Anda di halaman 1dari 74

PELATIHAN

PELAYANAN
KEGAWATDARURATAN
OBSTETRI NEONATAL ESENSIAL
DASAR

BUKU ACUAN
DAFTAR ISI
PELATIHAN PELAYANAN KEGAWATDARURATAN OBSTETRI NEONATAL
ESENSIAL DASAR
BUKU ACUAN
KOMPONEN MATERNAL

SATU PRE EKLAMPSIA/EKLAMPSIA


Pengertian
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Prinsip Dasar
Penanganan Umum
Penilaian klinik
Gejala dan Tanda
Klasifikasi hipertensi dalam Kehamilan
Diagnosis banding
Komplikasi
Pencegahan
Penenangan
Hipertensi dalam kehamilan tanpa Proteinura
Preeklampsia Ringan
Preeklampsia Berat dan Eklampsia
Hipertensi Kronik
Ringkasan

DUA TINDAKAN OBSTETRI PADA PERTOLONGAN PERSALINAN


DISTOSIA BAHU
Pengertian
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Masalah
Pengelolaan Umum
Indikasi
Syarat

EKSTRAKSI VAKUM
Pengertian
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Indikasi
Kontraindikasi
Ringkasan
TIGA PERDARAHAN POST PARTUM
Batasan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Masalah
Penanganan Umum
Diagnosis
Atonia Uteri
Perlukaan Jalan Lahir
Retensio Plasenta
Sisa Plasenta

EMPAT INFEKSI NIFAS


Prinsip Dasar
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Masalah
Penanganan Umum
Penilaian Klinik
Penanganan
Metritis
Bendungan Payudara
Infeksi Payudara
Abses Pelvis
Peritonitis
Infeksi Luka Perineal dan Luka Abdominal
Tromboflebitis
Trombofeblitis Femoralis

KOMPONEN NEONATAL

LIMA BAYI BERAT LAHIR RENDAH


Batasan
Prinsip Dasar
Masalah
Tujuan Umum
Tujuan khusus
Diagnosik
Manajemen Umum
Pemantauan
Manajemen Lanjut
HIPOTERMI
Batasan
Prinsip dasar
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Diagnostik
Manajemen
Hipotermia Berat
Hipotermia Sedang

HIPOGLIKEMIA
Batasan
Prinsip dasar
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Diagnostik
Manajemen

IKTERUS/HIPERBILIRUBINEMIA
Batasan
Prinsip Dasar
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Diagnostik
Manajemen

MASALAH PEMBERIAN MINUM


Prinsip Dasar
Masalah
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Diagnostik
Manajemen Umum
Manajemen Khusus

ENAM AFIKSIA PADA BAYI


Batasan
Prinsip Dasar
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Diagnostic
Manajemen
Tindakan Setelah Retsusitasi
Pemantauan Tumbuh Kembang

TUJUH GANGGUAN NAFAS


Batasan
Prinsip Dasar
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Penyebab Gangguan Nafas
Diagnostik
Manajemen Umum
Manajemen Lanjut
Gangguan Nafas Sedang
Gangguan Nafas Ringan

DELAPAN KEJANG PADA BAYI BARU LAHIR


Batasan
Prinsip Dasar
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Masalah
Diagnostik
Diagnosis Banding
Manajemen Umum
Manajemen Lanjut
Rujukan

SEMBILAN INFEKSI NEONATAL


Batasan
Prinsip Dasar
Masalah
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Diagnostik
Manajemen Umum
Manajemen Lanjut
Rujukan
SEPULUH RUJUKAN DAN TRANSPORTASI BAYI BARU LAHIR
Prinsip Dasar
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Sistem Rujukan dan Transportasi
Data yang harus disediakan
Syarat untuk melakukan transportasi

SEBELAS PERSIAPAN UMUM SEBELUM TINDAKAN PADA


KEGAWATDARURATAN OBSTETRIK DAN NEONATAL
Pengertian
Tujuan Umum
Tujuan Khusus

KEWASPADAAN UNIVERSAL
Definisi
Pelaksanaan Kewaspadaan Universal
Beberapa Petunjuk Dalam Pelaksanaan Kewaspadaan
Universal
Manajemen Untuk Tenaga Kesehatan yang Terpapar
Darah/Cairan Tubuh
Penanganan Alat-alat yang terkontaminasi
Pembuangan Sampah secara Aman
Pemeliharaan Lingkungan yang Aman

PERSIAPAN TEMPAT PELATIHAN PELAYANAN


KEGAWATDARURATAN OBSTETRI DAN NEONATAL
ESENSIAL DASAR
Pengertian
Pengorganisasian Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Dasar dalam Pelayanan Kesehatan
Program Menjaga Mutu Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Dasar
Supervise Fasilitatis
Ringkasan
BAB 5
BAYI BERAT LAHIR RENDAH

BATASAN
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi (berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 24 jam
setelah lahir).

PRINSIP DASAR
 BBLR sampai saat ini masih merupakan masalah di Indonesia, karena merupakan penyebab
kesakitan dan kematian pada masa neonatal. Menurut SKRT 2001, 29% kematian neonatal
karena BBLR
 Masalah yang sering timbul sebagai penyulit BBLR adalah Hipotermia, Hipoglikemia,
Hiperbilirubenia, Infeksi atau sepsis dan gangguan minum

Penyebab BBLR
o Persalinan kurang bulan/premature
Bayi lahir pada umur kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu. Pada umumnya
bayi kurang bulan disebabkan tidak mampunya uterus menahan janin, gangguan selama
kehamilan, lepasnya plasenta lebih cepat dari waktunya atau rangsangan yang
memudahkan terjadinya kontraksi uterus sebelum cukup bulan. Bayi lahir kurang bulan
mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup
diluar rahim. Semakin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh semakin kurang
sempurna dan prognosisnya semakin kurang baik. Kelompok BBLR ini sering
mendapatkan penyulit atau komplikasi akibat kurang matangnya organ karena masa
gestasi yang kurang (prematur)
o Bayi lahir kecil untuk masa kehamilan
Bayi lahir kecil untuk masa kehamilannya karena ada hambatan pertumbuhan saat dalam
kandungan (Janin tumbuh lambat). Retardasi pertumbuhan intrauterin berhubungan
dengan keadaan yang mengganggu sirkulasi dan efisiensi plasenta dengan pertumbuhan
dan perkembangan janin atau dengan keadaan umum dan gizi ibu. Keadaan ini
mengakibatnya kurangnya oksigen dan nutrisi secara kronik dalam waktu yang lama
untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Kematangan fungsi organ tergantung pada
usia kehamilan walaupun berat lahirnya kecil.

 Beberapa faktor predisposisi:


o Faktor ibu adalah umur, jumlah paritas, penyakit kehamilan, gizi kurang atau malnutrisi,
trauma, kelelahan, merokok, kehamilan yang tak diinginkan.
o Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan ganda,
o Faktor janin adalah kelainan bawaan, infeksi.
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu:
 Menjelaskan tentang penyebab dan komplikasi BBLR
 Melakukan manajemen BBLR dengan berbagai penyulitnya sesuai dengan fasilitas yang
tersedia

TUJUAN KHUSUS
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akanbmempunyai kemampuan untuk :
 Menjelaskan beberapa penyebab dan faktor predisposisi BBLR
 Mengidentifikasi BBLR menurut masa gestasi
 Melakukan manajemen umum BBLR
 Mengidentifikasi tanda, gejala dan diagnostik serta manajemen hipotermia
 Mengidentifikasi tanda, gejala dan diagnostik serta manajemen hipoglikemia
 Mengidentifikasi tanda, gejala dan diagnostik serta manajemen icterus Kremer II keatas
(hiperbilirubinemi)
 Mengidentifikasi tanda, gejala dan diagnostik serta manajemen infeksi neonatal
 Mengidentifikasi tanda, gejala dan diagnostik serta manajemen masalah pemberian minum

Langkah Promotif/Preventif
 Mencegah persalinan premature (Lihat Pedoman Praktis Pelayanan Kesehatan maternal dan
Neonatal Bab Persalinan Kurang Bulan)
 Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas
 Meningkatkan status nutrisi ibu
 Melarang merokok pada ibu hamil

DIAGNOSTIK
Anamnesis
 Umur Ibu
 Riwayat persalinan sebelumnya
 Jumlah paritas, jarak kelahiran sebelumnya
 Kenaikan berat badan ibu selama hamil
 Obat-obatan yang diminum selama hamil

Pemeriksaan fisik
 Berat lahir kurang 2500 gram
 Untuk BBLR kurang bulan :
Tanda prematuritas :
o Tulang rawan telinga belum terbentuk
o Masih terdapat lanugo (rambut halus pada kulit)
o Refleks-refleks masih lemah
o Alat kelamin luar: pada perempuan labium mayus belum menutup labium minus, pada
laki-laki belum terjadi penurunan testis dan kulit testis rata (rugae testis belum
terbentuk)
 Untuk BBLR kecil untuk Masa Kehamilan :
Tanda Janin Tumbuh Lambat :
o Tidak dijumpai tanda prematuritas seperti tersebut diatas
o Kulit keriput
o Kuku lebih panjang

Komplikasi BBLR
Table 5.1 dibawah ini dapat membantu memberi gambaran tentang komplikasi BBLR

Table 5.1 Penilaian klinik kemungkinan komplikasi pada BBLR


Pemeriksaan Kemungkinan
Anamnesis Pemeriksaan
penunjang diagnosis
Bayi terpapar dengan Menangis lemah Suhu tubuh kurang Hipotermi
suhu lingkungan yang Kurang aktif 36,5º C
rendah. Malas minum
Waktu timbulnya Kulit teraba dingin
kurang 2hari Kulit mengeras
kemerahan
Frekuensi jantung kurang
100 kali per menit
Nafas pelan dan dalam
Kejang timbul saat Kejang, tremor, letargi Kadar glucose Hipoglikemia
lahir sampai dengan atau tidak sadar darah kurang 45
hari ke 3 Riwayat Ibu mg/dL (2.6
Diabetes mmol/L)
Ikterik (warna kuning) Kulit, konjungtiva Ikterus/
timbul saat lahir sampai berwarna kuning pucat Hiperbilirubinemia
hari ke 3.
Berlangsung lebih dari
3 minggu.
Riwayat infeksi
maternal
Riwayat ibu pengguna
obat.
Riwayat ikterus pada
bayi yang lahir
sebelumnya
Ibu tidak dapat atau Bayi kelihatan bugar Kenaikan berat Masalah
tidak berhasil menyusui bayi kurang pemberian minum.
Malas atau tidak mau 20gram/hari selama
minum 3 hari
Waktu timbul sejak
lahir
Pemeriksaan Kemungkinan
Anamnesis Pemeriksaan
penunjang diagnosis
Timbul asfiksia pada Bayi latergi/kurang aktip Gambaran darah
saat lahir Gangguan napas tepi (bila tersedia
Bayi malas minum Kulit ikterus fasilitas)
Timbul pada saat lahirSklerema atau
sampai 28 hari. skleredema
Kejang
Bayi KMK atau lebih Lahir dengan asfiksia Pemeriksaan Sindroma
bulan Air ketuban bercampur Radiologi dada Aspirasi mekonium
Air ketuban bercampur mekonium (bila tersedia)
mekonium Tali pusat berwarna
Lahir denan riwayat kuning kehijauan
asfiksia

MANAJEMEN UMUM
Setiap menemukan BBLR, lakukan manajemen umum sebagai berikut :
 Stabilisasi suhu, jaga bayi tetap hangat
 Jaga patensi jalan napas
 Nilai segera kondisi bayi tentang tanda vital : pernapasan, denyut jantung, warna kulit dan
aktifitas
 Bila bayi mengalami gangguan napas, dikelola gangguan napas
 Bila bayi kejang, potong kejang dengan anti kolvusan
 Bila bayi dehidrasi, pasang jalur intravena, berikan cairan rehidrasi IV.
 Kelola sesuai dengan kondisi spesifik atau komplikasinya

Pemberian minum
 Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara
apapun:
o Periksa apakah bayi puas setelah menyusu;
o Catat jumlah urine setiap bayi kencing untuk menilai kecukupan minum (paling kurang
6 kali sehari);
o Periksa pada saat ibu meneteki, apabila satu payudara dihisap, ASI menetes dari
payudara yang lain
 Timbang bayi setiap hari, hitung penambahan/pengurangan berat, sesuaikan pemberian
cairan dan susu, serta catat hasilnya;
 Bayi dengan berat 1500-2500 gram tidak boleh kehilangan berat lebih 10% dari berat
lahirnya pada 4-5 hari pertama;
 Apabila kenaikan berat badan bayi tidak adekuat, tangani sebagai masalah kenaikan berat
badan tidak adekuat
 Apabila bayi telah menyusu ibu, perhatikan cara pemberian ASI dan kemampuan bayi
mengisap paling kurang sehari sekali
 Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3 hari
berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu

BERAT LAHIR 1750-2500 GRAM


Bayi sehat
 Biarkan bayi menyusu ke ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah merasa letih
dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (missal setiap 2 jam) bila perlu.
 Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas menyusui.
Apabila bayi kurang dapat mengisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternative cara pemberian minum.

Bayi sakit
 Bila berat badan 1750-2500 gram atau lebih dengan gangguan napas, kejang dan gangguan
minum segera lakukan rujukan
 Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum seperti
pada bayi sehat
 Apabila bayi memerlukan cairan IV :
o Hanya berikan cairan IV selama 24 jam pertama;
o Mulai berikan minum per oral pada hari ke 2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan
pemberi ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu;
o Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (misal gangguan napas,
kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung;
o Berikan cairan IV dan ASI menurut umur, lihat table;
o Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (missal 3 jam sekali). Apabila bayi telah mendapat
minum 160 ml/kg berat badan per hari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI
setiap kali minum;
o Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan
keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak

Table 5.2 jumlah cairan yang dibutuhkan bayi (ml/kg)


Berat Hari ke- 1 2 3 4 5+
> 1500 gram 60 80 100 120 150
< 1500 gram 80 100 120 140 150

Table 5.3 jumlah cairan IV dan ASI untuk bayi sakit berat 1750-2500 gram
Umur (hari)
Pemberian
1 2 3 4 5 6 7
Kecepatan cairan IV (ml/jam atau tetes 5 4 3 2 0 0 0
mikro/menit)
Jumlah ASI setiap 3 jam (ml/kali) 0 6 14 22 30 35 38
PEMANTAUAN
I. Kenaikan berat badan dan pemberian minum setelah umur 7 hari
 Bayi akan kehilangan berat selama 7-10 hari pertama. Bayi dengan berat lahir > 1500 g
dapat kehilangan berat sampai 10%. Berat lahir biasanya tercapai kembali dalam 14 hari
kecuali apabila terjadi komplikasi.
 Setelah berat lahir tercapai kembali, kenaikan berat badan selama tiga bulan seharusnya:
o 150-200 g seminggu untuk bayi < 1500 gram (misalnya 20-30 g/hari)
o 200-250 g seminggu untuk bayi 1500-2500 gram (misalnya 30-35 g/hari).
 Bila bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua kategori berat) dan telah
berusia lebih dari 7 hari:
o Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180
ml/kg/hari;
o Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan kenaikan berat badan bayi agar jumlah
pamberian ASI tetap 180 ml/kg/hari;
o Apabila kenaikan berat tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI sampai
200 ml/kg/hari;
o Apabila kenaikan berat tetap kurang dari batas yang telah disebutkan diatas dalam
waktu lebih seminggu padahal bayi sudah mendapat ASI 200 ml/kg BB per hari,
tangani sebagai kemungkinan kenaikan berat badan tidak adekuat

II. Tanda kecukupan pemberian ASI


o Kencing minimal 6 kali dalam 24 jam
o Bayi tidur lelap setelah pemberian ASI
o Peningkatan berat badan setelah 7 hari pertama sebanyak 20 gram setiap hari.
o Periksa pada saat ibu meneteki, apabila satu payudara dihisap, ASI menetes dari
payudara yang lain

Pemulangan penderita:
o Bayi suhu stabil
o Toleransi minum per oral baik, diutamakan pemberian ASI. Bila tidak bias diberikan ASI
dengan cara menetek dapat diberikan dengan alternatip cara pemberian minum yang lain.
o Ibu sanggup merawat BBLR di rumah

MANAJEMEN SPESIFIK/ MANAJEMEN LANJUT


Sesuai dengan table temuan klinis (table 5.1)
HIPOTERMI

BATASAN
Hipotermi adalah suhu tubuh kurang dari 36º C pada pengukuran suhu melalui ketiak.

PRINSIP DASAR
 Hipotermi sering terjadi pada neonates terutama pada BBLR karena pusat pengaturan suhu
tubuh bayi yang belum sempurna, permukaan tubuh bayi relative luas, kemampuan produksi
dan menyimpan panas terbatas
 Suhu tubuh rendah dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang dingin
(suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam keadaan basah
atau tidak berpakaian
 Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya karena dapat menyebabkan terjadinya perubahan
metabolism tubuh yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung, paru dan kematian.

Mekanisme kehilangan panas


1. Radiasi : dari bayi ke lingkungan terdekat
2. Konduksi : langsung dari bayi ke sesuatu yang kontak dengan bayi
3. Konveksi : kehilangan panas dari bayi ke udara sekitar
4. Evaporasi : penguapan air dari kulit bayi

 Pencegahan hipotermi dengan melakukan tindakan promotif atau preventif

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang hipotermi, penyebab
dan mampu melaksanakan penanganan atau manajemennya

TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu:
 Melakukan langkah-langkah promotif/preventif hipotermi
 Menjelaskan klasifikasi hipotermi
 Melaksanakan tata laksana hipotermi

Langkah promotif/preventif
 Jangan memandikan bayi sebelum berumur 12 jam
 Rawat bayi kecil di ruang yang hangat (tidak kurang 25º C dan bebas dari aliran angin).
 Jangan meletakkan bayi dekat dengan benda yang dingin (misal dinding dingin atau jendela)
walaupun bayi dalam incubator atau dibawah pemancar panas
 Jangan meletakkan bayi langsung di permukaan yang dingin (missal alasi tempat tidur atau
meja periksa dengan kain atau selimut hangat sebelum bayi diletakkan).
 Pada waktu dipindah ke tempat lain, jaga bayi tetap hangat dan gunakan pemancar panas
atau kontak kulit dengan perawat.
 Bayi harus tetap berpakaian atau diselimuti setiap saat, agar tetap hangat walau dalam
keadaan dilakukan tindakan. Missal bila dipasang jalur infus intravena atau selama resusitasi
dengan cara:
o Memakai pakaian dan mengenakan topi
o Bungkus bayi dengan pakaian yang kering dan lembut dan selimuti
o Buka bagian tubuh yang diperlukan untuk pemantauan atau tindakan
 Berikan tambahan kehangatan pada waktu dilakukan tindakan (mis. Menggunakan pemancar
panas)
 Ganti popok setiap kali basah
 Bila ada sesuatu yang basah di tempelkan di kulit (missal kain kasa yang basah), usahakan
agar bayi tetap hangat
 Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
 Ukur suhu tubuh sesuai jadwal pada table (lihat lampiran)

Table 5.4 pengukuran suhu tubuh


Keadaan bayi Frekuensi pengukuran
Bayi sakit Tiap jam
Bayi kecil Tiap 12 jam
Bayi keadaan membaik Sekali sehari

Table 5.5 suhu incubator yang direkomendasi menurut berat dan umur bayi
Suhu incubator (ºC) menurut umur
Berat bayi
35º C 34º C 33º C 32º C
< 1500 g 1-10 hari 11 hari – 3 3-5 minggu > 5 minggu
minggu
1500-2000 g 1-10 hari 11 hari-4 minggu > 4 minggu
2100-2500 g 1-2 hari  3 hari- 3 > 3 minggu
minggu
> 2500 g 1-2 hari > 2 hari
*Bila jenis incubator berdinding tunggal, naikkan suhu incubator 1º C setiap perbedaan suhu 7º C
antara suhu ruang dan incubator.

Table 5.6 Suhu kamar untuk bayi dengan pakaian


Berat badan Suhu ruangan
1500-2000 g 28-30º C
> 2000 g 26-28º C
Catatan: jangan digunakan untuk bayi < 1500 g

 Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti:
kontak ke kulit, Kangoro Mother Care, pemancar panas, incubator atau ruangan hangat yang
tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk. (lihat table cara
menghangatkan bayi)
Table 5.7 cara menghangatkan bayi
CARA PETUNJUK PENGGUNAAN
Kontak kulit  Untuk semua bayi
 Temepelkan kulit atau permukaan kulit bayi langsung pada
permukaan kulit ibu, misalnya dengan merangkul, menempelkan
pada payudara atau meneteki
 Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat, atau
menghangatkan bayi hipotermi (32-36,4º C) apabila cara lain tidak
mungkin dilakukan
Kangoro Mother  Untuk menstabilkan bayi dengan berat badan < 2500 g, terutama
Care (KMC) direkomendasikan untuk perawatan berkelanjutan bayi dengan
berat badan < 1800 g
 Tidak untuk bayi yang sakit berat (sepsis, gangguan napas berat).
 Tidak untuk Ibu yang menderita penyakit berat yang tidak dapat
merawat bayinya
 Pada ibu yang sedang sakit, dapat dilakukan oleh keluarga
(pengganti ibu)
Pemancar panas  Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1500 g atau lebih
 Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan tindakan, atau
menghangatkan kembali bayi hipotermi
Lampu  Bila tidak tersedia pemancar panas, dapat digunakan lampu pijar
penghangat maksimal 60 wat dengan jarak 60 cm
Incubator  Penghangatan berkelanjutan bayi dengan berat < 1500 g yang tidak
dapat dilakukan KMC
 Untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)
Boks penghangat  Bila tidak tersedia incubator, dapat digunakan boks penghangat
dengan menggunakan lampu pijar maksimal 60 watt sebagai
sumber panas
Ruangan hangat  Untuk merawat bayi dengan berat < 2500 g yang tidak
memerlukan tindakan diagnostic atau prosedur pengobatan,
 Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)

DIAGNOSTIK
Anamnesis
 Riwayat asfiksia pada waktu lahir
 Riwayat bayi segera dimandikan sesaat sesudah lahir
 Riwayat bayi yang tidak dikeringkan sudah lahir, dan tidak dijaga kehangatannya.
 Riwayat terpapar dengan lingkungan yang dingin
 Riwayat melakukan tindakan tanpa tambahan kehangatan pada bayi
Pemeirksaan fisik

Table 5.8 klasifikasi Hipotermi


Anamnesis Pemeriksaan Klasifikasi
 Bayi terpapar suhu  Suhu tubuh 32º C – 36,4º Hipotermia sedang
lingkungan yang rendah C
 Waktu timbulnya kurang  Gangguan napas
dari 2 hari  Denyut jantung kurang
dari 100 kali/menit
 Malas minum
 Latergi
 Bayi terpapar suhu  Suhu tubuh < 32º C Hipotermia berat
lingkungan yang rendah  Tanda lain hipotermia
 Waktu timbulnya kurang sedang
dari 2 hari  Kulit teraba keras
 Napas pelan dan dalam
 Tidak terpapar dengan  Suhu tubuh berflaktuasi Suhu tubuh tidak (lihat
dingin atau panas yang antara 36º C - 39º C Dugaan stabil)
berlebihan meskipun berada di suhu
lingkungan yang stabil
 Fluktuasi terjadi sesudah
periode suhu stabil

MANAJEMEN
HIPOTERMIA BERAT
 Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya, bila
mungkin. Gunakan incubator atau ruangan hangat, bila perlu.
 Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topi dan
selimuti dengan selimut hangat.
 Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.
 Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas lebih 60 atau kurang 30 kali/menit,
tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi), lihat bab tentang gangguan napas.
 Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan pipa infus tetap
terpasang dibawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan
 Periksa kadar glucose darah, bila kadar glucose darah kurang 45 mg/dL (2.6 mmol/L),
tangani hipoglikemia.
 Nilai tanda bahaya setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam sampai suhu
tubuh kembali dalam batas normal
 Ambil sampel darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan dalam penanganan
kemungkinan besar sepsis.
 Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap:
- Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternative cara pemberian minum;
- Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI peras
begitu suhu bayi mencapai 35º C.
 Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5º C/jam, berarti upaya
menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.
 Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap jam
 Setelah suhu tubuh bayi normal:
o Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi;
o Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam
 Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap dalam batas
normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
perawatan di Rumah Sakit, bayi dapat dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara menjaga
agar bayi tetap hangat selama dirumah

HIPOTERMIA SEDANG
 Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat, memakai topi dan
selimuti dengan selimut hangat
 Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak kulit
dengan kulit (perawatan bayi lekat)
 Bila ibu tidak ada”
o Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas. Gunakan incubator
dan ruangan hangat, bila perlu;
o Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan menggunakan
salah satu alternative cara pemberian minum dan sesuaikan pengatur suhu
o Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah
 Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras
menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum
 Mintalah ibu untuk mengamati tanda bahaya (masal gangguan napas, kejang) dan segera
mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut
 Periksa kadar glucose darah, bila < 45 mg/dL (2.6 mmol/L), tangani hipoglikemia
 Nilai tanda bahaya, periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0.5º C/jam,
berarti usaha menghangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu setiap 2 jam
 Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0.5º C/jam, cari tanda sepsis.
 Setelah suhu tubuh normal:
o Lakukan perawatan lanjutan
o Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam. Bila suhu tetap dalam
batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada masalah lain yang
memerlukan perawatan, bayi dapat dipulangkan. Nasihati ibu cara menghangatkan bayi
di rumah.
HIPOGLIKEMIA

BATASAN
Hipoglikemia adalah keadaan hasil pengukuran kadar glucose darah kurang dari 45 mg/dL (2.6
mmol/L)

PRINSIP DASAR
 Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glucose rendah
 Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang
yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian
 Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan dibetes mellitus
 Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses
persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir
 Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang hipoglikemi, penyebab
dan mampu melaksanakan penanganannya atau manajemennya

TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu:
 Melakukan langkah-langkah promotif/preventif hipoglikemi
 Menjelaskan tanda, gejala, diagnosis hipoglikemi
 Melaksanakan penanganan hipoglikemi dengan jalan memasang jalur infus intravena dan
atau memasang pipa nasogastric

Langkah Promotif/Preventif
 Penganan/ pengendalian kadar glucose ibu diabetes Melitus (lihat pengelolaan ibu DM di
Buku Panduan Praktis Pelayanan Maternal dan Neonatal)
 Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR
 Penanganan keadaan yang dapat meningkatkan penggunaan glucose bayi (missal pada
asfiksia, hipotermi, hipeterm, gangguan pernapasan)
 Pemenuhan kebutuhan nutrisi rumatan dengan minum ASI dini.

DIAGNOSTIK
Anamnesis
 Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipoterm, gangguan pernapasan
 Riwayat bayi premature
 Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
 Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
 Riwayat bayi dengan ibu diabetes miletus
 Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan

Pemeriksaan klinis
Hipoglikemi sering asimtomasis, pada keadaan ini terapi sudah harus dilakukan agar prognosis
menjadi lebih baik.
Gejala yang sering terlihat adalah:
 Tremor (“jitteriness”)
 Bayi lemah, apatis, letargik, keringat dingin
 Sianosis
 Kejang
 Apne atau napas lambatt, tidak teratur
 Tangis melengking atau lemah merintih
 Hipotoni
 Masalah minum
 Nistagmus gerakan involunter pada mata

MANAJEMEN
 Berikan glucose 10% 2 ml/kg secara IV bolus pelan dalam lima menit
 Jika jalur IV tidak dapat dipasang dengan cepat, berikan larutan glucose melalui pipa
lambung dengan dosis yang sama
 Infus glucose 10% sesuai kebutuhan rumatan, kemudian lakukan rujukan
 Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum
IKTERUS/HIPERBILIRUBINEMIA

BATASAN
 Icterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjingtiva dan mukosa yang terjadi karena
meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Klinis icterus tampak bila kadar bilirubin dalam
serum adalah ≥ 5 mg/dl (85 mmol/L). disebut Hiperbilirubin adalah keadaan kadar bilirubin
serum > 13 mg/dL

PRINSIP DASAR
 Bayi sering mengalami icterus pada minggu pertama kehidupan, terutama bayi kurang bulan.
 Dapat terjadi secara normal atau fisiologis dan patologis.
 Kemungkinan icterus sebagai gejala awal penyakit utama yang berat pada neonates.
 Peningkatan bilirubin dalam darah disebabkan oleh pembentukan yang ebrlebihan dan atau
pengeluaran yang kurang sempurna
 Icterus perlu ditangani secara seksama, karena bilirubin akan masuk ke dalam sel syaraf dan
merusak sehingga otak terganggu dan mengakibatkan kecacatan sepanjang hidup atau
kematian (ensepalopati biliaris).

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang icterus, penyebab dan
mampu melaksanakan penangannya atau manajemennya

TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu:
 Melakukan langkah-langkah promotif/preventif icterus
 Menjelaskan tanda, gejala, diagnosis icterus
 Malaksanakan penananan icterus

Langkah Promotif/Preventif
 Menghindari penggunaan obat pada ibu hamil yang dapat mengakibatkan icterus (sulfa, anti
malaria, nitro furantoin, aspirin)
 Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR
 Penanganan infeksi maternal, ketuban pecah dini (Lihat Bab Infeksi Maternal)
 Penanganan asfiksia, trauma persalinan
 Pemenuhan kebutuhan nutrisi rumatan dengan minum ASI dini dan eksklusif

DIAGNOSTIK
Anamnesis
 Riwayat icterus pada anak sebelumnya
 Riwayat penyakit anemi dengan pembesaran hati, limpa atau pengangkatan limpa dalam
keluarga.
 Riwayat penggunaan obat selama ibu hamil
 Riwayat infeksi maternal, ketuban pecah dini
 Riwayat trauma persalinan, asfiksia
 Riwayat infeksi maternal, ketuban pecah dini

Pemeriksaan
 Pemeriksaan klinis icterus dapat dilakukan pada bayi baru lahir asal dengan menggunakan
pencahayaan yang memadai. Icterus akan terlihat lebih berat bila dilihat dengan sinar lampu
dan bias tidak terlihat dengan penerangan yang kurang. Tekan kulit dengan ringan memakai
jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan suubkutan:
- Hari 1 tekan pada ujung hidung atau dahi;
- Hari 2 tekan pada lengan atau tungkai;
- Hari 3 dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki.
 Icterus muncul pertama di daerah wajah, menjalar ke arah kaudal tubuh, dan ekstrimitas.
Pemeriksaan penunjang kadar bilirubin serum total saat tanda klinis icterus pertama
ditemukan sangat berguna untuk data dasar mengamati penjalaran icterus ke arah kaudal
tubuh.
 Tentukan tingkat keparahan icterus secara kasar dengan melihat pewarnaan kuning pada
tubuh metode Kremer. Pemeriksaan kadar bilirubin

Table 5.9 Pembagian icterus menurut metode kremer


Derajat Daerah Ikterus Perkiraan
Ikterus kadar bilirubin
I Daerah kepala dan leher 5.0 mg%
II Sampai badan atas 9.0 mg%
II Sampai badan bawah hingga tungkai 11.4 mg%
IV Sampai daerah lengan, kaki bawah, lutut. 12.4 mg%
V Sampai daerah telapak tangan dan kaki 16.0 mg%

Table 5.10 Perkiraan Klinis derajat icterus


Usia Icterus terlihat pada Klasifikasi
Hari 1 Setiap icterus yang terlihat
Hari 2 Lengan dan tungkai Icterus berat
Hari 3 dan seterusnya Tangan dan kaki

Bila icterus terlihat di bagian mana saja dari tubuh bayi pada hari I, menunjukkan kondisi bayi
sangat serius. Lakukan terapi sinar sesegara mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan
menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum.
Bila icterus terlihat pada lengan dan tungkai sampai ke tangan dan kaki pada hari 2,
menunjukkan kondisi bayi sangat serius. Lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan
menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum.
 Pemeriksaan tanda klinis lain seperti gangguan minum, keadaan umum, apnea, suhu yang
labil, sangat membantu menegakkan diagnosis penyakit utama disamping keadaan
hiperbilirubinemianya.
 Tindak lanjut pada neonates yang menderita hiperbilirubinemia harus dilakukan setelah bayi
dipulangkan terutama pada 7 hari pertama pasca kelahiran.
 Bila icterus menetap sampai minggu ke 2 pasca kelahiran, dianjurkan untuk pemeriksaan
kadar bilirubin serum total dan direk, serta kadar bilirubin dalam urin.

Pemeriksaan penunjang
Untuk Puskesmas fasilitas penunjang biasanya jarang tersedia, sehingga pemeriksaan atau
penajaman klinis sangat diutamakan
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
 Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran.
 Bila ibu memiliki golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada
setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan.
 Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan icterus pada 24 jam pertama
kelahiran.

Table 5.11 diagnosis banding icterus


Pemeriksaan
penunjang atau Kemungkinan
Anamnesis Pemeriksaan
diagnosis lain yang diagnosis
sudah diketahui
 Timbul saat lahir Sangat icterus Hb < 13 g/dl, Ht < Icterus hemolitik
sampai dengan hari Sangat pucat 39% akibat
ke 2 Bilirubin > 8 mg/dl inkopatibilitas
 Riwayat icterus pada hari ke I atau
pada bayi Kadar Bilirubin > 13
sebelumnya mg/dl pada hari ke 2
 Riwayat penyakit ikterus/ kadar
keluarga : icterus, bilirubin cepat
anemi, pembesaran Bila ada fasilitas:
hati, pengangkatan Coombs tes positif
limpa.defisiensi G6 Defisiensi G6PD
PD Inkopatibilitas gol.
Darah ABO atau Rh
 Timbul saat lahir Sangat icterus Lekositosis, Icterus disuga
sampai dengan hari Tanda tersangka leukopeni, karena infeksi
ke 2 atau lebih infeksi/sepsis (malas trombositopenia berat/sepsis (tangani
 Riwayat infeksi minum, kurang aktif, dugaan infeksi berat
maternal tangis lemah, suhu dan foto terapi bila
tubuh abnormal) diperlukan)
 Timbul pada hari 1 Icterus Icterus akibat obat
 Riwayat ibu hamil
pengguna obat
 Icterus hebat Sangat icterus Bila ada fasilitas: Ensafalopati
timbul pada hari ke Kejang Hasil tes Coombs bilirubin
2 Postur abnormal, positif (Kernikterus) (obati
 Ensefalopati timbul letargi kejang dan tangani
pada hari ke 3-7 Ensefalopati bilirubin)
 Icterus hebat yang
tidak atau
terlambat diobati
 Icterus menetap Icterus berlangsung > Factor pendukung: Icterus pada bayi
setelah usia 2 2 minggu pada bayi Urin gelap, feses prematur
minggu cukup bulan dan > 3 pucat.
minggu pada bayi Peningkatan bilirubin
kurang bulan direk

MANAJEMEN
 Icterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat rawat jalan dengan
nasehat untuk kembali jikan icterus berlangsung lebih dari 2 minggu.
 Jika bayi dapat menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan ASI eksklusif lebih
sering minimal setiap 2 jam.
 Jika bayi tidak dapat menyusui, ASI dapat diberikan melalui pipa nasogastric atau dengan
gelas dan sendok.
 Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar matahari pagi selama 30 menit selama 3-
4 hari. Jaga agar bayi tetap hangat.
 Kelola factor resiko (asfiksia dan infeksi) karena dapat menimbulkan ensefalopati biliaris.
 Setiap icterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis dan
membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut; minimal kadar bilirubin serum total,
pemeriksaan kearah adanya penyakit hemolysis.
 Pada bayi dengan icterus Kremer III atau lebih perlu dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap
setelah keadaan bayi stabil

Table 5.12 panduan terapi sinar berdasarkan kadar bilirubin serum (jika fasilitas tersedia)
Saat timbul icterus Bayi cukup bulan sehat kadar Bayi dengan factor risiko (kadar
bilirubin, ng/dl; (umol/l) bilirubin, mg/dl;umol/l)
Hari ke 1 Setiap terlihat icterus Setiap terlihat icterus
Hari ke 2 15 (260) 13 (220)
Hari ke 3 18 (310) 16 (270)
Hari ke 4 dst 20 (340) 17 (290)

Factor risiko : BBLR, penyakit hemolysis karena inkopatibilitas golongan darah, asfiksia atau
asidosis, hipoksia, trauma serebral, atau infeksi sistemik.

Pemulangan dan pemantauan lanjutan.


 Nasehati ibunya mengenai pemberian minum dan membawa kembali jika menjadi semakin
kuning
MASALAH PEMBERIAN MINUM

PRINSIP DASAR
 Masalah minum sering terjadi pada bayi baru lahir, bayi berat lahir rendah, atau pada bayi
sakit berat.
 Masalah pemberian minum perlu mendapat perhatian khusus selain untuk mengurangi risiko
terjadinya penyakit juga untuk memenuhi tumbuh kembang bayi.

MASALAH PALING SERING TERJADI


 Bayi yang semula minum baik menjadi malas minum
 Bayi malas minum sejak lahir
 Berat bayi tidak naik
 Ibu cemas tentang cara pemberian minum, terutama pada bayi kecil, atau bayi kembar

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan masalah pemberian minum,
penyebab dan mampu melaksanakan penanganan atau manajemen masalah pemberian minum.

TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu:
 Menjelaskan beberapa masalah pemberian minum
 Menjelaskan penyebab, tanda, masalah pemberian minum
 Menjelaskan rencana penanganan masalah pemberian
 Melakukan praktek cara pemberian minum ASI yang tepat pada BBLR, bayi kembar.
 Mampu melakukan pemasangan pipa lambung dengan baik

Langkah Promotif dan Preventif


 Perawatn antenatal yang meliputi perawatan payudara
 Menvegah kelahiran BBLR
 Penanganan infeksi maternal
 Perawatan pasca natal yang baik dan berkualitas

DIAGNOSTIK
Anamnesis
 Riwayat cara pemberian minum bayi
 Riwayat terjadinya masalah pemberian minum
 Riwayat penimbangan bayi
 Riwayat infeksi maternal, ketuban pecah dini

Pemeriksaan fisik
Pada table 5.13 di bawah ini dapat dilihat dan dipikirkan Diagnosis Banding Bayi dengan
Masalah Minum

Table 5.13 Diagnosis Banding Masalah minum


Anamnesis Pemeriksaan Kemungkinan diagnosis
Malas atau tidak mau minum Bayi tampak sakit Curiga Infeksi
Sebelumnya minum dengan Tanda infeksi : (sepsis)
baik Kesulitan bernapas, suhu
Timbul 6 jam atau lebih tubuh tidak stabil, iritabel,
setelah lahir kejang, tidak sadar, muntah
Riwayat infeksi maternal,
Ketuban pecah dini
Malas atau tidak mau minum, Bayi berat lahir < 2500 gram Bayi kecil
sebelumnya minum baik atau kehamilan kurang dari 37
Timbul sejak lahir minggu
Ibu tidak dapat menyusui atau Bayi kelihatan sehat Cara pemberian minum
tidak berhasil menyusui salah
Ibu cemas dan khawatir tidak Kecemasan pada ibu
dapat menyusui
Waktu timbul 1 hari atau lebih
Bayi regurgitasi, beberapa kali Celah antara palatum dan Celah langit-langit
tersedak dan batuk setelah mulut atau keluar minum
minum lewat hidung
Timbul pada hari ke 1 atau
lebih
Bayi regurgitasi sejak pertama Pipa lambung dapat masuk Iritasi lambung
minum Bayi kelihatan sehat
Waktu timbul 1 hari
Air ketuban bercampur
mekonium
Bayi batuk, tersedak dan Pipa lambung tidak dapat Kelainan Bedah
regurgitasi sejak pertama kali masuk.
minum Keluar air liur atau cairan dari
Minum dimuntahkan mulut, walaupun tidak diberi
Waktu timbul sjak lahir minum

MANAJEMEN UMUM
 Bila bayi bisa minum tanpa batuk, tersedak atau muntah sejak pertama kali minum sesudah
lahir, lanjutkan dengan kemungkinan diagnosis lain.
 Bila bayi mengalami batuk, tersedak atau muntah sejak pertama kali minum sesudah lahir,
lanjutkan dengan kemungkinan diagnosis lain.
o Bila tidak berhasil maka kemungkinan adanya kelainan bedah, pasang jalur infus dengan
cairan rumatan dan pemberian minum ditunda. Rujuk penderita setelah keadaan stabil
o Bila pipa lambung berhasil masuk, pastikan pipa masuk ke lambung, lakukan aspirasi
cairan lambung dan biarkan mengalir sendiri. Kemudian lanjutkan dengan kemungkinan
diagnosis lain

MANAJEMEN KHUSUS
Pada ibu tidak dapat menyusui atau tidak berhasil menyusui, lakukan manajemen sebagi berikut:
Kecemasan pada ibu
 Memberikan pengertian dan cara pemberian ASI yang tepat.
 Perhatikan dan catat berat bayi setiap hari
 Menjelaskan dan bekerjasama dengan ibu mengenai teknik menyusui selama tiga hari
- Yakinkan ibu bila cara ibu benar
- Bila cara belum benar, nasehati ibu cara yang sesuai
- Bila berat bayi meningkat minimal 60 gram dalam 3 hari yakinkan ibu bahwa ASI nya
cukup
- Bila peningkatan berat bayi tidak mencapai minimal 60 gram dalam 3 hari, kelola
sebagai persangkaan berat tidak naik dengan adekuat

Persangkaan berat bayi tidak naik dengan adekuat


 Kenaikan berat bayi tidak adekuat jika ditemukan kenaikan berat bayi kurang 60 gram
selama 3 hari berturut-turut.
 Periksa penyebab berat tidak naik sebelumnya
o Apakah telah diberi minum sesuai rencana, yakinkan bayi telah mendapat minum dan
cairan secukupnya
o Apakah suhu lingkungan bayi optimal
o Cari tanda sepsis dan lakukan pengobatan
o Pengobatan infeksi pada mulut jika ditemukan
 Bila tidak ditemukan penyebab pasti, lakukan tindakan meningkat jumlah ASI yang diterima
oleh bayi dengan cara:
o Menaikkan frekuensi minum, menambah lamanya waktu menyusui
o Berganti payudara setiap mulai menyusui dan pastikan bayi dapat mengosongkan satu
payudara sebelum pindah ke payudara yang lain
o Ibu cukup minum, gizi dan tidak kelelahan.
 Bila kenaikan masih kurang dari 20 gram setiap hari
o Hendaknya sesudah menyusui, ibu memeras ASI nya dan berikan pada bayi dengan cara
alternative sebagai tambahan setelah bayi menyusui
o Bila tidak dapat memeras ASi, beri bayi 10 ml pengganti ASI (PASI) dengan
menggunakan gelas atau sendok.
o PASI tidak harus diberikan, kecuali jika yakin:
Tersedia selam, mudah diperoleh, dapat digunakan secara aman, serta dapat dipersiapkan
secara steril sesuai petunjuk.
 Pemberian ASI dilanjutkan hingga kenaikan berat bayi minimal 20 gram per hari selama 3
hari berturut-turut, kemudian turunkan PASI sampai 5 ml setiap kali minum selama 2 hari.
o Bila kenaikan berat badan cukup (> 20 g/hari) selama 2 hari berikutnya, hentikan PASI
seluruhnya.
o Bila berat badan turun di bawah 20 g/hari, mulai tambahkan kembali PASI sebanyak 10
ml setiap kali minum, dan ulangi kembali proses diatas.
o Setelah PASI dihentikan, monitor kenaikan berat badan bayi selama 3 hari berikutnya.
Jika kenaikan berat badan berlangsung dengan kecepatan yang sama atau lebih baik, bayi
dipulangkan ke rumah.

Memberi Minum Bayi Kecil


 Terangkan bahwa ASI nya adalah minuman yang paling baik.
 Beri penjelaskan bahwa bayi kecil mungkin tidak dapat minum denan baik pada hari-hari
pertama dan hal ini normal karena:
o Mudah capai dan menghisap masih lemah
o Menghisap dengan singkat kemudian berhenti
o Tertidur saat sedang minum
o Ada waktu jeda yang cukup panjang antara hisapan
o Ingin minum lebih sering disbanding bayi yang lebih besar.
 Yakinkan ibu bahwa menyusui dengan ASI akan lebih mudah bila bayi sudah lebih besar
 Hendaknya ibu mengikuti prinsip umum menyusui ASI:
o Yakin bahwa bayinya disusui minimal 8 kali 24 jam (siang dan malam) sampai berat
2500 gram. bila bayi tidak dapat bangun sendiri sewaktu mau minum, hendaknya ibu
membangunkannya untuk menyusu.
o Bila bayi melepaskan hisapannya dari satu payudara berikan payudara lainnya.
o Selalu memberi minum ASI sebelum memeras ASI. Bila perlu ibu meningkat aliran ASI
dengan sedikait memeras sedikit ASI nya sebelum menempelkan bayi ke payudaranya.
o Biarkan bayi menyusu untuk waktu yang lebih lama. Ibu harus membiarkan waktu jeda
yang cukup panjang antara hisapan atau hisapan yang pelan dan lama. Jangan
menghentikan bayi menyusu selama bayi masih berusaha atau inngin tetap menyusu.
Jangan memaksakan bila bayi belum menyusu.
o Anjurkan agar ibu hanya memberi ASI untuk 4-6 bulan pertama.
 Bila bayi tidak menghisap dengan baik untuk menerima sejumlah ASI yang cukup, anjurkan
ibu untuk memberikan ASI peras dengan menggunakan alternative cara pemberian minum
dengan cangkir, sendok atau pipa lambung.
 Bila suplai ASI cukup (dilihat bayi minum 6 kali atau lebih dalam 24 jam) tetapi berat bayi
tidak naik dengan adekuat (kurang dari 60 ggram selama 3 hari), ibu hendaknya memeras
ASi dalam dua cangkir yang berbeda. Hendaknya ibu memberikan pertama kali kepada
bayinya pertama kali ASi peras dalam cangkir bila bayi masih memerlukan.

Memberi Minum Bayi Kembar


 Yakinkan ASI nya cukup untuk kedua bayinya
 Bila bayinya kecil, terangkan kepada ibu bahwa akan memerlukan waktu cukup lama untuk
memulai menyusui ASI dengan mantab
 Hendaknya ibu mengikuti prinsip umum menyusui, sebagai tambahan ibu harus:
o Mulai menyusui salah satu bayinya pada saat payudara sudah siap untuk dua bayi
o Yakin bahwa bayi yang lebih lemah mendapat cukup ASI
o Beri ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternative pemberian minum,
sesudah selesai menyusu bila diperlukan
o Secara bergantian menggilir payudara setiap kali menyusui
BAB 6
ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR

BATASAN
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah lahir.

PRINSIP DASAR
 Asfiksia merupakan penyebab kematian neonatal yang paling tinggi. Menurut SKRT 2001,
27% kematian neonatal diakibatkan oleh Asfiksia dan angka kematian sekitar 41.94% di RS
pusat rujukan propinsi.
 Asfiksia perinatal dapat terjadi selama antepartum, intrapartum maupun postpartum
 Asfiksia selain dapat menyebabkan kematian dapat mengakibatkan kecacatan

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang Asfiksia bayi baru lahir,
penyebab dan mampu melaksanakan manajemen asfiksia

TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu:
 Melakukan langkah-langkah resusitasi dengan benar:
o Melakukan penilaian bayi baru lahir
o Melakukan langkah awal resusitasi
o Melakukan Ventilasi Tekanan positip dengan menggunakan balon dan sungkup
o Melakukan kompresi dada
o Memberikan obat-obatan yang diperlukan
o Memasang pipa endotracheal (bagi dokter)
o Mengetahui kapan harus menghentikan resusitasi
 Melaksanakan tata laksana pasca resusitasi
 Mengetahui dan mampu melakukan rujukan pada kasus asfiksia

LANGKAH PROMOTIF/PREVENTIF

Sebetulnya asfiksia pada BBL, dapat dicegah, maka sebaiknya dilakukan tindakan pencegahan
sebagai berikut:
 Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur berkualitas
 Meningkatkan status nutrisi ibu
 Manajemen persalinan yang baik dan benar (persalinan yang bersih dan aman)
 Melaksanakan pelayanan neonatal esensial terutama dengan melakukan resusitasi yang baik
dan benar yang sesuai standar.

Fisiologi pernapasan bayi baru lahir


Oksigen sangat penting untuk kehidupan sebelum dan sesudah persalinan. Selama di dalam
Rahim, janin mendapatkan oksigen dan nutrient dari ibu melalui mekanisme difusi melalui
plasenta yang berasal dari ibu diberikan kepada darah janin. Sebelum lahir, alveoli paru bayi
menguncup dan terisi oleh cairan. Paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan
untuk mengeluarkan CO2 (karbondioksida) sehingga paru tidak perlu diperfusi atau dialiri darah
dalam jumlah besar.
Setelah lahir, bayi tidak berhubungan dengan plasenta lagi sehingga dan akan segera bergantung
kepada paru sebagai sumber utama oksigen. Oleh karena itu, maka beberapa saat setelah lahir
paru harus segera terisi oksigen dan pembuluh darah paru harus berelaksasi untuk memberikan
perfusi pada alveoli dan menyerap oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh.

Reaksi bayi pada masa transisi normal


Biasanya BBL akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru. Hal ini
mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan interstitial di paru, sehingga oksigen
dapat dihantarkan ke arteri ulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini
terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap konstriksi dan pembuluh darah arteri sistemik tidak
mendapat oksigen sehingga tidak dapat memberikan perfusi ke organ tubuh yang penting seperti
otak, jantung, ginjal dan lain-lain. Bila keadaan ini berlangsung lama maka akan menyebabkan
kerusakan jaringan otak dan organ lain yang dapat menyebabkan kematian atau kecacatan.

Patofisiologi
Asfiksia adalah keadaan BBL tidak bernafas secara spontan dan teratur. Sering kali seorang bayi
yang mengalami gawat janin sebelum persalinan akan mengalami asfiksia sesudah persalinan.
Masalah ini mungkin berkaitan dengan kondisi ibu, masalah pada tali pusat dan plasenta atau
masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.

Perubahan yang terjadi pada saat asfiksia


Pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika BBL kekurangan oksigen. Pada
periode awal bayi akan mengalami napas cepat (rapid breathing) yang disebut dengan gasping
primer. Setelah periode awal ini akan diikuti dengan keadaan bayi tidak bernapas (apnu) yang
disebut apnu primer. Pada saat ini frekuensi jantung mulai menurun, namun tekanan darah masih
tetap bertahan.

Bila keadaan ini berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan pada BBL, maka bayi akan
melakukan usaha napas megap-megap yang disebut gasping sekunder dan kemudian masuk ke
dalam periode apnu sekunder. Pada saat ini frekuensi jantung semakin menurun dan tekanan
darah semakin menurun dan bisa menyebabkan kematian bila bayi tidak segera ditolong.
Sehingga setiap menjumpai kasus dengan apnu, harus dianggap sebagai apnu sekunder dan
segera dilakukan resusitasi.

Penyebab Asfiksia
Asfiksia pada BBl dapat disebabkan oleh karena factor ibu, factor bayi dan factor tali pusat atau
plasenta
Factor ibu:
Keadaan ibu yang dapat mengakibatkan aliran darah ibu melauli plasenta berkurang, sehingga
aliran oksigen ke janin berkurang akibatnya akan mengakibatkan Gawat Janin dan akan
berlanjut sebagai Asfiksia BBL, antara lain :
 Preeklampsia dan eklampsia
 Perdarahan antepartum abnormal ( plasenta previa atau solusio plasenta )
 Partus lama atau partus macet
 Demam sebelum dan selama persalinan
 Infeksi berat ( malaria, sifilid, TBC, HIV )
 Kehamilan lebih bulan (lebih 42 minggu kehamilan )
Faktor plasenta dan tali pusat
Keadaan plasenta atau tali pusat yang dapat mengakibatkan asfiksia BBL akibat penurunan aliran
darah dan oksigen melalui tali pusat bayi
 Infark Plasenta
 Hematon Plasenta
 Lilitan talipusat
 Talipusat pendek
 Simpul tali pusat
 Prolapses talipusat
Faktor bayi
Keadaan bayi yang dapat mengalami asfiksia walaupun kadang-kadang tanpa didahului tanda
gawat janin :
 Bayi kurang bulan atau premature ( kurang 37 minggu kehamilan )
 Air ketuban bercampur meconium
 Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernafasan bayi

DIAGNOSTIK
Anamnesis
 Gangguan atau kesulitan waktu lahir ( lilitan tali pusat, sungsang, ekstraksi vakum, ekstraksi
forsep, dll )
 Lahir tidak bernafas atau menangis
 Air ketuban bercampur meconium

Pemeriksaan fisis :
 Bayi tidak bernafas atau nafas megap-megap
 Denyut jantung <100X/menit
 Kulit sianosis, pucat
 Tonus otot menurun

Untuk diagnosis asfiksia tidak perlu menunggu nilai skor apgar

MANAJEMEN
1. Resusitasi ( tahapan resusitasi lihat bagan )
 Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan langkah awal yang terdiri dari
o Hangatkan bayi dibawah pemancar panas atau lampu
o Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
o Isap lender dari mulut kemudian hidung
o Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok punggung atau menyentil
ujung jari kaki dan mengganti kain yang basah dengan yang kering.
o Reposisi kepala bayi
o Nilai bayi : usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
 Bila bayi tidak bernapas lakukan ventilasi tekanan positif (VTP) dengan memakai balon
dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40-60 kali per menit
 Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
 Bila belum bernapas dan denyut jantung, 60 x/menit lanjutkan VTP dengan kompresi
dada secara terkoordinasi selama 30 detik
 Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
o Bila denyut jantung < 60 x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dengan kompresi
dada
o Bila denyut jantung > 60 x/menit kompresi dada dihentikan, VTP dilanjutkan
 Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi
 Selanjutnya luhat bagan 6.1

2. Terapi medikamentosa:
Epinefrin :
Indikasi:
 Denyut jantung bayi <60x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan
kompresi dada belum ada respons
 Asistolik
Dosis : 0.1-0.3 ml/kg BB dalam larutan 1:10.000 (0.01 mg-0.03 mg/kg BB)
Cara : IV atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

Cairan pengganti volume darah


Indikasi:
 Bayi baru lahir yang digunakan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon
dengan resusitasi.
 Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya
pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang
adekuat.
Jenis cairan :
 Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0.9%, Ringer Laktat)
 Transfuse darah gol.O negative jika diduga kehilangan darah banyak dan bila fasilitas
tersedia
Dosis: Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.

Bikarbonat:
Indikasi:
 Asidosis metabolic secara klinis (napas cepat dan dalam, sianosis)
Prasyarat: Bayi telah dilakukan ventilasi dengan efektif
Dosis 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/KgBB (4,2%) atau 1 ml /kgbb (7.4%)
Cara: diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara
intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping: pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak
fungsi miokardium dan otak.
TINDAKAN SETELAH RESUSITASI
Setelah melakukan resusitasi, maka harus dilakukan tindakan:
 Pemantauan Pasca Resusitasi
 Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan alat
 Membuat Catatan Tindakan Resusitasi
 Konseling pada keluarga

A. Pemantauan pasca resusitasi


 Sering sekali kejadian bahwa setelah dilakukan resusitasi dan berhasil, bayi dianggap sudah
baik dan tidak perlu dipantau (dimonitor), padahal bayi masih mempunyai potensi atau
resiko terjadinya hal yang fatal, missal karena kedinginan, hipoglikemia dan kejang. Untuk
itu, pasca resusitasi harus tetap dilakukan pengawasan sebagai berikut:
 Bayi harus dipantau secara khusus:
o Bukan dirawat secara Rawat gabung
o Pantau tanda vital: napas, jantung, kesadaran dan produksi urin
o Jaga bayi agar senantiasa hangat (lihat cara menghangatkan)
o Bila tersedia fasilitas, periksa kadar gula darah
o Perhatikan khusus diberikan pada waktu malam hari
 Berikan imunisasi Hepatitis B pada saat bayi masih dirawat dan Polio pada saat pulang.

Kapan harus merujuk:


 Rujukan yang paling ideal adalah rujukan antepartum untuk ibu risiko tinggi/komplikasi.
 Bila puskesmas tidak mempunyai fasilitas lengkap, maka
o Lakukan rujukan bila bayi tidak memberi respons terhadap tindakan resusitasi selama 2-3
menit
 Bila puskesmas mempunyai fasilitas lengkap dan kemampuan melakukan pemasangan ET
dan pemberian obat-obatan serta bayi tidak memberikan respons terhadap tindakan
resusitasi, maka segera lakukan rujukan
 Bila oleh karena satu dan lain hal bayi tidak sdapat dirujuk, maka dilakukan tindakan yang
paling optimal di Puskesmas dan berikan dukungan emosional kepada ibu dan keluarga
 Bila sampai dengan 10 menit bayi tidak dapat dirujuk, jelaskan kepada orangtua tentang
prognosis bayi yang kurang baik dan pertimbangan manfaat rujukan untuk bayi ini kurang
bila terlalu lama tidak segera dirujuk

Kapan menghentikan resusitasi.


Resusitasi dinilai tidak berhasil jika:
Bayi tidak bernapas spontan dan tidak terdengar denyut jantung setelah dilakukan resusitasi
secara efektif selama 15 menit.

B. Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan alat


1. Buanglah kateter penghisap, pipa ET dan ekstraktor lender sekali pakai (disposable) ke
dalam kantong plastic atau tempat yang tidak bocor
2. Untuk kateter, pipa ET dan ekstraktor lendir yang dipakai daur ulang:
 Rendam didalam larutan khlorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi
 Cuci dengan air dan deterjen
 Gunakan semprit untuk membilas kateter/pipa
3. Lepaskan katup dan sungkup periksa apakah ada yang robek atau retak
4. Cuci katup dan sungkup dengan air dan deterjen, periksa apakah ada kerusakan,
kemudian basuhlah
5. Pilih salah satu cara sterilisasi atau desinfeksi derajat tinggi:
 Sterilisasi dengan autoclave 120° C, selama 30 menit bila dibungkus, selama 20 menit,
bila tidak dibungkus
 Desinfeksi tingkat tinggi (DTT):
- Dengan direbus atau dikukus selama 20 menit dari titik didih air atau
- Direndam dalam larutan kimia (klorin 0.1% atau glutaraldehid 2% selama 20 menit
kemudian dibilas dengan air yang sudah DTT)
6. Cuci tangan dengan sabun dan air, keringkan dengan kain yang bersih dan kering atau
keringkan dengan udara
7. Setelah didisinfeksi dengan larutan kimia, basuh seluruh alat dengan air bersih dan
biarkan kering dengan udara
8. Pasang kembali balon
9. Periksa untuk meyakinkan bahwa balon tetap berfungsi:
 Tutup katup yang keluar dengan membuat lekatan dengan telapak tangan dan amati
balon akan mengembang lagi bila lekatan dilepas. Ulangi percobaan tersebut dengan
memakai sungkup yang sudah dipasang pada balon

C. Mencatat tindakan resusitasi


Catat hal-hal dibawah ini dengan rinci
 Kondisi bayi saat lahir
 Tindakan yang diperlukan untuk memulai pernapasan (Tahapan resusitasi yang telah
dilakukan)
 Waktu antara lahir dengan memulai pernapasan
 Pengamatan secara klinis selama dan sesudah tindakan resusitasi
 Hasil tindakan resusitasi
 Bila tindakan resusitasi gagal, apa kemungkinan penyebab kegagalan
 Nama-nama tenaga kesehatan yang menangani tindakan
D. Konseling pada keluarga:
 Bila resusitasi berhasil dan bayi dirawat secara rawat gabung, lakukan Konseling
Pemberian ASI dini dan eksklusif dan Asuhan Bayi Normal lainnya (Perawatan Neonatal
Esensial)
 Bila bayi memerlukan perawatan atau pemantauan khusus, konseling keluarga tentang
Pemberian ASI dini dan jelaskan tentang keadaan bayi
 Bila bayi sudah tidak memerlukan perawatan lagi di puskesmas, nasehati ibu dan keluarga
untuk kunjungan ulang untuk pemantauan tumbuh kembang bayi selanjutnya
 Bila resusitasi tidak berhasil atau bayi meninggal dunia, berikan dukungan emosional
kepada keluarga

PEMANTAUAN TUMBUH KEMBANG


Bila bayi mampu bertahan hidup setelah dilakukan resusitasi, perlu pemantauan setelah pulang
dari perawatan sebagai berikut:
Lakukan kunjungan neonatal minimal sebelum bayi berumur 7hari.
 Apakah pernah timbul kejang selama dirumah
 Apakah pernah timbul gangguan napas: sesak napas: retraksi, apneu
 Apakah bayi minum ASI dengan baik (dapat menghisap dan menetek dengan baik)
 Apakah dijumpai tanda atau gejala gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada
kunjungan berikutnya (Lihat Buku Panduan Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang)
Pemantauan teratur sangat diperlukan dan bila dapat dideteksi secara dini kelainan atau
komplikasi pasca resusitasi, maka harus segera dirujuk ke Rumah Sakit Rujukan
BAB 7
GANGGUAN NAPAS PADA BAYI BARU LAHIR

BATASAN
Gangguan napas pada bayi baru lahir (BBL) adalah keadaan bayi yang sebelumnya normal atau
bayi dengan asfiksia yang sudah dilakukan resusitasi dan berhasil, tetapi beberapa saat kemudian
mengalami gangguan napas, biasanya mengalami masalah sebagai berikut:
 Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau lebih tanda
tambahan gangguan napas
 Frekuensi napas bayi kurang 30 kali/menit
 Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir)
 Bayi apnea (napas berhenti lebih 20 detik)

PRINSIP DASAR
 Gangguan Napas merupakan salah satu Kegawatan Perinatal yang dapat memberi dampak
buruk bagi BBL yaitu kematian atau bila dapat bertahan hidup dengan gejala sisa atau sekuele
 Bila terjadi apnea, ini merupakan salah satu Tanda Bahaya atau “Danger Sign” yang harus
segera ditangani dimanapun BBL tersebut berada
 Gangguan napas dapat diakibatkan oleh banyak factor penyebab, namun penanganan awal
kegawatannya yang merupakan hal yang sangat penting

TUJUAN UMUM
Setelah mempelajari bab ini dan mengikuti pelatihan ini, diharapkan peserta mengetahui dan
mampu:
 Menjelaskan tentang Gangguan napas dan factor penyebab gangguan napas
 Melaksanakan manajemen gangguan napas ringan dan sedang pada bayi BBL, dengan cara:
o Menjaga patensi jalan napas
o Memberikan terapi Oksigen
o Melakukan resusitasi bila diperlukan

PENYEBAB GANGGUAN NAPAS


 Kelainan paru: Pnemonia
 Kelainan jantung: Penyakit Jantung Bawaan, Disfungsi miokardium
 Kelainan Susunan Syaraf Pusat akibat: Asfiksia, Perdarahan Otak
 Kelainan Metabolik: Hipoglikemia, Asidosis metabolic
 Kelainan bedah: pneumotoraks, Fistel trakheoesofageal, hernia, diafragmatika
 Kelainan lain: sindrom Aspirasi Mekonium, Transient tachypnea of the Newborn penyakit
Membra Hialin,
Bila menurut masa gestasi, penyebab gangguan napas adalah sebagai berikut:
Pada bayi kurang bulan :
o Penyakit Membran Hialin
o Pneumonia
o Asfiksia
o Kelainan atau Malformasi Kongenital
Pada bayi Cukup Bulan:
o Sindrom Aspirasi Mekonium
o Pneumonia
o Transient tachypnea of the Newborn
o Asidosis
o Kelainan atau malformasi Kongenital

DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas: anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang

Anamnesis
 Waktu timbulnya Gangguan Napas
 Usia Kehamilan
 Pengobatan steroid antenatal
 Factor predisposisi: KPD (Ketuban Pecah Dini), Demam pada ibu sebelum persalinan
 Riwayat asfiksia dan Persalinan dengan tindakan

Pemeriksaan Fisik
Gambaran Klinis gangguan napas
Gangguan napas merupakan sindrom klinis yang terdiri dari kumpulan gejala sebagai berikut:
 Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit atau frekuensi napas bayi kurang 30 kali/menit dan
mungkin menunjukkan satu atau lebih tanda tambahan gangguan napas sebagai berikut:
o Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir)
o Tarikan dinding dada
o Merintih
o Bayi apnea (napas berhenti lebih 20 detik)
Secara klinis gangguan napas dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu:
 Gangguan napas berat
 Gangguan napas sedang
 Gangguan napas ringan

Table 7.1 Klasifikasi gangguan napas


Frekuensi Gejala tambahan gangguan napas Klasifikasi
napas
> 60 DENGAN Sianosis sentral DAN tarikan dinding Gangguan napas berat
kali/menit dada atau merintih saat ekspirasi.
ATAU > 90 DENGAN Sianosis sentral ATAU tarikan dinding
kali/menit dada ATAU merintih saat ekspirasi.
ATAU < 30 DENGAN Gejala lain dari gangguan napas.
kali/menit atau
TANPA
60-90 DENGAN Tarikan dinding dada ATAU merintih Gangguan napas
kali/menit saat ekspirasi sedang
Tetapi
TANPA Sianosis sentral
ATAU > 90 TANPA Tarikan dinding dada atau merintih saat
kali/menit ekspirasi atau sianosis sentral
60-90 TANPA Tarikan dinding dada atau merintih saat Gangguan napas
kali/menit ekspirasi atau sianosis sentral ringan
60-90 DENGAN Sianosis sentral Kelainan jantung
kali/menit kongenital
Tetapi Tarikan dinding dada atau merintih
TANPA

Pemeriksaan penunjang
 Untuk puskesmas biasanya sangat jarang tersedia fasilitas pemeriksaan penunjang, maka
penajaman pengamatan atau pemeriksaan klinis sangat diutamakan
 Pemeriksaan laboratorium darah rutin dan preparat darah apus untuk mendiagnosis
kemungkinan adanya infeksi atau sepsis neonatal

MANAJEMEN UMUM
 Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi
tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infuse dekstrosa 5%
o Pantau selalu tanda vital
o Jaga patensi jalan napas
o Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
 Jika bayi mengalami apnea:
o Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
o Lakukan penilaian lanjut
 Bila terjadi kejang potong kejang
 Segera periksa kadar glukosa darah (bila fasilitas tersedia)
 Pemberian nutrisi adekuat

Setelah manajemen umum, segera dilakukan manajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan
penyebab dan jenis atau derajat Gangguan napas.
Sesuai dengan fasilitas yang ada, yang dapat dikelola di puskesmas adalah gangguan napas
Ringan dan gangguan Napas Sedang (sesuai kasus), sedangkan Gangguan napas Berat, dan
Kelainan jantung kongenital harus segera dirujuk ke Rumah Sakit Rujukan.
MANAJEMEN SPESIFIK atau MANAJEMEN LANJUT

GANGGUAN NAPAS RINGAN


Beberapa gejala-gejala lain disebut Transient Tachipnea of the Newborn (TTN), terutama terjadi
setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa
pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus, gangguan napas ringan merupakan tanda
awal dari infeksi sistemik.
 Amati pernapasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya
 Bila dalam pengamatan gangguan napas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya, terapi
untuk Kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan napas sedang dan segera dirujuk ke
Rumah Sakit Rujukan
 Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak, berikan ASI peras dengan menggunakan
salah satu cara alternative pemberian minum.
 Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan
pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.
Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi napas menetap antara 30-60 kali/menit,
tidak ada tanda-tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan, bayi dapat
dipulangkan

GANGGUAN NAPAS SEDANG


 Lanjutkan pemberian O2 2-3 liter/menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat diberikan
O2 4-5 liter/menit dengan sungkup
 Bayi jangan diberikan minum
 Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
Kemungkinan besar sepsis:
o Suhu aksiler < 34° C atau > 39° C;
o Air ketuban bercampur meconium;
o Riwayat infeksi intrauterine, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18jam)
 Bila suhu aksiler 34-36,5° C atau 37,5-39° C tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai
ulang setelah 2 jam:
o Bila suhu masih belum stabil atau gangguan napas belum ada perbaikan, berikan
antibiotika untuk terapi kemungkinan besar sepsis
o Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal, ulangi tahapan
tersebut diatas.
 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam.
 Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi
untuk Kemungkinan besar sepsis dan segera rujuk ke Rumah Sakit Rujukan
 Bila bayi menunjukkkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi napas menurun tidak kurang dari 30
kkali/menit, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang) disertai perbaikan
tanda klinis: Kurangi terapi O2 secara bertahap.
Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI
peras dengan memakai salah satu cara alternative pemberian minum.
 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan. Bila bayi kembali tampak
kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minum baik dan tak ada alasan bayi tettap
tinggal di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

GANGGUAN NAPAS BERAT


 Gangguan napas berat harus segera dirujuk ke RS rujukan
 Lakukan persiapan rujukan:
o Konseling orangtua dan minta persetujuannya
o Rujukan harus mempunyai nilai prognostic yang lebih baik
 Penanganan awal sama dengan Gangguan Sedang kemudian dirujuk
BAB 8
KEJANG PADA BAYI BARU LAHIR

BATASAN
 Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurologi baik fungsi motoric maupun fungsi
autonomic karena kelebihan pancaran listrik pada otak

PRINSIP DASAR
 Kejang merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya yang sering terjadi pada neonates,
karena kejang yang berkepanjangan dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup
berbahaya bagi ke langsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan gejala sisa dikemudian
hari. Termasuk dalam kelompok gejala ini adalah spasme dan tidak sadar atau gangguan
kesadaran. Keadaan ini dapat diakibatkan oleh asfiksia neonatorum, hipoglikemia atau
merupakan tanda meningitis atau masalah susunan saraf.
 Kejang merupakan satu tanda atau gejala yang dapat dijumpai pada satu atau lebih masalah
pada BBL
 Apapun penyebabnya, kejang sebagai salah satu Tanda Bahaya atau “Danger Sign” pada
neonates harus segera dikelola dengan baik
 Sebetulnya timbulnya kejang dapat diantisipasi dengan melakukan tindakan promotif atau
preventif
 Secara klinis kejang pada bayi diklasifikasikan klonik, tonik, mioklonik, “subtle”

TUJUAN UMUM
Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan memiliki kemampuan untuk:
 Menjelaskan beberapa penyebab kejang pada neonates
 Menjelaskan rencana terapi kejang pada Neonatus
 Melakukan praktek menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah
hipoksia otak yang berlanjut.
 Melakukan cara memotong kejang dengan baik
 Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta tunjangan nutrisi adekuat

MASALAH
Kejang pada bayi baru lahir apapun penyebabnya dapat menimbulkan cacat pada syaraf dan atau
kemunduran mental dikemudian hari.

Langkah promotif dan preventif


 Mencegah persalinan premature
 Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman
 Mencegah asfiksia neonatrum
 Melakukan resusitasi dengan benar
 Melakukan tindakan pencegahan infeksi
 Mengendalikan kadar glukosa darah ibu.
 Antisipasi setiap factor kondisi (factor predisposisi) dan masalah dalam proses persalinan
yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi dalm masa nifas.
 Berikan pengobatan yang rasional dan efektuf bagi ibu yang mengalami infeksi nifas.
 Lanjutan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang dikenali pada saat
kehamilan atau persalinan
 Jangan pulankan penderita apabila masa kritis belum terlampaui
 Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-gejala yangharus
diwaspasai dan harus mendapat pertolongan dengan segera
 Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu ynag mengalami
infeksi pada saat persalinan
 Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.

DIAGNOSTIK
Anamnesis :
 Riwayat persalinan: bayi lahir premature, lahir dengan tindakan, penolong persalinan, asfiksia
neonatrum
 Riwayat imunisasi tetanus ibu, penolong persalinan bukan tenaga kesehatan
 Riwayat perawatan tali pusat dengan obat tradisional
 Riwayat kejang, penurunan kesadaran, ada gerakan abnormal pada mata, mulut, lidah dan
ekstrimitas.
 Riwayat spasme atau kekakuan pada ekstremitas, otot mulut dan perut
 Kejang dipicu oleh kebisingan atau prosedur atau tindakan pengobatan
 Riwayat bayi malas minum sesudah dapat minum nomral
 Adanya factor resiko infeksi
 Riwayat ibu mendapat obat missal heroin, metadon, propoxypen, sekobarbital, alcohol.
 Riwayat perubahan warna kulit (kuning)
 Saat timbulnya dan lama terjadinya kejang

Pemeriksaan fisik
Kejang:
 Gerakan abnormal pada wajah, mata, mulut, lidah dan ekstremitas, gerakan seperti mengayuh
sepeda, mata berkedip, berputar, juling
 Tangisan melengking dengan nada tinggi, sukar berhenti
 Perubahan status kesadaran, apnea, icterus, ubun-ubun besar membonjol, suhu tubuh tidak
normal

Spasme:
 Bayi tetap sadar, menangis kesakitan
 Trismus, kekakuan otot mulut, rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir mencucu
 Opistotonus, kekakuan ekstremitas, perut, kontraksi otot tidak terkendali. Dipicu oleh
kebisingan, cahaya, atau prosedur diagnostic
 Infeksi tali pusat

DIAGNOSIS BANDING
Untuk membuat diagnosis banding dan mengetahui Manajemen Spesifik dapat dilihat table 8.1
dibawah ini

Table 8.1 diagnosis banding kejang, spasme dan tidak sadar


Temuan
Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Kemungkinan
penunjang/ diagnosis
diagnosis lain yang
sudah diketahui
 Timbul saat lahir  Kejang, tremor, letargi Kadar glukosa Hipoglikemia
sampai dengan atau tidak sadar darah kurang dari
hari ke 3  Bayi kecil (berat lahir < 45 mg/dl (2.6
 Riwayat ibu 2500 g atau umur mmol/L)
Diabetes kehamilan < 37
minggu)
 Bayi sangat besar (berat
lahir > 4000 g)
 Ibu tidak  Spasme Infeksi tali pusat Tetanus neonatrum
diimunisasi
tetanus toksoid
 Malas minum
sesudah minum
normal
sebelumnya
 Timbul pada hari
ke 3 sampai 14
 Lahir dirumah
dengan
lingkungan
kurang higienis
 Pengolesan bahan
tidak steril pada
tali pusat
 Timbul pada hari  Kejang atau tidak sadar Sepsis Curiga meningitis
ke 2 atau lebih  Ubun-ubun besar (tangani meningitis
membonjol dan obati kejang)
 letargi
Temuan
Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Kemungkinan
penunjang/diagnosis diagnosis
lain yang sudah
diketahui
 Riwayat resusitasi  Kejang atau tidak Asfiksia neonatorum
pada saat lahir atau sadar dan/atau Trauma
bayi tidak bernapas  Layuh atau letargi (obati kejang, dan
minimal satu menit  Gangguan napas tangani asfiksia
sesudah lahir  Suhu tidak normal neonatorum)
 Timbul pada hari  Mengantuk atau
ke 1 sampai ke 4 aktifitas menurun
 Persalinan dengan  Iritabel atau rewel
penyulit (missal
partus lama atau
gawat janin)
 Timbul pada hari  Kejang atau tidak Perdarahan
ke 1 sampai 7 sadar intraventrikular (nilai
 Kondisi bayi  Bayi kecil (berat dan tangani
mendadak lahir < 2500 g atau perdarahan dan juga
memburuk umur kehamilan < asfiksia neonatorum)
 Mendadak pucat 37 minggu)
 Belum mendapat  Gangguan napas
injeksi Vit. K 1 berat
 Icterus hebat  Kejang Hasil tes Coombs Ensefalopati bilirubin
timbul pada hari ke  Opistotonus positif (Kern-ikterus) (obati
2 kejang dan tangani
 Ensefalopati timbul Ensefalopati bilirubin)
pada hari ke 3-7
 Icterus hebat yang
tidak atau
terlambat diobati

MANAJEMEN UMUM
 Bebaskan jalan napas dan oksigenasi
 Medikamentosa untuk memotong kejang
 Memasang jalur infus intravena
 Pengobatan sesuai dengan penyebab

Medikamentosa
1. Fenobarbital 20 mg/kg berat badan intra vena dalam waktu 5 menit, jika kejang tidak berhenti
dapat diulang dengan dosis 10 mg/kg berat badan sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30
menit. Jika tidak tersedia jalur intravena, dan atau tidak tersedia sediaan obat intravena, maka
dapat diberikan intramuskuler
2. Bial kejang berlanjut diberikan fenitoin 20 mg/kg berat badan intravena dalam larutan garam
fisiologis dengan kecepatan 1mg/kg berat badan/menit
Pengobatan rumatan
1. Fenobarbital 3-5 mg/kg BB/hari, dosis tunggal atau terbagi tiap 12 jam secara intravena atau
per oral, sampai bebas kejang 7 hari
2. Fenitoin 4-8 mg/kg/hari intravena atau per oral, dosis terbagi dua atau tiga.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mencari penyebab kejang
 Laboratorium Darah Rutin dan pengecatan Gram, kadar Glukosa darah dengan dekstrostik.

Pada kecurigaan infeksi (meningitis)


Pemeriksaan darah ditemukan adanya lekositosis (>h 25.000/mm3) atau leukopenia
(<5000/mm3)dan trombositopenia (<150.000/mm3)

Gangguan metabolic
Hipoglikemi (glukosa darah < 45 mg/gl)

Diduga/ada riwayat jelas pada kepala


Pemeriksaan berkala hemoglobin dan hematocrit untuk memantau perdarahan intraventrikuler
serta didapat perdarahan pada cairan serebrospinal.
Pemeriksaan kadar bilirubin total/direk dan indirek meningkat, pemeriksaan kadar bilirubin
bebas (bila tersedia)

MANAJEMEN SPESIFIK atau MANAJEMEN LANJUT


1. Meningitis
Antibiotic awal diberikan Ampisislin dan Gentamisin, bila organisme tidak dapat ditemukan
dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti Ampisilin dan beri
Sefotaksim disamping tetap beri Gentamisin. Antibiotika diberikan sampai 14 hari setelah ada
perbaikan (table 8.2)
Table 8.2 dosis antibiotic
Ampisislin IV 100 mg/kg setiap 12 jam 100 mg/kg setiap 8 jam
Sefotaksim IV 50 mg/kg setiap 12 jam 50 mg/kg setiap 6 jam
Gentamisin IV, IM < 2 kg
4 mg/kg sekali sehari 3.5 mg/kg sekali sehari
≥ 2 kg
5 mg/kg sekali sehari 3.5 mg/kg sekali sehari

2. Gangguan metabolic
Diagnosis kejang yang disebabkan oleh karena gangguan metabolism sangat sulit ditegakkan
karena terbatasnya fasilitas dan kemampuan pemeriksaan penunjang di Puskesmas, karena
tidak ada gejala klinis yang khas untuk beberapa kejang metabolik, missal hiponatremia dan
hipomagnesimia. Untuk itu manajemen umum diperlukan untuk kejang metabolic ini, dan
segera dirujuk
Bila tersedia fasilitas pemeriksaan kadar glukosa darah, lakukan manajemen hipoglikemia
(Lihat manajemen Hipoglikemia)
Dugaan diagnosis kejang disebabkan oleh hipokalsemia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
klinis berupa karpopedal spasme dan riwayat hipoksia atau asfiksia.
Untuk kasus ini diberi:
 Kalsium glukonas 10%, 1-2 ml/kg berat badan dengan aquadest sama banyak secara
intravena dalam 5 menit. Dapat diulang setelah 10 menit jika tidak ada respon klinis.
3. Kern icterus: (lihat hiper bilirubinemia)
4. Hipoksia: optimalisasi ventilasi dan terapi oksigen
5. Spasme/ tetanus
 Beri Diazepam 10 mg/kg/hari dengan drip selama 24 jam atau bolus IV tiap 3jam,
maksimum 40 mg/kg/hari
Bila frekuensi napas kurang 30 kali per menit, hentikan pemberian obat meskipun bayi
masih mengalami spasme.
 Bila tali pusat merah dan membengkak, mengeluarkan pus atau berbau busuk, obati untuk
infeksi tali pusat.
 Beri bayi:
o Human Tetanus immunoglobin 500 U IM, bila tersedia, atau beri padanannya, antitoksin
tetanus 5.000 IU IM, toksoid tetanus IM pada tempat yang berbeda dengan tempat
pemberian antioksin
o Benzyl Penicilin G 100.000 IU/kg BB IV atau IM dua kali sehari selama tujuh hari
 Anjurkan ibunya untuk mendapat toksoid tetanus 0.5 ml (untuk melindunginya dan bayi
yang dikandung berikutnya) dan kembali bulan depan untuk pemberian dosis kedua
 Pada kasus perdarah subdural, trauma SSP dan hidrosefalus diperlukan tindakan bedah,
dapat dirujuk.

Terapi Suportif
 Menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia otak yang
berlanjut.
 Pasang jalur IV dengan dosis rumat serta tunjangan nutrisi adekuat
 Mengurangi rangsang suara, cahay maupun tindakan invasive untuk menghindari bangkitan
kejang pada penderita tetanus, pasang pipa nasogastric dan beri ASI peras diantara spasme.
Mulai dengan jumlah setengah kebutuhan per hari dan pelan-pelan dinaikkan jumlah ASI
yang diberikan sehingga tercapai junlah yang diperlukan

Rujukan
Bila bayi sudah dilakukan manajemen umum dan sudah dilakukan manajemen spesifik tetapi
bayi masih, segera dirujuk
BAB 9
INFEKSI NEONATAL

BATASAN
Infeksi Neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama satu
bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat menyebabkan sepsis pada
neonates.

PRINSIP DASAR
 Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak spesifik, sehingga skrining sepsis dan
pengelolaan terhadap factor risiko perlu dilakukan.
 Mekanisme daya tahan tubuh neonates masih imatur sehingga memudahkan invasi
mikroorganisme, sehingga infeksi mudah menjadi berat dan dapat menimbulkan kematian
dalam waktu beberapa jam atau beberapa hari bila tidak mendapat pengobatan yang tepat.
 Infeksi pada bayi baru lahir dapat terjadi in utero (antenatal), pada waktu persalinan
(intranatal), atau setelah lahir dan selam periode neonatal (pasca natal)
 Penyebaran transplasenta merupakan jalan tersering masuknya mikroorganisme ke dalam
tubuh janin. Infeksi yang didapat saat persalinan terjadi akibat aspirasi cairan amnion yang
terinfeksi atau dari cairan vagina, tinja, urin ibu. Semua infeksi yang terjadi setelah lahir
disebabkan oleh pengaruh lingkungan.
 Factor risiko terjadinya sepsis neonatorum:
o Ibu demam sebelum dan selama persalinan
o Ketuban Pecah Dini
o Persalinan dengan tindakan
o Timbul asfiksia pada saat lahir
o BBLR
 Terapi awal pada neonates yang mengalami infeksi harus segera dilakukan tanpa menunggu
hasil kultur

MASALH PALING SERING TERJADI


 Angka kematian sepsis neonatorum cukup tinggi (13-50%)
 Masalah yang sering timbul sebagai komplikasi sepsis neonatorum: Meningitis, kejang,
hipotermia, hiperbilirubinemia, gangguan nafas dan gangguan minum

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu:
 Menjelaskan tentang factor risiko, penyebab dan komplikasi infeksi neonatal
 Melakukan manajemen infeksi neonatal sesuai dengan fasilitas yang tersedia

TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu:
 Mengidentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajemen infeksi neonatal
 Mengidentifikasi tanda, gejala, diagnosis serta manajemen komplikasi infeksi neonatal
 Mengetahui dan melaksanakan langkah promotif dan preventif untuk infeksi neonatal

Langkah promotif/preventif
 Mencegah dan mengobati ibu dengan kecurigaan infeksi berat atau infeksi intrauterine
 Mencegah dan pengobatan ibu dengan ketuban pecah dini
 Perawatan antenatal yang baik dan berkualitas
 Mencegah persalinan premature
 Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman
 Mencegah asfiksia neonatorum
 Melakukan resusitasi dengan benar
 Melakukan tindakan pencegahan Infeksi
 Melakukan identifikasi awal terhadap factor risiko sepsis dan pengelolaan yang efektif

DIAGNOSTIK
Anamnesis
 Riwayat ibu mengalami infeksi intra uterin, demam dengan kecurigaan infeksi berat atau
ketuban pecah dini.
 Riwayat persalinan tindakan, penolong persalinan, lingkungan persalinan yang kurang
higienis
 Riwayat lahir asfiksia berat, bayi kurang bulan, berat lahir rendah.
 Riwayat air ketuban keruh, purulent atau bercampur meconium
 Riwayat bayi malas minum, penyakitnya cepat memberat
 Riwayat keadaan bayi lunglai, mengantuk atau aktifitas berkurang atau iritabel/rewel, bayi
malas minum, demam tinggi atau hipotermi, gangguan napas, kulit icterus, sklerema atau
sklerederma, kejang

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
 Suhu tubuh tidak normal (hipotermi atau hipertermi), letargi atau lunglai, mengantuk atau
aktifitas berkurang
 Malas minum sebelumnya minum dengan baik
 Iritabel atau rewel
 Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis
Gastrointestinal: Muntah, diare, perut kembung, hepatomegaly
Tanda mulai muncul sesudah hari ke empat
Kulit: perfusi kulit kurang, sianosis, pucat, petekie, ruam, sklerem, ikterik
Kardiopulmuner: takipnu, gangguan napas, tarikardi, hipotensi
Neurologis: Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun membonjol, kaku duduk
sesuai dengan meningitis.
Table 9.1 kelompok temuan yang berhubungan dengan infeksi neonatorum
Kategori A Kategori B
1) Kesulitan bernapas (missal apnea, 1) Tremor
napas lebih dari 30 kali per menit, 2) Letargi atau lunglai
retraksi dinding dada, grunting pada 3) Mengantuk atau aktifitas berkurang
waktu ekspirasi, sianosis sentral) 4) Irritabel atau rewel
2) Kejang 5) Muntah (menyokong kearah sepsis)
3) Tidak sadar 6) Perut kembung (menyokong kearah
4) Suhu tubuh tidak normal, (tidak normal sepsis)
sejak lahir & tidak memberi respons 7) Tanda-tanda mulai muncul setelah hari
terhadap terapi atau suhu tidak stabil ke empat (menyokong kearah sepsis)
sesudah pengukuran suhu normal 8) Air ketuban bercampur meconium
selama tiga kali atau lebih, menyokong 9) Malas minum sebelumnya minum
kea rah sepsis) dengan baik (menyokong kearah sepsis)
5) Persalinan di lingkungan yang kurang
higienis (menyokong kea rah sepsis)
6) Kondisi memburuk secara cepat dan
dramatis (menyokong kea rah sepsis)

Pemeriksaan penunjang
Untuk Puskesmas fasilitas penunjang biasanya jarang tersedia, sehingga pemeriksaan atau
penajaman klinis sangat diutamakn
Bila teersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut
 Pemeriksaan jumlah lekosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai perubahan akibat
infeksi, adanya lekositosis atau lekopeni, trombositopenia
 Ditemukan kuman pada pemeriksaan pengecatan gram dari darah
 Gangguan metabolic
Hipoglikemia atau hiperglikemi, asidosis metabolic
 Peningkatan kadar bilirubin

MANAJEMEN UMUM
Dugaan sepsis
 Jika tidak menemukan riwayat infeksi intra uteri, ditemukan satu kategori A dan satu atau
dua kategori B maka kelola untuk tanda khususnya (missal kejang). Lakukan pemantauan.
 Jika ditemukan tambahan tanda sepsis, maka dikelola sebagai kecurigaan besar sepsis.
Kecurigaan besar sepsis
Pada bayi umur sampai dengan 3 hari
o Bila ada riwayat ibu dengan infeksi Rahim, demam dengan kecurigaan infeksi berat atau
(ketuban pecah dini) atau bayi mempunyai 2 atau lebih Kategori A, atau 3 atau lebih kategori
B
Pada bayi umur lebih dari tiga hari
o Bila bayi mempunyai dua atau lebih temuan kategori A atau tiga atau lebih temuan kategori B.
1. Antibiotic
 Antibiotic awal diberikan Ampisilin dan gentamisin, bila organisme tidak dapat ditemukan
dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti Ampisilin dan beri
Sefotaksim disamping tetap beri gentamisin.
 Jika ditemukan organisme penyebab infeksi, digunakan antibiotic sesuai uji kepekaan
kuman. Antibiotika diberikan sampai 7 hari setelah ada perbaikan (dosis lihat table 9.2)
 Pada sepsis dengan meningitis, pemberian antibiotic sesuai pengobatan meningitis

Table 9.2 Dosis antibiotic untuk sepsis


Antibiotic Cara Dosis dalam mg
pemberian
Hari 1-7 Hari 8+
Ampisilin IV, IM 50 mg/kg setiap 12 jam 50 mg/kg setiap 8 jam
Ampisilin untuk IV 100 mg/kg setiap 12 jam 100 mg/kg setiap 8 jam
meningitis
Sefotaksim IV, IM 50 mg/kg setiap 12 jam 50 mg/kg setiap 8 jam
Sefotaksim untuk IV 50 mg/kg setiap 6 jam 50 mg/kg setiap 6 jam
meningitis
Gentamisin IV, IM < 2 kg
4 mg/kg sekali sehari 3,5 mg/kg setiap 12 jam
≥ 2 kg
5 mg/kg sekali sehari 3,5 mg/kg setiap 12 jam

2. Respirasi
Menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia. Pada kasus
tertentu membutuhkan ventilator mekanik.
3. Kardiovaskuler
Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta pemantauan tensi dan perfusi
jaringan untuk cegah syok.
Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta pemantauan tensi dan perfusi
jaringan untuk cegah syok.

MANAJEMEN SPESIFIK/MANAJEMEN LANJUT


Pengobatan terhadap tanda khusus lain atau penyakit penyerta serta komplikasi yang terjadi
(missal kejang, hipoglikemi, gangguan napas, ikterus)

RUJUKAN
Persiapkan untuk merujuk bayi yang menderita infeksi neonatal dan komplikasi, setelah keadaan
stabil.
Pengelolaan bersama dengna sub bagian neurologi anak, pediatric social, bagian mata, bedah
syaraf dan rehabilitasi medic.
Pemantauan (“Monitoring”)
 Tumbuh Kembang
 Komplikasi yang sering terjadi pada penderita dengan sepsis dapat mengfakibatkan gangguan
tumbuh kembang, missal gejala sisa neurologis berupa retardasi mental, gangguan
penglihatan, kesukaran belajar, kelainan tingkah laku.
BAB 10
RUJUKAN DAN TRANSPORTASI BAYI BARU LAHIR

PRINSIP DASAR
 Keadaan paling ideal untuk merujuk adalah Rujukan Antepartum (rujukan pada saat janin
masih ada dalam kandungan ibu). Namun sayngnya tidak semua keadaan dapat terdiagnosis
secara dini, sehingga rujukan dini dapat dilakukan. Apalagi bila terjadi kedaruratan pada ibu
maupun janin dan kehamilan harus segera di terminasi serta memerlukan rujukan ke fasilitas
yang lebih lengkap, maka akan timbul masalah baik pada ibu maupun bayi.
 Perubahan keadaan dan penyakit pada bayi baru lahir demikian cepatnya, untuk itu
dibutuhkan tata laksana segera dan adekuat pada fasilitas yang lebih lengkap dan terdekat
(system regionalisasi Rujukan Perinatal)
 Apabila bayi dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, yakinkan bahwa bayi akan mendapatkan
keuntungan atau nilai positif disbanding bila hanya tetap dirawat di tempat asalnya.
 Harus diperhatikan bahwa saat merujuk, bayi harus dalam keadaan stabil atau minimal tanda
bahaya sudah dikelola lebih dulu
 Perlu melibatkan orang tua atau keluarga dalam mengambil keputusan untuk merujuk dan
jelaskan kenapa bayi harus dirujuk

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta dapat mengetahui dan mampu:
 Menjelaskan pentingnya rujukan BBL yang mempunyai masalah berat
 Mempersiapkan dan melaksanakan rujukan

TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mampu:
 Menjelaskan kepada orangtua atau keluarga mengapa bayi harus dirujuk
 Menjelaskan kasus yang harus segera dirujuk
 Melaksanakan system rujukan dan transportasi untuk BBL dengan benar

Kasus atau keadaan yang memerlukan rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap:
 Gangguan napas sedang dan berat, apapun penyebabnya
 Asfiksia yang tidak memberi respons pada tindakan resusitasi, sebaiknya dalam 10 menit
pertama
 Kasus bedah neonates
 BBLR < 1,750 gr
 BBLR 1,750-2,000 g dengan kejang, gangguan napas, gangguan pemberian minum
 Bayi hipotermi berat
 Icterus yang tidak memberikan respons dengan fototerapi
 Kemungkinan penyakit jantung bawaan
 Bayi ibu diabetes mellitus dengan hipoglikemia simtomatik
 Kejang yang tidak teratasi
 Tersangka infeksi (sepsis, meningitis) berat/dengan komplikasi
 Penyakit hemolysis
 Tersangka renjatan yang tidak memberi respon baik
 Hipoglikemia yang tidak dapat teratasi

SISTEM RUJUKAN DAN TRANSPORTASI


 Perhatikan regionalisasi Rujukan Perinatal dalam menetukan tujuan rujukan, sehingga dapat
merujuk dengan cepat, aman dan benar
 Puskesmas merupakan penyaring kasus risiko yang perlu dirujuk sesuai dengan besaran risiko,
jarak dan factor lainnya
 Memberi informasi kesehatan dan prognosis bayinya dan melibatkan orangtua atau keluarga
dalam mengambil keputusan untuk merujuk
 Melengkapi syarat-syarat rujukan (persetujuan tindakan, surat rujukan, catatan medis). Untuk
kasus tertentu kadang diperlukan sampel darah ibu.
 Merujuk bayi dalam keadaan stabil, menjaga kehangatan bayi dan ruangan dalam kendaraan
yang digunakan untuk merujuk, dan menjaga jalan napas tetap bersih dan terbuka selama
transportasi. Bila memungkinkan bayi tetap diberi ASI.
 Harus disertau dengan tenaga yang terampil melakukan Resusitasi

DATA YANG HARUS DISEDIAKAN


Data dasar yang harus diinformasikan:
1. Identitas bayi dan tanggal lahir
2. Identitas orang tua
3. Riwayat kehamilan, persalinan dan prosesnya, tindakan resusitasi yang dilakukan.
4. Obat yang dikonsumsi oleh ibu
5. Nilai Apgar (tidak selalu harus diinformasikan, bila tidak tersedia waktu karena melakukan
tinadakan resusitasi aktif)
6. Masa Gestasi dan berat lahir
7. Tanda vital (suhu, frekuensi jantung, pernapasan, warna kulit dan aktif/tidaknya bayi)
8. Tindakan atau prosedur klinik dan terapi lain yang sudah diberikan
9. Bila tersedia data pemeriksaan penunjang yang ada (glukosa, elektrolit, dll)

SYARAT UNTUK MELAKUKAN TRANSPORTASI


1. Bayi dalam keadaan stabil
2. Bayi harus dalam keadaan hangat
3. Kendaraan pengangkut juga harus dalam keadaan hangat
4. Didampingi oleh tenaga kesehatan yang terampil melakukan tindakan resusitasi, minimal
ventilasi
5. Tersedia peralatan dan obat yang dibutuhkan
Bayi dalam keadaan stabil, bila:
 Jalan napas bebas dan ventilasi adekuat
 Kulit dan bibir kemerahan
 Frekuensi jantung 120-160 kali/menit
 Suhu aksiler 36.5-37° C (97.7-98.6° F)
 Masalah metabolic terkoreksi
 Masalah spesifik penderita sudah dilakukan manajemen awal

Peralatan dan Obat yang diperlukan:


 Idealnya bayi dirujuk dengan menggunakan incubator transport dan dipasang monitor.
Berhubung alat tersebut sangat jarang tersedia di Puskesmas, maka perhatikan cara
menghangatkan bayi
 Peralatan dan obat-obatan minimal yang harus tersedia:
o Alat resusitasi lengkap, termasuk laringoskop dan pipa endotrakeal
o Obat-obatan emergensi
o Selimut penghangat
o Alat untuk melakukan pemasangan jalur intravena
o Oksigen dalam tabung
 Alat resusitasi/bantuan ventilasi: selama transportasi
 Indikasi bantuan ventilasi bila ada salah satu keadaan berikut:
o Bradikardi (FJ < 100 x/menit)
o Sianosis sentral dengan oksigen 100%
o Apnea periodic

Pemberian Oksigen (Terapi Oksigen)


 Indikasi pemberian oksigen
o Bayi mengalami sianosis sentral (warna kebiruan disekitar bibir) dan akral (warna kebiruan
di kuku, tangan dan kaki)
o Bayi dengan gangguan napas
 Pemberian oksigen membutuhkan pengawasan (konsentrasi, kelmbaban dan suhu)
 Jumlah Oksigen yang diberikan:
o Melalui kateter nasal 2-3 1/menit (konsentrasi 21%)
o Melalui sungkup 4-5 1/menit (konsentrasi 40%)
o Melalui head box 6-8 1/menit (konsentrasi > 50%)
 Kecukupan kebutuhan oksigen terlihat dari hilangnya sianosis sentral

Penilaian Oksigenisasi
Keberhasilan oksigenisasi selama transportasi dinilai dari perubahan perbaikan klinis, sebagai
berikut:
 Perubahan warna kulit menjadi kemerahan
 Denyut jantung bertambah baik
 Kadang-kadang bisa mulai timbul napas spontan

Pengawasan Suhu
Pengawasan suhu dan menjaga kehangatan bayi selama transportasi menjadi suatu keharusan
Suhu normal:
 Ketiak (axilla) 36.5-37.5° C (97.7-98.6° F)

Cara menghangatkan bayi:


 Membungkus atau menyelimuti bayi dengan kain yang kering, hangat dan tebal
 Membungkus kepala bayi atau memakai topi/tutup kepala
 Jangan meletakkan bayi ditepi jendela atau pintu kendaraan pengangkut
 Kalau memungkinkan dapat pula dilakukan Perawatan bayi Melekat (Kangaroo mother Care)
PELATIHAN
PELAYANAN
KEGAWATDARURATAN
OBSTETRI NEONATAL
ESENSIAL DASAR

BUKU PANDUAN PESERTA


DAFTAR ISI
PELATIHAN PELAYANAN KEGAWATDARURATAN OBSTETRI NEONATAL
ESENSIAL DASAR
BUKU PANDUAN PESERTA

GAMBARAN UMUM
Latar Belakang
Sebelum Memulai Pelatihan
Mastery Learning
Ciri Utama Pelatihan Klinik yang Efektif
Komponen-komponen dalam Paket Pelatihan Keterampilan Klinik
Menggunakan Paket Pelatihan Ketrampilan Klinik

PENDAHULUAN
Rancangan Pelatihan
Evaluasi
Silabus Pelatihan
Jadwal Pelatihan

KUESIONER SEBELUM SESI

PREEKLAMPSIA-EKLAMPSIA
Permainan Peran 3.1: Melakukan Komunikasi mengenai
Komplikasi dalam Kehamilan
Studio Kasus 1.1: Kenaikan Tekanan Darah dalam
Kehamilan
Studi Kasus 1.2: Hipertensi dalam Kehamilan
Studi Kasus 1.3: Hipertensi dalam Kehamilan
Penuntun Belajar
Daftar Titik

DISTOSIA BAHU
Studi Kasus 2.1
Penuntun Belajar
Daftar Titik

EKSTRAKSI VAKUM
Penuntun Belajar
Daftar Titik
PERDARAHAN POSTPARTUM
Studi Kasus 3.1
Studi Kasus 3.2
Studi Kasus 3.3
Penuntun Belajar 3.1: Kompresi Bimanual Uterus
Penuntun Belajar 3.2: Kompresi Aorta Abdominalis
Penuntun Belajar 3.3: Plasenta Manual
Penuntun Belajar 3.4: Pemeriksaan Perlukan Jalan Lahir
dan Penjahitan Robekan Porsio
Daftar Titik 3.1: Kompresi Bimanual Uterus
Daftar Titik 3.2: Kompresi Aorta Abdominalis
Daftar Titik 3.3: Plasenta Manual
Daftar Titik 3.4: Pemeriksaan Manual Perlukan Jalan Lahir dan
Penjahitan Robekan Porsio

DEMAM NIFAS
Studi Kasus 4.1
Penuntun Belajar 4.1
Daftar Titik

BAYI BERAT LAHIR RENDAH


Studi Kasus 5.1: Hipotermi
Studi Kasus 5.2: Hipoglikemi
Studi Kasus 5.3: Ikterus
Studi Kasus 5.4: Masalah Pemberian Minum
Studi Kasus 5.5: Infeksi Neonatal
Penuntun Belajar 5.1: Menghangatkan Bayi
Penuntun Belajar 5.2: Pemasangan Pipa Nasogastrik

ASFIKSIA
Studi Kasus 6.1: Asfiksia
Penuntun Belajar 6.1: Langkah awal resusitasi
Penuntun Belajar 6.2: Ventilasi bayi baru lahir,
Penggunaan Balon Resusitasi dan Sungkup
Penuntun Belajar 6.3: Kompresi dada
Penuntun Belajar 6.4: Intubasi endotrakeal

KEJANG PADA BAYI BARU LAHIR


Studi Kasus 7.1: Kejang pada BBL
Penuntun Belajar 7.1: Pemasangan jalur infus intravena
Penuntun Belajar 7.2: Pemberian suntikan intramuskuler
RUJUKAN DAN TRANSPORTASI BAYI BARU LAHIR
Studi Kasus 8.1

KEGAWATDARURATAN OBSTETRI DAN NEONATAL TERPADU


Simulasi Kasus

EVALUASI
Evaluasi Pelatihan
Evaluasi Penyelenggaraan Pelatihan
PENDAHULUAN

RANCANGAN PELATIHAN
Pelatihan Ketrampilan Pelayanan Kegawat Daruratan Obstetri Neonatal Esensial Dasar ini
dirancang untuk mempersiapkan petugas pelayanan kesehatan agar mampu melakukan
pengelolaan Kegawat Daruratan Obstetri dan Neonatal Esensial Dasar di tingkat pelayanan
kesehatan primer. Proses pelatihan disusun berdasarkan pengalaman sebelumnya dari para
peserta, serta memanfaatkan motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan kegiatan belajar dalam
waktu yang sesingkat mungkin. Focus pelatihan adalah bagaimana mereka mengerjakan, bukan
hanya sekedar mengetahui, dan evaluasi kinerja dilakukan berdasarkan kompetensi yang dicapai.

Pelatiahan Ketrampilan Pelayanan Kegawat Daruratan Obstetri Neonatal Esensial Dasar ini,
terdiri dari lima komponen:
 Preeclampsia dan Eklampsia
 Tindakan Obstetri pada pertolongan persalinan
 Infeksi nifas
 Perdarahan post partum
 Distosia bahu dan Ekstraksi vakum
 Komponen neonatal yang terdiri dari:
 Bayi berat Lahir Rendah:
o Hipotermi
o Hipoglikemi
o Icterus
o Masalah Pemberian minum
o Infeksi neonatal
 Asfiksia dan Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir
 Kejang pada Bayi Baru Lahir
 Rujukan dan Transportasi Bayi Baru Lahir

Dalam buku ini disediakan contoh jadwal pelatiahn. Rancangan jadwal pelatihan ini mengacu
pada asumsi bahwa peserta pelatihan ini adalah petugas pelaksana pelayanan kesehatan yang
masih secara aktif melaksanakan pelayanan dan mempunyai minat dalam pelayanan kegawat
daruratan obstetric dan neonatal. Ada beberapa perbedaan cara pelatihan ini dibandingkan
dengan pelatihan tradisional pada umumnya yaitu:
 Pada hari pertama pelatihan, tingkat pengetahuan dan kinerja para peserta akan ditampilkan
melalui pengisian kuesioner awal pelatihan dan penilaian ketrampilan klinik awal.
 Sesi-sesi di dalam kelas terfokus pada aspek-aspek utama ketrampilan pengelolaan
kegawatdaruratan obstetric dan neonatal.
 Kemajuan serapan pengetahuan, akan diukur selama pelatihan melalui kegiatan selama dan
setelah masing-masing sesi serta kuesioner tengah pelatihan.
 Evaluasi kinerja kelompok dan pemecahan masalah setiap peserta dilakukan oleh pelatihan
dengan menggunakan ceklis kompetensi ketrampilan.
Dasar penilaian keberhasilan pelatihan adalah penguasaan komponen pengetahuan maupun
ketrampilan dari setiap peserta.

EVALUASI
Pelatihan ini dirancang untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang mampu melakukan
pengelolaan Kegawat Daruratan Obstetri dan Neonatal esensial Dasar di tingkat pelayanan
kesehatan primer. Kualifikasi sebagai tenaga kesehatan yang terampil diperoleh melalui praktek
melakukan pengelolaan kegawatdaruratan obstetric dan neonatal dengan menggunakan metode
diskusi, studi kasus, praktek mandiri pada model dank lien.

Kualifikasi adalah pernyataan yang diberikan oleh organisasi pelatihan bagi peserta pelatihan
yang telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan, baik elemen pengetahuan, ketrampilan dan
praktek. Kualifikasi bukanlah sertifikasi, karena hal ini akan dinyatakan oleh organisasi/instansi
yang mempunyai kewenangan untuk itu.

Kualifikasi didasarkan pada pencapaian peserta dalam tiga area:


 Pengetahuan – paling sedikit, nilai 85% pada Kuesioner Tengah-Pelatihan
 Ketrampilan – Kinerja memasukkan untuk ketrampilan klinik pada pengelolaan kegawat
daruratan obstetric dan neonatal.
 Praktek – Menunjukkan kemampuan dalam melaksanakan ketrampilan klinik pengelolaan
kegawatdaruratan obstetric dan neonatal pada model dank lien.

Tanggung jawab dalam membuat peserta memenuhi persyaratan kualifikasi akan dibebankan
pada peserta dan pelatih.

Metode evaluasi yang digunakan dalam pelatihan ini adalah sebagai berikut:
 Kuesioner Tengah-Pelatihan. Penilaian pengetahuan dilakukan apabila semua materi yang
diperlukan telah diberikan. Kemampuan untukmenjawab secara benar kuesioner tengah
pelatihan sejumlah 85% atau lebih, merupakan indikasi penguasaan materi yang ada di dalam
buku acuan. Harus dilakukan pembahasan bersama (peserta-pelatih) bila ternyata hasil
pencapaian dibawah 85% dapat dilakukan evaluasi ulang melalui pengisian Kuesioner
Tengah-Pelatihan di setiap saat dalam sisa waktu pelatihan.
 Ketrampilan – kinerja memuaskan pada ketrampilan klinik pada pengelolaan
kegawatdaruratan obstetric dan neonatal (anamnesis, penyelesaian masalah dan membuat
keputusan klinik) yang dinilai selama pelatihan.

SILABUS PELATIHAN

Deskripsi Pelatihan
Pelatihan selama 7 hari (seminggu) ini dirancang untuk menyiapkan peserta agar memiliki
kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan kegawatdaruratan obstetric dan neonatal
esensial dasar berdasarkan pendekatan partisipatif dan humanistic dalam pelatihan.
Sasaran Akhir Pelatihan
Mempersiapkan petugas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang terampil dalam
prosedur standar pelayanan kesehatan di tingkat pelayanan kesehatan primer dengan dukungan
mitra kerja organisasi pemerintah dan non pemerintah setempat.

Tujuan Belajar Peserta


Setelah mengikuti pelatihan, para peserta diharapkan dapat:
 Melaksanakan prosedur standar pelayanan kegawatdaruratan obstetric dan neonatal pada
tingkat pelayanan kesehatan primer
 Melakukan pengambilan keputusan klinik secara tepat dan cepat pada kasus dengan
kegawatdaruratan obstetric dan neonatal
 Mengenali dan mengambil keputusan klinik secara benar pada kasus kegawatdaruratan
tunggal maupun yang terintegrasi
 Mencegah risiko reproduksi melalui upaya pencegahan, promosi kesehatan dan
mempersiapkan pelayanan kegawat daruratan obstetric dan neonatal
 Mempersiapkan dan melaksanakan latihan kegawat daruratan obstetric dan neonatal secara
berkala dalam upaya mempertahankan keterampilan dan kewaspadaan petugas pelayanan
kesehatan terhadap situasi dan kondisi kegawat daruratan yang dapat terjadi setiap saat.

Metode Mengajar/Belajar
 Kuliah partisipatif dan diskusi kelompok
 Latihan/penugasan individu dan kelompok
 Bermain peran
 Studi kasus
 Kegiatan praktek (dengan bimbingan) keterampilan pengelolaan kegawatdaruratan obstetric
dan neonatal esensial dasar, termasuk umpan-balik dari peserta dan pelatih

Bahan-bahan Ajaran
 Buku Acuan: Pelatihan Pelayanan Kegawatdaruratan obstetric dan Neonatal Esensial Dasar
 Paket Belajar Keterampilan Klinik (buku acuan, panduan peserta dan pegangan pelatih)
 Model anatomic (missal model panggul dan uterus genggam, model lengan Implant, boneka
bayi untuk ventilasi dan boneka untuk inyubasi pipa endotrakeal)

Kriteria Seleksi Peserta


Peserta untyk pelatihan ini adalah petugas pelayanan kesehatan yang masih secara aktif
memberikan pelayanan dan memiliki minat serta dipersiapkan untuk menyelenggarakan
pelayanan kegawatdaruratan obstetric dan neonatal esensial dasar.
Peserta merupakan kelompok yang terdiri dari dokter, perawat dan bidan.

Metode Evaluasi
Peserta
 Kuesioner pra-pelatihan dan tengah pelatihan
 Evaluasi kinerja (dilakukan selama pelatihan) terhadap keterampilan pengelolaan pelayanan
kegawatdaruratan obstetric dan neonatal esensial dasar.

Pelatihan
 Evaluasi Pelatihan (diisi oleh peserta pelatihan)

Lamanya Pelatihan
 14 sesi dalam waktu 7 hari (seminggu)

Komposisi Pelatihan
 Maksimal 16 pelatih klinik
 2-3 pelatih klinik
 3 instruktur klinik
KUESIONER AWAL
BAYI BERAT LAHIR RENDAH
Instruksi: Pilih B bila pernyataan Benar dan S bila pernyataan Salah.
PENILAIAN DIAGNOSIS
1. Persalinan kurang bulan/premature dan bayi lahir B/S Tujuan peserta 1
kecil untuk masa kehamilannya merupakan penye- (halaman 5.1)
bab bayi berat lahir rendah
2. Kehamilan yang tidak diinginkan merupakan salah B/S Tujuan peserta 2
satu predisposisi bayi berat lahir rendah (halaman 5.1)
3. Tanda BBLR karena kehamilan kurang bulan antara B/S Tujuan Peserta 2
lain: kulit keriput, kuku lebih panjang (halaman 5.3)
4. Bayi mengalami hipotermi jika suhu tubuh kurang B/S Tujuan Peserta
dari 36.5° C pada pengukuran suhu melalui ketiak (halaman 5.3)
PENGELOLAAN
5. Setiap menemukan BBLR lakukan manajemen umum B/S Tujuan Peserta 4
antara lain dengan menjaga bayi tetap hangat (halaman 5.3)
6. Tidak memandikan bayi baru lahir atau menyentuh B/S Tujuan Peserta 4
bayi dengan tangan dingin merupakan upaya pence- (halaman 5.3)
gahan hipotermi
7. Jenis cairan infus yang diberikan pada bayi hipogli- B/S Tujuan Peserta 5
kemi adalah Ringer Laktat (halaman 5.3)
8. Anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan asi B/S Tujuan Peserta 6
eksklusif lebih sering minimal setiap 2 jam meru- (halaman 5.3)
pakan salah satu manajemen bayi icterus
9. Antibiotic awal diberikan pada kecurigaan sepsis B/S Tujuan Peserta 7
adalah cefotaksim dan gentamisin (halaman 5.3)
10. Kenaikan berat bayi tidak adekuat jika ditemukan B/S Tujuan Peserta 8
kenaikan berat bayi kurang 20 gram selama 3 hari (halaman 5.3)
berturut-turut.
ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR
Instruksi: Pilih B bila pernyataan Benar dan S bila pernyataan Salah.
PENILAIAN DIAGNOSIS
1. Bila bayi baru lahir tidak bernapas atau napas megap- B/S Tujuan Peserta 1
megap, denyut jantung kurang dari 100X/menit, kulit (halaman 6.4)
sianosis, pucat, tonus otot menurun patut dicurigai
asfiksia
2. Diagnosis asfiksia ditegakkan dengan menunggu Skor B/S Tujuan Peserta 1
Apgar (halaman 6.4)
3. Langkah awal resusitasi dilakukan dengan menjawab B/S Tujuan Peserta
5 pertanyaan, bila ada salah satu atau lebih jawaban (halaman 6.4)
“tidak”
PENGELOLAAN
4. Ventilasi tekanan positip (VTP) dilakukan dengan ke- B/S Tujuan Peserta 1
cepatan 40-60 x/menit (halaman 6.4)
5. Kompresi dada dilakukan bila setelah VTP denyut B/S Tujuan Peserta 1
jantung masih 80 x/menit (halaman 6.4)
6. Jika telah dilakukan resusitasi telah berhasil, bayi da- B/S Tujuan Peserta 2
pat dirawat secara rawat gabung. (halaman 6.7)
7. Setelah melakukan resusitasi, maka harus dilakukan B/S Tujuan Peserta 2
konseling pada keluarga. (halaman 6.7)
8. Salah satu cara disinfeksi tingkat tinggi dengan laru- B/S Tujuan Peserta 2
tan klorin 0,1% selama 20 menit. (halaman 6.8)
9. Bila terjadi asfiksia di Puskesmas, maka yang harus B/S tujuan Peserta 3
diantisipasi untuk melakukan rujukan adalah apabila (halaman 6.7)
dalam waktu 2-3 menit setelah dilakukan resusitasi
bayi tidak membaik, maka harus segera dirujuk.
10. Resusitasi dinilai tidak berhasil jika bayi tidak ber- B/S Tujuan Peserta 3
napas spontan dan tidak terdengar denyut jantung (halaman 6.7)
setelah dilakukan resusitasi secara efektif selama 10
menit.
GANGGUAN NAPAS PADA BAYI BARU LAHIR
Instruksi: Pilih B bila pernyataan Benar dan S bila pernyataan Salah.

PENILAIAN/ DIAGNOSIS
1. Penyebab Gangguan napas menurut masa gestasi, B/S Tujuan Peserta 1
Pada bayi kurang bulan adalah asfiksia, penyakit (halaman 7.2)
membrane hialain dan pnemunomia dan kelainan ko-
ngenital
2. Gangguan napas sedang terjadi bila frekuensi napas B/S Tujuan Peserta 2
bayi 60-90 kali/menit dengan tarikan dinding dada (halaman 7.2)
atau merintih saat ekspirasi.
PENGELOLAAN
3. Bayi dengan gangguan napas tidak perlu dipasang B/S Tujuan Peserta 2
jalur intravena dan diberi oksigen. (halaman 7.3)
4. Pemberian ASI ditunda pada bayi yang mengalami B/S Tujuan Peserta
gangguan napas ringan. (halaman 7.4)
5. Pemberian oksigen dapat dihentikan jika frekuensi B/S Tujuan Peserta 2
napas bayi 30-60 kali permenit (halaman 7.4)
6. Pemberian antibiotic merupakan salah satu manaje- B/S Tujuan Peserta 2
men umum pada gangguan napas. (halaman 7.4)
7. Pada beberapa kasus, gangguan napas ringan dapat B/S Tujuan Peserta 2
merupakan tanda awal dari infeksi sistemik. (halaman 7.5)
8. Perbaikan pada gangguan napas dapat berupa suara B/S Tujuan Peserta 2
merintih yang berkurang. (halaman 7.5)
9. Resusitasi pada gangguan napas hanya dilakukan jika B/S Tujuan Peserta 2
bayi mengalami apnea. (halaman 5.3)
10. Rujukan dilakukan pada gangguan napas berat atau B/S Tujuan Peserta 2
gangguan napas sedang yang tidak menunjukkan per- (halaman 5.3)
baikan setelah 2 jam terapi.

KEJANG PADA BAYI BARU LAHIR


Instruksi: pilih B bila pernyataan Benar dan S bila pernyataan Salah.

PENILAIAN/DIAGNOSIS
1. Kejang pada neonatus dapat diakibatkan oleh asfik- B/S Tujuan Peserta 1
sia neonatrum, hipoglikemia atau merupakan tanda (halaman 8.1)
meningitis atau masalah susunan saraf.
2. Kejang merupakan salah satu tanda bahaya pada B/S Tujuan Peserta 1
neonatus, karena dapat menimbulkan kematian atau (halaman 8.1)
menimbulkan gejala sisa dikemudian hari.
3. Mencegah persalinan premature merupakan salah B/S Tujuan Peserta 1
satu tindakan promotif/preventif kejang pada bayi. (halaman 8.1)
4. Hipoglikemi dicurigai sebagai penyebab kejang, B/S Tujuan Peserta 1
jika pada pemeriksaan ditemukan ubun-ubun mem- (halaman 8.3)
bonjol.
5. Riwayat Pengolesan bahan tidak steril pada tali B/S Tujuan Peserta 1
pusat, Infeksi tali pusat dan spame menunjang (halaman 8.3)
diagnosis tetanus neonatrum.
PENGELOLAAN
6. Manajemen umum kejang pada neonatus berupa B/S Tujuan Peserta 3
membebaskan jalan napas dan Oksigenasi, medi- (halaman 8.4)
kamentosa untuk memotong kejang, memasang
jalur infus intravena
7. Diazepam adalah obat pilihan untuk memotong B/S Tujuan Peserta 4
kejang pada neonatus. (halaman 8.4)
8. Menjaga jalan napas tetap bersih dan terbuka B/S Tujuan Peserta 3
serta pemberian oksigen bertujuan untuk mencegah (halaman 8.4)
hipoksia otak.
9. Ampisilin dan gentamisin sebagai antibiotic awal B/S Tujuan Peserta 4
dapat diberikan pada penderita meningitis. (halaman 8.5)
10. Toksoid tetanus harus diberikan pada penderita te- B/S Tujuan Peserta 5
tanus neonatrum. (halaman 8.6)
RUJUKAN DAN TRANSPORTASI BAYI BARU LAHIR
Instruksi: Pilih B bila pernyataan benar dan S bila pernyataan Salah.
PENILAIAN
1. Keadaan paling ideal untuk merujuk adalah rujukan B/S Tujuan Peserta 1
Antepartum. (halaman 10.1)
2. Keterlibatan orangtua atau keluarga tidak diperlukan B/S Tujuan Peserta 1
dalam mengambil keputusan untuk merujuk bayi. (halaman 10.1)
3. Persyaratan rujukan bayi harus dalam keadaan stabil B/S Tujuan Peserta
dan tanda bahaya sudah dikelola lebih dulu. (halaman 10.1)
4. Kasus atau keadaan yang memerlukan rujukan ke B/S Tujuan Peserta 2
Fasilitas yang lebih lengkap antara lain ikterik (halaman 10.1)
Kremer II.
5. Asfiksia yang tidak memberi respons pada tindakan B/S Tujuan Peserta 2
resusitasi, sebaiknya diputuskan untuk merujuk (halaman 10.1)
dalam 20 menit pertama.
PENGELOLAAN
6. Syarat transportasi bayi yang akan dirujuk harus di- B/S Tujuan Peserta 2
damping oleh tenaga kesehatan yang terampil me- (halaman 10.2)
lakukan tindakan resusitasi, minimal ventilasi.
7. Salah satu tanda bayi stabil dan siap dirujuk ialah B/S Tujuan Peserta 3
bila suhu ketiak 36° C. (halaman 10.2)
8. Alat resusitasi lengkap merupakan peralatan yang B/S Tujuan Peserta 3
harus tersedia pada saat melakukan transportasi. (halaman 10.3)
9. Pemberian oksigen 2-3 1/menit dapat diberikan B/S Tujuan Peserta 1
melalui sungkup. (halaman 10.3)
10. Perubahan warna kulit menjadi kemerahan meru- B/S Tujuan Peserta 3
pakan salah satu tanda keberhasilan oksigenasi. (halaman 10.3)
STUDI KASUS 5.1 : HIPOTERMI

Arahan
Bacalah kasus dibawah ini sendiri-sendiri, setelah semua peserta selesai membaca, jawablah
bersama-sama pertanyaan berikut:

Studi Kasus
Bayi C,1 hari lahir dari ibu usia 25 th di rumah ditolong oleh dukun. Bayi tersebut dibawa ke
Puskesmas karena bayi kecil, malas minum, tubuh teraba dingin.

Penilaian (Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium)


1. Sebutkan langkah-langkah tindakan yang harus diambil
2. Sebutkan pemeriksaan fisik khusus yang harus dilakukan untuk mendiagnosis.
3. Sebutkan pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan.

Diagnosis (Identifikasi masalah/kebutuhan)


Saudara telah menyelesaikan penilaian bayi C dengan hasil sebagai berikut berat bayi 2200 gram,
nadi 125 x/menit, pernapasan 44 kali/menit dan suhu 36,0° C. bayi teraba dingin, tangis lemah,
tampak tanda prematuritas.

4. Berdasarkan temuan diatas apa diagnosis (masalah) bayi C, apa alasannya?

Penatalaksanaan/ Intervensi

5. Berdasarkan diagnosis Saudara apa rencana tindakan yang akan dilakukan, apa alasannya?

Evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan, pada pemeriksaan suhu 37,4° C, kulit teraba hangat.
6. Apa tindakan selanjutnya?
STUDI KASUS 5.2 : HIPOGLIKEMI

Arahan
Bacalah kasus dibawah ini sendiri-sendiri, setelah semua peserta selesai membaca, jawablah
bersama-sama pertanyaan berikut:

Studi Kasus
Bayi D di Puskesmas 7 hari yang lalu dari ibu usia 33 th kehamilan 38 minggu, dengan berat
lahir 2000 gram. telah mendapatkan suntikan ergometrin 0,2 mg segera setelah bayi lahir. Bayi
tampak kecil, tangis lemah, napas tidak teratur.

Penilaian (Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium)


1. Sebutkan langkah-langkah tindakan yang harus diambil.
2. Sebutkan pemeriksaan fisik khusus yang harus dilakukan untuk mendiagnosis.
3. Sebutkan pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan.

Diagnosis (Identifikasi masalah)


Saudara telah menyelesaikan penilaian, dengan hasil sebagai berikut: Nadi: 130 kali/menit,
pernapasan 50 kali/menit dan suhu 37° C hipotoni, keluar keringat dingin.

4. Berdasarkan temuan diatas apa diagnosis bayi D, mengapa?

Penatalaksanaan/Intervensi

5. Berdasarkan diagnosis Saudara apa rencana tindakan yang akan dilakukan, mengapa?

Evaluasi
Setelah satu jam dilakukan tindakan, kemampuan bayi menyusu meningkat.
6. Apa tindakan selanjutnya?
STUDI KASUS 5.3 : IKTERUS

Arahan
Bacalah kasus dibawah ini sendiri-sendiri, setelah semua peserta selesai membaca, jawablah
bersama-sama pertanyaan berikut:

Studi Kasus
Bayi E di Bidan 1 hari yang lalu dengan berat lahir 1900 gram, dibawa ke Puskesmas dengan
keluhan bayi kuning.

Penilaian (Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium)


1. Sebutkan langkah-langkah tindakan yang harus diambil
2. Sebutkan pemeriksaan fisik khusus yang harus dilakukan untuk mendiagnosis
3. Sebutkan pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan

Diagnosis (Identifikasi masalah)

Pada penilaian bayi E dengan hasil sebagai berikut: Nadi 120 x/menit, pernapasan 50 kali/menit
dan suhu 37° C. Bayi kecil, tampak kurang aktif, kemampuan menyusui lemah, pewarnaan
kuning pada daerah kepala dan leher.
4. Berdasarkan temuan diatas apa diagnosis bayi E, mengapa?

Penatalaksanaan/ Intervensi
5. Berdasarkan diagnosis saudara apa rencana tindakan yang akan dilakukan, mengapa?

Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan, bayi E masih malas minum, pewarnaan kuning meluas sampai
lengan dan tungkai.
6. Apa tindakan selanjutnya?
STUDI KASUS 5.4 : MASALAH PEMBERIAN MINUM

Arahan
Bacalah kasus di bawah ini sendiri-sendiri, setelah semua peserta selesai membaca, jawablah
bersama-sama pertanyaan berikut:

Studi kasus
Ny. S. Usia 20 th. Melahirkan bayi kurang bulan di rumah 18 jam yang lalu, ditolong oleh dukun.
Bayi dibawa ke Puskesmas karena bayi kecil dan ibu tidak berhasil menyusui.

Penilaian (Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium)


1. Sebutkan langkah-langkah tindakan yang harus diambil.
2. Sebutkan pemeriksaan fisik khusus yang harus dilakukan untuk mendiagnosis
3. Sebutkan pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan.

Diagnosis (Identifikasi masalah/ kebutuhan)


Setelah menyelesaikan penilaian bayi Ny. S. dengan hasil sebagai berikut: Berat bayi 2400 gram,
nadi 138 kali/menit, pernapasan 45 kali/menit dan suhu 36,8° C. bayi tampak kecil, cukup aktif,
tangis kuat, tampak tanda prematuritas.

4. Berdasarkan temuan diatas apa diagnosis bayi, apa alasannya?

Penatalaksanaan/ Intervensi

5. Berdasarkan diagnosis saudara apa rencana tindakan yang akan dilakukan, apa alasannya?

Evaluasi
Setelah dilakukan penatalaksanaan ternyata bayi tidak menghisap dengan baik untuk menerima
sejumlah ASI yang cukup, kenaikan berat bayi tidak adekuat.

6. Apa tindakan selanjutnya?

Anda mungkin juga menyukai