Perbandingan Keberhasilan Perawatan Pulpotomi Vital Dengan Bahan Pasta Formokresol Kalsium Hidroksida Mta Mineral Trioxide Aggregate

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 23

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PERAWATAN

PULPOTOMI VITAL DENGAN BAHAN PASTA


FORMOKRESOL, KALSIUM HIDROKSIDA, MTA (MINERAL
TRIOXIDE AGGREGATE)

Disusun Oleh :
Victor Christopher (2013 - 16 – 048)
Frida Vikarani (2013 – 16 - 143)
Anjeny Charles (2013 – 16 – 144)
Dwi Syulfa Chaeria (2013 – 16 – 145)

PEMBIMBING:

Lanny Setiabudi, drg. Sp. KGA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)

JAKARTA

2016
BAB I

PENDAHULUAN

Berdasarkan struktur anatominya, gigi sulung memiliki perbedaan dengan gigi


permanen, dimana gigi sulung cenderung memiliki ketebalan enamel dan dentin yang lebih
tipis jika dibanding dengan gigi permanen.1 Selain itu, gigi sulung yang umumnya dipersarafi
oleh serabut saraf yang tidak bermyelin, menyebabkan seringnya ditemukan lesi pada gigi
sulung yang juga disertai dengan lesi pada bagian pulpanya (terbukanya pulpa), baik oleh
karena karies, trauma dari suatu benturan, ataupun akibat kesalahan dalam preparasi kavitas.
Hal ini membutuhkan suatu perawatan pulpa yang bertujuan untuk menghilangkan infeksi dan
melindungi gigi tersebut dari infeksi bakteri di kemudian hari.2
Salah satu perawatan pulpa yang dapat dilakukan pada gigi sulung tersebut adalah
pulpotomi vital. Pulpotomi vital merupakan suatu tindakan pengambilan jaringan pulpa bagian
koronal yang mengalami inflamasi, dengan melakukan anastesi sebelum perawatan, dan
selanjutnya memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa di bagian
radikular tetap vital.3 Perawatan ini bertujuan untuk mempertahankan gigi sulung selama
mungkin di dalam rongga mulut sampai gigi permanennya erupsi sehingga dapat mencegah
terjadinya maloklusi akibat loss premature.
Perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung lebih kompleks dibanding dengan gigi
permanen. Hal ini disebabkan adanya hubungan gigi sulung dengan gigi permanen yang sedang
berkembang.3 Oleh karena itu, dokter gigi diharapkan mampu memilih bahan medikasi yang
tepat untuk perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung agar dapat meningkatkan proses
penyembuhan pulpa dan tidak mencederai benih gigi permanen yang berada di bawah gigi
sulung tersebut.
Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk pulpotomi vital pada gigi sulung diantaranya
yaitu formokresol dan kalsium hidroksida. Selama beberapa dekade, formokresol merupakan
bahan pulpotomi yang populer, namun adanya laporan mengenai toksisitas dan potensi
karsinogenik formokresol pada manusia, menyebabkan dokter gigi harus kembali
mempertimbangkan penggunaan bahan ini untuk perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung.4
Sedangkan kalsium hidroksida untuk pulpotomi vital pada gigi sulung menunjukkan tingkat
keberhasilan jangka panjang yang lebih rendah karena adanya resorbsi internal pada gigi yang
dirawat.3-4 Oleh karena itu, saat ini telah dikembangkan Mineral Trioxide Aggregate (MTA)
sebagai suatu alternatif bahan baru yang dapat digunakan untuk mempertahankan vitalitas
pulpa bagian radikular, sehingga dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul pada
penggunaan bahan-bahan medikasi pulpotomi vital sebelumnya.4
Pada bagian pembahasan, makalah ini akan menjelaskan lebih lanjut tentang
perbandingan keberhasilan perawatan pulpotomi vital dengan bahan pasta formokresol,
kalsium hidroksida, dan MTA, yang meliputi komposisi bahan, indikasi penggunaan,
manipulasi kerja, kelebihan dan kekurangan bahan, serta perbandingan evaluasi dari ketiga
bahan tersebut.
BAB II
ISI

Berdasarkan bentuk morfologinya gigi sulung mempunyai lapisan enamel dan dentin
yang relatif tipis, sehingga seringkali dijumpai pulpa telah terbuka baik oleh karena karies,
trauma dari suatu benturan atau selama preparasi kavitas.
Dalam melakukan perawatan pulpa pada gigi sulung perlu dipertimbangkan sifat-sifat
anak, sehingga diperlukan suatu perawatan yang singkat, praktis dan efisien.2

2.1. Pengertian

Pulpotomi vital adalah suatu tindakan pengambilan jaringan pulpa bagian koronal
yang mengalami inflamasi dengan melakukan anestesi, kemudian dilakukan pemberian
medikamen diatas pulpa yang diamputasi agar pulpa bagian radikular tetap vital.3

