Anda di halaman 1dari 18

BAB VI

KONTRAK KONSTRUKSI

Standar Kompetensi:
Dapat menyebutkan bentuk-bentuk kontrak konstruksi
Kompetensi Dasar:
1. Dapat menjelaskan definisi kontrak secara umum
2. Dapat menjelaskan proses terbentuknya kontrak
3. Dapat menyebutkan macam-macam dan kriteria pelanggaran kontrak
4. Dapat menyebutkan kriteria pemutusan kontrak
5. Dapat menyebutkan kerugian akibat pelanggaran kontrak
6. Dapat menjelaskan hubungan kontrak dalam proyek konstruksi
7. Dapat menyebutkan macam-macam kontrak konstruksi berdasarkan cara
penggantian biaya
8. Dapat menyebutkan macam-macam kontrak berdasarkan organisasi
perjanjian
9. Dapat menjelaskan standar bentuk kontrak dan komponen kontrak
konstruksi

6.1 Dasar-Dasar Kontrak Kontruksi

6.1.1 Definisi Perikatan dan Perjanjian


Perikatan adalah suatu bentuk hubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak yang berdasarkan itu pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari
pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Pihak yang berhak menuntut disebut kreditur (si berpiutang) sedangkan pihak
yang berkewajiban memenuhi tuntutan disebut debitur (si piutang). Hubungan ini
dijamin oleh hukum dan undang-undang.
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang
lain atau dimana dua orang berjanji tentang sesuatu. Dari peristiwa itu timbullah
suatu hubungan antara dua pihak tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan kata
lain hubungan antara perjanjian dengan perikatan adalah bahwa perjanjian

VI - 1
menimbulkan perikatan. Kontrak merupakan perjanjian atau persetujuan tertulis.
Sumber lain yang mengakibatkan perikatan adalah undang-undang. Jadi ada
perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada pula perikatan yang lahir dari undang-
undang.
Obyek perjanjian atau prestasi dapat berupa:
a. Memberikan sesuatu
b. Berbuat sesuatu
c. Tidak berbuat sesuatu
Obyek perjanjian harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
a. Harus tertentu atau dapat ditentukaan
b. Obyeknya diperkenankan undang-undang, tidak melanggar ketertiban umum
dan kesusilaan
c. Prestasinya dimungkinkan, dalam arti harus mungkin dilaksanakan.
Sehubungan dengan ini ada ketidak mungkinan obyektif (tidak akan timbul
perikatan karena tidak akan dapat dilakukan oleh siapapun) dan
ketidakmungkinan subyektif (hanya debitur saja yang tidak dapat
melaksanakan prestasinya, jadi tidak mengahalangi perikatan).
Subyek perjanjian meliputi paling sedikit dua subyek, yaitu:
1. Seseorang atau suatu badan hukum yang mendapat kewajiban/hak
2. Seseorang atau suatu badan hukum yang mendapat hak/kewajiban

Syahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat persyaratan, yaitu:


1. Syarat subyektif:
 Kesepakatan kedua pihak untuk mengikatkan dirinya secara sukarela, tida
ada paksaan (free konsesnsus).
 Kecakapan subyek perjanjian untuk membuat suatu perjanjian
2. Syarat obyektif:
 Obyek perjanjiannya tertentu
 Klausanya (isi dan tujuan) legal atau tidak bertentangan dengan hukum
yang berlaku.

