Anda di halaman 1dari 32

Analisis Kuantitatif Vitamin A dan C

BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi

Istilah vitamin pertama kali digunakan Cashimir Funk (Polandia) tahun 1912. Penemuan zat
dalam dedak beras dapat menyembuhkan beri-beri. Zat tersebut dibutuhkan oleh tubuh untuk
hidup “vita” dengan mengandung unsur N (amino), sehingga diberi istilah vitamin.
Penggolangan vitamin menjadi vitamin A,B,C,D,E, dan K.

Vitamin merupakan zat organik yang umumnya tidak dapat dibentuk dalam tubuh. Vitamin
berperan sebagai katalisator organik, mengatur proses metabolisme dan fungsi normal tubuh.
Tanpa vitamin manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan aktifitas
hidup dan kekurangan vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang terkena penyakit pada
tubuh kita.

Sumber vitamin yang lebih baik adalah dari makanan, akan tetapi individu dengan diet rendah
kalori (kurang dalam 1200 kalori per hari) seringkali mengalami kekurangan asupan vitamin
sehingga terkadang perlu dibantu dengan pemberian vitamin dalam bentuk murni sebagai
sediaan tunggal maupun kombinasi.

Asupan vitamin yang kurang dapat disebabkan oleh :

1. Asupan makanan yang tidak mencukupi.

Hal ini dapat terjadi karena anoreksia, diet rendah kalori, diet khusus misalnya pada diabetes
mellitus dan nilai gizi makanan yang rendah karena keadaan ekonomi atau kurangnya
pengetahuan mengenai nilai gizi makanan.

2. Gangguan absorbsi vitamin.

Dapat terjadi misalnya pada penyakit hati dan saluran empedu, diare kronik, macam-macam
gangguan sistem pencernaan dan pada penggunaan antibiotik jangka panjang.

3. Meningkatnya kebutuhan tubuh

Hal ini akan terjadi selama masa pertumbuhan, kehamilan, laktasi, haid, kerja fisik yang berat,
stress, dan pada penyakit yang disertai oleh peningkatan metabolisme, misalnya hipertiroidisme
dan demam. Selainnya kelainan genetik juga dapat meningkatkan kebutuhan vitamin.

B. Macam – Macam Vitamin


Vitamin dibedakan menjadi 2 bila dilihat dari kelarutannya dalam air. Pertama yaitu vitamin
larut dalam air dan vitamin tidak larut dalam air (larut dalam lemak).

1. Vitamin yang larut dalam air

Terdiri dari : Vitamin B (B1, B2, B3, B5, B12) dan Vitamin C.

2. Vitamin yang tidak larut dalam air (larut dalam lemak)

Terdiri dari : Vitamin A, D, E, dan K

C. Fungsi Vitamin

Pada setiap vitamin memiliki fungsi yang berbeda-beda di tubuh manusia, fungsi dari masing-
masing vitamin diantaranya :

1. Vitamin A ( Akseroptol )

Fungsi utama dari vitamin A adalah penglihatan (vision), diferensiasi sel-sel epitel,
pertumbuhan, dan reprosuksi.

2. Vitamin B

Vitamin B berperan dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan bayi, selera makan,
pencernaan, menjaga tisu mata, dan membantu proses metabolisme.

3. Vitamin C ( Asam askorbat )

Fungsi dari vitamin C diantaranya adalah membantu mempercepat penyembuhan luka, menjaga
sistem kekebalan tubuh, menyerap zat besi, membentuk tulang dan gigi.

4. Vitamin D ( Kalsiferol )

Vitamin D berperan pada pertumbuhan normal, meningkatkan parasitrat (garam acid sitric)
dalam darah dan menggalakkan penyerapan kalsium dalam usus, menjaga kesehatan tulang dan
gigi.

5. Vitamin E ( Tokoferol )
Vitamin ini sangat penting untuk mempertahankan fungsi saraf dan otot, melindungi.struktur
normal, mengelakkan metabolisme, mengekalkan struktur paru-paru, hati, dan membran sel
darah merah. Vitamin E dapat berperan juga sebagai antioksidan, vitamin ini bermanfaat dalam
mencegah penyakit jantung dan memperlambat proses penuaan kulit.

6. Vitamin K ( Menadion )

Vitamin K baik bagi pasien yang baru menjalani proses pembedahan. Vitamin ini membantu
membentuk struktur tubuh baru dan menyembuhakn jahitan.

BAB II

PEMBAHASAN

VITAMIN YANG TIDAK LARUT DALAM AIR

VITAMIN A

1. Sifat Fisik dan Kimia

a. Definisi

3,7-Dimetil-9-(2,6,6-trimetil-1-sikloheksena-1-il)-2,4,6,8-nonatetraena-1-ol

Vitamin mengandung bentuk vitamin A yang sesuai (C20H30O; vitamin A alkohol) mempunyai
aktivitas vitamin A tidak kurang ari 95,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Vitamin A dapat
mengandung vitamin A atau ester vitamin A yang dibentuk dari asam lemak yang dapat dimakan
terutama asam asetat dan asam palmitat. Vitamin A dapat diencerkan dengan minyak yang dapat
dimakan atau ditambahkan pada zat pembawa atau zat tambahan padat yang dapat dimakan,
yang dapat mengandung zat antimikroba, zat pendispersi dan antioksidan.

Vitamin A yang umum digunakan adalah dalam bentuk ester seperti asetat, propionate, dan
palmitat. Aktivitas vitamin A dinyatakan dalam Retinol Equivalents (R.E). Dimana 1 mg R.E
menunjukkan aktivitas dari 1 mg all-(E)-Retinol. Aktivitas dari ester retinol lainnya dapat
dihitung engan menggunakan stoikiometri, sehingga 1 mg R.E vitamin A menunjukkan aktivitas
dari :

– 1.147 mg all-(E)-retinol asetat

– 1.195 mg all-(E)-retinol propionat

– 1.832 mg all-(E)-retinol palmitat

Selain itu juga digunakan International Units (IU). 1 IU vitamin A setara dengan aktivitas 0.300
mikrogram all-(E)-retinol.

b. Sinonim

Axerophtolum, akseroftol, retinol

c. Pemerian

Dalam bentuk cair berupa minyak berwarna kuning sampai merah yang dapat memadat pada
pendinginan atau zat padat yang wujudnya terutama tergantung dari zat padat yang ditambahkan.
Hampir tidak berbau atau sedikit berbau ikan, tetapi tidak berasa atau berbau tengik. Tidak stabil
di udara dan peka terhadap cahaya.

d. Kelarutan

Praktis tidak larut dalam air dan gliserol, larut dalam etanol mutlak dan dalam minyak nabati.
Sangat mudah larut dalam kloroform dan eter P.

e. Baku Pembanding

Vitamin A BPFI ; buang sisa yang tidak digunakan setelah kapsul dibuka. Simpah wadah dalam
keadaan tertutup rapat, pada tempat sejuk dan kering, atau dalam lemari pendingin terlindung
dari cahaya
f. Wadah dan Penyimpanan

Dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya dalam gas inert, terlindung dari cahaya.

2. Identifikasi

a. Pemeriksaan Pendahuluan menurut European Pharmacopoeia hal 2684

 Retinol asetat à kristal kuning pucat (dengan titik lebur sekitar 600C).
 Retinol propionat à berupa cairan berminyak cokelat kemerahan.
 Retinol palmitat à bentuknya menyerupai lemak, padatan kuning terang atau cairan
kuning berminyak jika melebur (Titik leburnya sekitar 260C).

Semua ester retinol praktis tidak larut dalam air, larut atau larut sebagian dalam etanol dan larut
dalam pelarut organik. Vitamin A serta ester-esternya sangat sensitif terhadap pengaruh udara,
agen pengoksidasi, asam, cahaya dan panas.

b. Reaksi Warna menurut FI IV hal 119

 AgNO3
 Zat(vitamin A) + AgNO3 akan terbentuk warna merah rosa
 Reaksi Carr & Price
 Zat(vitamin A) dalam kloroform (CHCl3) + SbCl3 akan terjadi perubahan warna dari biru
menjadi coklat
 Fluoresensi akan terlihat warna kuning pupus atau hijau kuning
 Dalam 1ml larutan CHCl3 yang mengandung sekitar 6µg vitamin A+ 10ml antimon
triklorida maka akan terjadi perubahan biru yang tidak mantap.

c. Identifikasi menurut FI III hal 100, FI IV hal 119, USP 30 hal 3466

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

1. Pada 1 ml larutan dalam kloroform P yang mengandung lebih kurang 6 µg vitamin A,


tambahkan 10 ml antimon triklorida LP. Segera terjadi warna biru tidak mantap

2. Lakukan Kromatografi Lapis Tipis seperti yang tertera pada Kromatografi <931>

Larutan Baku

Larutkan isi 1 kapsul vitamin A BPFI dalam kloroform hingga 25,0 ml


Larutan Uji

Jika vitamin A dalam bentuk cairan, larutkan sejumlah volume yang setara dengan lebih kurang
15.000 unit FI dalam kloroform P hingga 10 ml. Jika dalam bentuk padatan, timbang sejumlah
zat setara dengan lebih kurang 15.000 unit FI, masukan kedalam corong pisah, tambahkan 75 ml
air, kocok kuat selama 1 menit. Ekstraksi dengan 10 ml kloroform P dengan mengocok selama 1
menit dan sentrifus untuk menjernihkan ekstrak kloroform.

Prosedur

Totolkan secara terpisah 15 µl larutan uji pada lempeng kromatografi silika gel. Masukan
lempeng kedalam bejana kromatografi yang ditipiskan dengan kertas saring dan berisi fase gerak
campuran sikloheksana P : eter P (4:1) hingga fase gerak merambat 10 cm. Angkat lempeng,
biarkan kering diudara, semprot lempeng dengan asam fosfomolibdat LP ; bercak biru hijau yang
terjadi menunjukan adanya vitamin A. Perkirakan harga Rf vitamin A dalam bentuk alkohol,
asetat dan palmitat berturut-turut adalah 0,1;0,45;0,7

Perbandingan serapan tidak kurang dari 0,85. Tetapkan rasio serapan yang telah dikoreksi (A325)
terhadap serapan yang diamati (A325) seperti yang tertera pada Penetapan Kadar Akseoroftol
<511>

d. Identifikasi Menurut European Pharmacopoeia hal 2683

Thin-layer chromatography (TLC)

Menggunakan TLC silica gel F254.

Larutan Uji

Siapkan larutan yang mengandung sekitar 3.3 IU vitamin A per mikroliter sikloheksan R dalam 1
g/L butilhidroksitoluen.

Larutan Pembanding

Siapkan 10 mg /ml larutan ester retinol (3.3 IU dari tiap ester per mikroliter) dalam sikloheksan
R yang mengandung 1g/L butilhidroksitoluen.
Totolkan 3 mikroliter dari kedua larutan tersebut pada pelat. Kembangkan hingga melebihi 2/3
bagian dari panjang pelat menggunakan campuran Eter : sikloheksan (20 : 80). Keringkan plat
dan periksa bercak noda pada sinar UV pada panjang gelombang 254 nm. Hasil elusinya dari
bawah sampai ke atas menunjukkan retinol asetat, retinol propionat, dan retinol palmitat.

TES Retinol

Kromatografi Lapis Tipis menggunakan TLC silica gel F254.

Larutan Uji

Siapkan larutan sikloheksan yang telah distabilkan dengan menggunakan larutan


butilhidroksitoluen, mengandung sekitar 330 IU vitamin A per mikroliter.

Larutan Pembanding

Kocok 1 ml larutan uji dengan 20 ml tetrabutilammonium hidroksida 0.1 M dalam 2-propanol


selama 2 menit dan cukupkan volumenya hingga mencapai 100 ml menggunakan sikloheksan,
stabilkan dengan larutan butilhidroksitoluen (1g/L)

Prosedur

Totolkan pada pelat sebanyak 3 mikroliter dari masing – masing larutan tadi, kembangkan hngga
melebihi 15 cm dengan menggunakan campuran eter : sikloheksan (20 : 80). Letakkan pelat pada
udara kering dan periksa pada sinar UV 254 nm. Hasil kromatogram menggunakan larutan
pembanding tidak ada satu-pun atau hanya ada satu ester yang muncul. Hasil bercak noda yang
muncul pada larutan uji tidak lebih intensif dibandingkan hasil kromatogram pada larutan
pembanding.

Untuk zat yang diperiksa. Periksa absorpsinya dengan spektrofotometri sinar UV. Tentukan
serapan maksimum untuk mengetahui aktivitasnya. Larutan akan menunjukkan serapan
maksimum pada 325 sampai 327 nm. Ukur serapannya pada 300 nm, 350 nmdan 370 nm dan
hitung ratio Aλ/A326 untuk tiap panjang gelombang. Untuk Aλ/A326 hasil rationya tidak akan
melebihi 0.593 pada 300 nm, 0.537 pada 350 nm dan 0.142 pada 370 nm.

Aktivitas

Aktivitas zat ditentukan yang diambil dalam perhitungan untuk konsentrasi produk.
Larutkan 25-100 mg, ditimbang dengan akurasi 0,1%, dalam 5 ml pentana P dan encerkan
dengan 2-propanol R1 sampai konsentrasi 10-15 IU/ml. Pengukuran absorban pada absorbsi
maksimum 326 nm. Menghitung aktivitas vitamin A dalam internasional unit per gram :

A326 x V x 1900

100 x m

Keterangan :

A326 = absorban pada 326 nm

m = massa zat yang diuji, dalam gram

V = total volume yg diuji diencerkan 10-15 IU/ml

1900 = faktor untuk mengubah absorban spesifik dari ester retinol ke dalam

Internasional Units per gram

3. Penetapan Kadar

a. Penetapan Kadar Akseroftol <511> menurut FI IV hal. 952

Cara ini diberikan untuk penetapan vitamin A dalam sediaan Farmakope.

Lakukan penetapan secepat mungkin, upayakan seminimum mungkin pengaruh cahaya, oksigen
dari udara dan zat pengoksidasi lain, sebaiknya menggunakan alat kaca non-aktinik dan gas inert.

Prosedur :

1. Timbang, hitung atau ukur saksama sejumlah sedian uji setara dengan tidak kurang dari
0,15 mg vitamin A, tetapi tidak boleh mengandung lemak lebih dari 1 g. Bila berbentuk kapsul,
tablet atau bentuk padat lainya yang tidak dapat disabunkan secara efisien dengan cara yang
diberikan, refluks dalam 10 ml air di atas tangas uap selama lebih kurang 10 menit, hancurkan
bagian padat yang masih tertinggal dengan batang pengaduk kaca tumpul, hangatkan selama
lebih kurang 5 menit lagi.
2. Masukkan ke dalam labu kaca borosilikat yang sesuai, tambahkan 30 ml etanol P, dan 3 ml
larutan kalium hidroksida P (9 dalam 10). Refluks dalam alat yang keseluruhanya terbuat dari
kaca borosilikat selama 30 menit. Dinginkan, tambahkan 30 ml air, masukan ke dalam corong
pisah. Tambahkan 4 g serbuk halus natrium sulfat dekahidrat P. Ekstraksi dengan 150 ml eter P,
kocok selama 2 menit, bila terbentuk emulsi ekstraksi lagi 3 kali, tiap kali dengan 25 ml eter P.
kumpulkan ekstrak eter, bila perlu cuci dengan 50 ml air dengan menggoyang perlahan-lahan.
Ulangi pencucian 3 kali, tiap kali dengan 50 ml air dengan menggoyang lebih kuat. Masukkan
ekstrak eter yang telah dicuci ke dalam labu tentukur 250 ml, tambahkan eter P sampai tanda.

3. Uapkan 25,0 ml ekstrak eter sampai lebih kurang 5 ml. Tanpa pemanasan tetapi dengan
bantuan aliran gas inert atau hampa udara, lanjutkan penguapan hingga lebih kurang 3 ml.
Larutkan residu dalam isopropanol P secukupnya hingga kadar vitamin A antara 3 µg dan 5 µg
per ml atau memberikan serapan 0,5 hingga 0,8 pada 325 nm. Ukur serapan larutan pada panjang
gelombang 310 nm, 325 nm dan 334 nm menggunakan kuvet atau sel kuarsa dan gunakan
isopropanol P sebagai blangko.

VITAMIN A (PULVIS)

Vitamin A konsentrat (bentuk serbuk) ini merupakan dispersi ester retinol sintetis dalam matriks
gelatin, atau akasia. Mengandung tidak kurang dari 250.000 IU/g vitamin A. Konsentrat
mengandung tidak kurang dari 95.0% dan tidak lebih dari 115.0% dari nilai yang tercantum pada
label. Konsentrat ini mengandung bahan penstabil seperti antioksidan.

Pemerian

Serbuk kekuningan biasanya berupa partikel yang seragam besarnya, tergantung pada
formulasinya, praktis tidak larut dalam air.

a. Identifikasi Vitmin A (Pulvis) menurut European Pharmacopoeia hal 2685

Thin-layer chromatography (TLC)

Larutan Uji

Masukan ke dalam glass-stoppered test tube 20 ml untuk membuat larutan yang ekuivalen
dengan 17.000 IU dari vitamin A. Tambahkan ± 20 mg bromelains R, 2 ml air dan 150 µl 2-
propanol R, panaskan dan putar secara perlahan selama 2 sampai 5 menit di atas waterbath pada
suhu 60 C sampai 65 C. Dinginkan sampai suhu dibawah 30 C dan tambahkan 5 ml 2-propanol R
yang mengandung 1 g/l butylhydroxytoluene R. Kocok kuat-kuat selama 1 menit, diamkan
beberapa menit lalu ambil larutan supernatannya

Larutan Standar
Siapkan 10 mg/ml larutan retinol esters CRS (3.3 IU setiap per microlitre) dalam 2-propanol R
yang mengandung 1 g/l of butylhydroxytoluene R. Totolkan 3 µl setiap larutan pada plat.
Kembangkan sampai 15 cm dengan menggunakan campuran fase gerak eter : sikloheksan
(20:80). Diamkan di udara terbuka dan periksa dibawah sinar UV 254 nm.

Prosedur

Totolkan 3 µl larutan. Kembangkan sampai 2/3 plat menggunakan campuran fase gerak sampai
2/3 plat menggunakan campuran fase gerak eter : sikloheksan (20:80). Letakkan plat pada udara
terbuka biarkan hingga kering dan kemudian diperiksa dibawah sinar uv 254 nm. Identifikasi
valid bila diperoleh kromatogram dengan larutan standar memperlihatkan noda tunggal dari
ester. Urutan elusi dari bawah ke atas adalah retinol asetat, retinol propionat dan retinol palimat.
Komposisi dari ester ditetapkan berdasarkan kesesuaian dari bercak-bercak atau noda utama dari
larutan uji yang mana diperoleh dari larutan standar

b. Penetapan Kadar Vitamin A (Pulvis) menurut European Pharmacopoeia hal 2686

Kromatografi Cair

Larutan uji (a)

Sediakan labu ukur 50 ml, timbang dengan akurat 0,1 % dan setara dengan 120.000 IU vitamin
A. Tambahkan 20 mg – 30 mg butylhydroxytoluene R, 2,0 ml aquaest dan 0,15 ml 2-propanol R.
Panaskan pada water bat dengan suhu 60 C – 65 C selama 2-5 menit. Dinginkan hingga suhu di
bawah 30 C dan tambahkan 20 ml 0.1 M tetrabutylammonium hydroxide dalam 2-propanol.
Larutkan selama 5 menit dengan menggunakan pengas ultrasonic. Encerkan sampai 50 ml
dengan 2-propanol dan homogenkan. Residu dapat menyebabkan larutan keruh.

Larutan uji (b)

Masukkan 20 mg-30 mg butylhydroxytoluene R dalam labu ukur 50 ml. Tambahkan 5 ml 2-


propanol R, 5 ml larutan uji (a) dan encerkan hingga 50 ml dengan 2-propanol. Homogenkan
perlahan untuk mencegah adanya gelembung udara. Saring terlebih dulu sebelum diinjeksikan.

Larutan Pembanding (a)


Masukkan ke dalam tabung volumetrik 50 ml 120 mg retinol asetat dengan akuransi berat 0,1
persen kemudian larutkan dengan 5 ml pentanna. Tambahkan 20-30 mg butilhidroksiltoluen dan
20 ml 0,1 M tetrabutilamin hidroksid dalam 2-propanaol. Selama 5 menit letakkan di ultrasonic
bath, lalu encerkan hingga 50 ml dengan 2-propanol.

Larutan Pembanding (b)

Masukkan 20-30 mg butilhidroksiltoluen ke dalam tabung volumetrik 50 ml, tambahkan 5 ml 2-


propanol, 5 ml larutan tes (a) dan encerkan hingga 50 ml dengan 2-propanol. Homogenkan
secara hati-hati untuk menghindari terbentuknya gelembung udara.

Prosedur pelaksaan kromatografi :

– Menggunakan kolom stainless steel dengan panjang 0,125 m dan berdiameter 4 mm yang
telah dilapisi oleh oktadesil silica gel (5 µl)

– Fase gerak terdiri dari campuran air : metanol (5 : 95)

– Detektor spektrofotometer dipasang pada 325 nm

– Sebuah loop injektor

Prosedur

Injeksikan sejumlah volume larutan referensi (b) agar diperoleh serapan diantara 0,5 sampai 1,0
pada 325 nm. Lakukan dengan enam kali injeksi dan standar deviasi dari larutan tersebut tidak
lebih besar 1 %.

Hitung kandungan vitamin A dengan menggunakan rumus berikut :

A1 x C x m2

A2 x m1

Keterangan:

A1 = Area puncak yang sesuai untuk semua retinol pada berkas kromatografi pada larutan Uji(b)

A2 = Area puncak yang sesuai untuk semua retinol pada berkas kromatografi pada larutan
standar (b)

C = Konsentrasi retinol asetat dengan satuan UI/g.


m1 = masa bahan yang diuji pada larutan uji (a), dalam miligram

m2 = masa retinol asetat pada larutan standar (a), dalam miligram

Untuk menentukan konsentrasi yang tepat dari retinol asetat dapat dilakukan dengan
spektrofotometri UV. Larutkan 25 – 100 mg zat dalam 5 ml pentana dan cukupkan volumenya
dengan 2-Propanol hingga diperoleh konsentrsi 10 – 15 IU/ml.

Periksa serapan maksimum larutan pada panjang gelombang antara 325 dan 327 nm. Dan ukur
serapannya pada 300 nm, 326 nm, 350 nm dan 370 nm. Hitung ratio Aλ/A326 untuk tiap panjang
gelombang.

Hasil rationya tidak akan melebihi 0.593 pada 300 nm, 0.537 pada 350 nm dan 0.142 pada 370
nm. Lalu hitung kandungan vitamin A dalam satuan IU/g, dengan menggunakan rumus ;

A326 x V x 1900

100 x m

Keterangan :

A326 = absorban pada 326 nm

m = massa zat yang diuji, dalam gram

V = total volume yg diuji diencerkan 10-15 IU/ml

1900 = faktor untuk mengubah absorban spesifik dari ester retinol ke dalam

Internasional Units per gram

VITAMIN A (Bentuk Minyak)

Vitamin A (bentuk minyak) dibuat dari ester retinol sintetik atau cairan dengan minyak lemak
dari buah-buahan yang sesuai. Konsentrat ini harus menggunakan penstabil seperti antioksidan.
Vitamin A mengandung tidak lebih 500.000 IU/g dan untuk konsentratnya mengandung tidak
kurang 95.0% dan tidak lebih dari 110.0% sepreti yang tertera pada label.

Pemerian
Cairan berminyak kuning, kuning kecoklatan, praktis tidak larut dalam air, larut atau sebagian
larut dalam etanol, dan larut dalam pelarut organik Bentuk kristal dapat terjadi dalam larutan
sangat pekat.

a. Identifikasi Vitamin A (Bentuk minyak) menurut European Pharmacopoeia hal 2684

Kromatografi Lapis Tipis

Pemeriksaan dengan KLT, menggunakan TLC silica gel F254 plat R.

Larutan uji.

Siapkan larutan yang mengandung 3,3 IU/ µl vitamin A dalam sikloheksan P yang mengandung
1 g/l butilhidroksitoluen P.

Larutan Pembanding

Siapkan 10 mg/ml larutan ester retinol CRS (yaitu masing-masing ester 3,3 IU/ µl) dalam
sikloheksan P yang mengandung 1 g/l butilhidroksitoluen P.

Prosedur

Totolkan masing-masing larutan sebanyak 3 µl diatas lempeng. Eluasi segera tidak lebih dari 15
cm menggunakan campuran 20 bagian eter P dan 80 bagian sikloheksan P. Keringkan lempeng
dan lihat di bawah cahaya Ultraviolet 254 nm. Identifikasi tidak valid kecuali hasil kromatogram
dengan larutan pembanding menunjukan noda tersendiri dari ester yang sama. Hasil eluasi dari
bawah ke atas adalah : retinol assetat, retinol propionate dan retinol palmitat. Komposisi larutan
uji menunjukan noda utama yang sesuai atau noda yang ditunjukan larutan pembanding.

Uji pH

 pH asam : tidak lebih dari 2,0, ditetapkan dalam 2,0 g.


 pH basa : tidak lebih dari 10,0

b. Penetapan Kadar Vitamin A (Bentuk minyak) menurut European Pharmacopoeia hal


2685

Memuat penetapan kadar dengan segera jika dimungkinkan, hindari pencahayaan dari cahaya
kuat dan udara, agen oksidasi, katalis oksidasi (misal tembaga, besi), asam dan pemanasan yang
lama; gunakan pelarut segar. Jika Kristal terbentuk, homogenkan bahan pada suhu diatas 65o C,
tetapi jangan dipanaskan terlalu lama. Penetapan Kadar dilakukan sesuai dengan Metode A.
Penetapan Kadar tidak menunjukan hasil yang valid, gunakan Metode B.

Metode A

Pengujian menggunakan Spektrofotometri UV-VIS

Larutkan 25-100 gr zat dalam 5 ml pentana P dan encerkan dengan 2-propanol LP sehingga
diperoleh konsentrasi 10-15 IU/ml. Periksa serapan maksimum larutan pada panjang
gelombang antara 325-327nm ukur serapan nya pada panjang gelombang 300nm, 326nm ,
350nm , 370nm. Ulangi pembacaan pada masing-masing panjang gelombang dan ambil nilai
rata-ratanya. Hitung rasio A/A326 untuk masing-masing panjang gelombang. Hitung rasio A/A326
untuk masing-masing panjang gelombang. Jika rasio tidak melebihi : 0.593 pada 300 nm, 0.537
pada 350 nm, 0.142 pada 370 nm, hitung kandungan vitamin A dalam IU/g, dimana : A326 =
serapan pada 326 nm, m = berat bahan-bahan uji dalam gram, V = volume total larutan uji yaitu
pengenceran 10 IU/ml hingga 15 IU/ml, 1900 = factor konversi serapan spesifik dari ester retinol
kedalam IU/g. Jika satu atau lebih dari rasio A/A326 melebihi nilai yang diberikan, atau jika
panjang gelombang serapan maksimum tidak terletak antara 325 nm dan 327 nm, gunakan
Metode B.

Metode B

Pengujian menggunakan Kromatografi Cair

Larutan uji (a)

Masukan kedalam labu volumetric 50 ml, sejumlah bahan uji, menggunakan timbangan dengan
akurasi 0,1 %, dan setara dengan 120.000 IU vitamin A lalu larutkan segera dalam 5 ml pentana
P. Tambahkan 20 mg sampai 30 mg butilhidroksitoluen P dan 20 ml tetrabutilamonium
hidroksida 0,1 M dalam 2-propanol. Aduk perlahan selama 5 menit (menggunakan ultrasonic
yang sesuai). Encerkan hingga 50,0 ml dengan 2-propanol P lalu homogenkan hati-hati untuk
menghindari terbentuknya busa.

Larutan uji (b)

Masukan 20 mg hingga 30 mg butilhidroksitoluen P kedalam labu volumetric 50 ml, tambahkan


5 ml 2-propanol P, 5.0 ml larutan uji (a) dan encerkan hingga 50.0 ml dengan 2-propanol P.
Homogenkan hati-hati untuk menghindari terbentuknya busa.

Larutan pembanding (a)


Masukan kedalam labu volumetric 50 ml sejumlah 120 mg retinol asetat CRS, menggunakan
timbangan dengan akurasi 0,1 % lalu buat seperti larutan uji (a).

Larutan pembanding (b)

Masukan 20 mg hingga 30 mg butilhidroksitoluen P kedalam labu volumetric 50 ml, tambahkan


5 ml 2-propanol P, 5.0 ml larutan pembanding (a) dan encerkan hingga 50.0 ml dengan 2-
propanol P. Homogenkan hati-hati untuk menghindari terbentuknya busa.

Penetapan tidak memenuhi syarat kecuali :

 Hasil kromatogram dari larutan pembanding (b) menunjukan peak utama sesuai dengan
semua ester retinol, waktu retensi dari semua ester retinol selama 3 menit.
 Tidak ada peak yang sama dengan turunan retinol asetat pada hasil kromatogram dari
larutan pembanding (b) pada waktu retensi 6 menit. Suntikan volume yang sesuai dari
larutan pembanding (b) pada perintah yang ditunjukan pada range serapan 0,5 hingga 1,0
pada 325 nm dan rekam kromatogram yang menunjukan tinggi peak sama dengan
vitamin A tidak kurang dari 50 % dari skala penuh dari yang terekam. Buat total
penyuntikan sebanyak 6 kali. Standar deviasi relative yang dihasilkan dari larutan
pembanding (b) adalah tidak lebih besar dari 1 %.

Suntikan volume yang sama dari larutan uji (b) dan rekam kromatogram dengan cara yang sama.
Hitung kandungan vitamin A dengan menggunakan rumus berikut :

A1 x C x m2

A2 x m1

Keterangan :

A1 = area dari peak yang sama dengan semua ester retinol pada hasil kromatogram dengan
larutan uji (b).

A2 = area dari peak yang sama dengan semua ester retinol pada hasil kromatogram dengan
larutan pembanding (b).

C = konsentrasi dari retinol asetat CRS dalam IU/g, ditetapkan dengan metode A; rasio serapan
A/A326 harus terpenuhi.

m1 = massa dari bahan yang diujikan dalam larutan uji (a), dalam mg.

m2 = massa dari retinol asetat CRS dalam larutan pembanding (a), dalam mg.
Penyimpanan

Disimpan dalam wadah kedap udara, wadah yang terisi penuh, terlindung dari cahaya. Suatu
wadah yang dapat dibuka, isinya digunakan sesegera mungkin; segera sesudah sebagian isinya
tidak digunakan akan dilindungi oleh atmosfir dari gas inert.

Vitamin A (Campuran / Emulsi)

Konsentrasi Vit A sebagai larutan atau emulsi adalah suatu bentuk cairan (air yang umumnya
digunakan sebagai pelarut) dari suatu ester Vit A dan suatu pelarut yang cocok. Vit A
mengandung tidak kurang dari 100.000 UI/g dan aktifitasnya tidak kurang dari 95,0% dan tidak
lebih dari 115,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Konsentrasi tersebut dapat ditambahkan zat pembawa yang cocok sebagai antimikroba dan
antioksidan.

Pemerian

Dalam bentuk cair berupa cairan berwarna kuning atau kuning muda dan kental. Pada
konsentrasi yang tinggi sebagai dalam campuran dapat menjadi padat pada temperatur rendah
atau menjadi bentuk gel. Suatu campuran 1 g dalam 10 ml air yang sebelumnya dipanaskan pada
suhu 500C lalu didinginkan pada suhu 200C, menjadi seragam, cukup padat dan dispersi kuning.

a. Identifikasi vitamin A (campuran/emulsi) menurut European Pharmacopoeia hal 2686

Kromatografi Lapis Tipis

Pemeriksaan dengan KLT, menggunakan TLC silica gel F254 plat R.

Larutan uji

Masukkan ke dalam 20 ml bejana kromatografi untuk diperiksa, berisi setara dengan 17000 UI
Vitamin A. Tambahkan 5 ml 2-propanol 1 g/l dari butilhidroksitoluen dan campurkan hingga
homogeny.

Larutan pembanding
Siapkan 10 mg/ml larutan retinol ester dalam 2 propanol yang berisi 1 g/l butil hidroksi toluen.
Gunakan lempeng 3 µl pada masing-masing larutan. Biarkan merambat sampai atas pada garis
15 cm, gunakan fase gerak campuran 20 bagian eter dan 80 bagian sikloheksan. Biarkan kering
di udara, periksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm.

b. Penetapan Kadar Vitamin A (campuran/emulsi) menurut European Pharmacopoeia hal


2686

Selesaikan penetapan kadar secepat mungkin, hindari kontak cahaya dan udara, serta oksidari,
katalisator oksidasi(seperti tembaga dan besi), asam dan pemanasan yang terlalu lama.

Kromatografi Cair

Larutan uji (a)

Masukkan ke dalam 50 ml labu ukur , sejumlah sampel di periksa, timbang dengan keakuratan
0,1% setara dengan 120.000 UI vitamin A dan larutkan segera dengan 5 ml 2-propanol.
Tambahkan 20mg -50mg butil hidroksi toluen dan 20 ml 0,1 M tetra butil amonium hidroksi
dalam 2-propanol, Aduk sekitar 5 menit(gunakan ultrasonik). Campurkan 50,0 ml dengan 2-
propanol dan homogenkan dengan hati-hati untuk menghindari penguapan udara.

Larutan uji (b)

Masukkan 20 mg sampai 30 mg butil hidroksi toluen dalam 50 ml labu ukur, tambahkan 5 ml 2-


propanol, 5 ml larutan uji(a) dan campurkan 50,0 ml dengan 2-propanol. Homogenkan denagn
hati-hati untuk menghindari penguapan.

Larutan standar (a)

Masukkan ke dalam 50 ml labu ukur sekitar 120 mg retinol asetat, timbang dengan keakuratan
0,1 persen dan digunakan untuk menggambarkan larutan uji (a)

Larutan standar (b)

Siapkan 20 mg sampai 30 mg butil hidroksi toluen ke dalam 50 ml labu ukur, tambahkan 5 ml 2-


propanol , 5 ml larutan standar (a) dan tambahkan 50, 0 ml dengan 2-propanol. Homogenkan
dengan hati-hati untuk menghindari penguapan udara.
Prosedur kromatografi di lakukan dengan menyiapkan :

 Kolom besi dengan ukuran panjang 0,125 m dan diamteter dalam 4 mm dilapisi dengan
fase diam silika gel okta desilsilan
 Fase gerak dengan laju alir 1ml/menit digunakan campuran 5 bagian air dan 95 bagian
metanol
 Detektor spektrofotometer diatur dengan panjang gelombang 325 nm
 Injektor

Penetapan kadar tidak berhasil kecuali ;

Bercak kromatogram pada larutan standar(b) menunjukkan suatu puncak yang sesuai untuk
semua retinol, waktu retensi dari semua retinol adalah sekitar 3 menit.

Injeksi larutan uji(b) dengan volume yang sama dan catat kronatogram dengan perbandingan
yang sama. Hitung kadar Vitamin A dengan menggunakan rumus berikut :

A1 x C x m2

A2 x m1

A1 = Area puncak yang sesuai untuk semua retinol pada berkas kromatografi pada larutan Uji(b)

A2 = Area puncak yang sesuai untuk semua retinol pada berkas kromatografi pada larutan
standar (b)

C = Konsentrasi retinol asetat dengan satuan UI/g.

m1 = masa bahan yang diuji pada larutan uji (a), dalam miligram

m2 = masa retinol asetat pada larutan standar (a), dalam miligram

Konsentrasi retinol asetat sebenarnya di ukur dengan serapan sianr UV spektrofotometer.


Camprkan 25 mg samapi 100 mg, diukur dengan keakuratan 0,1 persen.

Dalam 5 ml pentana dan campurkan 2-propanol untuk menduga konsentrasi 10 UI/ml sampai 15
UI/ml. Pastikan bahwa serapan maksimum muncul pada panjang gelombang 325 nm sampai 327
nm dan pengukuran serapan pada 300 nm, 326 nm, 350 nm dan 370 nm.
Penyimpanan

Simpan dalam wadah tertutup, terlindungi dari sinar, pada temperatur yang tertera pada lebel.
Jika penutup telah pernah dibuka, maka sediaan harus digunakan sesegera mungkin. Sebagian
sediaan tidak digunakan pada suatu waktu maka harus terlindungi dari gas inert.

VITAMIN YANG LARUT AIR

VITAMIN C (ACIDUM ASCORBICUM)

1. Sifat Fisika dan Kimia

Vitamin C (C6H8O6)

BM : 176,13

Sinonim :

Acidum Ascorbicum, Asam askorbat, 3-okso-L-gulofuranolakton

a. Definisi

Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O6.

b. Pemerian

Hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna
gelap. Dalam keadaan kering stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu
lebih kurang 1900 c.

c. Kelarutan
Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam eter
dan dalam benzena.

d. Baku pembanding

Asam askorbat BPFI.

2. Identifikasi

a. Pemeriksaan pendahuluan

Organoleptis :

v Bentuk : Hablur atau serbuk

v Warna : putih atau agak kuning

v Rasa : Asam

v Bau : Tidak spesifik

b. Reaksi warna

v Mereduksi kuat larutan Iod 0,1 N

v Menghilangkan warna larutan dikhlorofenolindofenol

v Zat dialkalikan dengan borat atau dengan Na2CO3 + 1 tetes FeSO4 → ungu biru + asam →
berbuih, warna hilang

v Zat + Ag amoniakal → cermin perak

v Larutan + NaOH + Cu asetat → jingga

v Larutan + Na-nitroprusida di tambah NaOH → kuning

Larutan + Na-nitroprusida di tambah HCl → biru

v Reaksi SZEST-GLYIRGYL

Larutan dalam air + NaOH 0,1 N sampai asam lemah + 1 tetes FeSO4 → Ungu.
v Reaksi LUFF → Mereduksi

( Zat + pereaksi Luff, panaskan di WB → ↓ Cu2O ( merah bata))

v Reaksi FEHLING → Mereduksi

( Zat + pereaksi Fehling A: Fehling B (1:1) + NaOH 2N ad alkalis, panaskan di WB → ↓ Cu 2O (


merah bata))

v Reaksi BARFOED → Mereduksi

( 3 ml pereaksi Barfoed + 1 ml larutan sampel, panaskan di WB → ↓ Cu2O ( merah bata))

v Reaksi Cuprifil

( Zat + NaOH ad alkalis + CuSO4 1% → ungu biru )

v Larutan + NaOH → Merah, tidak berwarna merah bila dalam campuran

v Dipijar Kuning

Ø Sisa Pemijaran

Tidak lebih dari 0,1%

Gunakan metode I kecuali dinyatakan lain

Metode I

Timbang seksama 1 g sampai 2 g zat, atau sejumlah seperti tertera pada masing-masing
monografi, dalam krus yang sesuai, yang sebelumnya telah dipijarkan, didinginkan dan
ditimbang. Mula-mula panaskan perlahan-lahan sampai zat mengarang sempurna, dinginkan,
kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, basahkan sisa dengan 1 ml asam
sulfat(P), panaskan hati-hati sampai tidak terbentuk asap putih, dan pijarkan pada 8000±250
sampai arang habis terbakar, kecuali dinyatakan lain pada monografi. Dinginkan dalam
desikator, timbang dan hitung persentase sisa. Jika jumlah sisa yang diperoleh lebih dari batas
yang ditetapkan pada masing-masing monografi, basahkan lagi sisa dengan 1 ml asam sulfat (p),
panaskan dan pijarkan seperti di atas, hitunglah persentase sisa. Kecuali dinyatakan lain,
lanjutkan pemijaran hingga bobot tetap.

Lakukan pemijaran dalam lemari asam berventilasi baik, tetapi terlindung dari aliran udara, dan
pada suhu serendah mungkin agar terjadi pembakaran karbon sempurna. Dapat digunakan tanur,
terutama untuk pemijaran akhir pada 8000 ± 250.
Kalibrasi tanur dapat dilakukan menggunakan pengukur suhu digital yang sesuai dan
kuartermokopel dikalibrasi terhadap termokopel baku.

Periksa ketepatan pengukuran dan pengendalian sirkuit tanur dengan memeriksa posisi di dalam
tanur pada suhu control yang ditetapkan untuk penggunaan. Pilih posisi letak zat yang sesuai
dengan metode yang digunakan. Toleransi ± 250 pada setiap posisi yang diukur.

Metode II

Timbang seksama sejumlah zat seperti tertera pada masing-masing monografi dalam krus yang
sesuai, yang sebelumnya telah dipijarkan, didinginkan dan ditimbang. Tambahkan 2 ml asam
sulfat 2 N, panaskan mula-mula di atas tangas air, kemudian panaskan hati-hati di atas nyala api
pada suhu lebih kurang 6000, lanjutkan pemanasan sampai arang habis terbakar dan biarkan
dingin. Tambahkan beberapa tetes asam sulfat 2 N dan ulangi pemanasan dan pemijaran dan
biarkan dingin. Tambahkan beberapa tetes larutan ammonium karbonat(p) 16%, uapkan hingga
kering dan pijarkan hati-hati. Dinginkan, timbang dan pijarkan selama 15 menit dan ulangi cara
ini hingga diperoleh bobot tetap.

c. Identifikasi berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV

1. Spektrum serapan inframerah zat yang didispersikan dalam Kalium bromida P yang
menunjukkan maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama seperti pada Asam
Askorbat BPFI.

2. Larutan (1 dalam 50) mereduksi tembaga (II) tartrat alkali LP secara perlahan-lahan pada
suhu kamar, tetapi lebih cepat bila dipanaskan.

d. Penetapan Kadar

1. Asam-basa (DAB VII hal 521)

Timbang seksama 0,3 gr asam askorbat, larutkan dalam 20 ml air dan tambahkan 0,2 ml larutan
indikator fenolftalein, kemudan titrasi dengan NaOH, hingga terbentuk warna merah pertama
yang stabil selama 5 detik.

1 ml NaOH 0,1 ~17,61 C6H8O6 (1 grol = 1 grek)


(Harmita.Prosedur Penetapan Kadar Bahan Baku dan Sediaan Farmasi Secara Volumetri dan
Spektrofotometri UV-VIS.)

2. Iodimetri ( FI III hal 47/48, Ph USSR 1952 hal.12, Ph. Japan hal.8-9 th. 1961 edisi 7 bg. I,
FI II hal. 11, European Pharmacopeia I th.1969 hal. 239, USP XVIII ).

→ FI II hal 11 ; FI III hal 47,48.

§ Timbang seksama 400 mg, larutkan dalam campuran 100 ml air bebas CO2 P dan 25 ml asam
sulfat ( 10% v/v ) P. Titrasi segera dengan iodium 0,1 menggunakan indikator larutan kanji P.

1 ml iodium 0,1 N setara dengan iodium 0,1 N setara dengan 8,806 mg C6H6O6.

1 grol setara dengan 2 grek

→ Ph USSR 1952 hal. 12

§ Timbang seksama 0,25 gr, larutkan dalam 25 ml air dan titrasi dengan Iodium 0,1 N (
menggunakan amilum sebagai indikator ) hingga terlihat warna biru.

1 ml I2 0,1 N ~ 0,008808 g C6H6O6.

→ Ph. Japan th. 1961

§ Timbang seksama 0,2 g asam askorbat, larutkan dalam 50 ml larutan asam metafosfat (1-5)
dan titrasi dengan iodium 0,1 N ( 1 ml indikator amilum ).

1 ml I2 0,1 N ~ 8,81 mg C6H6O6

(Harmita.Prosedur Penetapan Kadar Bahan Baku dan Sediaan Farmasi Secara Volumetri dan
Spektrofotometri UV-VIS.

I2 + Indikator amilum Biru


European Pharmacopeia 1 th. 1969 hal. 239

@ timbang seksama 0,2 g, larutkan dalam camuran 80 ml air bebas CO2 dan 10 ml asam sulfat
(10% v/v) tambahkan 1 ml larutan kanji dan titrasi dengan iodium 0,1 N hingga terbentuk warna
biru.

1 ml I2 0,1 N = 8,81 mg C6H6O6

3. Iodatometri (FI ed.I, Ph USSR th.61. hal. 27-28)

FI ed. I

@ larutkan zat dalam air (10ml), tambahkan 15 ml HCl 2 N, lalu ditambahkan indikator CHCl 3
(5ml), titrasi dengan larutan KIO3 0,1 N sampai lapisan CHCl3 berwarna ungu…(TA I).
Tambahkan HCl lagi ad lebih besar atau sama dengan 4 N dan titrasi lanjutkan sampai warna
ungu hilang.. (TA II)

PH USSR th. 61. Hal. 27-28

@ timbang seksama 0,5 g larutkan dengan air hingga batas pada labu ukur 50 ml, kocok. Pipet
10 ml larutan, tambahkan 0,5 ml kalium iodida 1%, 2 ml larutan kanji 0,5%. Campur dengan 10
ml HCl HCl 2%. Titrasi dengan KIO3 0,100 N.

1 ml KIO3 0,1 N = 0,008806 g C6H6O6

4. Iodometri (NP VI th 1956 hal. 86)

Timbang seksama 300 mg, larutkan dalam 20 ml air bebas CO2, 5 ml H2SO4 encer, tambahkan
50,0 ml iodium 0,100 N, titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N.

1 ml I2 0,100 N = 8,80 C6H

5. Cerrimetri (Britist Pharmacopeia 1968 hal 85; Britist Pharmacopeia 1873 hal 36)

Timbang dan serbukkan 20 tablet, larutkan sejumlah serbuk yang setara lebih kurang 0,15 g
asam askorbat dalam campuran 30 ml air dan 20 ml asam sulfat encer, kemudian titrasi dengan
ammonium seri sulfat 0,1 N menggunakan indikator ferroin sulfat.

1 ml ammonium seri sulfat ~ 0,008806 g C6H6O6

(Harmita.Prosedur Penetapan Kadar Bahan Baku dan Sediaan Farmasi Secara Volumetri dan
Spektrofotometri UV-VIS.)
TABLET VITAMIN C

a. Penetapan Kadar

1. FI III halaman 47 – 48

Timbang dan serbukkan tidak kurang dari 20 tablet, masukkan ke dalam labu ukur 1000 ml yang
berisi 250 ml larutan asam asetat P. Tutup labu, kocok secara mekanik selama 30 menit hingga
tablet hancur sempurna. Encerkan dengan air secukupnya hingga 250,0 ml, campur. Masukkan
sebagian larutan ke dalam labu pemusing, pusingkan hingga diperoleh beningan. Encerkan
beningan dengan air bila perlu, hingga diperoleh larutan dengan kadar lebih kurang 500 µg asam
askorbat, ke dalam labu erlenmeyer 50 ml. Tambahkan 5 ml larutan asam metafosfat asetat P dan
titrasi dengan larutan baku dikhlorofenol indofenol P dan 15 ml air. Hitung jumlah asam
askorbat dalam mg per larutan.

Timbang dan serbukkan 20 tablet. Sejumlah serbuk yang ditimbang sesama setara dengan
kurang lebih 50 mg asam askorbat, larutkan dalam 25 ml asam metafosfat P 20% b/v, encerkan
dengan air secukupnya hingga warna merah jambu yang terjadi mantap selama 10 detik. Titrasi
tidak boleh lebih dari 2 menit. Lakukan titrasi blank. Tiap satu ml larutan baku dikhlorofenol
indofenol setara dengan 0,1 mg C6H6O6.

Hitung bobot rata-rata asam askorbat dalam tablet (FI IV) :

Timbang dengan seksama sediaan tablet yang mengandung 50 mg asam askorbat, masukkan
dalam labu takar 100 ml. Tambahkan 20 ml larutan asam metafosfat asetat LP, tutup labu, kocok
secara mekanik hingga asam askorbat larut, tambahkan air hingga tanda batas dan homogenkan.
Pindahkan sebagian larutan ke dalam tabung sentrifus. Sentrifus hingga diperoleh larutan jernih.
Jika perlu encerkan secara kuantitatif beningan dengan air, hingga diperoleh larutan dengan
kadar kurang lebih 500 µg / ml. Pipet 4 ml larutan setara dengan kurang lebih 2 mg asam
askorbat, masukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml, tambahkan 5 ml asam metafosfat asetat LP.
Titrasi dengan larutan baku diklorofenol indofenol, hingga terjadi warna merah muda selama
paling sedikit 5 detik. Lakukan penetapan blanko menggunakan campuran 5,5 ml asam
metafosfat asetat dan 15 ml air. Hitung jumlah asam askorbat dalam mg sediaan yang setara
dengan larutan baku diklorofenol indofenol.

Timbang dan serbukkan 20 tablet. Sejumlah serbuk yang ditimbang seksama setara dengan
kurang lebih 50 mg asam askorbat, larutkan dalam 25 ml asam metafosfat P 20% b/v, encerkan
dengan air secukupnya hingga warna merah jambu yang terjadi mantap selama 10 detik. Titrasi
tidak boleh lebih dari 2 menit. Lakukan titrasi blanko. Tiap ml larutan baku dikhlorofenol
indofenol setara dengan 0,1 mg C6H6O6. Hitung bobot rata-rata asam askorbat.
Timbang dengan seksama sediaan tablet yang mengandung 50 mg asam askorbat, masukkan
dalam labu takar 10, 0ml. tambahkan 20ml asam metafosfat LP, tutup labu, kocok secara
mekanik hingga asam askorbat larut, tambahkan air hingga tanda batas dan homogenkan.
Pindahkan sebagian larutan ke dalam tabung sentrifuge. Sentrifus hingga diperoleh bagian jernih.
Jika perlu encerkan secara kuantitatif beningan dengan air, hingga diperoleh larutan dengan
kadar kurang lebih 500 µg/ml. Pipet 4 ml larutan setara dengan kurang lebih 2 mg asam
askorbat, masukkan kedalam labu Erlenmeyer 50 ml, tambahkan 5 ml asam metafosfat asetat LP.
Titrasi dengan larutan baku dikhlorofenol indofenol, hingga terjadi warna merah muda selama
paling sedikit 5 detik. Lakukan penetapan blanko menggunakan campuran 5,5 ml asam
metafosfat asetat dan 25 ml air. Hitung jumlah asam askorbat dalam mg sediaan yang setara
dengan larutan baku dikhlorofenol indofenol.

2. Suara Pharmasi th. IV no. 5 hal 153 th. 1959 (iodatometri)

50 tablet ditimbang dengan teliti, lalu dibubuk dalam lumpang dan diaduk sampai tercampur
homogeny. Kemudian sejumlah dari bubuk itu

yang kira-kira mengandung 200 mg vitamin C, ditimbang dengan seksama dan dimasukkan ke
dalam gelas kimia, ditambahkan aquabidestilata 20 ml dan diaduk hingga rata, selanjutnya
disaring dengan corong Buchner. Gelas kimia dan residu pada corong dicuci dengan 3×10 ml
aquabidestilata. Seluruh filtrat diasamkan dengan HCl 2 N (± 25 ml). Setelah ditambahkan 10 ml
CCl4 atau CHCl3 akhirnya dititrasi dengan larutan KIO3 sampai larutan CHCl3 berwarna ungu
(Titik akhir 1). Kemudian keasamaan dipertinggi 5 N atau lebih, lalu dititrasi dilanjutkan hingga
lapisan CHCl3 hilang warnanya (Titik akhir 2).

b. Penetapan Kadar

1. Iodimetri (FI IV)

Timbang seksama ± 400 mg, larutkan dalam campuran 100 ml aquadest dan 25 ml H2SO4 2 N,
tambahkan 3 ml larutan kanji LP. Titrasi segera dengan iodium 0,1 N.

1 ml Iodium 0,1 N setara dengan 8,806 C6H6O6

2. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Journal of Food Technology in Australia vol.32,


1980)

Kolom : µ-Bondapak C-18

Fase gerak : methanol-air (20:80)

Kecepatan alir : 2 ml/menit

Detektor : Spektrofotometer UV-Vis pada λ 254 nm


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1972. Farmakope Indonesia Edisi II. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Anonim. 2007. The United States Pharmacopoeia XXX. Mack Publ. Co. Easton.

Anonim. 2003. The United States Pharmacopoeia XXVI. Mack Publ. Co. Easton.

Anonim.2007. British Pharmacopoeia, Her Majesty’s Stationary Office.

Harmita. 2001. Prosedur Penetapan Kadar Bahan Baku dan Sediaan Farmasi Secara Volumetri
dan Spektrofotometri UV-VIS. Departemen Farmasi UI. Depok.

Uji Identifikasi Vitamin A, D, B1, B6, C


Vitamin dan mineral adalah mikronutrien yang sangat penting dalam membantu proses
metabolisme tubuh. Tidak semua nutrien diproduksi oleh tubuh, sehingga sebagian besar harus
diperoleh dari makanan yang dikonsumsi. Berikut ini uji Identifikasi secara kualitatif vitamin A,
D, B1, B6 dan C:

I. IDENTIFIKASI VITAMIN A

Sumber vitamin A adalah karoten dan karotenoid yang banyak terdapat dalam bahan-bahan
nabati sebagai provitamin. Dalam jaringan hewan, vitamin A diperoleh dalam bentuk retinol.
Vitamin A dapat rusak bila dioksidasi atau didehidrogenasi. Penentuan adanya vitamin A dapat
dilakukan dengan pereaksi Carr-Price atau pereaksi trikloroasetat (TCA). Jika dengan pereaksi
Carr-Price memberikan warna biru

yang kemudian berubah menjadi merah coklat maka zat tersebut positif mengandung vitamin A.
Intensitas warna biru sebanding dengan banyaknya vitamin A yang dikandung oleh suatu bahan
sehingga dapat dijadikan dasar penentuan kuantitatif vitamin A secara kolometri.
A. Prosedur Uji Identifikasi Vitamin A dengan Pereaksi
Carr-Price
1. Masukkan 5 tetes zat yang diuji (misalnya: minyak ikan) ke dalam tabung reaksi
2. Tambahkan 10 tetes kloroform lalu campur dengan baik
3. Tambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan sepucuk sendok kristal SbCl3
4. Amati perubahan warna yang terjadi

(Jika terbentuk warna biru yang berubah menjadi merah coklat berarti positif mengandung
vitamin A)

B. Prosedur Uji Identifikasi Vitamin A dengan Pereaksi


Trikloroasetat (TCA)
1. Masukkan 5 tetes zat yang diuji (misalnya: minyak ikan) ke dalam tabung reaksi
2. Tambahkan 1 mL pereaksi trikloroasetat dalam kloroform
3. Campurlah dengan baik
4. Amati perubahan warna yang terjadi

Jika terbentuk warna biru kehijauan berarti positif mengandung vitamin A

II. IDENTIFIKASI VITAMIN D

2 jenis vitamin D yang penting yaitu Vitamin D2 (ergokalsiferol) dan vitamin D3 (kolekalsiferol).
Vitamin D2 banyak terdapat dalam bahan nabati seperti ragi dan Vitamin D3 banyak terdapat
dalam minyak hati ikan.

Umumnya vitamin D stabil terhadap pemanasan, asam dan oksigen. Vitamin D secara lambat
didestruksi bila lingkungannya alkalis, terutama bila terdapat udara dan cahaya. Pemanasan
dengan hidrogen peroksida tidak merusak vitamin D tetapi vitamin A akan rusak.

Prosedur Uji Identifikasi Vitamin D:


1. Masukan 10 tetes zat yang diuji (misalnya minyak ikan) ke dalam tabung reaksi
2. tambahkan 10 tetes larutan H2O2 5%
3. Kocoklah campuran kira-kira 1 menit
4. Panaskan di atas api kecil perlahan-lahan sampai tidak ada gelembung-gelembung gas
keluar. Usahakan jangan sampai mendidih
5. Dinginkan tabung di bawah air kran
6. Lalu lakukan uji dengan pereaksi Carr-Price seperti pada penentuan vitamin A
7. Amati perubahan warna yang terjadi.

(Jika terbentuk warna jingga-kuning berarti positif mengandung vitamin D)

C. IDENTIFIKASI VITAMIN B1

Vitamin B1 atau thiamin mengandung sistem dua cincin yaitu inti pirimidin dan thiazol. Dalam
tanaman, terutama serealia, vitamin B1 terdapat dalam keadaan bebas, sedangkan dalam jaringan
hewan terdapat sebagai koenzim, yaitu thiamin pirofosfat (TPP)

Thiamin bersifat larut dalam air, tetapi tidak larut dalam pelarut lemak. Dalam larutan netral atau
alkalis, thiamin mudah rusak, sedangkan dalam keadaan asam tahan. Thiamin stabil pada
pemanasan kering, tetapi mudah terurai oleh zat-zat pengoksidasi dan terhadap radiasi sinar
ultraviolet.

Prosedur Pengujian Identifikasi Vitamin B1

Prosedur A:

1. Masukkan 10 tetes larutan yang diuji (misalnya thiamin 1%) ke dalam tabung reaksi
2. Tambahkan 10 tetes larutan Pb-asetat 10% dan 1 mL NaOH 6 N
3. Campurlah dengan baik, perhatikan warna kuning yang terjadi
4. Lalu panaskan dan amati perubahan yang terjadi

(Jika timbul endapan warna coklat-hitam yang menandakan positif mengandung vitamin B1 )

Prosedur B:

1. Masukkan 10 tetes larutan yang diuji (misalnya: thiamin 1%) ke dalam tabung reaksi
2. Tambahkan 10 tetes larutan bismuth nitrat, campurlah dengan baik
3. Lalu tambahkan pula 2 tetes larutan KI 5%
4. Perhatikan perubahan warna yang terjadi

(Jika timbul warna endapan merah jingga berarti positif mengandung vitamin B1 )

D. IDENTIFIKASI VITAMIN B6

Di alam vitamin B6 terdiri atas tiga senyawa yaitu pirodoksin, pirodoksal dan pirodoksamin.
Ketiga bentuk vitamin B6 terdapat dalam hewan maupun tumbuhan, terutama pada beras dan
gandum.

Pirodoksin stabil terhadap pemanasan, alkali dan asam. Pirodoksal dan pirodoksamin mudah
rusak oleh pemanasan, udara dan cahaya. Dari ketiga bentuk vitamin B6 hanya pirodoksin yang
paling tahan terhadap pengaruh pengolahan dan penyimpanan. Identifikasi vitamin A ada dua
macam prosedur pengujian

Prosedur Pengujian Identifikasi Vitamin B6

Prosedur A:

1. Masukkan 5 tetes larutan yang diuji (misalnya pirodoksin 1%) ke dalam tabung reaksi
2. Tambahkan 2 tetes larutan CuSO4 2% dan 10 tetes NaOH 3 N
3. Amati perubahan yang terjadi

(Jika terbentuk warna biru-ungu berarti positif mengandung vitamin B6 )


Prosedur B:

1. Masukkan 5 tetes larutan yang diuji (misalnya pirodoksin 1%) ke dalam tabung reaksi
2. Tambahkan 2-3 tetes larutan FeCl3
3. Amati perubahan yang terjadi

(Jika terbentuk warna jingga sampai merah tua berarti mengandung vitamin B6 )
E. IDENTIFIKASI VITAMIN C

Vitamin C di alam terdapat dalam dua bentuk yaitu bentuk teroksidasi (asam askorbat) dan
tereduksi (asam dehidroaskorbat). Keduanya memiliki keaktifan sebagai vitamin C. Vitamin C
banyak ditemukan di sayuran yang berwarna hijau dan buah-buahan,

Vitamin C larut dalam air dan agak stabil dalam larutan asam, tetapi mudah dioksidasi terutama
bila dipanaskan. Proses oksidasi akan dipercepat dengan adanya tembaga, oksigen dan alkali.

Ada 2 prosedur pengujian vitamin C, yaitu:

Prosedur A:

1. Masukkan ke dalam tabung reaksi zat yang diuji (misalnya asam askorbat 1%)
2. Tambahkan 15 tetes pereaksi benedict
3. Panaskan di atas api kecil sampai mendidih selama 2 menit
4. Perhatikan endapan yang terjadi

(Jika terbentuk warna hijau kekuningan sampai merah berarti positif mengandung vitamin C)

Prosedur B:

1. Masukkan ke dalam tabung reaksi zat yang diuji (misalnya asam askorbat 1%)
2. Kemudian, netralkan larutan (pH=8) menggunakan NaHCO3 5%
3. Tambahkan 2 tetes larutan FeCl3
4. Amati perubahan yang terjadi

(Jika terbentuk warna merah-ungu berarti positif mengandung vitamin C)

Daftar Pustaka

Estien Yazid, Lisda Nursanti, Penuntun Praktikum Biokimia, CV. Andi Offset, Yogyakarta,
2006

Anda mungkin juga menyukai