Tumbuh Kembang Gigi Geligi PDF
Tumbuh Kembang Gigi Geligi PDF
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tahap perkembangan dari gigi sulung dimulai antara minggu ke lima dan ke
ini dimulai dengan pembentukan dental lamina yang merupakan suatu pita pipih
yang terjadi karena penebalan jaringan epitel rongga mulut yang meluas
sepanjang batas occlusal dari rahang atas dan rahang bawah. Dental lamina ini
terjadi pada daerah anterior rahang bawah, kemudian diikuti perkembangan pada
daerah rahang atas dan berlanjut ke arah posterior kedua rahang (Hashanur, 1991).
Gigi-geligi dalam rongga mulut akan mengalami erupsi menurut urutan waktu
erupsi masing-masing jenis gigi, mulai dari fase gigi sulung sampai fase
pergantian gigi menjadi fase gigi permanen. Proses erupsi masing-masing gigi
pada setiap fase terjadi secara fisiologis. Erupsi gigi permanen ke dalam rongga
mulut terletak pada posisi lingual dari akar gigi sulung. Pengecualian pada gigi
incisivus rahang atas, pergerakannya lebih banyak pada posisi facial ketika erupsi
merekonstruksi sejarah kehidupan fosil primata dan hominin (Dean, et al., 2001;
Kelley & Smith, 2003). Teknik baru untuk pemetaan pertumbuhan gigi geligi
individu dapat diterapkan pada fosil, yang dapat melengkapi dan bahkan
memperjelas kronologi dari penelitian erupsi gigi, berat badan, dan dimensi tulang
(Dean, et al., 2001; Schwartz, Samonds, Godfrey, Jungers, & Simons, 2002).
8
DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9
dalam bentuk dan ukuran, mahkota gigi ditentukan dengan baik sebelum erupsi
Turner, 2000).
terus yang terjadi pada beberapa tahap, yaitu tahap inisiasi, tahap proliferasi, tahap
gigi (bud) dari jaringan epitel rongga mulut, yang biasa disebut dengan epithelial
bud stage. Tahap proliferasi adalah tahap pembelahan dari sel dan perluasan dari
organ enamel, yang disebut sebagai cap stage. Kemudian tahap histodiferensiasi,
susunannya, misalnya sel bagian dalam dari organ enamel yang menjadi
ameloblas, dan sel perifer dari organ dentin pulpa yang menjadi odontoblas.
terbentuk susunan dari sel pembentuk sepanjang dentino enamel junction, yaitu
batas antara dentin dan enamel yang akan muncul nantinya. Sel ini memberi garis
luar dari bentuk dan ukuran mahkota dan akar yang akan tumbuh (Harshanur,
Tahap selanjutnya adalah erupsi intraosseus, terdiri dari tahap aposisi dan
tahap kalsifikasi, kemudian diikuti tahap erupsi dan atrisi. Tahap aposisi adalah
terjadi ketika jaringan gigi telah termineralisasi seluruhnya. Tahap erupsi adalah
pergerakan gigi ke dalam rongga mulut, spesifik untuk waktu dan urutan
erupsinya. Erupsi dibantu oleh tarikan ligamen periodontal, tulang alveolar yang
sedang tumbuh dan akar gigi yang memanjang. Tahap atrisi adalah pengausan gigi
memulai aktifitas sekresi beberapa waktu sebelum matriks enamel dimulai. Hal ini
menjelaskan bahwa dalam gigi yang sedang berkembang, lapisan dentin pada
setiap lokasi agak lebih tebal dibandingkan dengan matriks enamel yang sesuai
kemudian bergabung menjadi serabut kolagen dari pre-dentin. Sel odontoblas ini
juga menjadi perantara pada proses mineralisasi serabut kolagen yang kemudian
berdiferensiasi dari sel terluar dental papilla dan proses pembentukan dari pre-
melapisi bagian bawah dari sisi di mana membran dasar hancur. Matriks enamel
disekresikan dari Tome’s process (Tome), bagian yang lonjong dari tiap ameloblas
yang kontak dengan pre-dentin, terjadi proses mineralisasi dari membran dasar
yang hancur, serta membentuk dentino enamel junction, batas antara dentin dan
enamel. Kalsifikasi atau maturasi dari setiap tipe matriks timbul kemudian, dan
merupakan proses yang berbeda antara enamel dan dentin. Badan sel dari
ameloblas berpengaruh dalam proses erupsi dan mineralisasi, tetapi akan hilang
Tahap inisiasi yang tidak normal dapat menyebabkan pertumbuhan satu atau
lebih gigi tambahan atau gigi supernumerary. Gigi tambahan ini dimulai dari
lamina dental, dan mempunyai etiologi faktor herediter. Area tertentu dari ke dua
diantara incisivus sentral rahang atas (mesiodens), di sebelah distal molar ketiga
rahang atas (distomolar), dan di regio premolar (perimolar) dari kedua rahang
Hypodontia sebagian adalah yang paling umum dan paling sering terjadi pada gigi
incisivus lateral rahang atas, molar ketiga, dan pada premolar kedua rahang
banyaknya bagian gigi yang secara langsung maupun tak langsung berasal dari
Proliferasi yang abnormal dapat menyebabkan satu gigi atau seluruh gigi
menjadi lebih besar atau lebih kecil dari ukuran normalnya. Ke abnormalan gigi
dengan ukuran yang lebih besar disebut makrodontia, sedang yang lebih kecil
adalah gigi incisivus lateral pemanen rahang atas dan molar ketiga permanen.
mengakibatkan terjadinya dens in dente atau dens invaginatus. Gigi yang paling
lateral. Pada dens in dente, terlihat gigi dengan pit tunggal pada area terjadi
invaginasi, dan akan terlihat bentukan seperti gigi di dalam gigi pada pemeriksaan
radiologi. Pit tunggal ini akan menyebabkan kegagalan pulpa, kondisi patologis,
dan dibutuhkan terapi endodontik. Oleh karena itu, deteksi awal sangatlah
perkembangan enamel. Displasia enamel lokal dihasilkan oleh trauma atau infeksi
yang besar dan dihasilkan dari trauma saat kelahiran, infeksi sistemik, defisiensi
matrik enamel, sehingga pada permukaan enamel gigi akan tampak pit dan
groove. Dapat dijumpai pada Hutchinson’s incisors dan Mulberry molars, yang
disebabkan oleh faktor teratogenik dari congenital syphilis. Dari pandangan sisi
yang melebar di bagian servikal dan menyempit di bagian incisal. Pada Mulberry
menyebabkan kurangnya kualitas dari maturasi enamel, gigi tampak opaque, lebih
kuning, atau mungkin lebih coklat, tergantung pewarnaan enamel dari dalam.
Hipoplasia dan hipokalsifikasi enamel mungkin terjadi bersama, hal ini sering
dapat terjadi pada gigi sulung maupun permanen dan terdapat 4 tipe yaitu,
sangat tipis, mahkota berwarna kuning atau coklat kekuningan, dan mengalami
atrisi yang sangat ekstrim dengan kehilangan material gigi saat mastikasi
Salah satu tipe displasia dentin adalah dentinogenesis imperfecta juga dikenal
atau coklat buram. Dentinogenesis imperfecta dapat terjadi pada gigi susu
maupun gigi permanen, dipengaruhi oleh faktor genetik dan pewarisan secara
tetapi mudah terkelupas oleh karena kurangnya pertahanan dari dentinnya yang
keseluruhan. Hal ini diakibatkan maturasi yang tidak berjalan dengan semestinya
Gigi merupakan materi yang kuat yang dapat digunakan untuk penelitian di
bidang anthropologi ragawi, genetik odontologi dan forensik, baik pada populasi
yang hidup maupun populasi yang sudah mati (Kaushal, Patnik, Sood, &
Agnihotri, 2004).
sangat kuat. Semua gigi sebagai penentu pewarisan, adalah penting ketika variasi
morfologi gigi (karakteristik gigi) mulai diwujudkan. Selain faktor genetik yang
kuat, dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan seperti budaya, termasuk kebiasaan
manusia. Adanya perbedaan karakteristik gigi pada individu dapat menjadi ciri
khas suatu populasi; dan observasi karakteristik gigi dilakukan berdasarkan letak
Garn, Lewis, & Kerewsky (1965) menyatakan bahwa gen, hormon, dan kalori
memainkan peranan penting dalam pertumbuhan gigi, namun belum jelas efeknya
terhadap bentuk gigi. Menurut Harris & Couch (2006), perbedaan jenis kelamin
yang dilihat melalui bentuk gigi dipengaruhi oleh faktor hormonal terutama
sebelum masa remaja. Menurut Duraiswany (2009) bentuk gigi dipengaruhi oleh
faktor genetik dan lingkungan (misalnya ras, dan budaya). Agnihotri dan Sikri
(2010) juga berpendapat bahwa bentuk gigi dipengaruhi oleh faktor genetis dan
hal ini.
mempengaruhi karakteristik gigi, sangat berguna dalam beberapa hal antara lain,
parentage atau asal usul. Adanya perbedaan karakteristik gigi pada kumpulan
menjadi ciri khas suatu populasi, sehingga dapat diselidiki seberapa dekat afinitas
Banyak peneliti yang melaporkan, bahwa terdapat bukti yang cukup kuat
mengenai pengaruh faktor genetik terhadap ukuran gigi. Salah satu penelitian
yang telah dilakukan pada hewan coba adalah dengan mengukur gigi tikus rumah
menunjukkan ada hubungan ukuran dimensi mahkota gigi dengan faktor genetis.