Keuntungan dari pulpotomi vital: 3,8,10,11,13


 Dapat diselesaikan dalam waktu singkat, hanya 1-2 kali kunjungan. Satu kali
kunjungan bila pendarahan dapat dihentikan dan dua kali kunjungan bila pendarahan
sulit dihentikan.
 Pengambilan jaringan pulpa hanya dibagian korona saja, hal ini meguntugkan karena
pengambilan jaringan pulpa bagian saluran akar sukar dan adanya ramifikasi.
 iritasi obat-obatan dan instrumen perawatan saluran akar tidak ada.
 Jika perawatan ini gagal dapat dilakukan pulpektomi.

Perawatan pulpotomi vital gigi sulung bertujuan untuk mempertahankan gigi sulung
selama mungkin didalam rongga mulut sampai gigi tetap penggantinya erupsi. Gigi sulung
yang tanggal terlalu awal selain mengganggu fungsi pengunyahan, dapat mengakibatkan gigi
tetap penggantinya kekurangan tempat sehingga tumbuh berjejal.

2.2. Indikasi
Indikasi dari pulpotomi vital adalah: 3,10,11,13
1. Terbukanya pulpa karena prosedur pulp capping indirek, ataupun faktor mekanis
selama preparasi kavitas yang kurang hati-hati.
2. Gigi masih didukung lebih dari 2/3 panjang akar.
3. Pendarahan yang terkendali diatas pulpa yang diamputasi.
4. Pada penderita kelainan darah seperti hemofilia yang memerlukan pencabutan.

2.3. Kontra indikasi


Kontra indikasi dari pulpotomi vital adalah:3,10,11,13
1. Pulpa non vatal dan adanya supurasi atau tanda-tanda lain dan nekrose.
2. Dijumpai keluhan rasa sakit yang spontan maupun yang terus menerus,
3. Terdapat resorpsi interna dan eksterna.
4. Terdapat kehilangan tulang pada daerah periapeks ataupun interradikular.
5. Terbentuk fistel.
6. Peka terhadap perkusi.
7. Terdapat kalsifikasi pulpa.
8. Pada penderita rhematik fever, kelainan jantung, leukemia dan keadaan umum yang
kurang baik dimana daya tahan tubuh terhadap infeksi sangat rendah.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Formokresol

Formokresol merupakan golongan aldehid dan menjadi salah satu pilihan dalam
perawatan pulpa. Bahan ini diperkenalkan oleh Buckley pada tahun 1904 dan sejak saat itu
telah digunakan sebagai medikasi untuk perawatan pulpa dengan tingkat keberhasilan yang
tinggi. Teknik pulpotomi dengan menggunakan formokresol digunakan oleh Sweet sebagai
suatu modifikasi metode perawatan pulpa pada tahun 1930. Saat itu, Sweet melaporkan bahwa
adanya keberhasilan penggunaan bahan ini sebesar 97 % pada 16.651 kasus.4,10,11,13

3.1.1 Komposisi Bahan

Larutan formokresol yang memiliki tujuan dasar untuk memfiksasi jaringan pulpa
yang mengalami inflamasi dan mencegah masuknya mikroorganisme ini, terdiri atas
beberapa komponen, diantaranya yaitu:2-3
• Trikresol (35 % )
• Formaldehid (19 % )

• Gliserin ( 15 % )

• Aqua

Gambar 1:
Sediaan formokresol.
Komponen aktif dari formokresol adalah formaldehid dan kresol. Formaldehid
memiliki sifat yang dapat mengiritasi jaringan, sehingga penggunaannya dalam rongga
mulut harus hati-hati. Para peneliti menyimpulkan bahwa formokresol tidak menimbulkan
bahaya bagi kesehatan manusia apabila penggunaannya masih dalam jumlah yang tepat.

Bahan kresol yang ditambahkan pada formaldehid bertujuan untuk mengurangi aksi
iritan formaldehid terhadap jaringan. Selain itu, kresol sendiri dapat berperan sebagai
desinfeksi yang cukup efektif. Kedua bahan ini, formaldehid dan kresol, merupakan bahan
zat antiseptik yang efektif terhadap bakteri. Dimana zat antiseptik tersebut dapat bersifat
bakterisid atau bakteriostatik yang dapat ditentukan dari konsentrasinya. Zat antiseptik
dengan konsentrasi yang kecil dapat berperan sebagai bakteriostatik, sedangkan antiseptik
dengan konsentrasi yang besar dapat bersifat bakterisid.3

Gliserin yang juga ditambahkan dalam larutan ini, digunakan sebagai pengemulsi
dan mencegah polimerisasi formaldehid menjadi paraformaldehid. Dimana
paraformaldehid yang terbentuk jika tidak ada gliserin ini, dapat menyebabkan larutan
menjadi keruh.2