6.1.2 Terbentuknya Kontrak

VI - 2
Kontrak atau ikatan kerjasama merupakan kesepakatan (perjanjian tertulis)
secara sukarela antara dua pihak yang mempunyai kekuatan hukum. Kesepakatan
itu dicapai setelah satu pihak menerima penawaran yang diajukan oleh pihak lain
untuk melakukan sesuatu sebagaimana yang tercantum dalam penawaran.
Kontrak, termasuk kontrak pekerjaan konstruksi, merupakan elemen yang
terpenting dalam suatu prose kerjasama antara berbagai pihak untuk mewujudkan
suatu tujuan perjanjian yang telah disepakati.
Kontrak dapat terbentuk manakala ada dua pihak atau lebih telah saling
menyetujui untuk mengadakan suatu transaksi. Transaksi tersebut umumnya
berupa kesanggupan oleh satu pihak untuk melakukan sesuatu bagi pihak lainnya
dengan sejumlah imbalan (monetary value) yang telah disepakati. Namun
demikian tidak semua persetujuan dan transaksi akan dijabarkan dalam bentuk
kontrak. Persetujuan hanya dapat dilanjutkan dalam bentuk kontrak bila
memenuhi dua aspek utama, yaitu :
a. Saling menyetujui (mutual consent)
b. Ada penawaran dan penerimaan (offer and acceptance)
Masing-masing aspek tersebut dapat dijelaskan sebagaimana berikut:
a. Mutual consent:
Suatu transaksi harus disetujui bersama oleh kedua belah pihak, dan
persetujuan bersama ini harus mengikat dan berlaku terhadap semua aspek
prinsipil yang menyangkut persetujuan tersebut. Aspek-aspek prinsipil
menyangkut kelengkapan aspek-aspek subyektif dan obyektif dari persetujuan.
Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa bilamana seorang
pengembang wilayah (developer) membuat persetujuan dengan kontraktor
untuk membangun rumah berikut fasilitasnya tetapi belum berhasil
menyebutkan sejumlah biaya yang disepakati, maka dapat dikatakan bahwa
kontrak belum terbentuk. Tetapi bila kedua pihak tersebut sepakat dengan
suatu harga, maka kesepakatan tersebut dapat dituangkan kedalam suatu
dokumen (kontrak) tertulis. Hal yang sama juga dapat berlaku pada suatu
persetujuan yang tidak dapat secara tegas menetapkan waktu penyelesaian
pekerjaan.

VI - 3
Secara umum, suatu persetujuan yang disepakati bersama harus bebas
dari semua terminology yang dapat mempunyai arti samar/ganda
(ambiguous), karena dapat menimbulkan keragu-raguan dalam mengartikan
dan menafsirkannya. Akibatnya masing-masing pihak akan memberikan
penafsiran tersendiri dengan maksud untuk tidak merugikan diri sendiri
sehingga sering menjadi bibit timbulnya perselisihan (dispute). Satu prinsip
dasar yang perlu diperhatikan dalam memahami dan menginterpretasikan
suatu terminology yang meragukan adalah bahwa kesempatan penafsiran lebih
diutamakan bagi pihak yang tidak/bukan menulis (rancangan) kontrak.

b. Offer and acceptance:


Suatu kesepakatan harus dilandasi pada azas keadilan. Agar suatu
transaksi terbentuk secara adil, maka kedua pihak tersebut harus bebas dan
diberikan kesempatan yang sama untuk melakukan penawaran dan
penerimaan. Jawaban atas penawaran dapat berupa penerimaan, penolakan,
atau penerimaan dengan syarat melalui suatu proses negosiasi.
Sebagai ilustrasi dapat digambarkan situasi berikut: Pada saat pemilik
mengadakan pelelangan, tawaran lelang suatu proyek bukan merupakan
tawaran untuk memberikan kontrak kepada kontraktor, tetapi lebih berupa
tawaran bagi calon rekanan untuk mengajukan penawaran harga. Jadi disini
tampak bahwa pemilik memberikan suatu tawaran kepada calon kontraktor
berupa kesempatan untuk melakukan tawaran kembali, atau bahwa tidak ikut
sama sekali dalam pelelangan. Para calon kontraktor, dilain pihak akan
mengajukan penawaran harga atas pekerjaan yang ditawarkan oleh pemilik
proyek. Yang mana pada akhirnya pemilik mempunyai hak untuk menerima
tawaran tersebut, menolak atau melakukan suatu tawar menawar lagi. Proses
penawaran dan penerimaan dalam kontrak dapat ditunjukkan pada gambar 6.1.

VI - 4
6.1.3 Pelanggaran Kontrak (Contract Violation)
Pelanggaran kontrak terjadi jika salah satu atau kesemua pihak yang terlibat
dalam kontrak melanggar sebagian atau seluruh kesepakatan yang disetujui
bersama. Akibat pelanggaran ini maka salah satu pihak atau kesemuanya akan
mengalami kerugian. Akibat kerugian tersebut dapat dilakukan tuntutan
penggantian pada pihak yang menyebabkan kerugian.
Pelanggaran kontrak adalah pelanggaran terhadap satu atau lebih persyaratan
yang terkandung dalam kontrak, dengan konsekuensi yang harus ditanggung oleh
pihak yang bersepakat. Tergantung pada kadar pelanggaran yang terjadi, terhadap
akibat pelanggaran tersebut pihak yang dirugikan dapat dituntut sesuai aturan
yang berlaku.
Dalam menilai kadar pelanggaran dikenal konsep pelanggaran material dan
immaterial. Konsep pelanggaran ini menjadi penting, meskipun pembedaan dan
penentuannya sangat sulit, karena hal tersebut menentukan hal-hal apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan oleh pihak yang melanggar.
Pelanggaran yang bersifat material dapat berakibat pemutusan hubungan
kerja (kontrak), sedangkan untuk pelanggaran immaterial akibat yang ditanggung
oleh si pelanggar mungkin hanya berupa ganti rugi financial saja atau bahkan
tidak ada sama sekali.
Suatu pelanggaran dikatakan material jika pelanggaran tersebut menyangkut
aspek-aspek vital dari suatu persetujuan. Sebaliknya suatu pelanggaran terhadap
kontrak dikatakan immaterial jika pelanggaran yang terjadi menyangkut aspek-
aspek yang kurang atau tidak penting dari suatu persetujuan.Misalnya seorang
kontraktor yang tidak muncul dilapangan sebulan setelah kontrak ditandatangani

VI - 5
dapat dikategorikan sebagai pelanggaran material, sedangkan keterlambatan
pembayaran yang dilakukan oleh pemilik umumnya akan dinilai sebagai
pelanggaran immaterial.

6.1.4 Pemutusan Kontrak (Contract Termination)


Sebagai upaya untuk menegakkan isi dan tujuan dari suatu persetujuan, pada
umumnya kontrak-kontrak dilengkapi dengan klausa-klausa mengenai pemutusan
kontrak. Pemutusan kontrak dapat terjadi dengan sendirinya (by default) atau
karena pertimbangan lain. Selesainya suatu pekerjaan dengan semua pemenuhan
persyaratannya secara otomatis mengakibatkan kontrak selesai (terminated).
Demikian pula kegagalan yang bersifat material yang dilakukan kontraktor, yang
oleh pemilik dapat dinilai membahayakan kelangsungan dan penyelesaian
pekerjaan. Seperti yang tercantum dalam klausul mengenai pemutusan kontrak,
kontrak tersebut dapat diputuskan melalui pemberitahuan singkat atau bahkan
tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada kontraktor.
Untuk pelanggaran yang sifatnya imaterial, dengan berbagai pertimbangan
pemilik dapat memilih untuk menghentikan kontrak. Hal tersebut tentunya harus
disertai dengan ganti rugi yang memadai bagi pihak kontraktor.
Terhadap suatu pelanggaran kontrak, secara umum pihak yang tidak
melanggar kontrak mempunyai tiga pilihan. Ia dapat menentukan pilihan tersebut
berdasarkan sifat pelanggarannya, seperti :
a. Membebaskan/mengabaikan pelanggaran yang terjadi dan tidak menuntut
ganti rugi kepada pihak yang melanggar.
b. Memilih untuk memutuskan kontrak dengan sendirinya.
c. Mengajukan tuntutan ganti rugi.

6.1.5 Kerugian Akibat Pelanggaran Kontrak


Terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh adanya pelanggaran kontrak,
pihak yang dirugikan berhak memperoleh penggantian kerugian (compensation).
Terhadap kerugian yang dialami oleh satu pihak yang melakukan pelanggaran
kontrak, maka pihak lainnya berhak mengajukan penggantian kerugian, yang