Hubungan antar anggota keluarga yang dekat seperti orang tua dan anak, saudara
kandung, dan antar sepupu untuk menunjukkan hubungan yang signifikan pada
sebagai penyebab suatu kelainan dan sifat yang diwariskan. Pertama adalah
frekuensi kelainan dan sifat yang diwariskan tersebut lebih tinggi pada kerabat
derajat satu (orang tua, anak dan saudara kandung), bila dibandingkan dengan
etnis yang berbeda. Agregasi familial dan variasi etnis belum merupakan bukti
definitif adanya faktor genetik yang mendasari suatu kelainan dan sifat yang
diwariskan, mengingat keluarga dalam lingkup yang lebih besar yaitu kelompok
etnis tertentu, mempunyai faktor genetik dan faktor lingkungan yang sama seperti
Willard, 1991).
stress, ketinggian tempat tinggal (geografi), pola makan (status gizi) dan radiasi,
populasi, sekalipun struktur gigi sangat keras dan tidak mudah berubah bentuk.
berbeda, karena sifat alami manusia yang berdaptasi dengan lingkungannya (Scott
Kandungan mineral dalam gizi suatu populasi juga termasuk efek lingkungan.
didapat dalam suatu kemasan dalam bentuk air minum (Geologi, Hidrologi) dan
berbeda menurut lokasinya. Di North USA, Tanzania, ukuran fluorin dalam air
minum adalah 0,8 ppm-45-53 ppm, sedangkan di Indonesia atau negara lain
Ukuran gigi dengan heritabilitas yang juga relatif tinggi, juga menunjukkan
plastisitas, sebagai bukti adanya perbedaan pada generasi di antara bapak dengan
anak lelaki dan ibu dengan anak perempuan dan perbedaan sekuler dalam periode
Hingga saat ini masih timbul pertanyaan tentang sejauh mana efek dari
kelamin adalah gigi caninus (taring), namun menurut Alvesalo, Tammisalo, &
perbedaan jenis kelamin pada ukuran gigi. Steinberg, Sciulli, & Betsinger (2008),
kelamin tidak menjelaskan mengapa gigi caninus dinyatakan sebagai gigi yang
bahwa hormon seksual mempengaruhi perbedaan jenis kelamin pada ukuran gigi
dan adanya hormon seksual steroid yang terus meningkat di antara kedua jenis
kelamin dari lahir sampai pubertas. Menurut Quilley (2002) cit. Steinberg, Sciulli,
& Betsinger (2008), asumsi ini tampaknya tidak tepat, karena selama enam bulan
ke pubertas pada konsentrasi plasma hormon seksual steroid. Pada bayi laki-laki
serum testoteron mencapai konsentrasi puncak sekitar usia dua bulan, dan akan
menurun ke tingkat prapubertas pada usia enam bulan. Pada bayi perempuan,
testoteron menurun pada tingkat prapubertas antara minggu pertama sampai bulan
kedua.
sepanjang masa kanak-kanak, anak laki-laki memiliki ketebalan dentin yang lebih
besar dibanding anak perempuan yang didasarkan pada pengaruh dari kromosom
(Ziberman & Smith, 2001). Menurut Steinberg, Sciulli, & Betsinger (2008),
meskipun terdapat perbedaan pada ketebalan dari dentin selama masa pubertas,
yaitu masa setelah gigi terbentuk, namun tidak memiliki kontribusi yang cukup
Jain, Rai, & Anand (2008), menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin dapat
dilihat dari volume kompleks pulpa dentin dan enamel. Hormon seksual juga
juga telah diidentifikasi pada lapisan odontoblas pre-dentin dan pembuluh darah
kebudayaan sendiri mulai dibahas dan dikembangkan pada akhir abad 19. Definisi
kebudayaan pertama dibuat oleh Sir Edward Burnett Tylor (1981) cit. Soekadijo
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sejak zaman Tylor banyak sekali
oleh para anggota masyarakat, yang bila dilaksanakan oleh para anggotanya,
Salah satu kebiasaan yang dilakukan masyarakat adalah makan, yang dalam
(1985) menjelaskan tentang konsep pola makan yang dapat juga dikatakan sebagai
kebiasaan makan, merupakan pola tingkah laku seseorang atau sekelompok orang
melakukan sosialisasi terhadap warganya mengenai pola makan dan jenis pangan
tertentu.
rahang, gigi dan wajah serta akibatnya pada kejadian maloklusi pada penduduk
karena gigi-geligi adalah bagian tubuh yang terkena langsung dalam proses
mengunyah makanan. Adanya perbedaan dalam pola makan dan jenis pangan
akan mengakibatkan gambaran pada permukaan gigi serta lebar mesiodistal gigi.
Ukuran mesiodistal gigi pada kelompok berpola makan keras baik pria maupun
wanita, lebih kecil dibanding kelompok berpola makan lunak. Oleh karena itu
pada kasus kelompok berpola makan keras permukaan gigi mengalami atrisi berat,
dan gigi molar mengalami atrisi lebih banyak dibanding gigi incisivus.
kehidupan di kedua kelompok. Keadaan usaha tani yaitu tanah yang dimiliki oleh
masyarakat Tengger lebih luas, sehingga pendapatan lebih tinggi dan keadaan
dan protein masyarakat Tengger sudah berada di atas ambang kecukupan, yaitu
pada tingkat 101.8% dan 107.9 %, sedangkan garam besi dan vitamin A masih di
bawah angka kecukupan, yaitu 77.4% dan 29%. Pada kelompok bukan Tengger
konsumsi energi, protein, garam besi dan vitamin A masih berada di bawah angka
2.3 Pewarisan
menyatakan estimasi seberapa besar proporsi variasi fenotip dari suatu sifat
tertentu yang disebabkan oleh perbedaan genetik dalam populasi tertentu dan
sifat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam dunia biologis dikenal
sebagai teori pewarisan mengenai genotip dan fenotip, yaitu perbedaan yang jelas
antara faktor genetik yang mendasari (genotip) dan penampilan fisik yang
diwariskan dari induk ke keturunannya, dalam hal ini kita pelajari juga hubungan
tersebut sebagian besar sesuai hukum Mendel dapat berasal dari salah satu orang
tua atau dari keduanya. Hasilnya mungkin harmonis atau dapat juga disharmonis.
Seorang anak dapat mewarisi sifat dari orang tuanya, seperti ukuran dan bentuk
gigi, ukuran dan bentuk rahang, relasi rahang, struktur jaringan lunak dan otot.
Tidak diketahui secara pasti kombinasi dan rekombinasi gen yang diturunkan dan
berapa perbandingannya, tetapi benar ada sifat yang diturunkan (Mossey, 1999).
yang penting antara genotip dan fenotip. Genotip adalah keseluruhan jumlah
informasi genetik yang terkandung pada suatu makhluk hidup atau konstitusi
genetik dari suatu makhluk hidup dalam hubungannya dengan satu atau beberapa
lokus gen yang sedang mendapat perhatian. Fenotip adalah karakter atau sifat
yang dapat diamati pada suatu individu (yang merupakan hasil interaksi antara
genotip dan lingkungan). Selama hidup suatu makhluk hidup, fenotip dapat
dimiliki oleh seorang individu yang berhubungan dengan lokus gen. Fenotip
adalah produk akhir dari kombinasi antara genetik dan pengaruh faktor
lingkungan, yang tampak sebagai ciri khas suatu individu atau sifat atau karakter
oleh satu gen atau sepasang gen (alel) yang terletak pada kromosom autosom atau
sifat/ciri (trait), tidak selalu membingungkan tetapi mempunyai pola yang bisa
sehingga dapat memilih ciri yang ingin dipelajari (Emery & Rimoin, 1990).
sepasang kromosom sex yang sama yaitu XX, pada laki-laki pasangan kromosom
sexnya tidak sama yaitu X dan Y. Pewarisan gena tunggal disebut juga Mendelian
Mendel sederhana yang ditentukan oleh dua hal yaitu: lokus gena mutan (pada
autosom atau kromosom X) dan sifat ekspresi genanya (dominan atau resesif).
Oleh karenanya pewarisan gena tunggal dibagi menjadi 4 macam, yaitu pewarisan
dan tidak fatal, misal infertilitas pada laki-laki oleh karena azoospermia atau
Pewarisan autosomal dominant (AD) disebabkan oleh adanya satu gen mutan
yang merugikan (abnormal) yang terletak pada autosom (pada kromosom nomor 1
sampai nomor 22). Adanya satu gen mutan yang merugikan (abnormal) di salah
satu genorip, sudah dapat menimbulkan suatu kelainan, atau sifat yang nampak
berpasangan dan terletak pada lokus yang sama (alel). Apabila kedua gen pada
homozigot normal atau homozigot sakit; b) Berbeda, yaitu yang satu normal dan
yang lain mutan (abnormal) maka keadaan demikian disebut heterozigot, dan
karena gen (alel) mutan dominan terhadap gen (alel) normal, maka individu
demikian disebut heterozigot sakit (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes,
Keterangan:
(laki-laki) dan (perempuan) bisa mewarisi suatu kelainan atau sifat
Setiap generasi ada yang mewarisi suatu kelainan atau sifat
Setiap anak (laki-laki dan perempuan) mempunyai resiko mewarisi 50%
Ada transmisi ayah ke anak laki-laki (male to male transmission).
ada tiga gambaran khusus yang perlu diamati. Pertama, baik laki-laki dan
perempuan dapat sakit dalam proporsi yang sama (karena gen yang cacat di
autosom); kedua, hal yang dipengaruhi dari satu generasi ke generasi berikutnya;
dan ketiga, segala sifat dapat diwariskan dari ayah atau ibu ke anak laki-laki,
dominan 1 : 2 (50%) (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard,
adalah: polidaktili (kelebihan jari tangan atau kaki), sindroma Marfan, aniridia
rambut keriting, dagu yang besar dan menonjol (makro dan prognati), dens in
dente, talon cusps (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard,
1991).
resesif yang terletak pada lokus yang sama di autosom. Dengan demikian
frekuensi kelainan atau sifat ini pada laki-laki dan perempuan sama. Pada
orang tua (ayah dan ibu) membawa satu alel untuk gen mutan resesif; c) Individu
dengan satu alel resesif tidak menunjukkan kelainan (disebut carrier); d) Rasio
rata-rata antara anak normal dan anak yang mewarisi kelainan atau sifat pada
& Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard, 1991) (gambar 2.5).
Keterangan:
(laki-laki) dan (perempuan) bisa mewarisi suatu kelainan atau
Sifat; Tampak horizontal (satu generasi yang mewarisi suatu kelainan
atau sifat); Setiap anak (laki-laki atau perempuan) mempunyai resiko
mewarisi 25 %
= Perkawinan keluarga/sedarah (blood relatives) antara orang tua
lidah, buta kecap, lobulus daun telinga melekat, rambut lurus, dagu kecil dan
saluran akar gigi molar) (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, &
Willard, 1991).
Pewarisan X-linked dominant (XLD) ini disebabkan adanya satu gen mutan
dominan pada salah satu kromosom X. Pada perempuan karena sifat ekspresi gen
gene yang cacat), tetap tampak sakit. Perempuan dalam keadaan heterozigot akan
menunjukkan kelainan yang lebih ringan daripada laki-laki yang sakit. Ini
disebabkan pada perempuan heterozigot masih ada satu kromosom X dengan alel
normal akan menghasilkan 50% anak laki-laki mempunyai kelainan dan 50%
kira-kira dua kali lebih banyak daripada laki-laki, tetapi kebanyakan pada
perempuan lebih ringan (karena pada laki-laki pada umumnya kelainannya fatal)
(Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard, 1991) (gambar 2.6).
ginjal untuk menyerap kembali kalsium yang difiltrasi ginjal. Contoh lain
keterlambatan mental) (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard,
1991).
Pewarisan X-linked recessive (XLR) disebabkan oleh gen mutan resesif yang
terdapat pada kromosom X, artinya bahwa adanya satu gen mutan pada wanita
X-linked recessive adalah sangat khas, ialah jauh lebih banyak laki-laki yang
kelainan X-linked recessive pada laki-laki jauh lebih besar daripada perempuan.
sepasang gen mutan pada sepasang kromosom X (homozigot). Di lain pihak, laki-
jawab untuk terjadinya kelainan diwariskan dari laki-laki dengan kelainan kepada
semua anak perempuannya. Separo cucu laki-laki juga akan mewarisi gen
abnormal tadi; c) Gen resesif tadi tidak pernah diwariskan langsung dari ayah
kepada anak laki-laki, tetapi diwariskan lewat anak perempuan, baru kemudian ke
(carrier), sehingga munculnya penyakit pada pria adalah berasal dari wanita
carrier (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard, 1991) (gambar
2.7).
Contoh kelainan atau sifat pewarisan X-linked recessive adalah: buta warna,
hemofilia (darah sulit membeku saat perdarahan atau luka), sindrom displasia
keringat abnormal), hypodontia atau anodontia (gigi tidak tumbuh sebagian atau
berarti fenotip yang ada hanya diwariskan oleh seorang ayah kepada anak laki-
lakinya, dan kemudian ke cucu laki-laki dan seterusnya kesemua keturunan laki-
lakinya. Dalam pewarisan terangkai Y tidak ada istilah dominan dan resesif,
karena kromosom Y hanya terdapat pada laki-laki, dan laki-laki normal hanya
yang mengenai masalah keraguan kelamin (sex ambigua). Selain itu di India,
daun telinga berambut juga diwariskan secara terangkai Y (Emery & Rimoin,
2.4.2 Faktor yang mempersulit analisis pedigree dan yang menyimpang dari
Hukum Mendel
10.000 kelahiran sampai 1 per 50.000 kelahiran, bahkan ada yang lebih kecil lagi.
Beberapa kelainan sering pada etnis tertentu, misalnya: thalasemia alfa di Asia,
anemia sel sabit (sickle cell anemia) pada orang negro Afrika, Tay Sachs pada
orang Jahudi Askenazik, dan fibrosis kistika pada orang kulit putih (Lewis, 2007).
biasanya baru muncul setelah pembawa gen berumur 50 tahun. Dengan demikian
sering anak dan penderita kelainan ini belum menampakkan gejala, sehingga sulit
degree of penetrance 100%) bila setiap gen (genotip) yang sakit juga
Ekspresivitas adalah derajat fenotip atau berat ringannya kelainan. Satu gena
cacat tetapi lebih dari satu sistem organ yang manifest (mengalami kelainan).
sangat beraneka ragam, dari yang sangat berat sampai yang sangat ringan (Lewis,
2007).
Pleiotropy:
berbeda. Misalnya retinitis pigmentosa (satu jenis kelainan mata yang mengenai
tanpa riwayat keluarga. Dengan demikian munculnya kelainan ini karena mutasi
(asal kromosom dari ayah atau ibu). Beberapa kelainan atau sifat gen telah
diketahui ekspresinya berbeda apabila kelainan atau sifat tadi diwariskan dari
ayah atau dari ibu kepada anak laki-laki atau perempuan (Lewis, 2007).
Mosaik (mosaicism):
satu populasi sel (cell lines) di dalam tubuhnya yang secara genetis berbeda, tetapi
berasal dari satu zygota. Pada umumnya bila seseorang mempunyai kelainan
kromosom, kelainan ini biasanya terdapat diseluruh sel tubuhnya. Tetapi kadang-
kadang, dua atau lebih komplemen kromosom yang berbeda bisa terdapat pada sel
tubuh seseorang. Hal ini yang mendasari terjadinya keadaan mosaik (Lewis,
2007).
Mempunyai dua kromosom tertentu yang diwariskan dari satu orang tua atau
Kromosom X membawa gen yang vital disamping gen untuk sifat kewanitaan,
gena kromosom X pada wanita terdapat kelebihan bahan genetik. Oleh karena itu
laki-laki dan perempuan untuk gen yang terdapat pada kromosom X, yang
diajukan oleh Lyon, yang dikenal sebagai inaktivasi kromosom X atau hipotesis
Lyon, yaitu: a) Salah satu dan dua kromosom X pada sel somatik perempuan
berasal dari maternal (X m) atau paternal (Xp) pada sel yang berbeda; c) Inaktivasi
inaktivasi, maka kromosom X tersebut akan tetap inaktif pada sel turunannya
Selanjutnya bila mengandung lebih dari dua kromosom X, maka hanya satu
body) di dalam inti sel. Barr body ini mudah ditunjukkan pada biakan sel
fibroblas, sel mukosa pipi, sel mukosa vagina, pada lekosit polimorfonuklear.
mengandung 1 barr body, laki-laki normal (XY) dan perempuan Turner (XO)
body, dan perempuan XXX mengandung 2 barr body (Thompson, McInnes, &
Pewarisan poligenik adalah suatu kelainan atau sifat yang ditentukan oleh
lingkungan juga ikut berpengaruh untuk timbulnya suatu sifat, maka pewarisan
graduil atau tidak berbatas jelas misalnya: tinggi badan, berat badan, intelegensia,
multifactorial traits), yaitu dengan fenotip jelas berbeda. Sifat diskontinyu secara
sumbing bibir atau palatum (cleft lip atau cleft palate), defek tuba neuralis,
stenosis pylorus, penyakit jantung bawaan dan penyakit umum pada orang dewasa
a) Meskipun kelainan atau sifat ini bersifat familial, tetapi tidak ada pola
pewarisan yang pasti untuk setiap keluarga; b) Resiko pada anggota keluarga
derajat I kira-kira pangkat dua resiko dalam populasi (frekuensi kelainan atau sifat
ini dalam populasi); c) Resikonya akan jauh lebih kecil pada anggota keluarga
dengan derajat II dan makin kecil kalau derajat kekeluargaanya makin jauh; d)
Resiko rekurensinya lebih besar apabila lebih dari satu anggota keluarga yang
mewarisi kelainan atau sifat multifaktorial; e) Makin berat kelainan makin tinggi
resiko rekurensinya; f) Apabila kelainan atau sifat tersebut lebih sering terjadi
pada jenis kelamin tertentu (misal perempuan), maka adanya kelainan atau sifat
gpada jenis kelamin yang lain (misal laki-laki) akan memberikan resiko rekurensi
yang lebih tinggi pada keturunannya atau anaknya (Thompson, McInnes, &
Gigi terdiri dari mahkota dan akar, bagian mahkota terdiri dari enamel dan
dentin sedangkan bagian akar terdiri dari dentin dan sementum. Pertemuan antara
mahkota dan akar terjadi pada cemento enamel junction dan disebut sebagai
cervical line. Dentin dan pulpa yang berada di mahkota meneruskan diri ke
bagian akar. Pulpa pada bagian mahkota disebut sebagai ruang pulpa (pulp
chamber) sedangkan pulpa pada bagian akar disebut saluran akar (pulp canal atau
pulp cavity). Enamel, dentin, sementum, dan pulpa merupakan bagian dari
jaringan gigi. Enamel, dentin, dan sementum merupakan jaringan keras gigi,
sedangkan pulpa adalah jaringan lunak gigi. Pada pulpa terdapat pembuluh darah,
96% dan 1% bahan organik, serta sisanya air (Hillson, 1996). Enamel adalah
jaringan yang paling kuat, sehingga mampu melindungi gigi dari rangsangan
Ziberman & Smith (2001), menjelaskan bahwa pada gigi manusia terdapat
dua tipe dentin, yaitu dentin primer, dentin sekunder. Dentin primer terbentuk
dengan cepat selama pembentukan gigi, berkaitan dengan aposisi enamel atau
sementum. Dentin sekunder merupakan hasil dari aposisi lanjutan yang lebih
lambat, dan terbentuk kemudian dalam proses yang berlangsung seumur hidup.
Pulpa gigi merupakan komponen jaringan lunak dari gigi dan menempati
rongga internal gigi, yaitu ruang pulpa dan kanal pulpa atau saluran akar. Secara
umum, bentuk jaringan pulpa gigi sesuai dengan bentuk luar gigi, baik pada
bagian mahkota maupun pada bagian akar. Fungsi utama dari pulpa gigi adalah
mengontrol aliran darah dan bertanggung jawab untuk mediasi dari sensasi rasa
bentuk iritasi baik iritasi mekanik, iritasi termal, iritasi kimia, maupun iritasi oleh
bakteri di alam (Balogh & Fehrenbach, 1997; Ash & Nelson, 2003).
Fungsi utama gigi adalah untuk mengunyah makanan agar mudah ditelan dan
dengan bentuknya, misalnya gigi seri (incisivus) untuk memotong dan estetika,
gigi taring (caninus) untuk mengoyak dan estetika, gigi premolar dan gigi molar
Gigi juga berfungsi untuk mempertahankan jaringan penyangga gigi agar tetap
dalam kondisi yang baik dan berada di dalam lengkung gigi, dan juga membantu
Para pakar morfologi gigi mempelajari struktur dan morfologi gigi, melalui
dua pendekatan yang berbeda pada morfologi mahkota dan akar. Pada manusia
terdapat 20 gigi di usia anak-anak yang disebut sebagai gigi sulung atau gigi
primer (milk teeth atau primary dentition) dan 32 gigi di usia dewasa yang disebut
gigi permanen (permanen dentition) (Balogh & Fehrenbach, 1997; Ash & Nelson,
2003).
Pada gigi sulung terdapat tiga jenis gigi, yaitu gigi seri (incisivus), gigi taring
(caninus) dan gigi molar. Pada gigi permanen terdapat empat jenis gigi, yaitu gigi
incisivus, gigi caninus, gigi premolar dan gigi molar. Pada rongga mulut, gigi
berada pada rahang atas dan rahang bawah dengan jumlah yang secara fisiologis
sama, yaitu masing-masing lima di tiap kwadrannya untuk gigi sulung dan
delapan di tiap kwadrannya untuk gigi permanen (Ash & Nelson 2003; Kumar,
2004).
dan bentuk. Incisivus berbentuk seperti sekop (shovel shape), caninus berbentuk
cuspid tunggal dan seperti kerucut, premolar berbentuk bicuspid, dan gigi molar
berbentuk multicuspid. Ciri lain yang dapat dilihat adalah incisivus dan caninus
berakar tunggal, sementara molar rahang atas berakar tiga dan molar rahang
bawah berakar dua. Premolar pada umumnya memiliki akar tunggal, walaupun
jumlah akar premolar pertama rahang atas kadang-kadang dua, adalah ciri khas
dan ciri normal gigi dan merupakan salah satu variasi dari struktur morfologi gigi
(Harshanur, 1991).
Gigi sulung terdiri dari empat kwadran, di mana di tiap kwadran normalnya
terdiri dari dua gigi incisivus, satu gigi caninus, dan dua gigi molar. Gigi
incisivus sulung rahang atas mempunyai permukaan labial yang halus dan
penebalan di tepi enamel kearah cingulum. Gigi incisivus sulung rahang atas pada
pandangan mesial atau distal tampak lebih cembung daripada gigi incisivus
permanen rahang atas. Gigi incisivus sulung rahang bawah memiliki mahkota
yang sama dengan gigi incisivus sulung rahang atas. Bagian distal dari gigi
incisivus lateralnya bulat dan groove yang tidak begitu dalam seperti pada gigi
incisivus permanen. Gigi caninus mempunyai mahkota gigi yang pendek dan
lebar, permukaan labial cembung dengan ukuran labiolingual lebih besar daripada
ukuran mesiodistal (Balogh & Fehrenbach, 1997; Ash & Nelson, 2003).
Gigi molar sulung memiliki bentuk yang berbeda dengan gigi molar
permanen. Gigi molar pertama sulung rahang atas (m1 RA) mempunyai variasi
bentuk premolar dan molar. Pada permukaan mesiopalatal mahkota gigi terdapat
tonjolan kecil yang menjadi tuberculum molare. Pada gigi molar kedua sulung
rahang atas (m2 RA) terdapat lebih banyak anomali dari cusp carabelli
dibandingkan dengan gigi m1 RA. Gigi m2 RA memiliki ukuran lebih kecil dari
m1 RA, namun lebih besar daripada gigi premolar permanen. Gigi molar pertama
sulung rahang bawah (m1 RB) memiliki empat cusp dengan cusp lingual yang
agak tajam dibandingkan cusp buccal. Gigi molar kedua sulung rahang bawah (m2
RB) memiliki bentuk seperti gigi m1 RB, namun ukurannya lebih kecil dan
mempunyai lima cusp (Balogh & Fehrenbach, 1997; Ash & Nelson, 2003).
Gigi permanen terdiri dari empat kwadran, di tiap kwadran normalnya terdiri
dari dua gigi incisivus, satu gigi caninus, dua gigi premolar, dan tiga gigi molar.
Pada manusia, mahkota gigi insisivus memberikan bentuk yang sama, yaitu
mahkota dengan tepi incisal yang tajam dan permukaan labial yang cembung.
leher gigi. Terdapat tiga lobus pada gigi ini yang ditandai dengan tiga mamelon
pada sepanjang tepi incisalnya. Pada gigi permanen maupun gigi sulung, mahkota
gigi incisivus pertama rahang atas selalu lebih besar dari mahkota gigi incisivus
kedua rahang atas, sedangkan untuk ke dua gigi incisivus rahang bawah
Gigi ketiga dari garis median adalah gigi caninus, diberi nama caninus karena
tumbuh dengan baik pada binatang carnivore. Gigi caninus mempunyai akar
terpanjang dan terbesar, sehingga menjadikan gigi ini paling kuat. Mahkota gigi
caninus panjang dan memiliki bentuk yang tahan terhadap tekanan pengunyahan.
Gigi caninus tanggal paling akhir dan seringkali digunakan untuk penyangga gigi
tiruan dan merupakan gigi yang penting dalam membentuk karakter wajah,
Gigi premolar rahang atas memiliki dua cusp yaitu cusp buccal dan cusp
palatal, cusp buccal lebih besar dan lebih tinggi dibandingkan dengan cusp palatal.
Gigi premolar rahang bawah biasanya terdapat dua atau tiga cusp, dengan cusp
yang dominan pada sebelah buccal, dan cusp lain di sebelah lingual (Hillson,
1996).
Gigi molar permanen rahang atas memiliki empat cusp utama, tiga yang
yaitu cusp distopalatal kurang menunjol dibandingkan cusp yang lain. Gigi molar
permanen rahang bawah memiliki bentuk mahkota segi empat pada Homosapiens
terdapat pada sudut segi empat dari mahkota gigi dan memiliki kesamaan pada
tingginya. Pada Homosapiens biasanya ada tiga, empat, atau bahkan lima cusp.
Namun tidak jarang juga terdapat terdapat variasi cusp keenam dan cusp ketujuh
(Hillson, 1996).
Gigi permanen lebih menjadi pusat perhatian para peneliti daripada gigi
sulung, karena variasi gigi permanen lebih banyak daripada gigi sulung. Usia 12
tahun sampai 16 tahun, setelah semua gigi sulung tanggal merupakan usia
morfologi mahkota gigi dari semua gigi permanen (Scott & Turner, 2000).
Karakteristik gigi adalah suatu variasi morfologi gigi yang diturunkan secara
genetis, berupa variasi dalam ukuran gigi (karakteristik metris gigi) dan variasi
dalam ciri atau bentukan khas pada gigi (karakteristik non metris gigi) (Kieser,
1990; Lauweryns, Carels, & Vlietink, 1993; Dempsey, Townsend, Martin, &
terapan yang dapat melacak evolusi periode primata dan menentukan karakteristik
ras dari sisi morfologi giginya (Matsumura & Husdson, 2004). Banyak studi di
bidang Antropologi dental yang merunut sejarah persebaran populasi di suatu area
diselidiki seberapa dekat afinitas antara kelompok populasi satu dengan lain (Scott
Dalam buku “Races, Types and Etnic Groups” Molnar (1975) cit. Scott &
Turner (2000), membuat beberapa referensi tentang variasi morfologi gigi atau
besar dalam variasi gigi dan dalam beberapa kasus, telah dikelompokkan menurut
ras. Hanya ada satu variasi dalam frekuensi yang terjadi pada sifat tertentu pada
suatu populasi manusia menunjukkan dalam satu tingkatan, untuk itu pentingnya
Karakteristik metris gigi adalah variasi dalam ukuran gigi, yaitu karakteristik
gigi yang diperoleh dengan mengukur gigi secara langsung, yaitu pengukuran
diameter mesiodistal, labiolingual dan buccolingual pada mahkota gigi, dan tidak
ada karakteristik gigi yang menjelaskan pada ukuran gigi, kecuali mesiodistal,
posterior) yang diukur dari arah mesial ke distal, ukuran labiolingual adalah
ukuran lebar mahkota gigi (anterior) yang diukur dari arah labial ke lingual, dan
ukuran buccolingual adalah ukuran lebar mahkota gigi (posterior) yang diukur
dari arah buccal ke lingual. Bagian mesial gigi adalah sisi yang berhadapan
dengan garis median, sedangkan bagian distal gigi adalah sisi yang menjauhi
dengan garis median. Bagian labial gigi adalah sisi yang berhadapan dengan
labium (bibir), bagian buccal gigi adalah sisi yang berhadapan dengan buccae
(pipi), dan, sedangkan bagian lingual gigi adalah sisi yang berhadapan dengan
Gambar 2.11 Terminologi gigi (permukaan occlusal) (Ash & Nelson, 2003 p.10).
Ukuran mesiodistal gigi adalah ukuran yang diukur pada dimensi mesiodistal
mahkota gigi, yaitu jarak terbesar antara permukaan mesial dan permukaan distal
dari mahkota gigi sejajar dengan permukaan occlusal gigi (Fitzgerald & Hillson,
Bila ukuran mesiodistal mahkota gigi tersebut besar, maka lebar lengkung
rahang akan besar pula. Ukuran mesiodistal dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan dan antara satu ras dengan ras lainnya berbeda pula. Penelitian antara
ras berkulit putih, berkulit kuning dan ras berkulit hitam yang dilakukan oleh
Lavelle (1972) dan Smith, Buschang, & Watanabe (2000), hasilnya menunjukkan
ada perbedaan, yaitu ukuran mesiodistal mahkota gigi ras berkulit hitam lebih
besar daripada berkulit kuning lebih besar daripada berkulit putih. Pengaruh
genetik sangat kuat, yaitu dengan estimasi untuk gambaran morfologis mahkota
sebesar 90%.
Lebar Mesiodistal Gigi (LMG) pada orang Bugis dan Toraja menyimpulkan
bahwa, LMG laki-laki Toraja lebih besar daripada wanita Toraja, demikian juga
LMG pria Bugis juga lebih besar daripada wanita Bugis. Lebar mesiodistal baik
laki-laki maupun wanita Toraja lebih besar daripada laki-laki dan wanita Bugis.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Budirahardjo & Pradopo (2002), yang
menyatakan bahwa ukuran mesiodistal laki-laki Madura dan Jawa lebih besar
rata-rata diameter mesiodistal mahkota gigi mulai dari insisivus pertama rahang
atas sampai molar ketiga rahang atas dan rahang bawah lebih besar pada laki-laki
(2003) yang menyatakan bahwa diameter mesiodistal seluruh mahkota gigi laki-
permukaan labial dan permukaan lingual dari mahkota gigi sejajar sumbu
menggunakan dental caliper digital dengan kepekaan 0,01 mm, dan hasil
permukaan buccal dan permukaan lingual dari mahkota gigi sejajar sumbu
menggunakan dental caliper digital dengan kepekaan 0,01 mm, dan hasil
oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan tersebut seperti aktivitas
fungsional, hormon, dan nutrisi yang sangat penting pada saat tumbuh kembang,
baik selama dalam kandungan maupun setelah lahir (Ash & Nelson, 2003).
menerangkan suatu keadaan tertentu atau sebuah rasio proporsional yang dapat
menegaskan bahwa bentuk (shape) gigi adalah lebih dapat dipercaya (reliable)
2009).
Index mahkota gigi menggambarkan suatu bentuk (shape) yang diperoleh dari
perhitungan: ukuran lebar dibagi ukuran panjang mahkota gigi dikalikan 100.
gigi posterior adalah ukuran buccolingual dibagi ukuran mesiodistal dikalikan 100
gigi incisivus pertama permanen rahang atas (I1 RA) yang diperoleh dari
(mesiodistal atau MD) mahkota gigi dikalikan 100 (Glinka, Myrtati, &
Koesbardiati, 2008).
molar pertama permanen rahang atas (M1 RA), yang diperoleh dari penghitungan:
ukuran lebar (buccolingual atau BL) dibagi ukuran panjang (mesiodistal atau MD)
Karakteristik non metris gigi adalah variasi dalam ciri atau bentukan khas
tidak ada. Beberapa karakteristik non metris gigi yang sering diteliti adalah shovel
accesory tubercle. Pemilihan shovel shape dan carabelli’s cusp, karena banyak
dipelajari dalam praktek klinis. Shovel shape adalah ciri yang umum yang dimiliki
oleh “Mongoloid race”, contohnya populasi Cina, Jepang, Mongolia, dan Eskimo,
serta populasi di kawasan Asia Tenggara. Carabelli’s cusp adalah ciri yang paling
umum dimiliki oleh populasi keturunan Eropa (Hillson, 1996; Scott & Turner,
2000).
Shovel shape adalah bentukan yang terdapat pada palatal atau lingual
marginal ridge lebih menonjol dan memagari fossa yang dalam pada bagian
palatal atau lingual gigi. Shovel shape paling sering ditemukan pada gigi incisivus
pertama rahang atas (I1 RA) dan gigi incisivus kedua rahang atas (I2 RA), kadang-
kadang pada gigi caninus rahang atas, dan dapat juga membentuk pit pada bagian
palatal atau lingual gigi incisivus pertama rahang atas. Frekuensi tertinggi (>
90%) dijumpai di antara populasi Asia dan populasi asli Amerika, frekuensi
Shovel shape terdiri dari dua jenis, yaitu shovel shape tunggal dan ganda.
Pada shovel shape tunggal terdapat pada sebelah palatal, sedangkan shovel shape
ganda terdapat pada sebelah labial gigi incisivus rahang atas. Kebanyakan peneliti
mengevaluasi adanya marginal ridge pada sebelah mesial dan distal untuk
memberi skor shovel shape tunggal. Pandangan umum tentang kegunaan shovel
terdapat tujuh kelas untuk membedakan derajat shovel shape. Kelas pertama
sampai keenam dapat ditemukan baik pada gigi I1 RA dan gigi I2 RA, sedangkan
kelas ketujuh hanya ditemukan pada I2 RA. Berikut adalah kelas dalam pembagian
0 : none (tidak terdapat shovel shape) - permukaan palatal atau lingual datar.
1 : faint - mulai tampak dan terasa adanya peninggian pada daerah mesial dan
distal.
3 : semi-shovel.
7 : barrel – gigi I2 sudah tidak tampak seperti shovel (sekop), tetapi lebih
tampak seperti barrel atau tong kayu.
Gambar 2.12 Shovel shape I1 RA (tanda panah) (Scott & Turner, 2000 p.26).
shovel shape di Afrika sebesar 7,3% untuk shovel shape ganda 2,6%, di Eropa
sebesar 2,3% dan shovel shape ganda 3,6%, di Asia utara sebesar 73,5% dan
shovel shape ganda 24,2%, di Asia tenggara sebesar 34,5% dan shovel shape
ganda 9,6%, di Malaya sebesar 26,8% dan shovel shape ganda 28,4%, di Malaysia
sebesar 9,3% dan shovel shape ganda 5,1%, di Australia sebesar 15,9% dan shovel
Ciri adanya shovel shape terjadi hampir merata dan paling sering terjadi pada
ras Mongoloid. Meningkatnya frekuensi shovel shape merupakan ciri khas yang
lebih rendah dibandingkan ras Mongoloid lainnya (Mizoguchi, 1985; Hsu, Tsai,
Karakteristik gigi shovel shape pada gigi incisivus rahang atas banyak
dijumpai pada ras Mongoloid yang terdiri dari kelompok Sundadont dan Sinodont,
Amerika Utara dan Selatan. Kelompok Sundadont menetap atau hidup di sekitar
daratan Cina. Shovel shape tampak jelas pada orang Eskimo atau Amerika Utara
sekitar 4000 tahun yang lalu, melalui jembatan antar benua pada zaman Es
karakteristik shovel shape incisivus sentral permanen rahang atas pada beberapa
kecenderungan derajat yang tinggi yaitu dengan skor 2 (shovel shape kecil)
dengan skor 1 (shovel shape samar-samar) yaitu 38.6%. Demikian juga dengan
tinggi, mandibula yang kuat dengan ramus yang lebar, rendah, dan miring ke atas,
disebabkan oleh karena kebiasaan berburu yang secara langsung dan tidak
secara bertahap, hal ini seiring dengan penggunaan rahang dan giginya untuk
pengunyahan dan tulang yang berhubungan dengan fungsi tersebut, dan shoveling
Carabelli’s cusp atau carabelli traits adalah bentukan berupa cusp tambahan
(accessory cusp) pada bagian mesiopalatal gigi molar rahang atas, seringkali
ditemukan pada gigi molar pertama permanen rahang atas (M1 RA), gigi molar
kedua sulung rahang atas (m1 RA), dan kadang-kadang pada gigi molar kedua
permanen rahang atas (M2 RA). Carabelli’s cusp ditemukan oleh Georg von
Carabelli pada tahun 1842, adalah seorang dokter gigi yang dipekerjakan oleh
Kaisar Franz di Austria. Carabelli’s cusp mungkin adalah yang paling dikenal
oleh dokter gigi kulit putih (Eropa, Amerika serikat, Australia) (Hillson, 1996;
1. Terdapat groove
2. Terdapat pit
mahkota gigi, ternyata terdapat korelasi yang positif antara besarnya carabelli
cusps dengan ukuran mahkota gigi. Diameter dari buccolingual dengan adanya
carabelli’s cusp. Ada indikasi dimorfisme sexual pada ukuran carabelli’s cusp, di
mana laki-laki cenderung mempunyai cusp yang lebih besar, meskipun tidak
Etiologi terjadinya carabelli’s cusp secara pasti belum diketahui, tetapi ada
dua faktor yang berperan dalam terjadinya carabelli’s cusp, yaitu faktor genetik
dan faktor lingkungan. Para peneliti setuju bahwa harus ada gen dominan yang
Tammisalo, & Townsend, 1991; Agnihotri & Sikri, 2010; Mavrodisz, 2007).
Pemenuhan nutrisi yang berbeda pada setiap individu dapat mempegaruhi proses
Apabila pemenuhan nutrisi dan produksi hormon kurang, maka akan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan gigi dan akan berpengaruh terhadap variasi tipe
Persebaran populasi yang paling banyak terdapat carabelli’s cusp adalah pada
lebih banyak disebabkan oleh faktor genetik, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dari suatu populasi. Faktor genetik juga mempengaruhi ada tidaknya
carabelli’s cusp pada gigi sulung. Seseorang yang awalnya memiliki carabelli’s
cusp pada gigi sulung mungkin bisa tidak memilikinya pada gigi permanen,
begitu juga sebaliknya namun kasus lebih sedikit. Carabelli’s cusp dapat menjadi
pembantu dalam kedokteran gigi forensik, karena dapat ditentukan etnis atau
populasi dari ada atau tidaknya carabelli’s cusp tersebut (Bang & Hasund, 2005;
Harris, 2007).
Gigi merupakan bagian terkeras dari tubuh, karena enamel yang melapisi
Ca10 (PO4)6 (OH)2 (Junqueira, Carnairo, & Kelly, 1997). Komponen inorganik ini
sangat tahan lama, dimana pada tempat yang terdapat fosil dan situs arkeologi,
gigi merupakan komponen terbaik yang masih tersisa atau dapat ditemukan (Scott
dibawah kontrol genetik. Hal ini berlaku tidak hanya untuk pembentukan mahkota
dan akar, tetapi juga untuk variasi morfologi gigi atau karakteristik gigi. Dahlberg
(1971) mencatat bahwa setiap manusia mempunyai morfologi gigi dan kondisi
gigi yang sama. Perbedaan antar setiap individu adalah seberapa besar
karakteristik gigi yang dipengaruhi oleh faktor genetik yang berbeda dari setiap
experimental, dimensi mahkota gigi berfungsi sebagai test pada prosedur dento-
masalah anatomi komparatif dan filogeni (Kieser , 1990; Yuen, Lisa, & Tang,
1997).
Gigi juga merupakan satu-satunya jaringan keras pada tubuh manusia yang
dapat di observasi langsung pada individu hidup. Namun pada umumnya, lebih
efisien dengan mereplikasi gigi-geligi pada rahang atas dan rahang bawah dengan
(Kieser, 1990).
Dari sensus material tulang yang berasal dari empat belas situs hominid
Afrika, Tobias (1972) cit. Kieser (1990) menyimpulkan bahwa gigi mewakili
tiga-perempat dari total sampel. Data gigi memberikan bukti yang cukup tentang
evolusi, pada hubungan antara populasi manusia dan antara individu, pada variasi
Ketika studi pada golongan darah tidak banyak menolong dalam penentuan
populasi masa kini berdasarkan studi genetika dari karakteristik gigi (Kieser,
karakteristik gigi sangat berguna untuk beberapa hal: 1) penentuan ras manusia,
contoh, orang Asia mempunyai akar gigi yang pendek, dan mahkota yang besar,
kemunculan gigi (erupsi gigi) dapat diprediksi pada masa tertentu (yang juga khas
pada ras tertentu). Lebih penting lagi, setelah erupsi sempurna, gigi cenderung
mengalami masa statis di mana tidak lagi terjadi pertumbuhan; 3) karena gigi
berkaitan dengan gen, maka logis kalau gigi dapat dikaitkan dengan jenis kelamin.
Perbedaan jenis kelamin juga berakibat pada perbedaan morfologis gigi tertentu.
Dimorfisme seksual pada gigi manusia tidak sebesar dimorfisme seksual pada
tengkorak dan kerangka manusia; 4) karena sifat genetis gigi yang kuat maka gigi
pun dapat dipergunakan untuk menentukan parentage. Gigi anak banyak mirip
dengan gigi orang tua, karena sifatnya yang diturunkan. Begitu juga morfologi
gigi antar saudara, dapat dikatakan bahwa gigi saudara kembar satu telur
(monozygot) akan lebih mirip satu sama lain dari pada gigi anak kembar dizygot
Penelitian saudara kembar sangat popular pada genetika manusia selama abad
ke-20. Kegunaannya adalah untuk membedakan kontribusi relatif dari gen dan
lingkungan terhadap anatomi, fisiologi, dan atau ciri kebiasaan yang modus
awal adalah bahwa kembar identik menyumbang 100% gen pada umumnya, jadi
dapat diukur perbedaan antara kembar tersebut dengan lingkungan aslinya (Scott
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Salah satu alternatif dari
keluarga Liverpool dengan dua generasi untuk melihat korelasi ukuran mesiodistal
gigi antara orang tua dengan keturunan. Hasil penelitian menunjukkan, korelasi
antara ayah dengan keturunan dan antara orang tua dengan keturunan agak
rendah, meskipun hanya untuk ayah dengan keturunan pada nilai gigi incisivus
lateral dan untuk orang tua dengan keturunan pada nilai gigi caninus, ada
perbedaan signifikan dengan nilai teori. Sebagian besar penulis sepakat bahwa
ukuran gigi terutama ditentukan secara genetik. Penelitian pada hewan coba
Holloway 1961 cit. Goose 1967 menunjukkan bahwa tikus dengan protein diet
rendah memiliki keturunan gigi lebih kecil. Demikian juga untuk faktor diet,
Painter & Grainger (1956) cit. Goose (1967) menunjukkan bahwa pada tikus,
atau fosfat.
gigi, dapat dilakukan studi kembar pada kembar identik atau kembar monozygot.
Kemungkinan munculnya sifat yang diturunkan tersebut bisa berasal dari salah
satu orang tua atau dari keduanya, dan hasilnya mungkin harmonis atau bisa juga
disharmonis. Tidak diketahui secara pasti kombinasi dan rekombinasi gen yang
diturunkan dan berapa perbandingannya, tetapi benar ada sifat yang diturunkan
(Mossey, 1999). Hal itu didukung dengan pendapat Salzmann (1974) dan Harris
& Smith (1994) yang mengatakan tidak ada individu yang mempunyai genotip
menyatakan bahwa dalam sebuah keluarga sering terlihat kemiripan satu dengan
lain, meskipun belum diketahui secara pasti pola transmisi ataupun peranan gen.
Konsep gigi secara berurutan berulang dari stuktur meristik, dan dipandang
sebagi satu unit, bervariasi dan berkembang secara keseluruhan (Bateson, 1894
cit. Scott & Turner, 2000). Berdasarkan data spesifik suatu ciri khas populasi,
menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis penelitian yang meneliti pada kembar dari
tiga populasi yang berbeda mengenai ada tidaknya carabelli’s cusp. Scott &
Potter (1984) dan Townsend & Martin (1992) mengkalkulasi sifat keturunan
carabelli’s cusp adalah 0.46, 0.38 dan 0.144 (Mean kiri dan kanan UMI), berturut-
turut untuk keturunan carabelli’s cusp di Jepang, Amerika (kulit putih), kembar
Australia (kulit putih). Hasil serupa didapatkan pada sifat keturunan shoveling,
dimana Hanihara, Masuda, & Tanaka (1975), Blanco & Chakraborty (1976) cit.
Scott & Turner (2000) menemukan jarak hereditas dari 0.68 sampai 0.76
untuk membuktikan: (1) adanya kontrol genetik yang kuat pada diameter mahkota
mesiodistal dan buccolingual dan (3) penentuan gen dari gigi maxilla dan
mandibula. Sesuai dengan pendapat Alvesalo & Tigersteds (1974) dan Garn
menentukan banyak aspek, antara lain pola variabilitas gigi yang berbeda,
hubungan diantara lengkung geligi, dan derajad relatif pengaruh genetik dan
lingkungan. Meskipun faktor genetik cukup kuat, faktor lingkungan juga perlu
dan buccolingual pada 28 mahkota gigi permanen (tidak termasuk molar ketiga),
kontribusi variasi genetik yang signifikan, yaitu 56-96% dari variasi fenotipik dan
sebagian besar lebih dari 80%, faktor individu atau lingkungan berkisar 8-29%.
Indonesia yang memiliki keunikan berupa laut pasir kaldera seluas 2.250 hektar,
yang berada pada ketinggian ± 2100 m dpl. Gunung Bromo termasuk gunung api
laut pasir seluas 5.290 ha, terdapat Gunung Bromo (2.392 m), Gunung Batok
(2.470 m), Gunung Kursi (3.392 m), Gunung Watangan (2.601 m), dan Gunung
Widodaren (2.600 m). Gunung Bromo merupakan gunung yang masih aktif yang
pada waktu tertentu mengeluarkan asap. Menurut Schmidt and Ferguson, tipe
iklim di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tergolong tipe C dan
D, dan musim hujan berlangsung pada bulan Oktober sampai dengan Maret. Suhu
rata-rata berkisar 7-18 derajat Celcius. Disamping untuk tujuan pariwisata, Taman
Probolinggo, 2012)
merupakan bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah suku asli
unik. Menurut pengakuan para pewaris aktif tradisi lisan terutama para dukun
Majapahit. Dipertegas melalui kisah Rara Anteng dan Jaka Seger yang sampai
sekarang tetap diyakini sebagai sejarah asal usul masyarakat Tengger. Penemuan
prasasti yang terbuat dari batu berangka tahun 851 S (929M) di desa Walandhit
dan kemudian disusul dengan penemuan prasasti terbuat dari kuningan yang
yang terletak di pegunungan Tengger merupakan tempat suci yang dihuni para
suku terasing, atau suku lain yang berbeda dari suku Jawa. Jumlah mereka tidak
kembali jatidiri dan sejarah mereka. Sebelum munculnya gerakan reformasi Hindu
pada tahun 1980-an, upaya orang Tengger untuk mendefinisikan kembali warisan
tulisan, brosur, dan penelitian tentang Tengger, yang dimasukkan ke dalam “desa
beragama Hindu dan masih memegang teguh adat-istiadat Tengger. Desa yang
bertempat tinggal berkelompok di bukit yang tidak jauh dari lahan pertanian
mereka. Suhu udara yang dingin membuat mereka betah bekerja di ladang sejak
pagi hingga sore hari. Prosentase penduduk yang bermata pencaharian sebagai
petani sangat besar, yakni 95%, sedangkan sebagian kecil dari mereka (5%) hidup
sebagai pegawai negeri, pedagang, buruh, dan usaha jasa. Bidang jasa yang
mereka tekuni antara lain menyewakan kuda tunggang untuk para wisatawan, baik
dalam maupun luar negeri, menjadi sopir jeep (biasanya miliknya sendiri), dan
menyewakan kamar untuk para wisatawan. Hasil pertanian yang utama adalah
sayur mayur, seperti kobis, kentang, wortel, bawang putih, dan bawang prei.
Lahan mereka juga cocok untuk tanaman jagung. Pada awalnya jagung adalah
makanan pokok orang Tengger. Pada saat ini mereka kurang suka menanam
yang nilai ekonominya tinggi. Meskipun begitu, sebagian lahan pertanian mereka
masih ditanami jagung karena tidak semua orang Tengger mengganti makanan
pokoknya dengan beras. Hanya saja, untuk memanen jagung, orang Tengger harus
menunggu cukup lama, hampir satu tahun. Sampai sekarang nasi aron Tengger
(nasi jagung) masih tercatat sebagai makanan tradisional dalam khazanah kuliner
adat-istiadat dan itu dijadikan sebagai sebuah perekat sosial sehingga timbul
sebuah integrasi sosial yang sangat kohesif dan mampu menetralisasi dan
membendung segala apa yang dibawa dari luar. Bahkan jika seandainya ada
budaya luar yang masuk, maka masyarakat Tengger akan dengan begitu cerdas
asli mereka. Masyarakat Tengger sangat toleran dengan masyarakat luar dan bisa
menghormati dan menghargai, namun bila yang berkaitan dengan hak atas daerah
terjaga dan itu diperkuat dengan pewarisan adat-istiadat yang berkelanjutan dari
generasi ke generasi sehingga nilai-nilai budaya mereka bisa lestari dan tetap
istiadat yang diwariskan oleh nenek moyangnya secara turun menurun. Dukun
Di tengah arus pariwasata dan unsur modernitas yang berkembang pesat di sana,
hanya menyangkut dua orang dan dua keluarga, tetapi diikuti juga oleh arwah para
leluhur kedua belah pihak. Keluarga meminta nasihat dukun mengenai kapan
maka didahului dengan acara nelasih atau ziarah kubur dan memberikan
dalam endogami lokal yaitu perkawinan antar desa di wilayah Tengger sendiri, di
masyarakat Tengger dan masyarakat non Tengger yaitu sebesar 25,71% (Novita,
endogami ini terjadi secara turun temurun dalam kehidupan masyarakat Tengger
yang disebabkan isolasi biologis yang terjadi sejak jaman nenek moyang mereka
Walaupun orang tua mengijinkan anaknya untuk menikah dengan orang yang
berbeda agama, tetapi karena ajaran agama dan adat yang telah mereka anut sejak
kecil membuat mereka enggan untuk menikah dengan orang selain orang Tengger.
mereka tinggal di lereng gunung Tengger yang terkadang harus berjalan kaki
(Hefner, 1999). Keadaan ini membuat mereka sulit untuk bersosialisasi dengan
kelompok di luar Tengger, sehingga pencarian jodoh hanya terjadi di dalam rerata
akan memberikan harta bendanya sebagai warisan bagi anaknya (Fauzi, 2012).
Dalam masyarakat Tengger warisan terbesar adalah tanah yang tidak akan
berhenti menghasilkan hasil bumi yang berguna bagi umat manusia. Masyarakat
Tengger tidak akan pindah walaupun gunung Bromo meletus, dan mereka akan
tetap melaksanakan upacara adat dan tetap tinggal di wilayah tersebut. Bagi
mereka, yang secara ilmiah terbukti bahwa abu dari letusan gunung Bromo akan
Populasi di Indonesia menurut sensus BPS tahun 2010, terdapat lebih dari
300 kelompok etnik atau atau tepatnya 1.340 suku bangsa. Populasi Jawa adalah
kelompok populasi terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 41% dari total
populasi, yaitu sekitar 100 juta orang. Populasi Jawa kebanyakan berkumpul di
Pulau Jawa, akan tetapi jutaan jiwa telah bertransmigrasi dan tersebar ke berbagai
Suriname. Populasi Jawa, dengan ciri ragawi tertentu, warna mata coklat tua,
lipatan mata kadang-kadang jelas, rambut hitam lurus atau berombak, warna kulit
tidak hanya terjadi dalam satu tahap, melainkan bertahap. Tiap tahapan
Pulau Jawa telah dihuni oleh manusia kurang lebih selama dua juta tahun. Ada
indikasi cukup kuat bahwa evolusi Homo erectus ke arah Homo sapiens terjadi
disini. Pulau Jawa dan sebagian besar kepulauan Nusantara sejak 40 ribu tahun
yang lalu yaitu pada masa Mesolitik, telah dihuni oleh Homo sapiens yang berciri
dapat kita saksikan dewasa ini pada populasi Jawa (Glinka, 1981).
Populasi Jawa pada awalnya bukanlah perantau, tapi sejak masa penjajahan
Belanda, banyak orang Jawa yang dipindahkan sebagai buruh yang ditempatkan di
beberapa daerah, seperti pertama kali di Sumatra Utara, sebagai buruh kontrak di
yang begitu besar, membuat banyak orang Jawa yang berada di bawah garis
yang akhirnya tetap menetap di negara tersebut hingga saat ini, dan membentuk
Orang Jawa terkenal karena keramahan dan sopan santun apabila berbicara
dengan orang lain. Mereka juga tidak mudah tersinggung dalam menghadapi
orang lain, mereka juga suka bercanda dan periang, serta bisa menempatkan diri
di hadapan kelompok etnis lain. Karena sifat dan karakter seperti ini lah yang
membuat mereka bisa hidup dan berbaur dengan populasi dari mana saja. Orang
Jawa berbicara dalam bahasa Jawa dalam percakapan sehari-hari, tapi mereka juga
bisa berbicara dalam bahasa Indonesia dengan dialek yang kental, untuk
berkomunikasi. Populasi Jawa yang telah bermukim di luar pulau Jawa, seperti di
Sumatra Utara dan yang terdapat di daerah Tondano provinsi Sulawesi Utara, para
generasi mudanya kebanyakan sudah tidak bisa berbahasa Jawa lagi, mereka
Selatan, serta Kabupaten Gresik di Barat. Surabaya berada pada dataran rendah,
terdapat muara Kali Mas, yakni satu dari dua pecahan Sungai Brantas. Menurut
sebanyak 2.765.908 jiwa, dengan wilayah seluas 333,063 km² maka kepadatan
penduduk Kota Surabaya adalah sebesar 8.304 jiwa per km² (Surabaya, 2009).
Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur dan merupakan kota metropolis
muara Kali Mas. Bahkan hari jadi Kota Surabaya ditetapkan sebagai tanggal 31
Mei 1293. Hari itu sebenarnya merupakan hari kemenangan pasukan Majapahit
yang dipimpin Raden Wijaya terhadap pasukan kerajaan Mongol utusan Kubilai
Khan. Pasukan Mongol yang datang dari laut digambarkan sebagai ikan SURO
(ikan hiu/berani) dan pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat digambarkan
sebagai BOYO (buaya atau bahaya), jadi secara harfiah diartikan berani
sisanya merupakan suku bangsa lain seperti Bali, Batak, Bugis, Manado,
Minangkabau, Dayak, Toraja, Ambon, dan Aceh atau warga asing. Dibanding
temperamen yang sedikit lebih keras dan egaliter. Salah satu penyebabnya adalah
jauhnya Surabaya dari kraton yang dipandang sebagai pusat budaya Jawa
(Surabaya, 2009).
Surabaya memiliki Bahasa Jawa dengan dialek khas yang dikenal dengan
Boso Suroboyoan. Dialek ini dituturkan di daerah Surabaya dan sekitarnya, dan
memiliki pengaruh di bagian timur Provinsi Jawa Timur. Dialek ini dikenal
egaliter, blak-blakan, dan tidak mengenal ragam tingkatan bahasa seperti Bahasa
Jawa standar pada umumnya. Masyarakat Surabaya dikenal cukup fanatik dan
bangga terhadap bahasanya, tetapi oleh peradaban yang sudah maju dan
bahasa Suroboyo, Jawa Ngoko dan Madura, bahasa asli Suroboyo jarang
Belok, Ndherok: Berhenti, Gog: Paklek atau Om, Maklik: Bulek atau tante
( Surabaya, 2009).