3.1.2 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan

Perawatan pulpotomi vital dengan menggunakan formokresol ini diindikasikan


untuk beberapa kasus, diantaranya yaitu:4

• Perawatan gigi sulung dengan pulpa yang masih vital;


• Perawatan gigi sulung yang pulpanya terlibat, dengan manifestasi klinis berupa
perubahan inflamatori yang terbatas pada pulpa mahkota atau pembukaan mekanis
pada waktu prosedur operatif;
• Pada gigi posterior permanen untuk perawatan pulpalgia yang bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit pada keadaan darurat. Dalam hal ini, formokresol memfiksasi
pulpa berdekatan yang ditinggalkan dalam saluran akar dan membuatnya kehilangan
rasa sakit.

Beberapa kontraindikasi larutan formokresol ini antara lain:4


• Gigi sulung yang sangat sensitif terhadap panas dan dingin;
• Gigi sulung dengan pulpitis kronis;
• Gigi yang sensitif terhadap perkusi dan palpasi;
• Adanya perubahan radiografik yang disebabkan oleh perluasan penyakit pulpa;
• Gigi dengan kamar pulpa atau saluran akar yang menyempit.

3.1.3 Mekanisme Kerja dan Histologi

Formokresol bekerja melalui kelompok aldehid jenis formaldehid, dengan mengikat


bahan asam amino dari protein bakterinya ataupun sisa dari jaringan pulpa gigi. Kemudian
menonaktifkan enzim-enzim oksidatif di dalam pulpa yang berdekatan dengan daerah
amputasi. Hal ini memberikan efek hialuronidase sehingga jaringan pulpa menjadi fibrous
dan asidofilik dalam beberapa menit setelah aplikasi formokresol. Reaksi ini
diinterpretasikan sebagai fiksasi dari jaringan pulpa vital.3-4

Mensukhani melaporkan suatu penelitian secara histologis pada 43 gigi sulung dan
gigi tetap yang telah dilakukan perawatan pulpotomi vital dengan formokresol dan setelah
7-14 hari terlihat tiga zona yang berbeda, yaitu:4

• Zona asidofilik (fiksasi) yang luas;

• Zona pale stain yang luas;

• Zona konsentrasi sel-sel radang yang luas, yang dijumpai di bawah zona pale
staining kea rah apeks gigi.

Pruhs menyatakan bahwa formokresol adalah bahan germicidal kuat yang dapat
menyebabkan fiksasi dari jaringan vital. Ketika ditempatkan pada sisi yang diamputasi,
formokresol menyebabkan nekrose koagulasi dari jaringan yang secara langsung berkontak
dengannya. Selanjutnya formokresol merembes ke saluran akar sehingga menyebabkan
perluasan reaksi jaringan yang diikuti dengan berkurangnya jumlah sel dan perubahan
bentuk morfologi pulpayang diakibatkan proses kalsifikasi dan resorpsi. Sekitar ujung akar
terjadi penumpukan sel-sel inflamasi dan pembentukan jaringan fibrous yang diikuti
dengan penyembuhan pada ujung akar. Reaksi ini terjadi empat hari setelah dilakukan
perawatan pulpotomi vital.4
Berdasarkan evaluasi mikroskopik yang dilakukan Emmerson, dkk pada tahun 1959,
tentang perbedaan lamanya waktu pemberian formokresol ketika melakukan perawatan
pulpotomi vital, diketahui bahwa fiksasi dari jaringan pulpa vital dapat terjadi dalam waktu
lima menit.

Gambar 2: Zona nekrotik aseluler yang diikuti dengan zona inflamasi pada stroma angiomatous dengan
resorpsi internal setelah perawatan pulpotomi dengan formokresol.

Gambar 3: Sepertiga apikal akar yang menunjukkan resorpsi akar eksternal yang fisiologis dan resorpsi
akar internal yang patologis setelah perawatan pulpotomi dengan formokresol.

3.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Bahan


Kelebihan Formokresol

Dengan adanya kandungan kresol dalam larutan formokresol, maka larutan ini
memiliki efek antiseptic yang dapat membunuh bakteri dengan baik. disamping itu,
formokresol ini dapat mengkoagulasi protein sehingga dapat berperan sebagai bakterisid
yang kuat dan kaustik. Sifat kaustik inilah yang dapat menyebabkan fiksasi bakteri dan
jaringan pada sepertiga bagian atas pulpa yang terlibat.2