VI - 6
perhitungannya dapat dilakukan dengan berbagai metode perhitungan penggantian
dasar sebagai berikut:
a. Biaya penyelesaian
Jika kontraktor diberhentikan karena ia gagal menyelesaikan pekerjaan sesuai
dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan, maka pemilik terpaksa menunujuk
kontraktor lain untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan semua biaya
yang dikeluarkan untuk penyelesaian pekerjaan diambil dari sisa pembayaran
terhadap kontraktor pertama. Jika biaya yang dikeluarkan lebih besar, maka
kontraktor yang melanggar kontrak berkewajiban membayar perbedaannya.
b. Selisih nilai:
Metode ini dapat digunakan jika pelanggaran kontrak yang disebabkan
oleh pekerjaan yang salah atau gagal (defective work) dan bukan karena tidak
selesainya pekerjaan. Untuk ini biaya penggantian penyelesaian saja tidak
cukup tepat karena akan ada pula biaya-biaya pembongkaran dan penggantian,
selain biaya pemasangan kembali. Biaya penggantian kerugian (GR) dihitung
dengan rumusan berikut:
Biaya GR = biaya penggantian – biaya pekerjaan awal + biaya pembongkaran
c. Liquidated damages (LD) atau kerugian terhapus:
Metode ini lebih banyak digunakan dalam kontrak konstruksi. Berbeda
dengan bentuk penggantian yang dasar penentuannya adalah aspek-aspek yang
terkandung dalam kontrak (tenaga kerja, material, alat, metode, hasil kerja),
LD didasarkan pada kerugian yang diperkirakan akan dialami karena
kegagalan penyelesaian persetujuan.
Hal yang penting diperhatikan dalam konsep LD adalah bahwa
perangkat LD bukan semata-mata suatu denda keterlambatan yang besarnya
dapat ditentukan secara arbitasi. Konsep LD lebih didasarkan pada
kompensasi terhadap hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan
akibat tidak dapat digunakannya fasilitas pada waktunya. Sebaliknya jika
suatu proyek akan mengenakan mekanisme denda untuk setiap keterlambatan,
maka untuk adilnya harus pula diberlakukan system bonus bagi penyelesaian
yang lebih awal.

VI - 7
6.1.6 Hubungan Kontrak Dalam Proyek Konstruksi
Suatu proyek konstruksi melibatkan berbagai pihak yang secara kontraktual,
langsung maupun tidak langsung mempunyai hubungan satu dengan lainnya.
Meskipun secara formal hubungan kontraktual terjadi pada pihak yang
menandatangani kontrak, tetapi kenyataannya kerap kali disebutkan adanya
keterlibatan dan pihak lain yang aturan mengenai hak dan kewajibannya serta
hubungannya diatur dalam kontrak.
Pada struktur organisasi tradisional, meskipun institusi penjamin (bonding
company) hanya terikat kontrak dengan kontraktor utama tetapi implikasinya
terhadap proyek melibatkan banyak pihak lain. Penjamin memberikan jaminan
atas kontraktor pada pemilik berupa jaminan pelaksanaan (performance bond),
jaminan pembayaran (payment bond), jaminan pemeliharaan (maintenance bond),
dan bentuk jaminan lainnya. Demikian juga dengan peran lembaga-lembaga
asuransi. Hal ini dapat ditunjukkan pada gambar 6.2.

6.1.7 Manajemen Resiko Dalam Kontrak Konstruksi


Konstruksi merupakan suatu industri yang sangat unik. Disatu sisi kegiatan
dalam industri ini mempunyai tingkat resiko yang relative jauh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan kegiatan di industri lainnya. Namun sebaliknya, kegiatan
konstruksi tetap menarik karena menjanjikan keuntungan yang tidak sedikit pula,
apalagi teknologi yang dibutuhkannya relatif stabil. Untuk meningkatkan

VI - 8
keamanan terhadap potensi resiko yang ada, maka diperlukan mekanisme
pengelolaan resiko yang pada intinya mengarah pada pengalihan resiko.
Jaminan (bond) dan asuransi merupakan dua mekanisme penjaminan yang
umum digunakan untuk melindungi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam
kontrak konstruksi dari kemungkinan kerugian yang terjadi selama masa
perjanjian berlaku. Meskipun mempunyai karakteristik teknis yang berbeda, pada
dasarnya kedua mekanisme tersebut mempunyai suatu kesamaan fungsi, yaitu
sebagai perangkat mekanisme pengalihan resiko. Dalam hal ini suatu pihak
mengalihkan resiko kepada pihak lain dengan suatu imbalan yang telah disepakati.
6.2 Jenis-Jenis Kontrak
6.2.1 Jenis Kontrak Berdasarkan Pengaturan Penggantian Biaya
Dokumen kontrak proyek konstruksi harus secara jelas mengidentifikasi:
 Kontraktor
 Pemilik proyek
 Konsultan perencana
 Lingkup kerja proyek
 Jangka waktu penyelesaian proyek dan kewajiban yang harus dipenuhi
kontraktor jika terjadi keterlambatan.
 Sistem pembayaran yang akan dilakukan kepada kontraktor
Sistem pembayaran kontrak akan membedakan jenis kontrak proyek
konstruksi. Jenis-jenis kontrak konstruksi berdasarkan system pembayaran atau
penggantian biaya, yaitu:
a. Kontrak harga satuan (unit price contract)
b. Kontrak biaya plus jasa (cost plus fee)
c. Kontrak lump sum
Pemilihan kontrak yang sesuai untuk suatu proyek konstruksi lebih
didasarkan pada karakteristik dan kondisi proyek itu sendiri. Ditinjau dari sudut
pandang pemilik proyek (owner), hal ini erat kaitannya dengan antisipasi dan
penanganan resiko dalam proyek tersebut.
A. Kontrak Harga Satuan

VI - 9
Hal utama mengenai kontrak harga satuan adalah penilaian harga setiap
unit pekerjaan telah dilakukan sebelum konstruksi dimulai. Pemilik telah
menghitung jumlah unit yang terdapat dalam setiap elemen pekerjaan.
Dalam menggunakan tipe kontrak ini, kontraktor hanya perlu
menentukan harga satuan yang akan ditawar untuk setiap item dalam kontrak.
Kontraktor harus berhati-hati agar semua biaya yang mungkin dikeluarkan
telah diperhitungkan dalam item penawaran, seperti biaya overhead dan
keuntungan.
Kontrak harga satuan digunakan jika proyek terdefinisi secara jelas,
tetapi kuantitas aktual tiap pekerjaan sulit diestimasi secara akurat sebelum
proyek dimulai. Dalam jenis kontrak ini dikenal istilah metode tidak seimbang
(unbalanced) yaitu metode yang digunakan kontraktor dalam penawaran harga
satuan tanpa mengubah harga keseluruhan, dengan tujuan :
 Untuk mendapatkan keuntungan dari beberapa aspek proyek. Misalnya
dengan menaikkan harga satuan pada pekerjaan-pekerjaan awal
(mobilisasi).
 Mendistribusikan biaya pelaksanaan sedemikian rupa sehingga uang
pemilik digunakan untuk membiayai proyek
 Mengantisipasi kesalahan pemilik dalam melakukan Owner Estimate (OE)
Kontrak jenis ini umumnya menyatakan bahwa harga satuan untuk tiap
item dapat dinegosiasi ulang jika kuantitas actual lebih besar dari estimasi,
umumnya berbeda 20%-25%. Jika terjadi pekerjaan tambah kurang maka
secara lebih akurat dapat dilakukan perhitungan sehingga dapat
menghilangkan item penawaran tidak seimbang. Penentuan kuantitas
pekerjaan actual dengan cara mengukur kuantitas terpasang dan meminta
pembayaran sesuai hasil pengukuran.
Kelemahan penggunaan jenis kontrak ini, yaitu pemilik tidak dapat
mengetahui secara pasti biaya aktual proyek. Untuk mencegah ketidakpastian
ini, perhitungan kuantitas tiap unit perlu dilakukan secara akurat. Selain itu
juga sangat memungkinkan praktek unbalanced bid.
Jenis-jenis proyek yang cocok dengan penggunaan jenis kontrak ini
adalah proyek pekerjaan tanah, jalan raya, pemasangan pipa, dan sebagainya.

