Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH BIOGEOGRAFI

“Agroforestry dan Transformasi Sosial”

DISUSUN OLEH:

Novi Haliza (1615441003)


Riska Jayanti (1615442011)
Resti Aulia (1615442007)
Rahmad Risaldi Yusuf (1615441005)
Muh. Ryan Alfadly (1615440001)
Muh. Riski Amir

PENDIDIKAN GEOGRAFI ICP

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Biogeografi.
Adapun makalah Biogeografi yang mengenai Agroforestri dan
Transformasi Sosial telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadar sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga makalah ini dapat diambil
hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Makassar, Maret 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hutan merupakan potensi atau kekayaan alam yang apabila dikelola
dengan baik dan bijak akan memberikan manfaat yang besar bagi hidup dan
kehidupan, tidak saja bagi manusia melainkan juga bagi seluruh kehidupan di
alam ini.
Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang dapat
ditawarkan untuk memanfaatkan lahan di bawah tegakan hutan tanaman yang
juga dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut
Alviya dan Suryandari (2006), agroforestri mempunyai fungsi sosial, ekonomi
dan ekologi. Dengan pola agroforestri diharapkan tujuan pemanfaatan hutan
rakyat untuk penanaman kayu penghasil pulp dapat mengakomodir tujuan
utamanya yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap
mengindahkan prinsip-prinsip kelestarian hutan.
Istilah transformasi sosial adalah gabungan dari dua kata ‘transformasi’
dan ‘sosial’. Transformasi dalam ensiklopedi umum merupakan istilah ilmu
eksakta yang kemudian diintrodusir ke dalam ilmu sosial dan humaniora, yang
memiliki maksud perubahan bentuk dan secara lebih rinci memiliki arti
perubahan fisik maupun nonfisik (bentuk, rupa, sifat, dan sebagainya).
Sementara kata ‘sosial’ memiiliki pengertian, segala sesuatu yang mengenai
masyarakat; kemasyarakatan, dan kedua, suka memperhatikan kepentingan
umum (suka menolong, menderma dan sebagainya).
Agar kita dapat mengetahui pentingnya transformasi sosial yang
berkaitan dengan pendidikan, informasi & teknologi serta transportasi dalam
kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan agroforestri dan Transformasi sosial?
2. Apa tujuan adanya agroforestri dan transformasi sosial?
C. Tujuan
1. Mengetahhui yang dimaksud dari agroforestri dan Transformasi sosial.
2. Mengetahui tujuan adanya agroforestri dan transformasi sosial.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Agroforestri
Agroforestry menurut Huxley (dalam Suharjito et al.) merupakan salah
satu sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu
(pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu
atau dapat pula dengan rerumputan (pasture), kadang-kadang ada komponen
ternak atau hewan lainnya (lebah, ikan) sehingga terbentuk interaksi ekologis
dan ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya.
Agroforestry telah menarik perhatian peneliti-peneliti teknis dan
sosial akan pentingnya pengetahuan dasar pengkombinasian antara
pepohonan dengan tanaman tidak berkayu pada lahan yang sama, serta segala
keuntungan dan kendalanya. Penyebarluasan agroforestry diharapkan
bermanfaat selain mencegah perluasan tanah terdegradasi, melestarikan
sumber daya hutan, dan meningkatnya mutu pertanian serta menyempurnakan
intesifikasi dari diversifikasi silvikultur (Hariah et al, 2003).
Pemikiran tentang pengkombinasian komponen kehutanan dengan
pertanian sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Pohon-pohon telah
dimanfaatkan dalam sistem pertanian sejak pertama kali aktivitas bercocok
tanam dan memelihara ternak dikembangkan. Sekitar tahun 7000 SM terjadi
perubahan budaya manusia dalam mempertahankan eksistensinya dari pola
berburu dan mengumpulkan makanan ke bercocok tanam dan beternak.
Sebagai bagian dari proses ini mereka menebang pohon, membakar serasah