Penggunaan formokresol sebagai pengganti kalsium hidroksida untuk perawatan


pulpotomi pada gigi sulung beberapa tahun ini semakin meningkat. Formokresol tidak
membentuk jembatan dentin tetapi akan membentuk suatu zona fiksasi dengan kedalaman
yang bervariasi yang berkontak dengan jaringan vital. Zona ini bebas dari bakteri dan dapat
berfungsi sebagai pencegah terhadap infiltrasi mikroba. Keuntungan lain dari formokresol
pada perawatan pulpa gigi sulung yang terkena karies yaitu formokresol akan merembes
melalui pulpa dan bergabung dengan protein seluler untuk menguatkan jaringan.2

Kekurangan Formokresol

Beberapa penelitian klinis menyatakan bahwa medikamen yang tergolong aldehid


ini tidak terlalu efektif untuk mencegah atau mengendalikan rasa nyeri pada pemakaian
medikamen intrakanal. Larutan ini juga dikhawatirkan tingkat toksisitasnya baik secara
local maupun sistemis.3

Dikatakan pula bahwa meskipun zat ini dapat memfiksasi jaringan, tapi aldehid tidak
begitu efektif dalam memumifiksasi jaringan nekrotik atau jaringan yang mengalami
dekomposisi. Bahkan pada kenyataannya, ketika jaringan nekrotik terfiksasi oleh aldehid,
jaringan tersebut akan lebih toksik dan antigenic. Disamping itu, Menurut Ansari &
Ranjpour (2010), kegagalan formokresol lebih tinggi dibandingkan mineral trioxide
aggregate sebab pada penggunaan formokresol akan terjadi resorpsi internal.2-3
Gambar 4: Kegagalan perawatan pulpotomi dengan menggunakan formokresol pada molar pertama desidui
rahang bawah. Akar mengalami resorpsi dan adanya kehilangan tulang interradikular (tanda panah).

3.2 Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2)

Kalsium hidroksida pertama kali diperkenalkan oleh Herman pada tahun 1930, sebagai
satu-satunya obat yang dapat memacu penyembuhan biologis dan pembentukan barier jaringan
keras diatas pulpa radikular yang telah diamputasi. Karena sifat basanya (PH 12), bahan ini
sangat kaustik sehingga bila berkontak dengan pulpa vital akan menyebabkan nekrosis pada
lapisan superficial pulpa.5

3.2.1 Komposisi Bahan

Kalsium hidroksida merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk


meningkatkan suatu penyembuhan. Bahan ini digunakan karena kemampuannya
membentuk jembatan dan memelihara vitalitas sisa pulpa. Kalsium hidroksida ini tersedia
sebagai puder kering, suatu pasta yang dicampur dengan air, atau suatu pasta yang dikemas
secara komersial; seperti Pulpdent, Dycal, atau Life. Puder/serbuk kalsium hidroksida
dapat digunakan sendiri atau dengan suatu bahan radiopak, seperti barium sulfat, agar
campuran lebih dapat dilihat pada gambaran radiografi.3
Gambar 5: Sediaan kalsium hidroksida.

Dari sejumlah bahan yang dipelajari secara eksperimental oleh Hunter, kalsium
hidroksida merupakan salah satu bahan yang dapat menghasilkan jembatan dentin.
Menurut Hunter, kedua anion kalsium dan magnesium merangsang pembuatan jembatan
karena pH tinggi kedua bahan tersebut dan kation kelihatannya tidak begitu penting selama
tetap lemah.2

3.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan

Pulpotomi diindikasikan pada gigi permanen anak – anak yang melibatkan pulpa
dengan apeks akarnya belum terbentuk sempurna. Pada kasus semacam itu, ekstirpasi pulpa
dan obturasi dikontraindikasikan karena akar belum matang/immature dan foramen masih
terbuka lebar dan ektraksi tidak dibenarkan karena mempengaruhi erupsi gigi sebelahnya
dan perkembangan lengkung gigi. Foramen yang terbuka merupakan kontraindikasi untuk
terapi saluran akar dan harus ditangguhkan sampai foramen menjadi matang/dewasa.
Prosedur pulpotomi memungkinkan penyelesaian apeksogenesis, maturasi fisiologik akar.
Bahkan bila hanya 3 atau 4 mm bagian apikal jaringan pulpa masih vital, apeks akar dapat
menyelesaikan pertumbuhannya.3

Pulpotomi harus dilakukan pada gigi yang sehat, pulpa hiperemik atau terinflamasi
ringan seperti gigi permanen anterior pada anak dengan apes terbuka lebar yang mengalami
fraktur waktu olahraga atau kecelakaan mobil, atau gigi posterior anak dengan apeks
terbuka lebar yang mempunyai pembukaan karies kecil yang asimptomatik. walaupun
pulpotomi dapat dicoba pada kasus pulpitis hiperplasitk kronis terpilih, yang hanya
melibatkan pulpa mahkota, pada gigi orang muda sehat, prosedur masih diragukan karena
kemampuan gigi untuk dapat direstorasi. Pulpotomi dikontraindikasikan pada pasien yang
menderita pulpitis irreversible. Kontraindikasi pulp capping dan pulpotomi adalah
sensitivitas luar biasa terhadap panas dingin, pulpagia kronis, sensitive terhadap perkusi
dan palpasi karena penyakit pulpa, perubahan radiografik periradikular disebabkan
perluasan penyakit pulpa ked lama jarigan periapikal, dan penyempitan kamar pulpa atau
saluran akar (kalsifikasi)3

3.2.3 Mekanisme Kerja dan Histologi

Kalsium hidroksida yang pertama kali diperkenalkan oleh Herman ini, dapat
memacu penyembuhan biologis dan pembentukan barier jaringan keras diatas pulpa
radikular yang telah diamputasi. Karena sifat basanya (pH 12), bahan ini sangat kaustik
sehingga bila berkontak dengan pulpa vital akan menyebabkan nekrosis pada lapisan
superficial pulpa. Sifat iritasinya nampaknya berhubungan dengan kemampuannya dalam
menstimulasi terbentuknya barier kalsium.4

Gambar 6: Gambaran histologi yang menunjukkan adanya jembatan dentin setelah perawatan
pulpotomi vital dengan menggunakan kalsium hidroksida LIFE.
Daerah nekrosis pada lapisan superficial pulpa dibawah Ca(OH)2 ini dipisahkan dari
jaringan pulpa sehat dibawahnya oleh daerah dengan warna gelap yang terdiri atas elemen
basofil dalam Ca(OH)2. Daerah berprotein yang asli masih tetap ada. Namun berhadapan
dengan daerah ini terdapat daerah baru terdiri atas jaringan ikat kasar yang dapat disamakan
dengan tipe tulang primitif. Pada bagian perifer jaringan ikat baru ini, setelah perawatan,
secara radiografis terlihat jembatan kalsium. Jembatan ini terus meningkat ketebalannya
selama periode 12 bulan berikutnya. Jaringan pulpa dibawah jembatan kalsium tetap vital
dan pada dasarnya bebas dari sel inflamasi.2

3.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Bahan

Beberapa kelebihan dari bahan kalsium hidroksida adalah: 2,3

• Mempunyai efek dapat mengubah dan melarutkan jaringan;

• Memiliki sifat antimikroba dengan menghambat pertumbuhan bakteri saluran akar


dan mengubah kandungan biologis lipopolisakarida bakteri;

• Dapat membentuk suatu ‘jembatan’ yang menutup dan melindungi pulpa sehingga
dapat memelihara vitalitas pulpa;

• Mudah dibersihkan.

Beberapa kekurangan kalsium hidroksida sebagai bahan dalam perawatan


pulpotomi vital pada gigi sulung, yaitu:3
• Tidak mempunyai kemampuan untuk membantu permbersihan bila diletakkan pada
sisa jaringan pulpa di saluran akar;

• Adanya resorpsi internal pada gigi yang dirawat yang disebabkan oleh adanya
bekuan darah ekstravaskuler;

• Adanya pembentukan celah di bawah jembatan dentin akibat degradasi yang terjadi
sejalan dengan waktu;

• Memiliki kemampuan penutupan yang buruk.


Gambar 7: Resorpsi internal (tanda panah) pada gigi molar mandibula desidui setelah perawatan pulpotomi
vital dengan menggunakan kalsium hidroksida.

3.3 Mineral Trioxide Aggregate (MTA)

Mineral Trioxide Aggregate (MTA) merupakan suatu alternatif bahan baru yang dapat
digunakan untuk mempertahankan vitalitas pulpa bagian radikuler. Bahan ini dikembangkan
oleh dr. Torabinejad di Universitas Loma Linda pada tahun 1993. MTA merupakan bubuk
dengan komposisi yang mengandung trioksida dan partikel hidrofilik lain. Torabinejad
menyatakan bahwa MTA merupakan satu-satunya bahan yang tidak terpengaruh terhadap
kelembaban maupun kontaminasi darah. Pada tahun 1998, Food and Drug Administration
(FDA) Amerika Serikat menyetujui MTA sebagai bahan endodonti teraupetik untuk manusia,
karena memiliki efek antibakteri dan mempertahankan integritas pulpa setelah pulpotomi tanpa
efek toksik.5,9

3.3.1 Komposisi Bahan

Mineral Trioxide Aggregate (MTA) merupakan bubuk dengan komposisi yang


mengandung trioksida dan partikel hidrofilik. Kandungan trioksida tersebut terdiri dari
trikalsium oksida, oksida silikat, dan oksida bismuth. Sedangkan partikel hidrofilik MTA
terdiri atas trikalsium silikat dan trikalsium aluminat.6,9
Gambar 8: Sediaan MTA

Proses pencampuran MTA dilakukan dengan mencampur tiga bagian bubuk dengan
satu bagian air sehingga diperoleh konsistensi menggumpal. campuran ini kemudian
menghasilkan gel koloid yang mengeras dalam waktu 3 sampai 4 jam dengan pH 12,5. pH
yang tinggi tersebut dapat menyebabkan denaturasi sel-sel inflamasi, protein jaringan serta
beberapa bakteri di daerah yang terinflamasi. Selain itu, pH basa tersebut merupakan
lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga MTA
dikenal sebagai bahan dengan aktivitas antimikroba.5,7

Melalui hasil sebuah pemeriksaan, diketahui bahwa MTA sama dengan 80 % semen
Portland kecuali adanya tambahan 20 % oksida bismuth pada MTA yang dipercayai dapat
membantu mengubah waktu pengerasan. Adanya oksida bismuth juga dapat menghasilkan
gambaran radiografi yang lebih radiopak.7

Sifat alkali yang terdapat pada MTA juga dapat menyebabkan kalsium oksida yaitu
trikalsium silikat dan kalsium silikat dalam MTA dapat membentuk Ca(OH)2 yang beperan
dalam proses mineralisasi. Sedangkan kandungan tetrakalsium aluminoferit pada MTA
penting untuk mencegah diskolorasi. MTA dibedakan menjadi dua, yaitu GMTA (Grey
MTA) yang mengandung tetrakalsium aluminoferit dan WMTA (White MTA) yang tidak
mengandung tetrakalsium aluminoferit, sehingga WMTA tidak dapat diberikan pada gigi
yang memerlukan estetis.5,9

MTA telah diformulasikan komposisinya sehingga memiliki sifat-sifat fisik, waktu


pengerasan, dan karakteristik yang dibutuhkan untuk bahan pengobatan yang ideal sesuai
dengan syarat sifat bahan dressing yang dibutuhkan. Bubuk MTA harus disimpan dalam
keadaan kering, karena udara basah akan mempengaruhi waktu pengerasan yang akan
mengurangi kekuatan pencampuran.7

3.3.2 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan

MTA merupakan semen endodonti yang biokompatibel yang dapat diindikasikan


untuk beberapa hal, seperti:5

• Sebagai bahan dressing pulpotomi pada gigi sulung yang berguna sebagai perawatan
perantara dan bersifat sementara sampai waktu erupsi gigi permanen tiba;

• Sebagai bahan pengisi saluran akar, direct pulp capping, apeksifikasi dan perbaikan
perforasi furkasi.

Lamanya waktu pengerasan MTA, yaitu 3 sampai 4 jam, menyebabkan


kontraindikasi untuk perawatan pulpa pada anak yang tidak kooperatif. Anak yang
cenderung memiliki psikologis yang sangat labil dan tidak sabar menunggu dalam waktu
lama merupakan salah satu pertimbangan yang harus dipikirkan oleh seorang dokter gigi
dalam memilih bahan yang tepat untuk perawatan pulpotomi vital pada gigi anak tersebut.
Namun, hal tersebut sebenarnya dapat diantisipasi dengan menambahkan akselerator
seperti kalsium klorida yang dapat mengurangi waktu pengerasan hingga lebih dari 50
%.5,9,12

3.3.3 Mekanisme Kerja dan Histologi

MTA yang bersifat biokompatibel dan antibakteri, dapat menyediakan substrat


biologis aktif untuk perlekatan sel sehingga efektif untuk meminimalisasi mikroleakage
dan memperbaiki hasil perawatan. Selain itu, MTA mampu membentuk jembatan dentin
yang lebih cepat, tebal, dan merata.7,12
Pembentukan barrier terjadi karena MTA menghasilkan pembentukan granula kalsit
dan jembatan termineralisasi di bawahnya. Saat dicampur dengan air steril atau saline,
bubuk kalsium oksida dari MTA berubah menjadi Ca(OH)2 yang terurai menjadi ion
kalsium dan hidroksil saat berkontak dengan cairan jaringan. Ion kalsium bereaksi dengan
karbonit dalam jaringan pulpa dan membentuk granula kalsit. Fibronektin berkumpul di
sekitar granula-granula tersebut sehingga memungkinkan adhesi dan differensiasi sel yang
diikuti dengan pembentukan jaringan teremineralisasi.5-7

Air + MTA Ca(OH)2 + cairan jaringan Ca(OH)2 + hidroksil + karbonit dalam pulpa


(fibronektin)
Jaringan teremineralisasi Adhesi dan differensiasi sel Granula kalsit

Skema1: Pembentukan barrier pada MTA.

Selain pembentukan jembatan dentin, MTA juga menyebabkan terjadinya kalsifikasi


intrapulpa, terbentuknya odontoblast yang normal dan iregulaer, sementum, tanpa adanya
resorpsi internal dan hanya ada inflamasi minimal dengan sedikit infiltrate. Pembentukan
osteoblast ini terjadi karena aksi dari kandungan trioksida dan oksida dari MTA pada sel.
MTA juga merangsang keluarnya osteoblast yang secara aktif mendorong terbentuknya
jaringan keras. Pada suatu penelitian, MTA menunjukkan kemampuan yang lebih besar
untuk memelihara integritas jaringan pulpa dibanding dengan Ca(OH)2.5,12
Gambar 9: Pembentukan odontoblast yang baik pada sepertiga tengah dan sepertiga apikal gigi setelah
perawatan pulpotomi dengan MTA.

3.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Bahan

MTA yang merupakan suatu alternatif bahan baru yang dapat digunakan untuk
mempertahankan vitalitas pulpa bagian radikuler ini, memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya yaitu:5-7,12

• Biokompatibel terhadap jaringan sekitar.

• Memiliki efek antibakteri yang sama dengan kalsium hidroksida.

• Dapat meminimalisasi microleakage dan memperbaiki hasil perawatan.

• Dapat merangsang pembentukan jaringan keras pada pulpa dan membuat terjadinya
pertumbuhan sel yang sangat baik.

• Dapat merangsang pembentukan jembatan dentin yang lebih cepat dari kalsium
hidroksida, dimana jembatan dentin yang terbentuk lebih tebal dan merata.
Usia 5 tahun. b. Usia 5.5 tahun

Usia 6 tahun.

Gambar 10: Gambaran radiografi pada perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung dengan MTA.

Selain banyaknya kelebihan yang terdapat pada MTA, berdasarkan beberapa


penelitian, ternyata MTA juga memiliki beberapa kurangan, yaitu:5-7,12

• Lamanya waktu pengerasan yang dibutuhkan MTA menyebabkan terjadinya


kemungkinan pelarutan, disintegrasi atau pelepasan bahan. Hal tersebut dapat
menimbulkan cacat jaringan lunak yang terlihat pada gambaran histologi.

• MTA harus tetap dibasahi dengan cotton pellet sehingga tidak dapat direstorasi pada
saat itu.

• Harga MTA juga cukup mahal sehingga dalam penyimpanan dan penggunaannya
harus berhati-hati agar bahan tetap dalam kondisi baik.
3.4 Perbandingan Ketiga Bahan pada Pulpotomi Vital

Berdasarkan penelitian, perbandingan tekhnik pulpotomi bahan formokresol dengan


bahan kalsium hidroksida pada gigi kaninus sulung ditemukan bahwa teknik dengan bahan
formokresol 95% secara klinis berhasil dalam jangka waktu 1 tahun. Walaupun hanya berupa
fiksasi dari jaringan pulpa dan adanya beberapa kehilangan batas sel terlihat secara histologis.
Teknik dengan bahan kalsium hidroksida menunjukkan keberhasilan klinis sebanyak 61% dan
adanya pembentukan dentin bridge terlihat 50% pada pembahasan kasus-kasus.4
Kalsium hidroksida merupakan agen pertama yang digunakan pada pulpotomi yang
menunjukkan kemampuan untuk menginduksi regenerasi dentin. Namun, pH bahan ini yang
sangat tinggi (pH 12.5) sering menyebabkan nekrosis jaringan, inflamasi akut maupun kronis,
dan kalsifikasi distrofi pada jaringan pulpa, sehingga kalsium hidroksida tidak diindikasikan
pada peawatan pulpotomi pada gigi sulung. 4
Koh et al. (1998)6, manunjukkan bahwa MTA memiliki kemampuan merangsang
pelepasan sitokin dari sel tulang yang menunjukkan adanya proses pembentukan yang aktif
dari jaringan keras gigi. MTA juga dapat digunakan sebagai medikamen yang potensial untuk
prosedur pulpotomi, pulp capping, apeksifikasi, dan memperbaiki perforasi akar.
Eidelman et al. (2001)6, meneliti perbandingan antara MTA dan formokresol pada
pulpotomi gigi molar desidui, dan melaporkan keberhasilan gambaran klinis dan radiografi
setelah perawatan pulpotomi dengan MTA, serta terbentuknya dentin bridge.
Salako et al. (2003)6, membandingkan gambaran histologis MTA dan formokresol
sebagai agen pulpotomi pada molar tikus, dan menyimpulkan bahwa MTA sangat ideal sebagai
medikamen pulpotomi yang dapat merangsang pembentukan dentinal bridge.
MTA menunjukkan keberhasilan gambaran klinis, radiografi, dan histologi sebagai
bahan medikasi pada pulpotomi vital pada gigi sulung. Setelah dievaluasi dalam beberapa
periode waktu, MTA merupakan medikasi yang potensial dan sangat menjanjikan dalam
keberhasilan perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung. 7
BAB IV
RINGKASAN

Adanya struktur anatomi dengan ketebalan enamel dan dentin yang lebih tipis jika
dibanding dengan gigi permanen, menyebabkan gigi sulung sering disertai dengan lesi yang
telah mencapai pulpa. Dan untuk mempertahankan gigi sulung tersebut hingga gigi
permanennya erupsi pada waktunya, maka dibutuhkan suatu perawatan pulpa, salah satunya
yaitu pulpotomi vital.
Pulpotomi vital adalah suatu tindakan pengambilan jaringan pulpa bagian koronal yang
mengalami inflamasi dengan melakukan anastesi, kemudian dilakukan pemberian medikamen
di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa di bagian radikular tetap vital. Oleh karena adanya
hubungan gigi sulung dan gigi permanen yang sedang berkembang, maka dokter gigi
diharapkan dapat memilih bahan medikamen yang tepat untuk perawatan pulpotomi vital pada
gigi sulung tersebut. Beberapa bahan yang sering digunakan adalah formokresol, kalsium
hidroksida, dan MTA.
Berdasarkan beberapa penelitian, formokresol yang sering digunakan sebagai bahan
medikamen pada pulpotomi, dilaporkan memiliki sifat toksik dan karsinogenik pada manusia.
Sedangkan kalsium hidroksida yang digunakan sebagai bahan medikamen pada gigi sulung
dapat menyebabkan resorpsi internal yang selanjutnya akan mempengaruhi perkembangan dari
gigi permanennya. Namun dalam jangka waktu satu tahun, formokresol memberikan
keberhasilan klinis sebesar 95 %, sedangkan kalsium hidroksida hanya memberikan
keberhasilan 50 % pada beberapa kasus.
Oleh karena adanya kekurangan yang terdapat pada bahan medikamen formokresol dan
kalsium hidroksida tersebut, saat ini telah dikembangkan suatu alternatif lain yaitu Mineral
Trioxide Aggregate (MTA) yang dapat merangsang pembentukan jembatan dentin yang lebih
cepat dari kalsium hidroksida, dan jembatan dentin yang terbentuk lebih tebal dan merata.
Selain itu, MTA menunjukkan keberhasilan gambaran klinis, radiografi, dan histologi sebagai
bahan medikasi pada pulpotomi vital pada gigi sulung. Setelah dievaluasi dalam beberapa
periode waktu, MTA merupakan medikasi yang potensial dan sangat menjanjikan dalam
keberhasilan perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung.
DAFTAR PUSTAKA

1. Minasari. Morfologi gigi desidui dan gigi permanen. Medan: USU Press, 2008: 16.
2. Roberson, Heymann, Swift. Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry. 5th
Edition. India: Elsevier, 2009: 218-9.
3. Mc Donald, Avery, Dean. Dentistry for the child and adolescent8th Edition. USA:
Mosby, 2004: 342-3.
4. Gajari, Mirkarimi. Comparison of pulpotomy with formocresol and MTA in primary
molars: a systematic review and meta-analysis. 2008; 10: 45-9.
5. Minguel, Antoniu, Luz. Mineral trioxide aggregate in primary teeth pulpotomy. Med
Oral Patol Oral Cir Bucal. 2010 Nov 1;15 (6):e942-6. .
6. Harty fj. Endodonti klinis. Alih bahasa. Lilian Y. Jakarta: hipocrates, 1993: 296.
7. David, Joel. Mineral trioxide aggregate pulpotomies: A case series outcomes
assessment. The Journal of American Dental Association. 2006; 137; 610-618.
8. Sugiarto RH, Sumarsono SH dkk, Laporan penelitian perawatan singkat pada infeksi
pulpa gigi sulung (amputasi pulpa vital gigi sulung dengan formokresol) Fakultas
kedokteran gigi Universitas Indonesia. Jakarta, 1979:19-1.
9. Kabaktchieva R, Gateva N. Vital pulpotomy in primary teeth with mineral trioxide
aggregate (MTA). Department of Pediatric Dentistry, Faculty of Dental Medicine –
Sofia. 2009.
10. Nikhil Marwah. Textbook of Pediatric Dentistry. Jaypee Brothers Medical Publishers
(P) LTD. New Delhi, 2014: 653-661.
11. Paul S. Casamassimo, DDS, MS, dkk. Pediatric Dentistry Infancy Through
Adolescence. Elsevier. 2013: 340-348.
12. Airen P, dkk. Comparative Evaluation Of Formocresol And Mineral Trioxide
Aggregate In Pulpotomized Primary Molars – 2 Years Follow Up. The Journal of
Pediatric Dentistry. Diakses pada Februari 2016.
13. Ralph E. McDonald, dkk. Dentistry For The Child And Adolescence. Mosby. 2004:
397-402.

Anda mungkin juga menyukai