VI - 10
B. Kontrak Biaya Plus Jasa
Pada kontrak jenis ini, kontraktor akan menerima pembayaran atas
pengeluarannya ditambah dengan biaya untuk overhead dan keuntungan.
Besar overhead dan keuntungan umumnya berdasarkan persentase biaya yang
dikeluarkan. Metode pembayaran dalam kontrak jenis ini dibedakan menjadi
dua, yaitu:
 Pembayaran biaya plus jasa tertentu
(kontraktor tidak mendapat kesempatan menaikkan biaya untuk
menambah keuntungan dan overhead).
 Pembayaran biaya plus persentase biaya dengan jaminan maksimum
(metode ini dapat meyakinkan pemilik bahwa biaya total proyek tidak
akan melebihi suatu jumlah tertentu).
Kontrak jenis ini umumnya digunakan jika biaya actual dari proyek sulit
diestimsi secara akurat. Hal ini dapat terjadi jika perencanaan belum selesai,
proyek tidak dapat digambarkan secara akurat, waktu penyelesaian proyek
singkat sementara rencana dan spesifikasi teknis tidak dapat diselesaikan
sebelum proses konstruksi dimulai. Misalnya proyek perbaikan jembatan yang
putus.
Kekurangan kontrak jenis ini, yaitu pemilik kurang dapat mengetahui
biaya aktual proyek yang akan terjadi. Pemilik harus menempatkan staf untuk
memonitor kemajuan pekerjaan sehingga dapat diketahui biaya-biaya yang
ditagih benar-benar dikeluarkan.
Penentuan fee untuk kontraktor dalam hal ini dapat dilakukan berbagai
cara, yaitu:
 Merupakan jumlah yang tetap (cost plus fixed fee)
 Dalam persentase biaya (cost plus percentage)
 Dengan memberikan jaminan biaya maksimum (cost plus fee with
maximum guaranteed price)
C. Kontrak lump sum
Kontrak ini menyatakan bahwa kontraktor akan membangun proyek
sesuai dengan rancangan pada suatu biaya tertentu. Jika dilakukan perubahan

VI - 11
dalam kontrak, negosiasi antara pemilik dan kontraktor akan menetapkan
pembayaran kepada kontraktor untuk pekerjaan tersebut. Biaya untuk setiap
pekerjaan tambah kurang harus dinegosiasikan antara pemilik dan kontraktor.
Kontrak ini dapat diterapkan jika perencanaan bena-benar telah selesai
sehingga kontraktor dapat melakukan estimasi kuantitas secara akurat. Pemilik
dengan anggaran terbatas akan memilih jenis kontrak ini karena merupakan
satu-satunya yang memberikan nilai pasti terhadap biaya yang akan
dikeluarkan. Proyek yang cocok dengan kontrak jenis ini adalah pembangunan
gedung. Salah satu kelemahan kontrak jenis ini adalah proses konstruksi akan
tertunda karena menunggu selesainya perencanaan.

6.2.2 Jenis-Jenis Kontrak Berdasarkan Organisasi Perjanjian


Hubungan kerja antara pemilik, konsultan, dan kontraktor perlu diatur
secara jelas. Kontrak yang mengatur hubungan kerja antara pihak-ihka tersebut
amat tergantung pada jenis dan ukuran proyek yang akan dilaksanakan. Kontrak
ini harus dimengerti dengan jelas sehingga diperoleh pelaksanaan proyek yang
efektif.
Berdasarkan organisasi perjanjian terdapat lima jenis kontrak dalam
industri konstruksi. Meskipun sebenarnya terdapat modifikasi dari kelima jenis
ini, tetapi hanya kelima jenis kontrak ini yang akan dibahas, yaitu:
1. Metode kontrak umum (general contracting method)
Kontrak antara owner dengan kontraktor, dimana hasil perencanaan telah
selesai/final, sehingga kontraktor tinggal melaksanakan proses
pembangunannya saja)
Keuntungan bagi owner:
 Dapat berkonsentrasi pada proses pembangunan
Kelemahan bagi owner:
 Biaya dapat lebih besar karena melalui dua proses dalam dua kontrak
yang berbeda
 Koordinasi lebih banyak

VI - 12
2. Metode kontrak terpisah (Separate Contracting method)

3. Metode Swakelola (force account)

4. Metode Rancang Bangun (Design-Build)


Kontrak antara owner dengan kontraktor, dimana kontraktor menyediakan
jasa perencanaan sekaligus pembangunannya.

