Diskusi Trikotilomania
Diskusi Trikotilomania
BAB I
PENDAHULUAN
persen dari kasus trikotilomania yang ada. Dan pada kebanyakan kasus,
trikotilomania menyerang para remaja.2
Berdasarkan data epidemiologi didapatkan bahwa puncak onset trikotilomania
ini berkisar antara usia 12-13 tahun.7 Pada anak-anak tidak ada perbandingan yang
berarti antara populasi laki-laki atau pun perempuan yang terkena trikotilomania.
Pada orang dewasa ditemukan adanya prevalensi sebesar 0.6-3.4% dengan
kecenderungan lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki. Namun data ini
masih dikacaukan dengan tipikal pencarian pertolongan yang cenderung dimiliki
perempuan dibandingkan laki-laki.6
Jumlah pasien yang mengalami trikotilomania di masyarakat secara relatif
masih sedikit yang diketahui. Secara klinis, mencabut-cabut rambut yang cocok
dengan kriteria trikotilomania ditemukan pada 0.6%-3.9% mahasiswa yang disurvei.
Penelitian lain menunjukkan perbedaan tingkat trikotilomania dalam pengobatan
ditemukan 4.4% pada pasien psikiatri yang rawat inap dan 4.6% pada pasien
gangguan obsesif-kompulsif.3
Prevalensi trichotillomania berkisar antara 0,5-3,5 % dengan onset usia rata-
rata 10 sampai 13 tahun. Penyakit ini tujuh kali lebih sering terjadi pada anak-anak
dibandingkan orang dewasa dan anak perempuan 2,5 kali lebih sering daripada anak
laki-laki.4
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Trikotilomania adalah salah satu bentuk gangguan kompulsif yang ditandai
dengan kegiatan menarik-narik rambut berulang (di kepala, alis, bulu mata, ketiak,
pubis) yang didahului dengan ketegangan kemudian diikuti dengan rasa puasa atau
lega setelahnya. Kegiatan ini ditandai dengan adanya kerontokan rambut yang
mencolok dan tidak disebabkan oleh kelainan kulit kepala atau rambut lain atau
kegiatan stereotipi yang lain.1,2
Trikotilomania adalah hilangnya rambut sebagai akibat dari dorongan yang
kuat untuk menarik-narik rambut. Hilangnya rambut bisa membentuk suatu bercak
bundar atau tersebar di kulit kepala. Trikotilomania merupakan suatu perilaku
kompulsif, yang mungkin berasal dari adanya stres emosional maupun stres fisik.
Paling sering ditemukan pada anak-anak, tetapi kebiasaan ini bisa menetap sepanjang
hidup penderita.2
Penyakit ini dapat dikategorikan berdasarkan onset menjadi: prasekolah,
praremaja-dewasa muda, dewasa. Dari klasifikasi tersebut didapatkan perbedaan
gejala dan responterapi dimana pada pasien prasekolah dan dewasa memiliki
kebiasaan menarik rambut otomatis dan tanpa disadari serta memiliki respon yang
baik terhadap pengobatan konservatif. Pada pasien dewasa biasanya memiliki
kecendrungan menarik rambut sebagai bentuk dari fokus penderita terhadap
kebiasaan tersebut, sebagai bagian rutinitas yang disadari termasuk dalam memilah
jenis rambut tertentu untuk dicabuti misalnya yang memiliki ujung bulat dan pipih,
yang kasar atau pun karena letaknya yang salah.Responterapi konservatif pada pasien
dewasa biasanya lebih buruk mengingat kebiasaan menarik rambut ini dapat disertai
gangguan psikis lain yang memerlukan tenaga spesialis dalam menanganinya.3
2.2 ETIOLOGI
Meskipun dianggap ditentukan oleh banyak hal, onsetnya dihubungkan pada
situasi yang penuh stress. Gangguan hubungan ibu dan anak, rasa takut ditinggal
4
sendirian dan kehilangan objek yang belum lama seringkali dinyatakan sebagai faktor
penting yang berperan dalam gangguan ini. Penyalahgunaan zat mungkin mendorong
perkembangan gangguan.4
Dinamik depresif sering dinyatakan sebagai faktor predisposisi tetapi tidak
ada ciri atau gangguan kepribadian tertentu atau yang khas pada pasien
trikotillomania. Beberapa ahli melihat stimulasi terhadap diri sendiri merupakan
tujuan utama perilaku mencabut rambut.
Trikotilomania semakin sering dipandang memiliki substrat yang ditentukan
secara biologis yang dapat mencerminkan aktivitas motorik yang dikeluarkan dengan
tidak tepat. Teori biologi juga mengacu pada perbedaan metabolik dalam sistem
serotonin dan opioid. Anggota keluarga pasien dengan trikotilomania sering memiliki
riwayat “tic, gangguan pengendalian impuls, dan gangguan obsesif kompulsif, yang
lebih menyokong lagi kemungkinan predisposisi genetik.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data epidemiologi didapatkan bahwa puncak onset trikotilomania
ini berkisar antara usia 12-13 tahun.7 Pada anak-anak tidak ada perbandingan yang
berarti antara populasi laki-laki atau pun perempuan yang terkena trikotilomania.
Pada orang dewasa ditemukan adanya prevalensi sebesar 0.6-3.4% dengan
kecenderungan lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki. Namun data ini
masih dikacaukan dengan tipikal pencarian pertolongan yang cenderung dimiliki
perempuan dibandingkan laki-laki.6
Jumlah pasien yang mengalami trikotilomania di masyarakat secara relatif
masih sedikit yang diketahui. Secara klinis, mencabut-cabut rambut yang cocok
dengan kriteria trikotilomania ditemukan pada 0.6%-3.9% mahasiswa yang disurvei.
Penelitian lain menunjukkan perbedaan tingkat trikotilomania dalam pengobatan
ditemukan 4.4% pada pasien psikiatri yang rawat inap dan 4.6% pada pasien
gangguan obsesif-kompulsif.3
Prevalensi trichotillomania berkisar antara 0,5-3,5 % dengan onset usia rata-
rata 10 sampai 13 tahun. Penyakit ini tujuh kali lebih sering terjadi pada anak-anak
5
dibandingkan orang dewasa dan anak perempuan 2,5 kali lebih sering daripada anak
laki-laki.4
Tidak ada informasi mengenai familial, tetapi satu studi melaporkan bahwa 5
dari 19 orang anak memiliki riwayat keluarga yang mengalami beberapa bentuk
alopesia. Gangguan yang berhubungan adalah obsesif kompulsif, kepribadian ambang
dan gangguan depresif.
2.4 PATOFISIOLOGI
Hingga saat ini penyebab trikotilomania itu sendiri masih belum jelas.
Menurut teori neuro-kognitif gangguan ini disebabkan oleh adanya kelainan pada
basal ganglia pasien sebagaimana diketahui bahwa basal ganglia memiliki peran
dalam membentuk kebiasaan. Kegagalan lobus frontal dalam menghambat kebiasaan
tertentu juga diperkirakan bagian dari pathofisiologi gangguan ini.7
Sebuah studi pencitraan menggunaan Magnetic Resonance Image (MRI) juga
menyatakan bahwa substansi grasia (gray matter) pasien dengan trikotilomania lebih
meningkat kapasitasnya dibandingkan yang tidak memiliki penyakit ini. Peranan
genetik terhadap penyakit ini pun tidak luput dari perhatian peneliti.
Pada suatu penelitian ditemukan adanya mutasi pada gen SLITRK1
sedangkan pada penelitian lainnya mendapatkan adanya perbedaan pada receptor gen
serotonin 2A. Mutasi gen HOXB8 juga menunjukkan perubahan kebiasaan pada tikus
dalam menarik-narik rambut. Pendekatan ilmiah terhadap gen ini merupakan
fenomena baru namun masih belum dapat ditentukan apakah memang ada hubungan
genetic dalam menyebabkan penyakit ini.4,7
6
dan pergi untuk minggu, bulan atau tahunan. Tempat-tempat menarik rambut dapat
bervariasi dari waktu ke waktu.2
Banyak individu dengan trikotilomania mencabut rambut dari kepala mereka,
bulu mata, alis, kaki, lengan, wajah, dan region kemaluan. Mereka menarik helai
rambut dengan jumlah yang yang cukup banyak, menjadikan kerontokan rambut
menjadi terlihat. Hal ini menyebabkan banyak ketidaknyamanan, terutama dalam
situasi sosial, dimana mereka akan dapat diamati. Akibatnya, individu dengan
masalah ini berusaha keras untuk menyembunyikan kehilangan rambut ini dengan
memakai topi, wig, kemeja lengan panjang, atau dengan menutup area kebotakan
dengan make up.
Individu trikotilomania bahkan mungkin tidak menyadari bahwa mereka
menarik rambut mereka dan kebanyakannya mengatakan bahwa mereka merasa
bosan atau gugup sebelum mencabut rambut mereka, tapi setelah menariknya keluar,
mereka merasa bersalah, sedih atau marah. Ada juga melaporkan bahwa mereka
mencabut rambut mereka ketika sedang menonton televisi, membaca, berbicara di
telepon atau membawa kendaraan.7
2.6 DIAGNOSIS
2.7 KOMORBIDITAS
2.8 KOMPLIKASI
1. Obstruksi usus jika mulut digunakan untuk menarik rambut dan tertelan.
2. Kebotakan permanen karena kerusakan folikel rambut.
3. Carpal tunnel syndrome dapat terjadi karena gerakan berulang menarik rambut.
4. Gangguan emosi dan kecemasan sosial.
(Davies, 2004).
2.9 TATALAKSANA
laporan adalah kasus individual atau sejumlah kecil penelitian dengan periode follow
up yang relative singkat.2
Trikotilomania kronis yang berhasil diterapi adalah dengan psikoterapi
berorientasi pada tilikan. Hipnoterapi dan terapi perilaku telah dinyatakan berpotensi
efektif dalam terapi gangguan dermatologis dengan keterlibatan faktor psikologis
karena kulit telah terbukti rentan terhadap saran hipnotik.
Berdasarkan saran Trichotillomania Impact Project, penggunaan
farmakoterapi dengan SSRI merupakan terapi yang paling sering digunakan bahkan
lebih dianjurkan penggunaannya dibandingkan Clomiperamine. Namun bila pasien
dengan respon buruk dengan SSRI dapat membaik dengan tambahan pimozide
(Orap), suatu antagonis reseptor dopamine. SSRI berperan sebagai antidepresan yang
akan meningkatkan neurotransmisi serotonin dalam otak dengan cara menghambat
reuptake serotonin oada membran presinaptik. 8
Selain itu psikofarmakologi yang telah digunakan adalah steroid topikal dan
hydroxinehydrochloride, suatu ansiolitik dengan sifat antihistamin, antidepresan, obat
serotonergik dan antipsikotik.4
Bila terdapat depresi, agen anti depresan dapat memberikan perbaikan
dermatologis. Antidepresan, seperti fluoxetine (Prozac), fluvoxamine (Luvox),
sertraline (Zoloft) dan venlafaxine (Effexor), sering digunakan untuk mengobati
trikotilomania, kleptomania dan judi patologis. Obat antipsikotik olanzapine,
(Zyprexa) juga telah menunjukkan efektivitas dalam mengobati trikotilomania.7
Selain itu, ada beberapa teknik perawatan yang terbukti ampuh. Perawatan
dengan terapi perilaku pada banyak kasus bisa mengenali dorongan mencabut rambut
sebelum nantinya dorongan tersebut sangat susah dilawan. Penderita bisa belajar
untuk melawan dorongan tersebut seperti mengupayakan agar tangan selalu sibuk
dengan aktivitas (meremas-remas, merajut sambil menonton televise dan sebagainya)
pada saat dorongan untuk menarik rambut semakin kuat. Dengan demikian dorongan
tersebut semakin melemah dan tidak tertutup kemungkinan hilang sama sekali
(Videbeck, 2008).
14
2.10 PROGNOSIS
BAB III
KESIMPULAN
kehidupan mereka. Terapi perilaku kognitif dapat membantu seseorang belajar untuk
rileks, mengatasi stres, memerangi pikiran negatif dan mencegah perilaku merusak.
Perawatan dengan terapi perilaku pada banyak kasus bisa mengenali dorongan
mencabut rambut sebelum nantinya dorongan tersebut sangat susah dilawan.
Penderita bisa belajar untuk melawan dorongan tersebut seperti mengupayakan agar
tangan selalu sibuk dengan aktivitas (meremas-remas, merajut sambil menonton
televise dan sebagainya) pada saat dorongan untuk menarik rambut semakin kuat.
Dengan demikian dorongan tersebut semakin melemah dan tidak tertutup
kemungkinan hilang sama sekali.
Penggunaan farmakoterapi dengan SSRI merupakan terapi yang paling sering
digunakan bahkan lebih dianjurkan penggunaannya dibandingkan Clomiperamine.
Antidepresan, seperti fluoxetine (Prozac), fluvoxamine (Luvox), sertraline (Zoloft)
dan venlafaxine (Effexor), sering digunakan untuk mengobati trikotilomania,
kleptomania dan judi patologis. Obat antipsikotik olanzapine, (Zyprexa) juga telah
menunjukkan efektivitas dalam mengobati trikotilomania.
17
DAFTAR PUSTAKA