dan selanjutnya melakukan budidaya tanaman. Dari sini lahirlah pertanian
tebas bakar yang merupakan awal agroforestry.
Pada dasarnya agroforestry terdiri dari tiga komponen pokok yaitu :
kehutanan, pertanian, dan peternakan. Masing-masing komponen sebenarnya
dapat berdiri sendiri-sendiri sebagai satu bentuk sistem penggunaan lahan.
Hanya saja sistem-sistem tersebut umumnya ditujukan pada produksi satu
komoditi khas atau kelompok produk yang serupa. Menurut Sa’ad (2002)
Penggabungan tiga komponen tersebut menghasilkan beberapa kemungkinan
bentuk kombinasi yakni:
1. Agrosilvikultur merupakan kombinasi tanaman dan pohon, dimana
penggunaan lahan secara sadar untuk memproduksi hasil-hasil pertanian
dan kehutanan.
2. Silvopastura merupakan kombinasi padang rumput (makanan ternak dan
pohon), pengelolaan lahan hutan yang memproduksi hasil kayu dengan,
dan sekaligus pemeliharaan ternak.
3. Agrosilvopastural merupakan kombinasi tanaman, padang rumput
(makanan ternak dan pohon) pengelolaan lahan hutan untuk
memproduksi hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan dan
sekaligus memelihara hewan ternak.
4. Silvofishery merupakan kombinasi kegiatan kehutanan dan perikanan.
5. Apiculture merupakan budi daya lebah madu yang dilakukan pada
komponen kehutanan.
6. Sericulture merupakan budi daya ulat sutra yang dilakukan pada
komponen kehutanan.
B. Kajian Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya Agroforestry
Terdapat empat aspek dasar yang mempengaruhi keputusan petani untuk
menerapkan atau tidak menerapkan agroforestri, yaitu:
 Kelayakan (feasibility)
Faktor kelayakan mencakup aspek apakah petani mampu
mengelola agroforestri dengan sumber daya dan teknologi yang mereka
punyai, apakah mereka mampu untuk mempertahankan dan bahkan
mengembangkan sumber daya dan teknologi tersebut.
 Keuntungan (profitability)
Agroforestri lebih menguntungkan dibandingkan sistem
penggunaan lahan yang lain, perlu diingat bahwa sistem produksi
agroforestri memiliki suatu kekhasan, di antaranya:
o Menghasilkan lebih dari satu macam produk
o Lahan yang sama ditanam paling sedikit satu jenis tanaman
semusim dan satu jenis tanaman tahunan/pohon
o Produk-produk yang dihasilkan dapat bersifat terukur (tangible)
dan tak terukur (intangible)
o Terdapat kesenjangan waktu (time lag) antara waktu penanaman
dan pemanenan produk tanaman tahunan/pohon yang cukup lama
 Dapat tidaknya diterima (acceptibility)
Sistem agroforestri dapat dengan mudah diterima dan
dikembangkan kalau manfaat sistem agroforestri itu lebih besar daripada
kalau menerapkan sistem lain. Aspek ini mencakup atas perhitungan
risiko, fleksibilitas terhadap peran gender, kesesuaian dengan budaya
setempat, keselerasan dengan usaha yang lain, dsb.
 Kesinambungan (sustainability)
Sistem penguasaan lahan dan hasil agroforestri (singkatnya sumber
daya agroforestri) menggambarkan tentang sekumpulan hak-hak yang
dipegang oleh seseorang atau kelompok orang-orang dalam suatu pola
hubungan sosial terhadap suatu unit lahan dan hasil agroforestri dari
lahan tersebut. Singkatnya, siapa mempunyai hak apa. Hak-hak itu
menunjuk pada aspek hukum dari sistem penguasaan sumber daya
agroforestri.
C. Transformasi Sosial
Istilah transformasi sosial adalah gabungan dari dua kata ‘transformasi’
dan ‘sosial’. Transformasi dalam ensiklopedi umum merupakan istilah ilmu
eksakta yang kemudian diintrodusir ke dalam ilmu sosial dan humaniora,
yang memiliki maksud perubahan bentuk dan secara lebih rinci memiliki arti
perubahan fisik maupun nonfisik (bentuk, rupa, sifat, dan sebagainya).
Sementara kata ‘sosial’ memiiliki pengertian, segala sesuatu yang mengenai
masyarakat; kemasyarakatan, dan kedua, suka memperhatikan kepentingan
umum (suka menolong, menderma dan sebagainya).
Pengertian transformasi sosial menurut bahasa dalam ensiklopedi
nasional Indonesia memiliki pengertian, perubahan menyeluruh dalam
bentuk, rupa, sifat, watak, dan sebagainya, dalam hubungan timbal balik
sebagai individu-individu maupun kelompok-kelompok. Transformasi sosial
adalah perubahan sosial yang bersifat mendasar dan mengubah pola-pola
hubungan dalam masyarakat. Hukum responsif menempatkan diri dekat
dengan masyarakat, dan berupaya mewujudkan tujuan bersama, bukan tujuan
negara.
1. Berdasarkan Pengaruhnya
a. Perubahan Kecil,
Yaitu perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang
tidak membawa pengaruh langsung atau pengaruh yang kurang berarti
bagi masyarakat. Contoh: perubahan akibat mode pakaian.
b. Perubahan Besar,
Yaitu perubahan yang membawa pengaruh besar bagi masyarakat,
karena akibat perubahan tersebut berpengaruh pada beberapa lembaga
kemasyarakatan (pranata sosial). Contoh: perubahan akibat
industrialisasi.
2. Berdasarkan Perencanaannya
a. Perubahan yang Direncanakan/Dikehendaki
Yaitu perubahan yang telah direncanakan lebih dulu oleh pihak-pihak
yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-
pihak yang menghendaki perubahan disebut “Agent of Change” yaitu
seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan
masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga
kemasyarakatan (pranata sosial).
b. Perubahan yang Tidak Direncanakan/Tidak Dikehendaki
Yaitu perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar
jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya
akibat-akibatsosial yang tidak diharapkan masyarakat.
3. Berdasarkan Waktunya
a. Perubahan Cepat (Revolusi),
Yaitu perubahan yang berlangsung engan cepat dan menyangkut
sendi-sendi pokok/dasar-dasar kehidupan masyarakat (lembaga
kemasyarakatan).
b. Perubahan Lambat (Evolusi),
Yaitu perubahan yang memerlukan waktu lama dan umumnya terdiri
dari rentetan/rangkaian perubahan kecil yang saling mengikuti dengan
lambat.
D. Faktor Penghambat Transformasi Sosial
Faktor-faktor yang dapat menghambat perubahan sosial yang terjadi pada
masyarakat, antara lain:
 Kurang berhubungan dengan masyarakat lain, masyarakat yang kurang
memiliki hubungan dengan masyarakat lain umumnya adalah masyarakat
terasing atau terpencil. Dengan keadaan seperti itu, mereka tidak
mengetahui perkembangan-perkembangan yang terjadi pada masyarakat
lain
 Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat, keterlambatan
perkembangan ilmu pengetahuan disuatu kelompok masyarakat dapat
disebabkan karena masyarakat tersebut berada diwilayah yang
terasing, sengaja mengasingkan diri atau lama dikuasai (dijajah) oleh
bangsa lain sehingga mendapat pembatasan-pembatasan dalam segala
bidang
 Sikap masyarakat yang sangat tradisional, suatu sikap yang
mengagungkan tradisi lama serta anggapan bahwa tradisi tidak dapat
diubah akan sangat menghambat jalannya proses perubahan, keadaan
tersebut akan menjadi lebih kritis apabila masyarakat yang bersangkutan
dikuasai oleh golongan konservatif.
 Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam kuat, dalam suatu
masyarakat selalu terdapat kelompok-kelompok yang menikmati
kedudukan tertentu
 Rasa takut akan terjadi kegoyahan pada integrasi sosial yang telah ada,
integrasi sosial mempunyai derajat yang berbeda.
 Prasangka pada hal-hal baru atau asing (sikap tertutup), terdapat pada
masyarakat yang pernah dijajah oleh bangsa-bangsa asing, mereka
menjadi sangat curiga terhadap hal-hal yang datang dari luar sebab
memiliki pengalaman pahit sebagai bangsa yang pernah dijajah, umumnya
unsur-unsur baru yang masuk berasal dari dunia barat.
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
Karena masyarakat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya perubahan sosial, maka :
1. Sebaiknya masyarakat mendukung perubahan ke arah kemajuan dan juga
ikut berperan aktif untuk mewujudkan masyarakat yang berkembang
untuk lebih maju.
2. Walaupun sudah terjadi perubahan (perkembangan jaman), sebaiknya
warga masyarakat tidak melupakan kebudayaan peninggalan nenek
moyang dan sebaiknya melestarikan kebudayaan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai