Angiografi Koroner
Angiografi Koroner
A. Latar belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan permasalahan kesehatan yang
pembunuh nomor satu di dunia. Berdasarkan laporan World Health Statistic 2010,
tercatat 17,1 juta orang meninggal di dunia akibat penyakit jantung koroner dan
diperkirakan angka ini akan meningkat terus hingga 2030 menjadi 23,4 juta
kematian di dunia.
Penyakit Jantung Koroner dapat dideteksi dengan pemeriksaan diagnostik
berbagai alat. Mulai dengan alat sederhana seperti EKG dan treadmill sampai alat
yang canggih yaitu MS-CT. Pemeriksaan secara invasif yang dilakukan adalah
1
2. Memenuhi tugas yang diberikan oleh CI Institusi
3. Untuk mengetahui tentang angiografi koroner
4. Untuk mengetahui konsep keperawatan pada pasien yang dilakukan angiografi
koroner
2
A. Definisi
Angiografi koroner adalah suatu cara dengan menggunakan sinar X dan
kontras yang disuntikkan kedalam arteri koroner untuk melihat apakah ada
penyempitan pada erteri koroner, pemeriksaan ini dilakukan pada kamar spesial
yang disebut laboratorium kateterisasi. (Peter Kabo,2010)
Angiografi koroner adalah prosedur diagnosa dan intervensi yang dilakukan
untuk menilai fungsi jantung dan pembuluh darah secara komprehensif dimana
satu atau lebih kateter berdiameter ± 2mm dimasukkan melalui sayatan kecil ke
pembuluh darah perifer dilengan seperti vena dan arteri antecubital atau dari
tungkai vena dan arteri femoralis dengan panduan pesawat fluoroskopi.
Prosedur dilakukan dengan bius lokal, lalu kateter dimasukkan melalui jalur
pembuluh darah sampai ke jantung, dengan bantuan zat kontras yang disuntikkan
dapat diketahui adanya kelainan anatomi jantung, penyempitan / sumbatan
pembuluh koroner, gangguan fungsi pompa jantung, dsb
Pemeriksaan ini merupakan hal penting untuk mendeteksi penyakit jantung
koroner serta untuk tindakan lebih lanjut seperti balonisasi koroner baik dengan
maupun tanpa stent, atau operasi bedah pintas koroner. Pemeriksaan ini juga dapat
digunakan untuk mendeteksi penyakit katup jantung dan kelainan jantung bawaan
B. Sejarah.
Konsep mengenai penyakit jantung didasarkan pada pengetahuan fisiologi
3
dan anatomi yang didapat dari percobaan-percobaan dengan kateterisasi jantung
sekitar 70 tahun yang lalu. Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Andre
Cournand pada saat penerimaan Nobel pada 11 Desember 1956, kateterisasi
jantung adalah kunci jawaban dari konsep penyakit jantung. Dengan menggunakan
kunci tersebut, Cournand dan koleganya telah membawa kita ke era baru untuk
memahami fungsi normal dan penyakit jantung pada manusia.
Menurut Cournand, kateterisasi jantung pertama kali dilakukan oleh Claude
Bernard pada tahun 1844. Pada tahun 1895 Wihelm Roentgen menemukan sinar X,
penemuan ini membuka kesempatan untuk merekam gambaran arteri koroner
melalui menyuntikkan larutan gelatin yang mengandung timah merah dengan
menggunakan alat Roentgen. Subjeknya pada penelitian Bernard berupa kuda
dimana kedua ventrikel dari kuda tersebut dimasuki dengan pendekatan retrograde
dari vena jugularis dan arteri carotis. Aplikasi yang dilakukan oleh Bernard ini,
memberi suatu nilai yang sangat besar dalam inovasi teknik ini. Suatu era
investigasi pada hewan kemudian berujung pada suatu perkembangan penting pada
teknik dan prinsip teknik kateterisasi jantung yang diterapkan pada manusia.
Pada tahun 1929, Werner Frossmann melanjutkan tehnik kateter ini dengan
menyuntikkan kontras yang lebih tidak toksik kedalam ruang-ruang jantung sebagai
alat diagnostik selalu dipuji sebagai orang pertama yang melakukan kateterisasi
jantung pada manusia, yaitu pada dirinya sendiri. Pada usia 25 tahun, setelah
menerima instruksi medis bedah di Jerman, ia memasukkan kateter berukuran 65
cm melalui salah satu vena antecubiti kiri, dibantu dengan fluoroscopy, sampai
kateter tersebut memasuki atrium kanan, kemudian ia berjalan ke departemen
radiologi untuk mendokumentasikannya dengan roentgenogram.
Dua tahun berikutnya, Frossmann melanjutkan melakukan studi kateterisasi,
termasuk enam percobaan tambahan untuk mengkateterisasi dirinya sendiri. Untuk
kontribusi yang diberikan Frossmann tersebut, ia bersama dengan Andre Cournand
dan Dickinson Richards memperoleh Nobel pada tahun 1956. Tujuan utama dari
studi kateterisasi jantung yang dilakukan oleh Frossmann adalah untuk
mengembangkan teknik terapi yang dapat memasukkan obat secara langsung ke
jantung.
Pada tahun 1959 Mason Sones melakukan arteriografi koroner pada pasien.
pada tahun 1967 Melvin Judkins dan Sones menciptakan berbagai kateter dan
4
memperkenalkan angiografi koroner melalui pendekatan transfemoral.
C. Indikasi
Kateterisasi jantung bertujuan untuk mendapat gambaran dan data objektif
secara pasti tentang perubahan anatomis dan fisiologis akibat berbagai kelainan
pada jantung dan pembuluh darah. Dengan kateterisasi jantung dapat diketahui ada
tidaknya kelainan jantung, jenis kelainan jantung, derajat kelainan tersebut, cara
pengobatan yang tepat, dan menilai hasil pengobatan. Selain itu, kateterisasi
jantung juga dapat digunakan untuk mengetahui tekanan pada ruang-ruang di
jantung, melihat bagaimana darah melewati jantung, mengambil sampel darah,
menginjeksikan zat kontras untuk melihat adanya hambatan pada pembuluh darah,
atau abnormalitas dari ruang jantung, serta melakukan koreksi pada kelainan
jantung tersebut.
Berdasarkan data-data di atas, indikasi untuk tindakan kateterisasi jantung
dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar, yaitu:
1. Untuk menegakkan diagnosis, yaitu dengan menganalisis semua data hasil
kateterisasi sehingga diperoleh gambaran anatomi dan fisiologi secara pasti
2. Untuk melakukan terapi, yaitu kateterisasi intervensi sebagai tindak lanjut dari
diagnosis yang diperoleh
5
coronary intervention (PCI)
12. Pasien yang menjalani pembedahan katup jantung, khususnya pada pasien
yang berumur > 40 tahun karena sudah memiliki kemungkinan adanya
penyempitan arteri koroner.
13. Pasien gagal jantung dengan etiologi yang tidak jelas
14. Menentukan penyebab nyeri dada pada kardiomiopati hipertropi
D. Kontraindikasi
Kontraindikasi dari kateterisasi jantung ini sangat bervariasi. Hal ini
bergantung pada kemajuan teknik, peralatan serta ketrampilan operator.
Seiring berkembangnya pengetahuan mengenai kateterisasi jantung, hampir
dikatakan tidak ada lagi kontraindikasi absolut, yang ada hanya kontraindikasi
relatif.
Hal-hal yang termasuk dalam kontraindikasi relatif adalah:
1. Ventrikel iritabel yang tidak dapat dikontrol
2. Hipokalemia/intoksikasi digitalis yang tidak dapat dikoreksi
3. Hipertensi yang tidak dapat dikoreksi
4. Penyakit demam berulang
5. Gagal jantung dengan edema paru akut
6. Gangguan pembekuan: waktu protrombin > 18 detik
7. Gagal ginjal hebat/anuria
8. Alergi bahan kontras
9. Riwayat perdarahan yang tidak berhenti
10. Kehamilan
E. Komplikasi
Pada prosedur kateterisasi terdapat beberapa komplikasi, seperti
terjadinya luka pada arteri dan vena pada tempat dilakukannya kateterisasi. Hal
ini terjadi pada 0,5-1,5% pasien. Lebam disertai perubahan warna kulit pada
tempat punksi pembuluh darah terjadi pada 1-5% pasien. Komplikasi yang
paling jarang terjadi adalah infeksi pada lokasi pemasangan kateter. Injeksi dari
6
zat kontras dapat menyebabkan mual dan muntah pada 3-15% pasien, rasa
gatal pada 1-3% pasien, reaksi alergi pada 0,2% pasien.
Khusus mengenai efek samping radiasi, Harrison dkk melaporkan pada
majalah Australian New Zealand Journal Of Medicine tahun 1998 bahwa dosis
radiasi yang diterima oleh pasien yang dilakukan kateterisasi jantung adalah
3.4±1.3 mSV. Resiko untuk timbul tumor ganas mematikan adalah 1 diantara
6000 orang yang dilakukan kateterisasi jantung.
Sedangkan efek samping yang ditimbulkan dari kontras yang
disuntikkan, Thomsen dan Morcos melaporkan pada British Journal of
Radiology tahun 2003 bahwa kejadian gangguan fungsi ginjal pada pasien yang
dilakukan kateterisasi akibat kontras adalah 0-5% pada mereka yang memiliki
fungsi ginjal normal, 12-27% pada mereka yang pre-exiting renal impairement,
dan meningkat sampai 50% pada mereka yang sudah ada tanda gagal ginjal.
Komplikasi mayor, seperti kematian, serangan jantung, dan stroke, yang
terjadi dalam 24 jam setelah prosedur dilakukan, ditemui pada 0,2-0,3% pasien.
Kematian dapat dikarenakan perforasi dari jantung maupun pembuluh darah,
abnormalitas irama jantung, serangan jantung, dan reaksi alergi yang parah
akibat injeksi kontras.
F. Zat Kontras
1. Angiografin
Angiografin merupakan jenis kontras media ionik.
Komposisi 1 ml Angiografin mengandung 0,65 gr Meglumine
Amidotrizoate (meglumine diatrizoate ) dalam setiap larutan.
Angiografin mempunyai viskositas (kekentalan) yang tinggi, serta
mempunyai osmolalitas (daya larut) yang tinggi pula.
Indikasi : Angiografin digunakan untuk Intravenus urografi, Retrograde
Urografi, Cerebral Thoracic, Abdominal dan Ekstremitas angiografi,
Plebografi, Computerize Tomography (CT).
Kontra indikasi : Angiografin tidak baik digunakan untuk Myelografi,
Ventrikulografi, Sisternografi, karena bisa menimbulkan neurotoksis.
2. Iopamiro
7
Iopamiro merupakan jenis kontras media non ionik.
Iopamiro mempunyai jenis molekul benzine dikarboxamide monomerik.
Tekanan osmotik yang rendah, sifat non ionik dari molekul serta
kemotoksitas yang rendah merupakan toleransi dari Iopamiro.
Indikasi :
a. Kasus-kasus neurologis (Myeloradikulografi, Sisternografi, dan
Ventrikulografi).
b. Kasus-kasus Angiografi (Cerebral Angiografi, Coronoriarteriografi,
Thorasic aortografi, Abdominal aortografi, DSA)
c. Kasus urografi (Intravena urografi, kontras enhancement pada CT
Scanning, Artrografi, Fistulografi)
Kontra indikasi: Tidak ada kontra indikasi yang sifatnya absolut pada
pemakain Iopamiro, kecuali waldenstrom’s, macroglobulinemia, multiple
myeloma serta penyakit hati dan ginjal.
3. Ultravist
Ultravist merupakan kontras media non ionik dalam bentuk cair yang
dipergunakan untuk pemeriksaan radiografi
Triidinated monomeric contras media
Digunakan secara intra arterial dan intravenous
G. Prosedur pelaksanaan
a. Alat yang disiapkan
1. Pesawat Rontgen
Pesawat rontgen yang digunakan dengan sistem TV Monitor yang
mempunyai Image Intensifying beresolusi tinggi yang dilengkapi dengan
8
Cineangiografi ( Film Cine atau CD ) atau bisa juga dengan menggunakan
Film Changer. Misalnya C-Arm atau U-Arm.
2. Mesin Injektor
Berfungsi untuk memasukkan cairan kontras dalam jumlah yang banyak
dan mempunyai tekanan atau kecepatan yang dapat diatur.
3. Peralatan Emergency :
- Defibrilator
- Trolly emergency dan obat-obatan emergency
- Oksigen (O2 )
4. Peralatan Steril
5. Introducer, Sheath, Dilator, Quide Wire
6. Kateter
7. Sones, Judkin, Castilo, Amplatz, Scoonmaker, Pigtail, NIH, dll
9
m. Jarum pungsi
n. Zat kontras sesuai kebutuhan
o. Lidocaine 2% 1 ampul
p. Heparin 5000 unit dalam syringe 5 cc (diencerkan dengan NaCl 0,9% menjadi
4 cc)
q. NTG 300 meq dalam syringe 1 cc (diencerkan menjadi 9 strip)
r. Trolley emergency
10
b. Prosedur pelaksanaan
1. Kateterisasi Jantung Lewat Arteri Radialis
a) Pasien masuk ruang tindakan, rekam EKG 12 lead
b) Alat – alat dipersiapkan diatas meja
c) Scrub nurse atau asisten dan dokter operator memakai apron lalu
melakukan surgical hand washing (cuci tangan steril), mengenakan
jas operasi dan memakai glove steril
d) Melakukan desinfeksi di daerah radialis kanan dan kiri dengan
bethadine solution 10% dilanjutkan dengan alkohol 70%
e) Tutup bagian yang di desinfeksi dengan duk lubang, lalu tutup bagian
badan pasien dan seluruh tubuh pasien dengan alat dengan tenun
steril (beritahu pasien agar selama tindakan, tangan pasien tidak
menyentuh area steril)
f) Flash / basahi semua alat kemudian di dekatkan ke pasien, lakukan
zero point, sambungkan extention tube dengan tansduser kemudian
dibalance mesin monitor
g) Dokter melakukan anestesi lokal dengan Lidocaine 2% di daerah
arteri radialis kanan (RAR = Radialis Arteri Right)
h) Pungsi RAR sampai darah arteri memancar masukkan wire pendek
kemudian jarum puncture dilepas, lakukan insisi ¼ inchi dangkal
(untuk memudahkan masuknya sheath), massukkan sheath 6 fr
(jangan lupa wire dibersihkan dahulu dengan kassa basah untuk
mencegah darah bekuan / fibrin terkumpul)
i) Wire pendek dicabut, sheath di aspirasi lalu di flash, masukkan
heparin 2500 iu dan NTG 200 – 300 meq, kemudian di flash / bilas
j) Masukkan catheter dengan quide wire didalamnya ke dalam sheath
sampai ke ventrikel kiri, petugas monitor mengambil tekanan LV – Ao
dengan catheter ditarik dari LV ke aorta lalu diukur gradient
k) Catheter mengkanulasi ostium arteri koroner kanan (RCA),
l) Catheter kanulasi ke ostium arteri koroner kiri (LCA),
m) Aspirasi catheter lalu flush kemudian perawat siecor merekam
pressure terakhir dan EKG 6 lead
n) Catheter dicabut dengan quide wire ada di dalam dan di dalam dan di
daerah sekitar penusukan dibersihkan
o) Sheath di tarik setengah bagian masih di dalam arteri, kemudian
letakkan nichiband di daerah bekas penusukan sampai menekan
11
arteri radialis kemudian difikasi menggunakan plester yang tersedia,
sheath ditarik seluruhnya sambil dianjurkan pasien tarik nafas dalam
p) Alat-alat dibersihkan, dirapihkan dan dipisahkan alat dari benda
tajam, infeksius dan non infeksius
q) Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan
r) Prosedur selesai
s) Petugas monitor mencatat jumlah cairan infus dan kontras
12
- Buka elastikon dan ganti dengan tensoplast setelah 12 jam
pemasangan elastikon
- Bila ada haematoma dan pendarahan segera hubungi perawat atau
dokter atau kembali lagi ke rumah sakit.
13
t. Kateter JL di cabut dan daerah sekitar penusukkan dibersihkan, rekam
EKG 12 lead
u. Sheath tetap dipertahankan, aff sheath dilakukan di ruang recovery
room / pemulihan
v. Bersihkan alat – alat, pisahkan benda – benda tajam, infeksius dan non
infeksius
w. Petugas monitor mencatat cairan infus dan kontras
x. Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan
y. Prosedur selesai
14
m. Rapikan kembali pasien dan alat – alat.
15
Adapun urutan gambaran angiografi arteri koronari kiri menurut
Underhil et al adalah:
a. RAO-caudal untuk memvisualisai left main arteri coronaria (LMCA), left
anterior decending (LAD), dan proximal circumflex.
b. RAO-cranial untuk memvisualisasi bagian tengah dan distal LAD dengan
cabang-cabang diagonal.
c. LAO cranial untuk memvisualisasi bagian tengah dan distal LAD pada
proyeksi orthogonal.
d. LAO-caudal untuk memvisualisasi (LMCA) dan proximal circumflex. Lateral
kiri untuk menvisualisasi LAD
H. Persiapan pasien
1. Prosedur persiapan pre kateterisasi
16
a. Persiapan fisik
Penjelasan tentang prosedur tindakan oleh dokter
Rekaman EKG 12 lead
Puasa 4-6 jam sebelum tindakan perlu diperhatikan adalah puasa
makan saja, pasien boleh minum dan obat-obatan tetap diberikan
sesuai resep dokter
Sehari sebelumnya meminum obat yang diinstruksikan dokter
seperti aspilet 2 tablet pada malam hari dan 1 tablet pada pagi hari,
clopidogrel 4 tablet pada malam hari dan 2 tablet pada pagi hari.
Cukur area penusukan (daerah inguinalis kanan dan kiri bila arteri
femoralis atau daerah radialis kanan bila dari arteri radialis)
Memasang condom cetheter atau dower cetheter untuk pasien yang
akan dilakukan tindakan PTCA, Ablasi, dan sejenisnya kecuali
koroner angiografi
Memasang infus pada pasien, untuk tindakan koroner angiografi
pada umumnya tidak dipasang infus kecuali pada pasien dengan
hasil kreatinin lebih dari 1,5 diberikan cairan NaCl 0,9% . Pada
pasien yang akan dilakukan PTCA, Ablasi dan sejenisnya yang
memerlukan waktu yang lama diberikan cairan RL dan cairan NaCl
0,9% untuk pasien dengan creatinin lebih dari 1,5
Mengukur tanda – tanda vital pasien (tekanan darah, heart rate ,
respirasi, dan suhu )
Mengukur berat badan dan tinggi badan
Hasil pemeriksaan laboratorium seperti :
a. Pemeriksaan Hb, Hb yang tinggi akan mempengaruhi tindakan
kateterisasi dimana lebih mudah terjadi pembekuan darah pada
kateter, begitu juga Hb yang rendah karena kemungkinan terjadi
pendarahan selama tindakan
b. Leukosit, untuk mengetahui apkah pasien dalam keadaan dalam
infeksi atau tidak
c. Ureum dan kreatinin, mengtahui fungsi ginjal pasien
berhubungan dengan penggunaan zat kontras saat tindakan, bila
hasilnya tinggi dilakukan hidrasi terlebih dahulu dengan obat
oral flumucyl 2 tablet dan loading cairan NaCl 0,9% sesuai
instruksi dokter (biasa diberikan 100 cc) . zat kontras yang
osmolaritasnya lebih redah, ( misalnya omnipaque) dan dosis
yang lebih sedikit
17
d. CT, BT, PT, APTT untuk mengetahui apakah memanjang waktu
pendarahan dan pembekuan karena berhubungan dengan saat
pencabutan sheath
e. HbsAg untuk mencegah terjadinya penularan baik terhadap
petugas maupun kepasien lain
Mencatat obat yang diminum, ditunda atau dihentikan
pemberiannya. Obat hipertensi dan obat diureik tetap diberikan,
sedangkan obat DM, anti koagulan, ditunda pemberiannya sesuai
dengan instruksi dokter
Menanyakan riwayat alergi pasien terhadap obat-obatan
Mengkaji keluhan pasien apakah ada nyeri dada, sesak nafas, pusing
atau keluhan yang lain
Mengganti pakaian pasien dengan pakaian rumah sakit, termasuk
pakaian dalam dilepas
Memberitahu kepada pasien bahwa alat bantu seperti kaca mata,
alat bantu dengar (hearing aid), gigi palsu boleh tetap dipakai
selama tindakan untuk lebih memudahkan berkomunikasi dengan
pasien tetapi tetap diinformasikan pada saat serah terima pasien
dengan petugas diruang tindakan
Melakukan allent test bila tindakan dilakukan melalui arteri radialis,
untuk melihat sirkulasi darah ditangan pasien
Teknik menilai allen test:
- Anjurkan pasien untuk mengepal tangannya dengan kuat selama
3-15 menit
- Periksa pulsasi arteri radialis kemudian tekan arteri radialis
dengan tiga jari tangaan kiri/ibu jari dan tekan arteri uinaris
dengan tiga jari tangan kanan/ibu jari secara bersamaan
- Buka kepalan tangan pasien , telapak tangan akan terlihat pucat
- Lepas tekanan arteri ulnaris, arteri radialis tetap ditekan
- Lihat jika refeskuler 1-3 detik berarti arteri ulnaris baik dan
tindakan dapat dilakukan melalui arteri radialis
b. Persiapan mental
Mengkaji pengetahuan pasien mengenai tindakan kateterisasi jantung
Bila pasien belum mendapat penjelasan, fasilitasi agar dokter/asisten
dokter untuk menjelaskannya
Memberi penjelasan hal-hal yang mungkin diperlukan saat dilakukan
tindakan seperti cara nafas dalam dan batuk efektif dan juga
18
memberitahukan keluhan yang mungkin timbul saat tindakan kepada
petugas atau perawat
Melakukan pendekatan spiritual dengan mengajak berdoa
19
terabah) beritahu dokter, biasanya diberi obat anti koagulan bolus atau
drips.
h. Observasi adanya tanda-tanda infeksi
A. Pengkajian
1. Sebelum tindakan kateterisasi
a. Mengakaji tanda-tanda vital, meliputi tekanan darah, nadi, pernafasan dan
suhu
b. Mengakaji keluhan pasien
c. Mengkaji obat-obatan yang diminum oleh pasien dan yang dihentikan
20
d. Menanyakan kembali apakah pasien telah berpuasa selama 6-8 jam. Lambung
harus kosong pada saat pelaksanaan kateterisasi agar jika terjadi reaksi alergi
seperti mual-muntah tidaka akan mudah terjadi aspirasi
e. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien mengenai tindakan kateterisasi jantung
f. Mengkaji perasaan takut/ketidakberdayaan pasien dan keluarga
g. Mengakaji pemasukan dan pengeluaran urine selama 24 jam
h. Mengkaji riwayat alergi pada pasien
i. Melakukan perekaman EKG 12 lead
j. Mengkaji rasa nyeri atau ketidaknyamanan pada pasien
k. Memeriksa hasil pemeriksaan laboratorium pasien
21
C. Intervensi keperawatan
1. Sebelum tindakan kateterisasi
a. Ketakutan berhubungan dengan sumber alamiah (nyeri, prosedur
pelaksanaan tindakan)
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian diri terhadap ketakutan
yang dibuktikan dengan mencari informasi untuk menurunkan ketakutan,
menggunakan tehnik relaksasi, mengendalikan respon ketakutan.
1) Kaji respon takut subjektif dan objektif pasien
2) Nilai pemahaman pasien terhadap proses penyakitnya
3) Jelaskan semua pemeriksaan dan pengobatan kepada pasien dan
keluarga
4) Bantu pasien membedakan antara ketakutan rasional dan tidak rasional
5) Ajarkan tehnik relaksasi kepada pasien seperti nafas dalam
6) Dorong diskusi antara pasien dengan dokter tentang ketakutan pasien
7) Tetap bersama pasien selama menghadapi situasi baru atau ketika
pasien merasa sangat ketakutan
8) Sering berikan penguatan verbal dan nonverbal yang dapat membantu
menurunkan ketakutan pasien
b. Defisiensi pengetahuan (tindakan kateterisasi) berhubungan dengan kurang
pengalaman sebelumnya, kurang pemanjanan informasi, kurang kemampuan
mengingat kembali, kurang familier dengan sumber-sumber informasi
Tujuan : pasien dan keluarga akan mampu memperlihatkan pemahaman
mengenai tindakan kateterisasi jantung, menambah pendidikan kesehatan
pasien dan keluarga untuk mengurangi kecemasan/ketakutan pasien, mulai
mencari informasi/mengajukan pertanyaan, berpartisispasi dalam proses
belajar,
1) Periksa keakuratan umpan balik untuk memastikan bahwa pasien
memahami program terapi dan informasi lainnya yang relevan
2) Beri penyuluhan sesuai tingkat pemahaman pasien, ulangi informasi bila
diperlukan
3) Gunakan berbagai pendekatan penyuluhan seperti redemontrasi dan
berikan umpan balik secara verbal dan tertulis
4) Bina hubungan saling percaya
5) Ikut sertakan keluarga atau orang terdekat bila perlu
22
Tujuan : diharapkan penurunan curah jantung teratasi, dengan kriteria klien
akan, menunjukkan tanda vital dalam batas normal, disritmia terkontrol atau
hilang dan bebas gejala gagal jantung, warna kulit normal , melaporkan
penurunan episode dispnea, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi
beban kerja jantung.
1) Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi, irama jantung.
2) Catat bunyi jantung
3) Palpasi nadi perifer
4) Pantau tekanan darah
5) Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
6) Pantau haluaran urin, catat penurunan haluaran dan kepekatan/
kosentrasi urin
7) Kaji perubahan pada sensori, contoh latergi, bingung, disorientasi,
cemas, dan depresi
8) Berikan istirahat pada tempat tidur atau kursi.
9) Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan tenang; menjelaskan
manajemen medik/ keperawatan; membantu pasien menghindari
situasi stress, mendengar/berespons terhadap ekspresi perasaan/takut
10) Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal dalam lingkungan yang
tenang
11) Berikan pispot di samping tempat tidur. Hindari aktivitas respon
valsalva, contoh mengejan selama defekasi, menambah nafas selama
perubahan posisi
12) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat
sesuai indikasi (kolaborasi)
13) Berikan obat sesuai indikasi (contohnya Diuretik, Vasodilator,
Captopril, Morfin sulfat, sedatif, antikoagulan)
14) Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi. Hindari
cairan garam
15) Pantau/ganti elektrolit
16) Panatau seri EKG dan perubahan foto dada
17) Pantai pemeriksaan laboratorium (fungsi ginjal, fingsi hati,
pemeriksaan koagulasi)
23
1) Kaji suara paru, frekuensi nafas, kedalaman dan usaha nafas
24
3) Anjurkan mempertahankan masukan nutrisi dan cairan secara adekuat,
pertahankan diet yang dijalani
4) Anjurkan untuk melanjutkan meminum obat-obatan yang telah
ditentukan oleh dokter
5) Anjurkan untuk melapor kepada dokter jika merasakan nyeri dada, sesak
nafas dan pusing
25
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan angiografi koroner adalah pemeriksaan pencitraan yang
bertujuan untuk menangkap citra pembuluh darah koroner, khususnya untuk
melihat adanya penyempitan di pembuluh darah koroner. Terlihatnya penyempitan
di pembuluh darah koroner merupakan tanda pasti untuk diagnostik penyakit
jantung koroner.
Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan pencitraan dengan sinar-x
(sinar Rontgen) yang dilakukan di dalam suatu ruangan khusus yang disebut
sebagai ‘cath lab’ (laboratorium tindakan kateterisasi).
Pada pemeriksaan sinar Rontgen biasa, pembuluh darah tidak akan tampak
di dalam foto. Untuk menangkap gambaran pembuluh darah, dokter perlu
menginjeksikan suatu zat kontras di lokasi target pembuluh darah. Zat kontras
membuat citra Rontgen pembuluh darah jadi tampak jelas.
Tindakan angiografi koroner pada saat ini bukanlah sesuatu yang sulit untuk
dilakukan, pada pasien-pasien dengan penyakit jantung koroner tindakan
diagnostik ini merupakan standart emas dalam menegakkan diagnosa dan
intervensi selanjutnya yang harus dilakukan. Penjelasan/edukasi kepada pasien
dapat membantu pasien memahami tindakan serta keuntungan yang didapatkan
jika menjalani prosedur tersebut.
Pada saat tindakan angiografi koroner selesai dilakukan, dapat diketahui
bagian mana saja dari pembuluh darah koroner yang mengalami penyumbatan dan
dapat ditentukan tindakan selanjutnya sesuai dengan kemampuan pasien.
B. Saran
1. Peran perawat pada saat tindakan angiografi koroner sebaiknya dapat maksimal
untuk memenuhi kebutuhan psikologis pasien
2. Perawat harus cermat dan teliti pada saat melakukan pengkajian keperawatan
3. Perawat harus memperhatikan tindakan perawatan pasca pelaksanaan
kateterisasi untuk mencegah timbulnya komplikasi
DAFTAR PUSTAKA
26
David Zieve, Michael A, Cardiac catheterization. Division of Cardiology, Harborview
Medical Center, University of Washington Medical School, Seattle, Washington..
National Institutes of Health (U.S. Department of Health and Human Services)
available at www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003419.htm.
Hanafi,Idrus Alwi, Muin Rahman,S Harun. Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Penyadapan
jantung (Cardiac Catheterization) Jakarta: FKUI 2006, hal 1491-496.
Panggabean, Henri Apul. 2011. Perbedaan pengaruh ambulasi dini 2 jam dengan ambulasi 8
jam terhadap kejadian perdarahan pada pasien pasca angiografi koroner diagnostik di
RSUP Haji Adam Malik Medan. Jakarta: Tesis Program Magister Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Arthur Selzer, M.D., William L. Anderson, M.D., Harold W. March, M.D.,Indications For
Coronary Arteriography Risks Vs. Benefits. California Medicine. The Western Journal
Of Medicine. 2001
Doenges E. Marilynn, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, cetakan I. EGC: Jakarta.
Guyton, Arthur C & John E.Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 11. EGC:
Jakarta.
Wilkinson, J.M., Ahern, N.R, 2011. Buku saku diagnosis keperawatan NANDA NIC NOC,
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta
27