Anda di halaman 1dari 7

A.

Biografi Tokoh

Cerita singkat mengenai hidup Friedrich Silaban dapat ditulis secara singkat. Lahir pada 16
Desember 1912 di Bonandolok, Tapanuli, Sumatra Utara, Friedrich Silaban tumbuh dalam jaman
kolonial. Ayahnya adalah seorang pendeta, yang menyebut 'Friedrich' sebagai 'Perderik'. Begitulah yang
dituturkan dalam otobiografi yang belum tercetak tersebut. Bersekolah di H.I.S. Narumonda, Tapanuli,
Sumatra Utara, dia kemudian melanjutkan pendidikan di Koningin W ilhelmina School, sebuah sekolah
teknik di Jakarta. Di sekolah ini, beliau mempelajari ilmu bangunan (bouwkunde ), dan lulus pada tahun
1931. Di K.W.S. inilah Silaban mulai tertarik dengan arsitektur. Sayangnya beliau tidak dapat
melanjutkan pendidikannya ke tingkat universitas karena masalah biaya. Tapi di luar itu semua, beliau
telah mendedikasikan dan mengabdikan hidupnya hingga mencapai kemampuan menghasilkan berbagai
desain arsitektur untuk Indonesia, melalui pembelajaran pribadi yang tiada henti.

Dia menemukan dan mengamati serta mempelajari berbagai kebudayaan dan karya-karya
arsitektur di tempat-tempat tersebut. Beliau juga mengunjungi beberapa universitas besar di kota-kota
yang dikunjungi dan mengadakan pertemuan serta berdiskusi dengan profesor dan mahasiswa setempat.
Terkadang juga ia mengunjungi arsitek lokal. Di India, ia mengunjungi para arsitek India yang bekerja
di Departemen Pekerjaan Umum. Di Amerika, beliau bertemu dan berdiskusi dengan Louis I. Kahn,
Eero Saarinen (yang mengunjungi Indonesia tahun 1957) dan Frank Lloyd Wright, di antara beberapa
arsitek lainnya.

Silaban juga berkesimpulan dari perjalanannya ke Chandigarh, bahwa jiwa sebuah bangsalah
yang mendefinisikan arsitektur bangsa tersebut. Silaban berpendapat bahwa arsitektur moder n Indonesia
dapat diciptakan melalui sistem konstruksi modern dan pembangunan di semua sektor aktifitas publik
yang berhubungan dengan produksi bangunan. Dengan cara itulah – menurut Silaban – ‘arsitektur
Indonesia modern yang asli’ dapat diciptakan melalui ‘jiwa dan cara hidup masyarakat Indonesia
modern’. Jadi cukup jelas bahwa seluruh perjalanan Silaban telah mempengaruhi keinginannya dalam
manifestasi identitas asli (atau imajinatif) Indonesia; negara yang bebas dan progresif, seperti apa yang
telah divisikan oleh Sukarno

Dengan hal ini, tidak heran ketika dilihat pada surat pengajuan pelayanan jasanya ke PBB di
akhir tahun 1960-an, beliau membuka suratnya dengan kalimat, "Saya adalah arsitek, tapi bukan arsitek
biasa Pada kenyataannya beliau memang arsitek terkemuka yang telah membangun dan
memperkenalkan modernisme ke Indonesia.
Konsepsi desain arsitekturalnya telah membuatnya menjadi arsitek favorit Sukarno,
kedekatannya dengan Sukarno secara tidak langsung telah mengangkat hidupnya ke puncak karir yang
dialami pada tahun 1957– 1964,Beberapa bangunan yang dibangun adalah rancangan yang
dimenangkannya dalam sayembara desain, seperti Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian di Bogor, Bank
Indonesia dan beberapa bangunan lain seperti Gedung Pola di Pegangsaan Timur, Jakarta, bangunan
kantor dan apartemen untuk LAAPLN, Markas Besar AURI, Jakarta, Hotel Banteng (sekarang Hotel
Borobudur) dan Mesjid Istiqlal. Rumahnya sendiri menjadi perhatian internasional ketika rumahnya
diliput dan dimuat dalam majalah "The Japan Ar chitect" pada Januari 1964.

Dalam kehidupan pribadinya, Silaban merupakan sosok yang bersemangat yang mencurahkan
keseriusannya dalam pekerjaan. Beliau meningkatkan statusnya dari anak seorang pendeta desa menjadi
seorang arsitek terkenal. Beliau juga tidak per nah mendiskriminasikan orang lain berdasarkan latar
belakangnya. Bagaimanapun juga, beliau merupakan seorang seniman yang selalu menikmati
pekerjaannya, dan dia tidak menjadi ‘budak’ profesi. Beliau selalu bekerja dengan kesenangan, dan pada
saat yang bersamaan, menyatukan hidupnya dengan seni.

B. Karya – Karya Tokoh

1. Rumah Silaban

a. Konsep Rumah Silaban

Rumah ditempatkan sejajar dengan lahan


yang menghadap ke selatan dengan jalur utama
terdapat pada garasi yang sisi barat dan sirkulasi
kecil seperti jalan masuk pada sisi timur, sirkulasi
kecil seperti jalan masuk pada sisi timur. Sirkulasi
yang panjang sejajar dengan sisi pnjang rumah,
menghubungkan jalur utama ke ruang tengah dan ke
dapur. Semua ruangnan diatur dalam jalur mengikuti
tumpu timur-barat. Rumah mengindikasikan kepolosan yang dinamis dari garis horisontal, dipotong oleh
garis vertikal yang tipis, berupa kolom beton. Semua ruang diatur dengan seder hana di bawah sebuah
atap yang besar dengan serambi yang panjang. Keseluruhan rumah merupakan perwujudan dari ide
modernis Indonesia dari Silaban.

Beranda dikenal sebagai kebutuhan utama dalam mengantisipasi iklim tropis. Rumah Silaban
mempunyai satu beranda depan dan satu beranda belakang. Beranda depan terjadi dari ruang yang
didefinisikan lewat bayangan yang tercipta oleh emper yang lebar. Sedangkan emper didukung oleh
balok horisontal. Silaban memberi komentar tentang keunggulan emper yang lebar. Dia mencatat
bahwa:Emper yang panjang adalah elemen yang penting bagi arsitektur tropis sebagai menangkal sinar
matahari langsung, melindungi dari hujan dan mengarahkan aliran udara di bawahnya.

Kolom sederhana dilapisi oleh batu belah, lantai dan balok putih terpadu dalam satu komposisi
yang baik sebagai karya seni, dan karenanya menciptakan sebuah nuansa yang khas terhadap beranda
depan. Serambi belakang berprinsip yang sama dengan bagian depan. Ruangnya juga ter definisi oleh
emper atap. Ini mengarah pada bagian belakang rumah tempat dimana kamar anak- anak berorientasi.
Emper yang panjang dan dinding yang tipis dibawah jendela menciptakan sebuah tempat duduk yang
bersahabat dengan mendorong sebuah interaksi sosial dan menciptakan kehidupan sosial di ruang luar di
iklim tropisBeranda belakang juga berfungsi sebagai tempat dimana keluarga menghabiskan waktu
bersama. Setelah itu posisi beranda belakang akan memberikan privasi kepada anggota keluarga.
Kemungkinan konsep beranda kolonial mempengaruhi Silaban untuk menyajikan dua beranda di
rumahnya

Bagi Friedrich Silaban: "Struktur atap adalah bagian


terpenting. Atap seharusnya tidak didefinisikan oleh ruang
dalam, karena ruang dalam justru terlindungi oleh atap itu
sendiri". Ia juga mengatakan,"Bentuk atap dalah kenyataan tidak
diperkuat atau didefiniskan oleh interior! Sebuah bentuk atap
yang mur ni adalah tidak dibuat untuk keindahan interior! Itu
menciptakan sebuah ruang dalam yang jujur". Demikian Silaban
menulis dalam catatannya. Atap tidak dibuat dari bentuk sebuah
ruang, malahan, sebuah ruang dibentuk sebagai sebuah hasil,
pemberian untuk manusia seperti perlindungan dan diterima
sebagai kebutuhan yang utama bagi manusia. Di bawah atap
itu, kemudian, ruangan, langit-langit atau ruang mulai
terdefinisikan dengan sendirinya. Seder hananya, atap adalah
pelindung yang melindungi dari atas, sebagai yang utama, dan
bentuk ruang dibawahnya sebagai tujuan kedua.

Berdasarkan aliran udara, rumah ini dibagi menjadi tiga zona :

1. area ruang keluarga yang dihubungkan dengan lantai atas menimbulkan kesan lapang.
2. lantai atas tanpa dinding pada bagian kanan kirinya
3. kamar tidur utama serta ruang-ruang yang tersekat menimbulkan kesan padat.

Ketiga hal tersebut sangat berpengaruh pada aliran angin di dalam rumah, yang akan menekan ke
zona 3,untuk dapat keluar melalui lubang kecil di ujung zona 3

Semua ruang dirancang dengan memiliki dua jendela yang dimaksudkan untuk mendapatkan
sinar matahari dan ventilasi alamiah. Lantai atas menghubungkan ruang keluarga dengan ruang kerja.
Tidak ada ruang/kamar di rumah ini, terkecuali kamar tidur utama, dapur dan garasi, yang benar-benar
tertutup. Lantai atas nampak seperti jembatan dari tempat yang bisa melihat aktivitas di ruang keluarga.
Kombinasi semua ruangan ke dalam satu kesatuan. Ini baik untuk interaksi antar ruang tapi ada efek
yang lain, yaitu: berkurangnya privasi untuk kamar tidur anak-anak. Sebuah aspek yang cukup menarik
tentang rumah ini adalah aspek privasi. Silaban tidak mengikuti ide Barat tentang privasi. Menurutnya,
ada beberapa kegiatan sehari-hari yang tidak begitu membutuhkan privasi.

Denah rumah Silaban disusun secara sederhana ber dasarkan fungsi yang diembannya.
Merupakan sebuah bentuk persegi besar yang terdiri dari persegi-persegi yang lebih kecil. Ruang
keluarga memisahkan ruang tidur dan ruang kerja dari ruang makan.

Ruang terbuka pada sisi lain pada lantai atas nampak seperti sebuah jembatan. Kejujuran bentuk
pada balok, dinding terpancung berwar na putih dan pengaturan logis menghasilkan sebuah ruang
yang hidup. Focal point ini menjadi persimpangan pada garis horizontal di railing. Struktur yang tidak
ditutupi menciptakan sebuah keseimbangan keindahan yang sederhana tanpa ada tambahan lagi.
Mengenai tidak perlunya tambahan, Silaban berpendapat bahwa rumah kecil sebaiknya hanya terdiri dari
tubuh utama, harus mempunyai sebuah proporsi bagus tanpa tambahan lagi. Penambahan hanya akan
menonjolkan "kekerdilan" sebuah rumah. Jikalau penambahan bagian tidak dapat dihindarkan, bagian itu
seharusnya dibuat sesederhana mungkin, dan sebagai sesuatu yang lebih tidak penting

b. Material Dan Kontruksi

Rumah dibangun dengan menggunakan material lokal seperti beton, baja, kaca, kayu dan
batu.Dinding beton adalah seder hana dan ditempatkan vertikal secara jernih sepanjang sumbu x dan
y. Semua dinding secara sederhana dicat warna putih. Semua pintu dan jendela dilengkapi oleh bingkai
kayu dan kaca.Kolom beton ditutup oleh batu lokal. Mengingat tangga dikonstruksi dari balok baja dicat
kuning, baja biru balustrade dan anak tangga dengan kayu. Beberapa kolom seperti yang ada di ruang
kerja dicat warna kuning terbuat dari baja. Perlu dicatat bahwa baja waktu itu, 1958, material yang
sangat eksklusif dan jarang didapatkan.

Penggunaan ubin teraso cor, dan ubin kepala basah (ubin semen) untuk lantai dan bahan
finishing bukanlah hanya menciptakan nuansa khusus. Material tersebut selain sesuai dengan iklim
tropis karena terasa sejuk pada badan dan tidak memantulkan panas. Teraso dan ubin semen juga
merupakan material yang memiliki daya tahan tinggi.Talang air hujan dan elemen struktur nya
diperlihatkan dan menonjol. Ini berkaitan dengan gagasan Silaban terhadap kejujuran. Sehingga elemen
seperti talang tidak hanya berguna untuk tujuan praktis, tapi juga fungsi keindahan. Estetika kejujuran
Silaban mungkin mendahului Pompidou Center.
2. Masjid Istiqlal

Pada 1961, penanaman tiang pancang baru dilakukan. Pembangunan baru selesai 17
tahun kemudian dan resmi digunakan sejak tanggal 22 Februari 1978. Jadi, hari ini merupakan
peringatan ke-38 tahun Masjid Istiqlal. Dikutip dari surat kabar Kompas edisi 21 Februari 1978,
enam tahun setelah Masjid Istiqlal selesai dibangun, F Silaban mengatakan, "Arsitektur Istiqlal
itu asli, tidak meniru dari mana-mana, tetapi juga tidak tahu dari mana datangnya."

"Patokan saya dalam merancang hanyalah kaidah-kaidah arsitektur yang sesuai dengan
iklim Indonesia dan berdasarkan apa yang dikehendaki orang Islam terhadap sebuah masjid,"
lanjut dia.Kesederhanaan ide Silaban rupanya berbuah kemegahan. Jadilah masjid yang
berdampingan dengan Gereja Katedral itu tampak seperti masa saat ini.

Masjid Istiqlal berdiri di atas lahan seluas 9,5 hektar, diapit dua kanal Kali Ciliwung,
kubahnya bergaris tengah 45 meter, dan ditopang 12 pilar raksasa serta 5.138 tiang
pancang.Dindingnya berlapis batu marmer putih. Air mancur besar melambangkan "tauhid"
dibangun di barat daya.Dilengkapi menara setinggi 6.666 sentimeter, sesuai dengan jumlah ayat
Al Quran, masjid itu mampu menampung 20.000 umat. Udara di dalam masjid begitu sejuk
walau tanpa dilengkapi pendingin ruangan. Sebab, Silaban membuat dinding sesedikit mungkin
supaya angin leluasa masuk. Silaban ingin umat yang sembahyang di masjid itu seintim mungkin
dengan Tuhan.Haji Nadi, haji asli Betawi yang sembahyang di masjid itu, dalam surat kabar
Kompas edisi yang sama mengatakan, "Berada di masjid ini saya merasa betapa besarnya umat
Islam."
3. Monumen Nasional

Monumen Nasional atau Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter (433
kaki). Monas didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia dalam
merebut kemerdekaan dari penjajahan bangsa asing. Pembangunan monumen ini dimulai
pada 17 Agustus 1961, atas perintah Presiden Soekarno. Monumen ini dibuka untuk umum
pada 12 Juli 1975. Puncak tugu Monas ini dimahkotai lidah api berlapis emas melambangkan
semangat perjuangan yang menyala-nyala. Monumen Nasional ini berada tepat di tengah
Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat.

Rancang bangun Tugu Monas ini berdasar konsep pasangan universal yang abadi
berupaLingga dan Yoni. Tugu obelisk menjulang tinggi digambarkan sebagai lingga. Lingga
ini melambangkan laki-laki yang memiliki elemen maskulin bersifat aktif dan positif. Lingga
ini pun melambangkan siang hari. Sedang pelataran cawan landasan obelisk Yoni
melambangkan perempuan yang memiliki elemen feminin bersifat pasif dan negatif. Yoni
dilambangkan malam hari.Lingga dan yoni adalah lambang kesuburan dan kesatuan
harmonis yang saling melengkapi semasa prasejarah Indonesia. Selain itu, bentuk Tugu
Monas dapat ditafsirkan sebagai sepasang "alu" dan "Lesung", yaitu alat penumbuk padi
yang ada di rumah tangga petani tradisional Indonesia. Rancang bangun Monas ini dipenuh
dimensi khas budaya bangsa Indonesia. Monumen terdiri dari 117,7 meter obelisk di atas
landasan persegi setinggi 17 meter pelataran cawan. Monumen ini pun dilapisi dengan
marmer asal Italia.

Kolam di Taman Medan Merdeka Utara dengan ukuran 25 x 25 meter ini dirancang
sebagai sistem pendingin udara sekaligus mempercantik tampilan Taman Monas. Di
dekatnya terdapat kolam air mancur dan patung Pangeran Diponegoro yang sedang
menunggang kuda. Patung ini terbuat dari perunggu seberat delapan ton. Patung ini dibuat
oleh pemahat Italia, Prof. Coberlato, sebagai sumbangan dari Konsulat Jendral Honores Dr
Mario Bross di Indonesia. Pintu masuk Monas terdapat di taman Medan Merdeka Utara dekat
patung Pangeran Diponegoro. Pintu masuk melalui terowongan berada tiga meter di bawah
taman dan jalan silang Monas yang berfungsi untuk pintu masuk pengunjung menuju tugu
Monas. Ketika pengunjung naik kembali ke permukaan tanah di sisi utara Monas, mereka
dapat melanjutkan berkeliling melihat relief sejarah perjuangan Indonesia ketikanmasuk ke
dalam museum sejarah nasional melalui pintu di sudut timur laut, atau langsung naik ke
tengah menuju ruang kemerdekaan. Selain itu, pengunjung dapat menggunakan lift untuk
menuju pelataran puncak monumen.
Sumber Pustaka

http://nasional.kompas.com/read/2016/02/22/09450081/Kisah.Friedrich.Silaban.Anak.Pendeta.yang.Ran
cang.Masjid.Istiqlal?page=all

http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Monas

Anda mungkin juga menyukai