VI - 13
Keuntungan bagi owner:
 Desain bisa lebih baik karena menunjang constructabiltiy
 Memerlukan pengawasan dan koordinasi yang lebih ringan
Kelemahan bagi owner:
 Hasil pekerjaan perencanaan dengan pembangunan tidak dapat
dimonitor secara terpisah
 Kadangkala sulit menemukan perusahaan yang kompeten dengan
kualifikasi yang dikehendaki

5. Metode Manajemen Konstruksi Profesional

Standar bentuk kontrak sebagai acuan :

VI - 14
(untuk pekerjaan pelaksanaan konstruksi)
1. Federation Internationale des Ingenieurs Conseils (FIDIC) Swiss
2. Engineers Joint Contract Documents Committee (EJDC) USA
3. Americans Insistutes of Architect (AIA) USA
4. UUJK di Indonesia

6.3 Komponen Kontrak


Secara umum konponen kontrak terdiri dari beberapa bagian berikut ini:
I. GENERAL CONDITION (KONDISI/SYARAT2
UMUM)
Memuat syarat-syarat umum yang mendefinisikan
bagaimana pekerjaan harus dilaksanakan
 umumnya sesuai standar kontrak yg dipakai = RKS
II. SPECIAL/PARTICULAR CONDITION (KONDISI/
SYARAT-SYATAT KHUSUS)
Memuat syarat-syarat khusus yang mendefinisikan bagaimana pekerjaan
harus dilaksanakan khusus berlaku pada proyek ybs
III. Harga kontrak, jadwal, dan metode (sebelum dan setelah
klarifikasi/negosiasi)
IV. Spesifikasi teknis
V. Gambar gambar perencanaan
VI. Lampiran (LOA (Loan Of Aggreement), SPK/SPMK, jaminan pelaksanaan,
surat kuasa, surat kerjasama subkon/JO (Joint Operation), berita-berita
acara)

Isi syarat-syarat kontrak (umum dan khusus) / RKS antara lain:


 Pokok perjanjian (no/tgl kontrak, nama pekerjaan, pemilik, kontraktor, dasar
hukum)
 Jangka waktu pelaksanaan

VI - 15
 Tanggung jawab kontraktor (jaminan pelaksanaan, pihak yang mewakili, K3,
jaminan mutu, aksesibilitas, kondisi diluar dugaan, keamanan, pengawasan
lapangan, kesehatan lingkungan)
 Lingkup pekerjaan
 Tanggung jawab pemilik (hak mendatangi lokasi, ketentuan pengesahan
dokumen, staf, kesalahan owner)
 Nilai kontrak, sumber dana, jenis kontrak
 Jangka waktu pelaksanaan proyek
 Direksi dan pengawas pekerjaan (kewenangan dan tanggung jawab, delegasi,
penggantian)
 Pengukuran volume pekerjaan, sistem pelaporan kemajuan pekerjaan, dan
pembayaran
 Koordinasi dan komunikasi
 Administrasi dokumen dan proses pengesahannya
 Penyerahan pekerjaan dan masa pemeliharaan
 Jaminan mutu, dan K3
 Staf, pekerja, peralatan, dan material
 Penentuan subkontraktor dan kooperasi
 Perubahan dan penyesuaian kontrak
 Keadaan memaksa (force majeure)
 Syarat-syarat lain (asuransi, retribusi galian C, penggunaan produk dalam
negeri, kerjasama dengan GEL)
 Sanksi dan denda
 Klaim, perselisihan, dan arbitrase

VI - 16
VI - 17
Soal-Soal Latihan:
1. Jelaskan definisi kontrak secara umum!
2. Jelaskan proses terbentuknya kontrak!
3. Sebutkan macam-macam dan kriteria pelanggaran kontrak!
4. Hal apa saja yang dapat menyebabkan kriteria pemutusan kontrak!
5. Sebutkan kerugian yang timbul akibat pelanggaran kontrak!
6. Jelaskan hubungan kontrak dalam proyek konstruksi!
7. Sebutkan macam-macam kontrak konstruksi berdasarkan cara penggantian
biaya!
8. Sebutkan macam-macam kontrak berdasarkan organisasi perjanjian!
9. Sebutkan standar kontrak kontrak konstruksi!
10. Jelaskan komponen kontrak konstruksi!

VI - 18

Anda mungkin juga menyukai