum eter sebagai pelarut. Proses pemisahan itu diawali dengan
menempatkan larutan cuplikan pada permukaan atas kalsium karbonat, kemudian dialirkan pelarut
petroleum eter. Hasilnya berupa pita-pita berwarna yang terlihat sepanjang kolom sebagai hasil
pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak tumbuhan (Alimin, 2007).

Kromatografi adalah proses melewatkan sampel melalui suatu kolom, perbedaan kemampuan
adsorpsi terhadap zat-zat yang sangat mirip mempengaruhi resolusi zat terlarut dan menghasilkan
apa yang disebut kromatogram (Khopkar, 2008).

Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom sebagai alat untuk
memisahkan komponen-komponen dalam campuran. Alat tersebut berupa pipa gelas yang
dilengkapi suatu kran di bagian bawah kolom untuk mengendalikan aliran zat cair (Yazid, 2005).

Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan yang didasarkan pada pemisahan daya
adsorbsi suatu adsorben terhadapsuatu senyawa, baik pengotornya maupun hasil isolasinya.
Sebelumnya dilakukan percobaan tarhadap kromatografi lapis tipis sebagai pencari kondisi eluen.
misalnya apsolsi yang cocok dengan pelarut yang baik sehingga antara pengotor dan hasil
isolasinya terpisah secara sempurna (Kasiman, 2006).

Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisah akan diletakkan berupa pita pada
bagian atas kolom, penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau bahkan tabung
plastik. Pelarut fase gerak, dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh
gaya berat atau di dorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan
laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Sudjadi,
1986).

Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasikyang masih banyak digunakan.


Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak
berdasarkan adsorpsi dan partisi (Hargono, 1986).
Kolom dapat dibuat dari berbagai jenis material, seperti stainless steel, aluminium, tembaga,
gelas dan paduan silika. Sebagian besar sistem kolom modern terbuat dari gelas atau paduan silika.
Kolom konvensional dibuat dari material pendukung yang dilapisi fase diam dari berbagai
pembebanan yang dikemas di dalam kolom. Kolom kapiler terdiri dari tabung kapiler panjang yang
didalamnya dilapisi dengan fase diam. fase diam dapat juga direkatkan langsung pada permukaan
silika. Sebagian besar kolom kapiler terbuat dari paduan silika yang dilapisi polimer di bagian
luarnya. Paduan silika sangat mudah pecah sedangkan lapisan polimer tersebut bertindak sebagai
pelindungnya (Seno, 1997).

Prinsip kerja kromatografi kolom adalah dengan adanya perbedaan daya serap dari masing-
masing komponen, campuran yang akan diuji, dilarutkan dalam sedikit pelarut lalu di masukan
lewat puncak kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat menyerap. Senyawa yang lebih polar
akan terserap lebih kuat sehingga turun lebih lambat dari senyawa non polar terserap lebih lemah
dan turun lebih cepat. zat yang di serap dari larutan secara sempurna oleh bahan penyerap berupa
pita sempit pada kolom. pelarut lebih lanjut dengan tanpa tekanan udara masing-masing zat akan
bergerak turun dengan kecepatan khusus sehingga terjadi pemisahan dalam kolom (Seno,1997 ).
CARA KERJA
Kolom disiapkan dengan memberi Ditimbang silica gel dan dimasukkan kedalam
bekker glass, ditambah n-heksan sehingga bisa
kapas pada ujung kolom untuk
dihasilkan silica dengan konsentrasi seperti bubur,
menahan silica gel agar tidak keluar kemudian aduk sampai terbentuk suspensi

Bubur silica yang telah tersuspensi dimasukkan ke


Serbuk ekstrak dimasukkan ke
kolom sedikit demi sedikit, sambil kolom diketuk-
kolom melalui bagian atas kolom
ketuk, pelarut yang turun di tamping, kemudian
dengan cara menaburkannya dengan
dimasukkan kembali ke dalam kolom. Lakukan
hati-hati
secara berulang sehingga silica gel menjadi padat
di dalam kolom

Masukkan pelarut 9;1 ke dalam kolom sedikit demi


Buat perbandingan pelarut denga n-
heksan;etil 9;1, 8;2, 7;3, 6;4, 5;5, sedikit, buka kran kolom agar pelarut mengalir, dan
4;6, 3;7, 2;8. di tamping menggunakan vial-vial sudah di beri
nomor

Setalah itu hasil eluat yang telah di Jika sudah menghilang warnanya pertanda sudah

tampung dengan vial di analisis tidak ada senyawa yang ditarik oleh pelarut

menggunakan KLT untuk melihat trsebut, maka di ganti ke 8;2, lakukan seterusnya

spot-spot yang akan terlihat di seperti itu sampai pelarut 2;8

bawah lampu UV yang


menandakan adanya komponen
kimia yang telah terisolasi
HASIL

Pelarut / eluen Perbandingan Vial


n-heksan ; etil 9;1 1-18
n-heksan ; etil 8;2 19-29
n-heksan ; etil 7;3 29-41
n-heksan ; etil 6;4 42-53
n-heksan ; etil 5;5 54-65
n-heksan ; etil 4;6 66-79
n-heksan ; etil 3;7 80-93
n-heksan ; etil 2;8 94-100

Vial Warna
1-33 Bening
34-37 Hijau muda jernih
40-49 Hijau muda
50-56 Hijau muda jernih
57-62 Hijau pekat
63-69 Hijau tua pekat
69-100 Hijau

Niali Rf

Vial Perhitungan Nilai Rf


5 1,4/4 0,35
7,11,13,15,17,19,21,23,25, 1,7/4 0,425
27,29 2,7/4 0,675
31 2,8/4 0,7
33 2,5/4 0,625
35,37,39,41,43 2/4 0,5
45,47,49, 1,9/4 0,475
51,53,55,57,59,61 1,4/4 0,35
63,65,67 ¼ 0,25
71,73 0,8/4 0,2

PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dilakukan isolasi senyawa murni dengan metode kromatografi kolom.
Sampel yang digunakan adalah daun pohpohan (Pilea trinervia) yang sebelumnya telah dilakukan
uji KLT.

Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan yang didasarkan pada pemisahan
daya adsorbsi suatu adsorben terhadap suatu senyawa, baik pengotornya maupun hasil isolasinya
(Kasiman, 2006). Sebelumnya dilakukan percobaan terhadap Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
sebagai pencari kondisi eluen untuk mendapatkan pelarut yang baik sehingga antara pengotor dan
hasil isolasinya terpisah secara sempurna.

Prinsip kerja kromatografi kolom adalah dengan adanya perbedaan daya serap dari masing-
masing komponen, campuran yang akan diuji dilarutkan dalam sedikit pelarut lalu dimasukan
lewat puncak kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat penyerap. Senyawa yang lebih polar akan
terserap lebih kuat sehingga turun lebih lambat dari senyawa non polar terserap lebih lemah dan
turun lebih cepat. Zat yang diserap dari larutan secara sempurna oleh bahan penyerap berupa pita
sempit pada kolom. Pelarut lebih lanjut/dengan tanpa tekanan udara masing-masing zat akan
bergerak turun dengan kecepatan khusus sehingga terjadi pemisahan dalam kolom (Seno, 1997).

Kromatografi kolom termasuk dalam LC (liquid chromatography) karena fase diamnya


padatan, fase geraknya cairan, dan sampel berupa cairan. Langkah pertama untuk melakukan
isolasi senyawa murni dengan metode kolom kromatografi ini adalah penyiapan fase diam yaitu
kolom kromatografi, penyerap yang digunakan adalah silika gel. Pada penyiapan kolom
kromatografi, dasar kolom diletakkan kapas untuk menahan silika gel agar tidak keluar. Untuk
dapat menghasilkan silika dengan konsistensi seperti bubur maka ditambahkan pelarut organik
nonpolar seperti N-heksan sampai silika menjadi bubur. Proses memasukan silika harus dilakukan
dengan cepat karea pelarut N-heksan volatil sehingga silika akan cepat mengering sehingga proses
memasukannya menjadi lebih sulit. Kolom dibuat sepadat mungkin agar rata sehingga terhindar
dari gelembung-gelembung udara, selain itu dibantu dengan pengetukan untuk membantu
homogenitas. Gelembung-gelembung udara dihindari karena dengan adanya gelembung udara
dapat menyebabkan putusnya penyerap (silika) dalam kolom.

Pengisian silica ke dalam kolom dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode basah
maupun metode kering. Dalam praktikum ini digunakan metode basah. Metode basah adalah
metode melarutkan silika dengan pelarut tidak langsung pada kolom, dimana silika dibuat larutan
terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam kolom. Keuntungan dari cara basah yaitu silika
dapat terlarut dan tercampur merata, sehingga bubur silica menjadi lebih homogen dan gelembung
udara dapat dihilangkan dari kolom.

Pada kromatografi kolom, sering kali susunan fase diam terlihat pecah dan berpori,
kejadian ini dinamakan cracking. Hal ini terjadi karena masuknya udara ke dalam sistem atau elusi
fase gerak tidak kontinyu (akibat kekeringan karena teledor). Cracking juga dapat terjadi akibat
penuangan sampel yang terlalu keras pada kolom. Walaupun cracking terjadi proses kromatografi
harus tetap dilanjutkan sampai selesai.

Apabila terjadi keretakan, bisa ditanggulangi dengan pembalutan kolom dengan kapas
yang telah dibasahi dengan aseton atau alkohol. Suhu rendah dari aseton atau alkohol akan
menguap dengan menyerap energi panas dari tabung meyebabkan kolom akan kehilangan energi
dan akan mengalami penurunan suhu, sehingga gelembung udara akan naik ke permukaan dan
akan menyatukan kembali retakan dalam silica, sehingga menjadi padat dan rapat kembali.

Sebelum sampel dimasukkan ke dalam kolom, pelarut (N-heksan) dikeluarkan hingga


cairan di atas fase diam hampir kering. Kemudian sampel dimasukkan pada bagian atas dari fase
diam dengan bantuan pipet tetes. Sejumlah kecil pengelusi (fase gerak) digunakan untuk mencuci
sissa sampel dalam wadah sampel dan selnjutnya dimsukkan ke dalam kolom.
Setelah sampel dimasukkan, selanjutnya, hubungkan dengan wadah fase gerak (proses
elusi dilakukan) dan alirkan pengelusi dengan ketinggian cairan di atas fase diam dipertahankan.
Proses elusi dilakukan sampai komponen yang diinginkan keluar dari kolom.
Pada kromatografi kolom, pelarut atau fase gerak mempunyai peranan yang penting dalam
mengelusi sampel yang dapat menentukan keberhasilan pemisahan secaa kromatografi kolom.
Pelarut yang mampu menjalankan elusi terlalu cepat tidak akan mampu mengadakan pemisahan
yang sempurna. Sebaliknya elusi yang terlalu lambat akan menyebabkan waktu retensi yang terlalu
lama.
Sistem pelarut dengan kepolaran yang bertingkat sering digunakan. Dalam hal ini pelarut
yang pertama kali digunakan adalah pelarut non polar untuk mengelusi komponen yang kurang
polar. Pelarut yang lebih polar ditambahkan untuk mengelusi komponen yang lebih polar juga.
Pada praktikum kali ini, pelarut yang digunakan adalah N-heksan (non polar) dan etil asetat (semi
polar). Pelarut n-heksan : etil asetat dimasukkan ke dalam kolom mulai dari kepolaran rendah
hingga kepolaran tinggi (9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7). Sesuai dengan teori eluen dengan tingkat
kepolaran yang rendah terlebih dahulu dimasukkan ke dalam kolom karena jika yang dimasukkan
terlebih dahulu adalah pelarut polar maka ditakutkan senyawa non polar pada sampel akan tertarik
juga sementara kita akan melakukan proses pemisahan antara senyawa polar dan non polar. Dan
pada akhir dari proses isolasi tidak ada lagi senyawa non polar yang akan ditarik jika pelarut non
polar digunakan lebih akhir.
Pengisian fase gerak dijaga agar fase gerak pada kolom tidak sampai kering, adsorben silika
gel harus selalu basah karena jika dibiarkan kering, akan menyebabkan kolom yang terbentuk dari
silika gel menjadi keras dan retak, sehingga proses pemisahan zat tidak berjalan optimal. Selain
itu, kondisi silica yang basah berperan untuk memudahkan proses elusi (larutan melewati kolom)
dalam kolom. Kromatografi kolom ini memiliki prinsip gravitasi dimana cairan mengalir dari atas
ke bawah. Hasil dari proses elusi ditampung dalam 100 botol vial yang sudah diberi nomor.
Dari proses penampungan hasil isolasi pada vial diperoleh hasil bahwa pelarut n-heksan :
etil asetat dengan 9:1 pada vial 1-3 isolat pada vial 3 telah berwarna bening namun pada vial 4
terjadi cracking pada kolom sehingga isolat pada vial 4 berwarna kembali bening sampai vial 18,
kemudian mulai berwarna kembali pada vial 19, pada vial 19 mulai timbul warna hijau
kebeningan. Untuk perbandingan 8:2 vial 19-29 berwarna hijau sampai hijau cukup pekat. Mulai
vial 29-41 perbandingan 7:3 dan vial 42-53 dengan perbandingan 6:4 dihasilkan warna hijau yang
pekat. Untuk perbandingan 5:5 diperoleh warna hijau yang pekat pula pada vial 54-65, vial 66-79
dengan perbandingan 4:6 berwarna hijau tidak pekat kembali, pada vial 80-93 dengan
perbandingan 3:7 berwarna kehijauan begitupun dengan vial 94-100 dengan perbandingan 2:8.
Pada perbandingan terakhir ini warna kembali seperti awal-awal yakni mulai hijau kebeningan
kembali. Untuk penentuan eluen yang baik dilihat dengan warna yang pekat dimana menunjukkan
banyaknya senyawa yang ditarik.
Dari hasil proses elusi dalam 100 botol vial tersebut diamati warna yang dihasilkan dan
dipisahkan sesuai perbandingan eluen yang digunakan, kemudian dilakukan uji KLT untuk
mendeteksi komponen yang dipisahkan kromatografi kolom. Hasil dari vial-vial tersebut akan di
totolkan pada plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan jarak 0.25 cm didapatkan sekitar 13
titik. Pada plat KLT dilakukan penotolan fraksi-fraksi pada plat KLT dengan ukuran sekecil
mungkin agar noda yang tercipta lebih terfokus dan tajam. Kemudian diambil vial nomor ganjil
karena di vial nomor 3 saat warna pertama kali keluar sehingga diambil selanjutnya vial dengan
nomor-nomor ganjil saja. Setelah disatukan dalam satu plat, fraksi yang telah ditotolkan tersebut
dimasukkan ke dalam chamber. Sebelum plat dimasukkan chamber, chamber harus dijenuhkan
lebih dulu dengan cara fase gerak yang akan digunakan dimasukkan camber kemudian dimasukkan
kertas saring yang telah diberi batas agar kita tahu batas chamber jenuh. Tujuan penjenuhan adalah
agar elusi dapat berjalan cepat. Kemudian plat yang telah diberi batas atas dan batas bawah
dimasukkan ke dalam chamber. Batas bawah harus ditentukan supaya totolan sampel tidak
langsung terendam fase gerak, yang dapat mempengaruhi proses elusinya. Sedangkan batas atas
digunakan sebagai batas berhentinya perendaman plat KLT dalam fase gerak.

Plat 1-25 dimasukkan ke chamber dengan menggunakan perbandingan pelarut 9:1,


kemudian pada selanjutnya pada plat 25-49, 49-73, dan 73-99 dimasukkan ke chamber dengan
perbandingan pelarut 3:2. Pemaikaian pelarut perbandingan 9:1 pada awal merupakan percobaan
terlebih dahulu apakah senyawa dapat naik atau tidak namun ternyata tidak naik sehingga kami
selanjutnya menggunakan perbandingan pelarut 3:2 yang merupakan perbandingan pelarut terbaik
untuk ekstrak etil asetat berdasarkan uji KLT sebelumnya. Setelah plat di totolkan kemudian di
lihat dengan menggunakan sinar uv dan di semprot dengan godin. Penyemprotan godin digunakan
untuk memperjelas spot yang terdapat pada plat KLT. Dari pengamatan pada sinar uv ini juga
dapat disimpulkan bahwa fraksi yang mempunyai profil bercak KLT yang mirip digabungkan.

Selanjutnya dilakukan perhitungan Rf pada spot yang terdapat pada KLT tersebut.
Perhitungan Rf ini dilakukan karena nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam
mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang dekat maka senyawa
tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya
jauh berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda. Semakin besar
nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut
pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah
kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan
berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis. Penggabungan ini juga dapat
dilakukan karena dari hasil pada plat tersebut pada sinar uv yakni apabila mempunyai tinggi spot
yang sama maka senyawa yang terkandung antara titik tersebut juga mirip atau sama sehingga
titik-titik yang dapat digabungkan dalam percobaan kami yakni spot pada titik 25-33, 35-39, 41-
49, 49-55, 57-61, 63-67, 71-73. 73-83, 85, 87-91, 93.99.

KESIMPULAN

Kromatografi kolom merupakan suatu metode pamisahan fisik dimana komponen-


komponennya dipisahkan dan didistribusikan diantara 2 fase. Fase diamnya berupa zat padat dan
fase geraknya berupa zat cair atau gas.

Cara mengisolasi pigmen tanaman dengan kromatografi kolom adalah dengan menyiapkan
kolom dan fase diam, mengekstraks sampel, lalu dielusikan dengan kromatografi kolom.

Dari hasil proses elusi dalam 100 botol vial tersebut diamati warna yang dihasilkan dan
dipisahkan sesuai perbandingan eluen yang digunakan, kemudian dilakukan uji KLT untuk
mendeteksi komponen yang dipisahkan kromatografi kolom. Hasil dari vial-vial tersebut akan di
totolkan pada plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan jarak 0.25 cm didapatkan sekitar 13
titik. Pada plat KLT dilakukan penotolan fraksi-fraksi pada plat KLT dengan ukuran sekecil
mungkin agar noda yang tercipta lebih terfokus dan tajam. Kemudian diambil vial nomor ganjil
karena di vial nomor 3 saat warna pertama kali keluar sehingga diambil selanjutnya vial dengan
nomor-nomor ganjil saja. Setelah disatukan dalam satu plat, fraksi yang telah ditotolkan tersebut
dimasukkan ke dalam chamber. Sebelum plat dimasukkan chamber, chamber harus dijenuhkan
lebih dulu dengan cara fase gerak yang akan digunakan dimasukkan camber kemudian dimasukkan
kertas saring yang telah diberi batas agar kita tahu batas chamber jenuh. Tujuan penjenuhan adalah
agar elusi dapat berjalan cepat. Kemudian plat yang telah diberi batas atas dan batas bawah
dimasukkan ke dalam chamber. Batas bawah harus ditentukan supaya totolan sampel tidak
langsung terendam fase gerak, yang dapat mempengaruhi proses elusinya. Sedangkan batas atas
digunakan sebagai batas berhentinya perendaman plat KLT dalam fase gerak.

Plat 1-25 dimasukkan ke chamber dengan menggunakan perbandingan pelarut 9:1, kemudian
pada selanjutnya pada plat 25-49, 49-73, dan 73-99 dimasukkan ke chamber dengan perbandingan
pelarut 3:2. Pemaikaian pelarut perbandingan 9:1 pada awal merupakan percobaan terlebih dahulu
apakah senyawa dapat naik atau tidak namun ternyata tidak naik sehingga kami selanjutnya
menggunakan perbandingan pelarut 3:2 yang merupakan perbandingan pelarut terbaik untuk
ekstrak etil asetat berdasarkan uji KLT sebelumnya. Setelah plat di totolkan kemudian di lihat
dengan menggunakan sinar uv dan di semprot dengan godin. Penyemprotan godin digunakan
untuk memperjelas spot yang terdapat pada plat KLT. Dari pengamatan pada sinar uv ini juga
dapat disimpulkan bahwa fraksi yang mempunyai profil bercak KLT yang mirip digabungkan.

SARAN

Sebaiknya mahasiswa lebih teliti lagi dalam mengerjakan praktikum guna meminimlisir kesalahan
pada saat praktikum

DAFTAR PUSTAKA

Gandjar, Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : . Pustaka Pelajar


Peranginangin, Kasiman. 2006. Aplikasi Web dengan PHP dan MySQL. Yogyakarta : ANDI
Yogyakarta
Rohman, Abdul. 2009. Kromatografi Untuk Analisis obat. Yogyakarta : Elphra Ilmu
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kromatografi. Liberty : Yogyakarta
Seno. A.,Sastroamidjojo. 1997. Obat Asli Indonesia Cetakan V. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat
Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Konsius
Tim Penyusun. 2017. Modul Praktikum Farmakognosi Fitokimia III. Jakarta: UIN Jakarta

Basset, J, 1994, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Organik, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Day, R.A. Dan Underwood, A.L., 1986, Analisis Kimia Kuantitatif, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gritter, R.J., 1991, Pengantar Kromatografi, ITB, Bandung.

Khopkar, S.M., 2000, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press, Jakarta.

Steenis, C.G.G.J. Van, 1947, Flora, PT.Balai Pustaka Persero, Jakarta Timur.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai