SOSIOLOGI PETERNAKAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sosiologi Peternakan
Dosen Pengampu :
Asep Permadi Gumelar, MP
Disusun oleh:
Resa Asyahro Sofyan 24031120055
Alifa Farda Sita Nadia 24031120046
Cintia Laela Sari 24031120048
Zulpa Hayati 24031120058
Alhamdulillahirabbil alamin. Segala puji bagi Allah SWT atas segala berkat, rahmat, serta
hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
”SOSIOLOGI PETERNAKAN”. Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Dari sanalah
semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit langkah yang lebih
baik lagi. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata kami berharap agar makalah ini
bermanfaat bagi semua pembaca.
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
BAB II pembahasan
2.1 Pengertian Sosiologi
2.2 Pengertian Sosiologi Peternakan
2.3 Interaksi Manusia dengan Fauna
2.4 Interaksi Peternak dengan Lingkungan
2.5 Pengaruh Teknologi Peternakan Terhadap Perubahan Sosial di Pedesaan
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Peningkatan produktivitas peternakan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan, baik itu
lingkungan, manusia maupun ternak itu sendiri. Ketiga aspek melibatkan interaksi social antara
manusia dengan lingkungan, manusia dengan ternak maupun sebaliknya. Interaksi ini sudah
lama dilakukan sejak manusia mulai mengenal system hunting and gathering. Sehingga
kebudayaan berternak ini terus di wariskan kepada keturunan dan berkembang sampai sekarang.
Sejak jaman dulu, manusia telah mengenal beternak dan bercocok tanam untuk memenuhi
kebutuhannya akan makanan. Maka dari itu, sistem kebudayaan dan peternakan saling berkaitan.
Sistem kebudayaan merupakan ide dan gagasan manusia yang hidup bermasyarakat. Ide
manusia tersebut tidak terlepas melainkan berkaitan satu dengan lainnya dalam sebuah sistem.
Oleh karena itu sistem budaya adalah salah satu bagian dari kebudayaan , yaitu adat istiadat yang
didalamnya termasuk sistem norma, nilai budaya, dan semua norma yang hidup dan berkembang
di masyarakat. Sehingga kebudayaan berternak ini terus di wariskan kepada keturunan dan
berkembang sampai sekarang
Bahwa segala sesuatu dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dilmiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang dimaksud disini lebih mengkhusus pada masyarakat
peternakan. Budaya beternak yang telah turun temurun diwariskan dari generasi generasi
memiliki ciri khas tersendiri dari berbagai daerah.
1.3 Tujuan
c. Untuk mengetahui interaksi apa saja yang terjadi di dalam sosiologi peternakan
Sosiologi adalah ilmu tentang kawan atau ilmu tentang bagaimana manusia berkawan
( hidup bersama ) atau Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan manusia dalam
masyarakatnya, dari berbagai aspek.
Sosiologi peternakan adalah salah satu cabang ilmu sosiologi yang mempelajari hubungan
sosial dengan peternakan. Sosiologi peternakan ini digunakan untuk membantu menyelesaikan
masalah sosial-peternakan.
Interaksi manusia dengan fauna pada masa lalu salah satu bagian untuk merekontruksi
relung kehidupan manusia. Pertama kali interaksi manusia dengan hewan dapat dibagi dalam dua
bentuk yaitu Domestikasi dan Pemanfaatan Langsung. Domestikasi atau penjinakan hewan buas
untuk dimanfaatkan adalah jenis Anjing. Domestikasi ini telah terjadi sekitar tahun 15.000 tahun
yang lalu. Sedangkan pemanfaatan secara langsung hewan sebagai bahan sandang dan pangan
seperti Kambing, Domba, Kucing, babi, Sapi dan Domba telah terjadi sekitar 9.000 hingga
10.000 tahun yang lalu.
Domestikasi atau penjinakan hewan-hewan hari ini adalah peninggalan purba. Dalam
domistikasi Hewan secara umum dibagi menjadi dua yaitu sebagai hewan peliharaan dan Hewan
ternak. Hewan peliharaan umumnya untuk membantu manusia dalam melancarkan urusan.
Sedangkan hewan ternak dikembangbiakkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan.
Yang dimaksud dengan lingkungan sosial adalah dapat berupa lingkungan sosial dalam
sistem kegiatan peternakan itu sendiri dan dapat pula berupa masyarakat luas dimana mereka
beraktivitas. Kegiatan peternakan sebaiknya memperhatikan aspirasi masyarakat di sekitar
mereka. Agar supaya kehadiran mereka dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar, maka
sudah selayaknya mereka merekrut masyarakat sebagai pekerja atau tenaga profesional serta
melatih mereka agar mendapat pekerjaan dan masa depan yang lebih baik. Dengan cara ini
sebenarnya menghindarkan perusahaan peternakan dari sikap dan perilaku negatif dari
masyrakat.
pada masa pembangunan ini, dari dahulu hingga kini desa secara terus menerus mengalami
perubahan sosial. Seperti yang dijelaskan oleh Soekanto (1990) bahwa tidak ada suatu
masyarakat pun yang berhenti pada suatu titik tertentu sepanjang masa. Orang-orang desa sudah
mengenal perdagangan, alat-alat transpor modern, bahkan petani dan peternak mulai memakai
sistem bertani dan berternak yang modern.
Menurut Suryadi (2012) bahwa masyarakat desa menerima dan menggunakan hasil penemuan
atau peniruan teknologi khususnya di bidang peternakan, yang merupakan orientasi utama
pembangunan di Indonesia. Penerimaan terhadap teknologi baik itu dipaksakan ataupun inisiatif
agen-agen perubah, tidak terelakkan lagi akan mempengaruhi perilaku sosial (social behavior)
dalam skala atau derajat yang besar. Lebih dari itu, introduksi teknologi yang tidak tepat
mempunyai implikasi terhadap perubahan sosial, yang kemudian akan diikuti dan diketahui
akibatnya. Contohnya ketika teknologi memotong ayam dilakukan oleh mesin canggih yang
justru berdampak pada pengurangan tenaga kerja. Di satu sisi adanya perubahan sosial yang
lebih maju, karena masyarakat tidak perlu susah memotong ayam yang dapat memakan waktu,
namun di sisi lain dengan adanya teknologi tersebut berdampak pada pengurangan tenaga kerja
yang akan menambah pengangguran.
Menurut Suryadi (2012) keadaan ini menimbulkan perubahan struktur, kultur dan interaksional
di pedesaan. Perubahan dalam suatu aspek akan merembet ke aspek lain. Dimana dengan makin
masuknya teknologi ke pedesaan akan mempercepat kemajuan desa tersebut, namun disisi lain
menyebabkan pengangguran semakin bertambah karena adanya pengurangan tenaga kerja. Hal
ini sesuai dengan pendapat Sirajuddin (2012) yang menyatakan bahwa teknologi pada
hakikatnya diciptakan untuk memudahkan aktivitas manusia. Namun, dalam kenyataannya
teknologi banyak disalahgunakan manusia itu sendiri. Dilain pihak dengan semakin canggihnya
teknologi, manusia menjadi semakin bebas dan menjadi tergantung dengan teknologi. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa teknologi (atau inovasi) banyak membawa dampak bagi
manusia sebagai pembuatnya. Dampak perubahan sering dihadapakan pada perubahan sistem
norma, nilai dan sejumlah gagasan yang didukung oleh media komunikasi yang dapat mengubah
sistem sosial, politik, ekonomi, pendidikan, maupun budaya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peternakan merupakan kegiatan yang telah dilakukan oleh masyarakat sejak dahulu. Di dalam
peternakan juga terjadi interaksi, yaitu interaksi antara peternak dengan hewan ternak, dan
interaksi antara peternak dengan lingkungannya. Kedua interaksi ini harus dilakukan dengan baik
oleh peternak, agar kegiatan peternakan bisa berjalan dengan lancar, dan tidak akan merugikan
pihak manapun. Dalam peternakan juga dibutuhkan sebuah teknologi canggih untuk
memudahkan peternak dalam melakukan kegiatan peternakan nya. Tetapi di sisi lain teknologi
juga dapat ber efek negatif karena dapat menimbulkan pengangguran akibat pengurangan tenaga
kerja.
3.2 Saran
Seorang peternak harus bijak dalam menggunakan teknologi agar sebisa mungkin dengan adanya
teknologi tersebut tidak merubah struktur sosial yang ada di pedesaan begitu signifikan.