Anda di halaman 1dari 47

DETAIL ENGINEERING DESIGN (DED) DAN APPROPRIATE TECHNOLOGY

PRODUCT SISWA SMP DALAM PEMBELAJARAN YANG BERBASIS


PENDIDIKAN STEM MENGENAI APLIKASI TEKNOLOGI RAMAH
LINGKUNGAN.

PROPOSAL TESIS

oleh.
Agus Arlingga
1502753

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2017

1
2
A. Judul
Detail Engineering Design (DED) dan Appropriate Technology Product Siswa SMP
dalam Pembelajaran yang Berbasis Pembelajaran STEM Mengenai Aplikasi Teknologi
Ramah Lingkungan.

B. Latar Belakang

Menurut undang-undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional No.


20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara, serta
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Undang-undang RI, 2003).
Sebagaimana dituangkan dalam kebijakan Kurikulum 2013 yang bertemakan: menghasilkan
insan Indonesia yang produktif, kreatif, dan inovatif melalui penguatan sikap (tahu
mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi
agar dapat menghadapi dan mengimbangi tantangan globalisasi (Hosnan, 2014)

Oleh karena itu, menurut Chiappetta (2010) terdapat berbagai cara dalam belajar
sains, berdasarkan kedalamannya ada empat cara mempelajari sains: (1) sains sebagai cara
berpikir; (2) sains sebagai cara untuk menyelidiki; (3) sains sebagai pengetahuan; (4) sains
dan interaksinya dengan teknologi dan masyarakat. Sehingga menurut Firman (2015) Dari
ke-empat cara belajar sains tersebut, saat ini pembelajaran sains memberikan porsi
berlimpah kepada cara belajar sains sebagai pengetahuan, akan tetapi sains dan interaksinya
dengan teknologi dan masyarakat serta budaya, sains sebagai cara untuk menyelidiki, dan
sains sebagai cara berpikir masih kurang diaplikasikan oleh pendidik.

Seperti paragraf sebelumnya, bahwa untuk menghasilkan insan Indonesia yang sesuai
dengan tujuan Kurikulum 2013, kita tidak bisa hanya berpedoman dengan teori yang
dikemukakan oleh Chiappetta terkait cara dalam belajar sains, karena didalam teori beliau
belum adanya sains yang menghasilkan produk sedangkan tuntutan dari kurikulum 2013
adalah menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, dan inovatif (Kemdikbud,
2013). Oleh karena itu perlu adanya teori tambahan yang berfungsi agar pembelajar dapat
berjiwa produktif, kreatif dan inovatif.

3
Kurikulum 2013 yang diluncurkan oleh pemerintah tidak akan dapat mengatasi
permasalahan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia Indonesia yang berdaya saing
global, apabila tidak secara sistematik menyiapkan mereka untuk mengembangkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dipersayaratkan dunia kerja Abad ke-21,
sebagaimana diwujudkan dalam Pembelajaran STEM (Firman, 2015; Cachaper et al., 2008;
Cullum et al., 2007; Hynes & Santos, 2007)). English (2015, 2016) & juga mengatakan
bahwa ada kekhawatiran yang berkembang di dunia internasional sekarang ini, agar dapat
mengembangkan pendidikan STEM untuk mempersiapkan siswa yang berkarakter ilmiah
dan berteknologi maju di masyarakat. Dan juga menurut Becker (2011) bahwa siswa
membutuhkan pengetahuan STEM agar siap untuk kuliah dan pekerjaan. Selain itu juga,
bahwa menurut Bybee & Feinstein (2010 & 2011) sekarang ini, dunia sudah berubah dengan
cepat, sehingga pengembangan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan STEM untuk
pribadi dan ligkungan harus dilakukan dengan segera.

Untuk mengatasi hal tersebut, pendidikan dengan pendekatan STEM bisa menjadi
kunci bagi menciptakan generasi penerus bangsa yang mampu bersaing di kancah global.
Dan juga menurut para ahli bahwa pendidikan sains, teknologi, enginiring, dan matematika
(STEM) adalah hal yang penting dalam tren pendidikan saat ini (Berlin & Lee, 2005;
Kuenzi, 2008; Reiss & Holman, 2007; State Educational Technology Directors Association
[SETDA], 2008). Oleh sebab itu, Pembelajaran STEM perlu menjadi kerangka-rujukan bagi
proses pendidikan di Indonesia ke depan walaupun disiplin dan karir yang terkait dengan
STEM belum menjadi sesuatu yang menarik bagi siswa Amerika yang merupakan pencetus
STEM, sehingga krisis pekerja di bidang STEM, secara nasional telah dirasakan (Apedoe et
al., 2008; Basalyga,2003; Cachaper et al., 2008; Lam et al., 2008). STEM adalah akronim
dari science, technology, engineering, dan mathematics. Kata STEM diluncurkan oleh
National Science Foundation AS pada tahun 1990-an sebagai tema gerakan reformasi
pendidikan dalam keempat bidang disiplin tersebut untuk menumbuhkan angkatan kerja
bidang-bidang STEM, serta mengembangkan warga negara yang melek STEM, serta
meningkatkan daya saing global AS dalam inovasi iptek (Hanover Research, 2011) sehingga
berimbas banyaknya program pendidikan guru di Amerika Serikat yang berfokus pad acara-
cara meningkatkan kualitas dalam mengajar dan mengintegrasikan disiplin STEM
(Lederman & Lederman, 2013).

Firman (2015) menjelaskan bahwa sebagai komponen dari STEM, sains adalah kajian
tentang fenomena alam yang melibatkan observasi dan pengukuran, sebagai wahana untuk

4
menjelaskan secara obyektif alam yang selalu berubah. Terdapat beberapa domain utama
dari sains pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yakni fisika, biologi, kimia, serta
ilmu pengetahuan kebumian dan antariksa. Teknologi adalah tentang inovasi-inovasi
manusia yang digunakan untuk memodifikasi alam agar memenuhi kebutuhan dan keinginan
manusia, sehingga membuat kehidupan lebih baik dan lebih aman.

Teknologi-teknologi membuat manusia dapat melakukan perjalanan secara cepat,


berkomunikasi langsung dengan orang di tempat berjauhan, mendapatkan makanan yang
sehat, serta alat-alat keselamatan. Enjiniring (engineering) adalah pengetahuan dan
keterampilan untuk memperoleh dan mengaplikasikan pengetahuan ilmiah, ekonomi, sosial,
serta praktis untuk mendesain dan mengkonstrruksi mesin, peralatan, system, material, dan
proses yang bermanfaat bagi manusia secara ekonomis dan ramah lingkungan. Matematika
adalah ilmu tentang pola-pola dan hubungan, dan menyediakan bahasa bagi teknologi, sains,
dan enjiniring.

Setelah melihat pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa STEM adalah salah satu
harapan untuk menciptakan siswa yang produktif dan hal ini juga merupakan salah satu
tujuan dari kurikulum 2013. Akan tetapi tidak sekedar menciptakan siswa yang produktif
saja, tetapi kita juga perlu memiliki penerus bangsa yang produktif serta kreatif. karena jika
hanya memiliki sikap produktif tanpa adanya kreatif, maka pemuda Indonesia tidak akan
mudah bersaing dan bertahan dengan tantangan global. Seperti yang diutarakan oleh
beberapa para ahli, kreativitas dianggap elemen penting dari pemecahan masalah (Runco
2004; Aleman, 1992; Darling-Hammond, 1994), berpikir kritis (Abrami et al. 2008; Aleman,
1992; Darling-Hammond, 1994), ilmu pengetahuan (Kind dan Jenis 2007), dan desain
rekayasa (Christiaans dan Venselaar 2005; Aleman, 1992; Darling-Hammond, 1994).

Namun, guru sering tidak mendukung kreativitas dalam kelas (Runco 2004; Sternberg
2003). Alih-alih menjadi bagian dari pengajaran sehari-hari, kreativitas sering diturunkan ke
status aktivitas ekstra kurikuler (Beghetto dan Plucker 2004), dan sesuatu hal yang
mendukung kreativitas siswa dianggap hanya sebagai tambahan pada kurikulum reguler
daripada bagian dari kurikulum tersebut (Aljughaiman dan Mowrer -Reynolds 2005).
Padahal menurut Ejiwale (2012) bahwa banyak sekolah yang telah menerapkan program
pendidikan baru yaitu STEM kepada siswa dan di include ke dalam kurikulum sekolah.

Selain untuk menciptakan siswa yang kreatif, sekolah hendaklah juga menciptakan
generasi yang peka terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan dan juga masyarakat,

5
sehingga nantinya siswa mampu dan dapat menjadi sumber solusi dari kejadian yang terjadi
di tengah-tengah masyarakat karena faktor lingkungan yang semakin hari semakin rendah
kualitasnya.

Menghasilkan suatu solusi yang didapat dari pembelajaran di sekolah merupakan


tanda bahwa pendidikan di Indonesia sudah mencapai target dari definisi pendidikan
menurut undang-undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003, yang mengatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara, serta menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.

Sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, bahwa pembelajaran kurikulum 2013


yang apabila dikolaborasikan dengan pembelajaran STEM maka akan menciptakan
diantaranya siswa yang kreatif dan terampil, oleh karena itu, proses merupakan hal yang
pokok dalam melihat bagaimana kreatif dan terampil itu timbul. Krajick (2016) dan Fortus
dkk (2004) juga mengatakan bahwa proses desain merupakan ide utama/hal pokok yang bisa
diterapkan pada pembelajaran di sekolah. Akan tetapi terdapat perbedaan antara enjiniring
yang dilakukan oleh ahli dan pemula (Cross, 2002, 2004), desain penalaran dan berpikir
(Goldschmid & Weil, 1998), kreativitas dan desain (Christiaans & Venselaar, 2005; Dost &
Cross, 2001) serta proses desain dan strategi mahasiswa jurusan teknik (Atman & Bursic,
1998; Cardella, Atman, Turns & Adams, 2008; Merrill, Custer, Daugherty, Westrick, &
Zeng, 2007).

Dalam pembelajaran STEM, terdapat proses Enjiniring yang berarti penggetahuan dan
keterampilan (Firman, 2015) atau menurut (Accreditation Board for Engineering and
Technology [ABET], 2002) Enjiniring adalah profesi di mana pengetahuan dari ilmu
matematika dan alam diperoleh dengan belajar, pengalaman, dan praktek yang diterapkan
dengan pertimbangan untuk mengembangkan cara-cara yang memanfaatkan bahan
ekonomis dan kekuatan alam untuk kepentingan umat manusia. Dan juga Dugger (2010)
mengatakan bahwa technology dan enjiniring memiliki hubungan yang kuat.

Mendukung pertanyaan sebelumnya, Bryan et al. (2015), Lucas et al. (2014), Next
Generation Science Standards [NGSS] (2014) dan The National Academies (2014)

6
mengatakan bahwa desain teknik dan berpikir, diakui sebagai komponen utama pendidikan
teknik K-12. Dan menurut U.S. Department of Education (2007) mencatat bahwa salah satu
tujuan pendidikan K-12, untuk menghindari penurunan STEM Sehingga apabila ditarik
kesimpulan dari beberapa pertanyaan di atas, bahwa di dalam STEM terdapat teknologi yang
diciptakan yang selalu bergantung dengan enjniring (perancangan) dan perancangan adalah
hal pokok dalam membuat suatu produk (Krajick, 2016), Dan juga menurut Krajcik (2016)
Rencana adalah cara unik untuk berpikir dan sangat penting bagi siswa dalam masyarakat
ini. Perlu diketahui bahwa pada penelitian Adams dkk (2014) universitas negeri telah
bekerjasama dengan sekolah alam terkait hubungan K-12 dan mahasiswa.

Sehingga pada tahun 2015, dalam penelitian yang dilakukan oleh English dan King
menjelaskan bahwa untuk menerapkan disiplin pendidikan STEM haruslah dalam proses
pembelajaran, siswa terlibat dalam proses desain ataupun desain ulang dan akhirnya
menghasilkan sebuah produk model pesawat dengan berbagai tingkat kecanggihan. Begitu
juga penelitian yang dilakukan Krajick pada tahun 2016, Krajick mengatakan bahwa desain
atau rencana adalah ide utama dalam pembelajaran STEM dan juga Krajick mengatakan
bahwa desain/perencanaan akan melibatkan peserta didik dalam menemukan solusi untuk
masalah. Akan tetapi masalah yang dipecahkan dalam penelitian ini masih sangat sederhana
tujuannya yaitu merancang suatu alat untuk menyalakan bohlam, atau mendengar bel
berbunyi.

Apabila dicermati, bahwa pada kedua penelitian di atas belum jelasnya dan belum
spesifikasinya perancangan jenis apa yang dipergunakan dan perancangan yang baik dalam
pembelajaran STEM dan juga produk yang dihasilkan oleh kedua penelitian di atas belum
menyentuh dengan ranah sosial yaitu mampu berguna bagi masyarakat. Sehingga tujuan dari
pendidikan STEM salah satunya yaitu menciptakan warga yang melek STEM belumlah
tercapai (Hanover Research, 2011), akan tetapi yang tercapai hanyalah individu-individu
yang melek STEM. Oleh karena itu, sangat diperlukan pembelajaran yang menghasilkan
suatu produk yang dimana siswa mampu menjadi solusi dalam masyarakat.

Oleh karena itu, sangatlah penting untuk memahami bagaimana siswa belajar konsep
desain rekayasa dan intervensi instruksional yang berikutnya diarahkan untuk meningkatkan
kinerja mereka juga bergantung pada pemahaman bagaimana ahli dalam berbagai disiplin
ilmu teknik memecahkan masalah teknik (Dixon, 2011). Menurut Munro (1995) Detail
design and engineering merupakan desain, rencana yang dibuat dengan baik dan apabila

7
Detail Engineering Design mengikuti proses yang memerlukan desain konseptual, desain
dan detil perwujudan desain serta, bila dilakukan secara profesional, maka pada akhirnya
menghasilkan solusi/produk yang dirancang dengan baik (Projen, 2016).

Selain siswa dituntut untuk aktif dalam pembelajaran (Kurikulum 2013) Siswa juga
dituntut untuk peka serta mampu menjadi sumber solusi yang terjadi di lingkungan dan juga
masyarakat. Hal ini bisa dilihat bahwa sangat selaras dengan tujuan pemerintah khususnya
Menteri dalam negeri terkait pemberdayaan masyarakat dan pemeliharaan lingkungan.
Menurut Kemendagri (2010) Pemberdayaan masyarakat adalah upaya pengembangan
masyarakat melalui penciptaan kondisi yang memungkinkan masyarakat mampu
membangun diri dan lingkungannya secara mandiri melalui pemberian sumberdaya,
kesempatan dalam pengambilan keputusan, serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan
masyarakat.

Sehingga dalam melakukan pemberdayaan masyarakat dan pemeliharaan lingkungan,


pemerintah pun menawarkan solusi agar mampu menyelesaikan masalah tersebut yakni
Appropriate Technology. Appropriate Technology adalah teknologi yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, dapat menjawab permasalahan masyarakat, tidak merusak
lingkungan, dapat dimanfaatkan dan dipelihara oleh masyarakat secara mudah, serta
menghasilkan nilai tambah dari aspek ekonomi dan aspek lingkungan (Kemendagri, 2010).
menurut Park dan Ohm (2015) Appropriate Technology adalah suatu hal yang dilakukan
oleh masyarakat secara keberlanjutan dengan memberikan manfaat sosial, dan sekarang ini
Appropriate Technology umum didefinisikan sebagai teknologi ramah lingkungan dengan
menggunakan bahan-bahan yang relatif sederhana, murah dan tersedia. Dan juga menurut
Akubue (1990) teknologi tepat guna mungkin telah dipraktekkan selama beberapa generasi
di masa lalu, tapi ada sesuatu yang baru tentang hal itu pada saat ini yaitu telah berkembang
menjadi sebuah pendekatan pembangunan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
pembangunan masyarakat.

Sehingga, apabila dalam pembelajaran STEM akan menghasilkan suatu produk, maka
sangatlah baik apabila produk tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat
menjawab permasalahan masyarakat. Dan produk yang berkarakteristik teknologi tepat guna
lah adalah produk yang mampu menjawab tantangan ini.

Oleh karena itu, apabila dipadukan antara perancangan yang baik seperti Detail
Engineering Design untuk menghasilkan Appropriate Technology Product adalah hal yang

8
sangat diperlukan untuk menghasilkan siswa yang aktif dan mampu menjadi solusi bagi
permasalahan yang tengah berada di masyarakat (Kurikulum 2013 & Kemendagri 2010).
Sehingga berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini penting dilakukan untuk
mendapatkan gambaran tentang bagaimana Detail Engineering Design (DED) dan
Appropriate Technology Product Siswa SMP dalam Pembelajaran yang Berbasis
Pembelajaran STEM. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan
evaluasi dalam melaksanakan pembelajaran aplikatif serta menjadi pertimbangan dalam
proses pembelajaran yang kontekstual.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Detail Engineering Design (DED) dan
Appropriate Technology Product Siswa SMP dalam Pembelajaran yang Berbasis
Pembelajaran STEM Mengenai Aplikasi Teknologi Ramah Lingkungan”.

Agar rumusan masalah tersebut bisa terjawab diperlukan uraian beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut :

a. Bagaimana kualitas Detail Engineering Design Siswa SMP dalam Pembelajaran


yang Berbasis Pembelajaran STEM.
b. Bagaimana kualitas Appropriate Technology Product Siswa SMP dalam
Pembelajaran yang Berbasis Pembelajaran STEM

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui Detail Engineering Design (DED) dan Appropriate Technology Product Siswa
SMP dalam Pembelajaran yang Berbasis Pembelajaran STEM Mengenai Aplikasi Teknologi
Ramah Lingkungan.

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam
melaksanakan pembelajaran aplikatif pada materi Aplikasi Teknologi Ramah
Lingkungan.

9
2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan dalam proses pembelajaran yang
kontekstual, karena hal ini merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi
kemampuan berpikir logis dan kritis pada siswa.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran bagaimana Detail Engineering
Design, Appropriate Product, dan aktivitas pembelajaran siswa SMP dalam
pembelajaran yang berbasis Pembelajaran STEM.

F. Definisi Operasional
1. Detail Engineering Design
Detail Engineering Design dalam penelitian ini merupakan salah satu jenis
perancangan, perancangan ini akan dipergunakan siswa dalam pembelajaran STEM
untuk membuat sebuah produk. Sehingga siswa akan melaksanakan empat tahap
sesuai dengan karakteristik Detail Engineering Design yaitu meliputi gambar desain
2D atau 3D, gambar desain P & ID, perkiraan biaya pembangunan, dan rencana kerja.
Fase gambar desain 2D atau 3D adalah fase dimana siswa akan menggambar desain
produk atau alat yang akan dibuat, fase gambar desain P & ID adalah fase dimana
siswa akan menggambar desain P&ID atau alur proses suatu produk atau alat, fase
berikutnya adalah fase pembuatan perkiraan anggaran biaya, fase ini merupakan fase
dimana siswa akan memperkirakan biaya atau harga yang diperlukan untuk membeli
bahan-bahan dan membuat suatu produk atau alat. Fase terakhir adalah, fase
pembuatan rencana kerja, fase ini merupakan fase dimana siswa akan membuat
rencana kerja dalam membuat suatu produk, di dalam fase ini berisi bagaimana cara
kerja dan syarat-syarat yang harus diikuti dalam bekerja atau membuat produk.

2. Appropriate Technology Product


Appropriate Technology Product dalam penelitian ini merupakan produk yang
dihasilkan oleh siswa setelah melakukan perancangan. Indikator suatu produk yang
berkarakteristik Appropriate Technology Product merujuk pada peraturan kemendagri
tentang teknologi tepat guna, yaitu: Produk yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, dapat menjawab permasalahan masyarakat, tidak merusak lingkungan,
dapat dimanfaatkan dan dipelihara oleh masyarakat secara mudah, menghasilkan nilai
tambah dari aspek ekonomi dan aspek lingkungan

10
3. Pembelajaran STEM
Pembelajaran STEM dalam penelitian ini merupakan salah satu jenis
pendekatan, yaitu pendekatan STEM. Pembelajaran STEM yang digunakan adalah
pembelajaran STEM tipe ke-empat yaitu suatu pembelajaran sains yang di dalam
pembelajaran ini terdapat aktivitas Teknologi, Enjiniring, dan Matematika. Kegiatan
pembelajaran ini merupakan kegiatan yang alami dan tidak mendapat kontrol.
Pembelajaran ini seluruhnya dikondisikan dari tahap perencanaan sampai pelaksanaan
dilakukan oleh guru dengan berdasarkan Pembelajaran STEM. Pembelajaran ini
dibuka dengan tayangan terkait teknologi-teknologi fisika yang dipakai dalam
kehidupan sehari-hari. Kemudian guru memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk
menstimulus siswa agar bisa mengaitkan konsep sains apa yang terdapat dalam
teknologi-teknologi yang ditayangkan sebelumnya. Kemudian guru akan mengajak
siswa untuk mencari teknologi-teknologi sederhana dan ramah lingkungan yang
terdapat di sekitar lingkungannya dan setelah mendapat salah satu jenis teknologi
sederhana yang ramah lingkungan, maka guru mengajak siswa untuk membuat
teknologi tersebut dengan berkelompok dan melakukan suatu perancangan proyek
sebelum membuat teknologi atau produk tersebut.

4. Kajian Teori
1. Detail Engineering Design
Menurut Munro (1995) Detail design and engineering merupakan desain,
rencana, spesifikasi, dan perkiraan yang dibuat dengan baik. Detail design and
engineering akan mencakup beberapa hal, yaitu:
1. Detail design and engineering terdapat gambar 2D dan 3D.
2. Detail design and engineering terdapat gambar P & ID.
3. Detail design and engineering terdapat rencana kerja dan Syarat.
4. Detail design and engineering terdapat perkiraan biaya
pembangunan atau disebut juga dengan rancangan anggaran biaya.

1. Gambar 2D dan 3D
Rekayasa, desain dan penyusunan telah mengalami pergeseran dari 2D ke
3D. Banyak penemu dan perusahaan masih menggunakan gambar 2D dan
mulai menyadari pemodelan 3D karena dapat menghemat waktu dan uang.
2D adalah dua dimensi dan 3D adalah tiga dimensi (Gaidyte, 2010).
11
Gaidyte (2010) juga mengatakan bahwa membuat gambar 2D sangatlah
cepat dan mudah, tapi hasil gambar 2D sangatlah tidak mudah untuk
dikerjakan ke proses lanjut dalam melakukan pembangunan dan juga
sebagian besar bangunan membutuhkan gambar 3D dan sulit untuk
membaca gambar 2D karena gambar 2D tidak terdapat semua informasi
yang dibutuhkan untuk mengembangkan produk 3D.

2. Gambar P & ID
P&ID adalah Piping and Instrument Diagram, P & ID menunjukkan
rincian rekayasa peralatan proses pabrik, rincian aliran proses, instrumen,
loop kontrol proses, pipa, katup dan fitting; lokasi dan pengaturan alat-alat
tersebut (Eskom, 2013). Juga mengatakan bahwa Piping and Instrument
diagram didasarkan dengan diagram proses flow yang merupakan realisasi
teknis dari proses dengan simbol-simbol grafis untuk fungsi proses
pengukuran dan control yang terlihat pada tabel 1 (IPS, 1996)

Gambar 1. Contoh P&ID (SA Water, 2015)

Standar ini memberikan kriteria untuk pengembangan Piping dan


Instrumentation Diagram (P & ID) serta kriteria untuk membantu dengan
set-up dan penggunaan item kunci pada P & ID simbol perpustakaan.

12
3. Engineer's Estimate (EE) atau Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Kegiatan estimasi merupakan salah satu proses utama dalam proyek
konstruksi untuk mengetahui berapa besar dana yang harus disediakan
untuk sebuah bangunan, lihat gambar 2 (Ervianto, 2007). Ervianto (2007)
juga mengatakan bahwa estimasi dilakukan dengan lebih dahulu
mempelajari gambar rencana dan spesifikasi, berdasarkan gambar rencana
dapat diketahui kebutuhan material, baik jenis maupun kuantitas yang
nantinya akan digunakan, perhitungan kebutuhan jenis dan kuantitas
material harus dilakukan secara teliti dan setiap jenis material itu harus
ditentukan harganya. Sedangkan spesifikasi dapat digunakan sebagai dasar
untuk menentukan mutu/kualitas setiap jenis material.

Gambar 2. Contoh RAB (Gelora Intan Reksa, 2009)

Penyusunan Anggaran Biaya Proyek


Sejalan dengan teori sebelumnya menurut Ibrahim (2009) Rencana
Anggaran Biaya adalah perhitungan keseluruhan harga dari volume
masing-masing satuan pekerjaan sedangkan harga satuan pekerjaan ialah,
jumlah harga bahan dan upah tenaga kerja berdasarkan perhitungan
analisis dan juga berdasarkan PP Menteri Pekerjaan Umum RI tahun2013
bahwa harga satuan pekerjaan adalah perhitungan kebutuhan biaya tenaga
kerja, bahan dan peralatan untuk mendapatkan harga satuan atau satu jenis
pekerjaan tertentu. Ibrahim (2009) juga mengatakan bahwa harga bahan
didapat di pasaran, dikumpulkan dalam satu daftar yang dinamakan Daftar
Harga Satuan Bahan dan Daftar Harga Satuan Upah adalah upah tenaga

13
kerja yang didapatkan di lokasi dan dikumpulkan serta dicatat dalam satu
daftar.
Tahap-tahap yang dilakukan untuk menyusun anggaran biaya adalah
sebagai berikut: (Ervianto, 2007)
1. Melakukan pengumpulan data tentang jenis, harga serta
kemampuan pasar untuk menyediakan bahan/material kontruksi.
2. Melakukan pengumpulan data tentang upah pekerja yang berlaku
di daerah lokasi proyek dan atau upah pada umumnya jika pekerja
didatangkan dari luar daerah lokasi proyek.
3. Melakukan perhitungan analisis bahan dan upah dengan
menggunakan ananlisis yang diyakini baik oleh si pembuat
anggaran.
4. Melakukan perhitungan harga satuan pekerjaan dengan
memanfaatkan hasil analisis satuan pekerjaan dan daftar kuantitas
pekerjaan.
5. Membuat rekapitulasi.

Daftar Harga Satuan Bahan Daftar Harga Satuan Upah

Daftar Harga Satuan Upah


dan Bahan

Daftar Volume & Harga


Satuan pekerjaan

Rekapitulasi

Gambar 3. Tahap penyusunan RAB

14
4. Rencana Kerja
Rencana Kerja proyek sangat penting dan mendasar untuk memanajemen
proyek yang sukses. RK biasa terdiri dari waktu proyek dikerjakan dan
proyek diselesaikan, tugas dan tanggung jawab dari setiap aspek proyek,
tujuan utama dari suatu proyek (Projen, 2015).
Davis (2013) juga mengatakan bahwa konsep dari rencana kerja adalah 1.
Situasi perkerjaan yang diinginkan; 2. Apa yang perlu dilakukan untuk
proyek tersebut; 3. Apa yang akan dilakukan; 4. Bagaimana mengerjakan
proyeknya; 5. Hal yang baik untuk mengerjakannya.

2. Appropriate Technology Product


Teknologi dipandang sebagai salah satu solusi yang bisa digunakan untuk
mengatasi masalah dalam green productivity. Menurut Akubue (1990) Appropriate
Technology mungkin telah dipraktekkan selama beberapa generasi di masa lalu, tapi
ada sesuatu yang baru tentang hal itu pada saat ini telah berkembang menjadi sebuah
pendekatan pembangunan yang bertujuan untuk mengatasi masalah pembangunan
masyarakat. Dilihat dengan cara ini, teknologi tepat guna tidak bisa dilihat hanya
sebagai beberapa perangkat teknis diidentifikasi; melainkan sebagai sebuah
pendekatan untuk pengembangan masyarakat yang terdiri dari pengetahuan, teknik,
dan filosofi yang mendasari. Sejalan dengan definisi sebelumnya, menurut
Kemendagri (2010) Appropriate Technology adalah teknologi yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, dapat menjawab permasalahan masyarakat, tidak merusak
lingkungan, dapat dimanfaatkan dan dipelihara oleh masyarakat secara mudah, serta
menghasilkan nilai tambah dari aspek ekonomi dan aspek lingkungan.
Sejalan dengan definisi Kemendagri, menurut Park dan Ohm (2015)
Appropriate Technology adalah suatu hal yang dilakukan oleh masyarakat secara
keberlanjutan dengan memberikan manfaat sosial, dan sekarang ini teknologi tepat
guna umum didefinisikan sebagai teknologi ramah lingkungan dengan menggunakan
bahan-bahan yang relatif sederhana, murah dan tersedia. Appropriate Technology
dapat juga didefinisikan sebagai teknologi yang disesuaikan agar sesuai dengan
konteks psikososial dan biofisika yang berlaku di lokasi tertentu dan jangka waktu
tertentu (Willoughby, 1990). Akan tetapi teknologi tepat guna dirancang bukan untuk
mendominasi alam tetapi untuk menjadi selaras dengan alam itu sendiri. Lampiran
Kepmendikbud No. 25/O/1995 menyatakan bahwa: “Appropriate Technology adalah
15
teknologi yang menggunakan sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah
yang dihadapi/ada secara berdayaguna dan berhasil guna atau untuk pelaksanaan
tugas sehari-hari menjadi lebih mudah, murah, dan sederhana.”

Menurut Wicklein (1998) untuk mengevaluasi Appropriate Technology meliputi 6


kriteria:

1. Kemampuan teknologi mampu berdiri sendiri tanpa sistem dukungan


tambahan;
2. Individu vs teknologi kolektif, berkaitan dengan nilai-nilai budaya
maksudnya yaitu kebutuhan lokal mampu dipenuhi lebih efektif melalui
keterlibatan masyarakat;
3. Biaya teknologi yang memperhitungkan biaya penuh untuk dampak sosial,
ekonomi, dan lingkungan;
4. Faktor risiko termasuk risiko internal, yang berhubungan dengan kesesuaian
dalam sistem produksi lokal dan risiko eksternal, yang berhubungan dengan
sistem pendukung yang dibutuhkan;
5. kapasitas Evolusioner teknologi, berkenaan dengan kemampuan untuk
tumbuh dengan masyarakat, dimana pemecahan masalah yang berbeda pada
setiap komunitas;
6. Tujuan tunggal dibandingkan teknologi tujuan majemuk, di mana yang
terakhir mengacu pada teknologi yang memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan tugas yang berbeda pada waktu yang sama.

Sedangkan berdasarkan penjelasan di atas, Appropriate Technology menurut


Kemendagri (2010) meliputi 5 kriteria:

1. Teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.


2. Dapat menjawab permasalahan masyarakat.
3. Tidak merusak lingkungan.
4. Dapat dimanfaatkan dan dipelihara oleh masyarakat secara mudah.
5. Menghasilkan nilai tambah dari aspek ekonomi dan aspek lingkungan.

3. Pembelajaran STEM
Pembelajaran yang inovatif dalam mengajar sangatlah diperlukan apalagi
dalam pembelajaran IPA, sehingga bisa menghasilkan ke efektivitasan kualitas

16
pembelajaran. STEM adalah akronim dari science, technology, engineering dan
mathematics. Kata STEM diluncurkan oleh National Science Foundation AS pada
tahun 1990-an sebagai tema gerakan reformasi pendidikan dalam keempat bidang
disiplin tersebut untuk menumbuhkan angkatan kerja bidang-bidang STEM, serta
mengembangkan warga negara yang melek STEM, serta meningkatkan daya saing
global AS dalam inovasi iptek (Hanover Research, 2011).
Sebagai komponen dari STEM, sains adalah kajian tentang fenomena alam
yang melibatkan observasi dan pengukuran, sebagai wahana untuk menjelaskan
secara obyektif alam yang selalu berubah. Terdapat beberapa domain utama dari sains
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yakni fisika, biologi, kimia, serta ilmu
pengetahuan kebumian dan antariksa. Teknologi adalah tentang inovasi-inovasi
manusia yang digunakan untuk memodifikasi alam agar memenuhi kebutuhan dan
keinginan manusia, sehingga membuat kehidupan lebih baik dan lebih aman.
Teknologi-teknologi membuat manusia dapat melakukan perjalanan secara
cepat, berkomunikasi langsung dengan orang di tempat berjauhan, mendapati
makanan yang sehat, serta alat-alat keselamatan. Enjiniring (engineering) adalah
pengetahuan da keterampilan untuk memperoleh dan mengaplikasikan pengetahuan
ilmiah, ekonomi, sosial, serta praktis untuk mendesain dan mengkonstrruksi mesin,
peralatan, system, material, dan proses yang bermanfaat bagi manusia secara
ekonomis dan ramah lingkungan. Matematika adalah ilmu tentang pola-pola dan
hubungan, dan menyediakan bahasa bagi teknologi, sains, dan enjiniring.
Pembelajaran STEM tidak bermakna hanya penguatan praksis pendidikan
dalam bidang-bidang STEM secara terpisah, melainkan juga mengembangkan
pendekatan pendidikan yang mengintegrasikan sains, teknologi, enjiniring, dan
matematika dengan memfokuskan proses pendidikan pada pemecahan masalah nyata
dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan profesi (National STEM Education
Center, 2014). Dalam konteks pendidikan dasar dan menengah, Pembelajaran STEM
bertujuan mengembangkan peserta didik yang melek STEM (Bybee, 2013), yang
mempunyai :
1) Pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mengidentifikasi pertanyaan dan
masalah dalam situasi kehidupannya, menjelaskan fenomena alam, mendesain,
serta menarik kesimpulan berdasar bukti mengenai isu-isu terkait STEM;
2) Memahami karakteristik fitur-fitur disiplin STEM sebagai bentuk-bentuk
pengetahuan, penyelidikan, serta desain yang digagas manusia;
17
3) Kesadaran begaimana disiplin-disiplin STEM membentuk lingkungan
material, intelektual dan kultural;
4) Mau terlibat dalam kajian isu-isu terkait STEM (misalnya efisiensi energi,
kualitas lingkungan, keterbatasan sumberdaya alam) sebagai warga negara
yang konstruktif, peduli, serta relektif dengan menggunakan gagasan-gagasan
sains, teknologi, enjiniring dan matematika.

Salah satu karakteristik Pembelajaran STEM adalah mengintegrasikan sains,


teknologi, enjiniring, dan matematika dalam memecahkan masalah nyata. Namun
demikian, terdapat beragam cara digunakan dalam praktik untuk mengintegrasikan
disiplin-disiplin STEM, dan pola dan derajat keterpaduannya bergantung pada
banyak faktor (Roberts, 2012). Jika mata pelajaran sains, teknologi, enjiniring, dan
matematika diajarkan sebagai empat mata pelajaran yang terpisah satu sama lain
dan tidak terintegrasi (disebut sebagai “silo”), keadaan ini lebih tepat digambarkan
sebagai S-T-E-M daripada STEM (Dugger, n.d).

Cara kedua adalah mengajarkan masing-masing disiplin STEM dengan lebih


berfokus pada satu atau dua dari disiplin-disiplin STEM. Cara ketiga adalah
mengintegrasikan satu ke dalam tiga disiplin STEM, misalnya konten enjiniring
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran sains, teknologi, dan matematika. Cara yang
lebih komprehensif adalah melebur keempat-empat disiplin STEM dan
mengajarkannya sebagai mata pelajaran terintegrasi yang bisa diilustrasikan pada
gambar 2, misalnya konten teknologi, enjiniring dan matematika dalam sains,
sehingga guru sains mengintegrasikan T, E, dan M ke dalam S.

Menurut Firman, (2015) Pendidikan sains berbasis STEM menuntut


pergeseran moda proses pembelajaran dari moda konvensional yang berpusat pada
guru (teacher centered) yang mengandalkan transfer pengetahuan ke arah moda
pembelajaran berpusat pada peserta didik (student centered) yang mengandalkan
keaktifan, hands-on, dan kolaborasi peserta didik.

4. Tema Teknologi Ramah Lingkungan


Tema Teknologi Ramah Lingkungan terdiri empat topik yang dibahas dalam
kurikulum 2013 mata pelajaran IPA pada jenjang SMP kelas IX semester 2 yang
meliputi Pengertian dan prinsip Teknologi Ramah Lingkungan, Aplikasi

18
Teknologi Ramah Lingkungan, perilaku hemat energi dalam keseharian dan
teknologi tidak ramah lingkungan. Tema Aplikasi Teknologi Ramah Lingkungan
terdiri dari empat sub tema yaitu aplikasi pada bidang energi, bidang transportasi,
bidang lingkungan dan bidang industri.

Gambar 2. Pendidikan sains berbasis STEM. (Firman, 2015)

4.1 Teknologi Ramah Lingkungan


Teknologi Ramah Lingkungan (sustainable technology/green technology)
merupakan bentuk penerapan teknologi yang memperhatikan prinsip-prinsip
pelestarian lingkungan. Teknologi tersebut bertujuan untuk memberi
kemudahan dan pemenuhan kebutuhan manusia. Suatu teknologi dikatakan
Teknologi Ramah Lingkungan jika memenuhi syarat-syarat tertentu.
Teknologi Ramah Lingkungan bertujuan untuk menghasilkan berbagai produk
dan jasa untuk kepentingan manusia dengan memanfaatkan sumber daya alam
yang dapat diperbarui dan tidak menghasilkan limbah yang membahayakan
lingkungan. Selain itu, Teknologi Ramah Lingkungan juga dapat
menggunakan bahan yang dapat didaur ulang.

4.2 Aplikasi Teknologi Ramah Lingkungan


Aplikasi Teknologi Ramah Lingkungan telah diterapkan dalam berbagai
bidang antara lain di bidang energi, bidang lingkungan, bidang industri,
bidang rumah tangga, dan lainnya.
4.2.1 Bidang Energi
4.2.1.1 Sel surya
Kita dapat mengubah energi matahari menjadi energi listrik dengan
menggunakan photovoltaic (PV) cell, atau sering disebut solar cell
atau sel surya. Pada umumnya sel surya ini memiliki ukuran yang
tipis (hampir sama dengan selembar kertas) dan terbuat dari silikon

19
(Si) yang dimurnikan atau polikristalin silikon dengan beberapa
logam yang mampu menghasilkan listrik.
Elektron ini kemudian dihubungkan dengan sistem tertentu
sehingga dihasilkan listrik yang selanjutnya dialirkan dan disimpan
pada baterai sehingga dapat digunakan pada saat mendung atau
malam hari. Energi yang lebih juga dapat digunakan untuk
menggerakkan pompa yang memompa udara ke dalam lubang
besar dalam tanah. Udara ini memiliki tekanan yang tinggi
sehingga ketika dilepaskan dapat memutar turbin dan
menghasilkan listrik. Kita dapat memasang panel surya pada atap
rumah atau menyusunnya dalam lembaran-lembaran, dinding
bangunan, atau pada permukaan benda lain. Teknologi terbaru pada
panel surya ini adalah adanya motor elektrik yang dapat menjaga
panel surya tetap menghadap cahaya matahari pada siang hari.
Dengan demikian, mekanisme panel surya ini akan mengumpulkan
energi 30-40% lebih banyak dari panel surya biasa.

Gambar 3. Sel Surya (BSE Kemendikbud,


2014)

4.2.1.2 Pembangkit listrik tenaga air


Tenaga air atau hydropower menggunakan energi gerak (energi
kinetik) dari aliran air untuk menghasilkan listrik. Siklus air dari
hydropower diawali adanya evaporasi atau penguapan air yang

20
kemudian membentuk awan dan hujan. Air hujan yang terdapat
pada dataran tinggi, selanjutnya mengalir ke daerah yang lebih
rendah melalui sungai.

Gambar 4. Pembangkit listrik tenaga air (BSE Kemendikbud, 2014)

4.2.2 Bidang Transportasi


Kendaraan Hidrogen
Kendaraan hidrogen merupakan kendaraan yang menggunakan
hidrogen sebagai bahan bakar penggerak mesin. Di dalam kendaraan
ini terpasang alat yang mampu mengubah energi kimia dari hydrogen
menjadi energi mekanik, dengan cara membakar hidrogen dalam mesin
pembakaran internal atau dengan mereaksikan hydrogen dengan
oksigen dalam fuel cell untuk menggerakkan motor listrik. Banyak
perusahaan luar yang telah mengembangkan kendaraan ini dan
diharapkan dapat berkembang pesat di tahun-tahun mendatang. Mobil
berbahan bakar hidrogen yang telah dikembangkan antara lain:
Chevrolet Equinox Fuel Cell, Honda FCX Clarity, Hyundai ix35 Fuel
Cell dan Mercedes-Benz B-Class F-Cell. Kendaraan ini mampu melaju
dengan kecepatan 450 km/jam. Selain mobil berbahan bakar hidrogen,
di Cina juga telah dikembangkan sepeda hidrogen, sepeda motor
hidrogen, dan skuter hidrogen. Saat ini perusahaan pesawat terbang
seperti Boeing, Lange Aviation, dan German Aerspace Center Center
juga telah mengembangkan pesawat berbahan bakar hidrogen.

21
Gambar 5. Alat transportasi berbahan bakar hydrogen (BSE Kemendikbud, 2014)

4.2.3 Bidang lingkungan


4.2.3.1 Toilet pengompos
Composting toilet proses secara aerob untuk menghancurkan atau
mendekomposisi feses yang dihasilkan manusia. Toilet pengompos
dapat digunakan sebagai pengganti toilet air pada umumnya. Toilet
ini biasanya ditambah dengan campuran serbuk gergaji, sabut
kelapa, atau lumut tertentu untuk membantu proses aerob,
menyerap air, dan mengurangi bau. Proses dekomposisi ini
umumnya lebih cepat dari proses dekomposisi secara anaerob yang
digunakan pada septic tank.

4.2.3.2 Water purification


Percobaan mengenai pemurnian air pertama kali dilakukan pada
abad ke-17. Sir Francis Bacon mencoba untuk mengambil garam
dari air laut melalui saringan pasir. Meskipun percobaan ini belum
berhasil, percobaan ini dikenal sebagai awal dari proses pemurnian
air. Pemurnian air merupakan suatu proses penghilangan zat-zat
kimia, kontaminan biologis, partikel-partikel padat, dan gas-gas
dari air yang terkontaminasi atau kotor. Tujuan dari proses ini yaitu
untuk menghasilkan air yang dapat digunakan untuk keperluan
tertentu. Secara umum, proses pemurnian air merupakan proses
kajian fisika, kimia, dan biologi. secara fisika, pada proses
permunian air ada proses filtrasi atau penyaringan, sendimentasi
atau pengendapan, dan destilasi atau penyulingan. Secara biologis,
ada pemberian karbon aktif. Secara kimia, ada pemberian klorin

22
(Cl2) atau penyinaran dengan sinar ultraviolet (UV). Karbon aktif,
klorin, dan sinar ultraviolet dapat berperan sebagai pembunuh
kuman yang ada dalam air.
Ada banyak teknologi dalam pemurnian air, di antaranya adalah
sebagai berikut.
1) Teknologi Permunian Air Sederhana
Pemurnian air dapat dilakukan dengan membuat alat
yang berbentuk tabung yang didalamnya terdapat lapisan-
lapisan bahan seperti pasir, kerikil, batu, arang, ijuk atau
sabut kelapa, dan dapat juga ditambah dengan kapas atau
kain katun. Pada penjernihan air dilakukan proses
penyaringan kotoran padat yang larut dalam air dengan
pasir, kerikil, dan ijuk atau sabut kelapa. Air yang tersaring
kotorannya akan melewati arang yang dapat mengurangi
kuman-kuman dalam air. Air kotor dapat dituangkan ke
dalam tabung melalui bagian atas tabung, selanjutnya air
mengalir pada bagian bawah tabung karena adanya gaya
gravitasi atau dibantu dengan tekanan dari luar. Selama
mengalir ke bagian bawah tabung, air akan mengalami
proses penyaringan sehingga pada bagian bawah dapat
diperoleh air bersih.

Gambar 6. Teknologi pemurnian air sederhana (BSE


Kemendikbud, 2014)

23
2) Teknologi Osmosis terbalik
Osmosis balik merupakan teknologi pemurnian air yang
menggunakan prinsip kebalikan dengan prinsip
osmosis. Osmosis balik menggunakan prinsip tekanan
untuk mengatasi tekanan osmotik yang terjadi secara
alami. Pada Gambar 7 terdapat sebuah tabung yang
berisi larutan garam dan diberi pemisah membran
semipermeabel, yaitu suatu membran yang hanya dapat
dilewati oleh molekul tertentu, tetapi tidak dapat dilalui
oleh zat lainnya. Contoh zat yang dapat melalui
membran semipermeabel adalah air. Pada proses
osmosis, pelarut (misalnya air) secara alami berpindah
dari daerah yang memiliki konsentrasi zat terlarut
(misalnya garam) rendah (encer) melalui suatu
membran menuju daerah yang memiliki konsentrasi zat
terlarut tinggi (pekat). Pergerakan alami pelarut ini
bertujuan untuk menyamakan konsentrasi zat terlarut
pada kedua sisi bagian membran. Sebaliknya, pada
osmosis balik, pelarut seperti air akan bergerak dari
larutan yang pekat ke larutan yang encer. Hal tersebut
dapat terjadi karena adanya tekanan dari luar sehingga
dapat membalik aliran alami.

Gambar 7. Teknologi osmosis terbalik (BSE


Kemendikbud, 2014)

24
4.2.4 Bidang Industri
Biopulping
Biopulping adalah Teknologi Ramah Lingkungan yang terinspirasi dari
proses pelapukan kayu dan sampah tanaman oleh mikroorganisme.
Proses pelapukan dilakukan secara alami oleh beberapa jenis mikroba
dan jamur, sehingga sampah dari pohon-pohon yang telah mati akan
kembali diserap oleh alam secara alami. Saat ini kendala besar yang
dihadapi oleh para pemilik industri berbahan baku seperti pabrik kertas
adalah proses pengolahan limbah yang mengandung zat kayu (lignin)
yang membutuhkan proses lama dan berbahaya terhadap kelestarian
lingkungan sekitar. Biasanya limbah dari pabrik kertas akan diuraikan
dengan menggunakan bahan kimia seperti soda api, sulfit, dan garam
sulfida. bahan kimia ini akan memberikan efek negatif jika
menggunakan secara terus menerus. Terinspirasi dari kemampuan
mikroba dalam proses pelapukan kayu, para ahli saat ini mulai
mengembangan proses pengolahan limbah dengan menggunakan
mikroorganisme yang mampu menguraikan lignin secara alami yang
banyak ditemui secara bebas di alam. Contoh mikroorganisme yang
digunakan yaitu dari jenis kapang (jamur) Phlebia subserialis dan
Ceriporiopsis subvermispora.

5. Metode dan Desain Penelitian


Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif, yang menggambarkan
kondisi alami secara menyeluruh dalam pembelajaran yang berbasis Pembelajaran STEM.
Pembelajaran dalam penelitian ini adalah kondisi alami yang terjadi di dalam kelas,
bukan suatu perlakuan karena tidak ada kontrol yang mengikat pembelajaran ini. Adapun
pembelajaran pada penelitian bertujuan untuk melihat sebab akibat yang terjadi sehingga
penelitian ini menjadi utuh, tidak hanya melihat kondisi awal dan akhir saja. Dengan
desain penelitian seperti ini diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang Detail
Engineering Design, Appropriate Product, dan aktivitas pembelajaran siswa kelas IX
SMP dalam pembelajaran yang berbasis Pembelajaran STEM mengenai Aplikasi
Teknologi Ramah Lingkungan.

25
6. Partisipan
Partisipan pada penelitian ini melibatkan siswa SMP kelas IX. Jumlah siswa SMP
kelas IX berjumlah 30 orang. Selain itu, guru Mata pelajaran juga terlibat dalam
penelitian ini untuk membiasakan pembelajaran berbasis Pembelajaran STEM di kelas
ini.

7. Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah data Detail Engineering Design siswa SMP
kelas IX mengenai Aplikasi Teknologi Ramah Lingkungan, data Appropriate Technology
Product siswa SMP kelas IX mengenai Aplikasi Teknologi Ramah Lingkungan, yang
terdapat di salah satu sekolah menengah pertama di Kota Bandung. Jumlah kelas yang
dipakai untuk penelitian hanya terdapat satu kelas saja, maka setiap siswa yang terdapat
dalam populasi dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini. Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini adalah random sampling. Dengan teknik random
sampling ini bertujuan untuk mengungkap tentang Detail Engineering Design,
Appropriate Product, dan aktivitas pembelajaran siswa SMP dalam pembelajaran yang
berbasis Pembelajaran STEM.

8. Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini menggunakan lembar aktivitas kinerja, lembar penilaian
produk dan lembar observasi pembelajaran siswa. Berikut pemaparan instrumen
penelitian yang digunakan pada penelitian ini secara rinci.
1. Lembar aktivitas kinerja
Lembar aktivitas kinerja ini merupakan instrument yang digunakan untuk megamati
kinerja siswa dalam melakukan perancangan suatu produk yang akan dibuat saat
pembelajaran berlangsung. Posisi peneliti sebagai observer yang melihat kegiatan
apa saja yang terjadi selama kegiatan pembelajaran.

Tabel 1. Kriteria DED (Munro, 1995)

No Kriteria Perancangan Detail Engineering Design

Menggambar rancangan produk berupa gambar 2D dan


1
gambar 3D.
2 Menggambar rancangan P & ID produk.

26
3 Membuat perkiraan biaya atau RAB produk.
4 Membuat rencana kerja.

2. Lembar penilaian produk


Lembar penilaian produk ini merupakan instrument yang digunakan untuk menilai
produk yang dihasilkan siswa diakhir pembelajaran tema aplikasi teknologi ramah
lingkungan. Posisi peneliti sebagai observer yang melihat dan menilai apakah produk
yang dihasilkan siswa sesuai dengan kriteria Appropriate Product.

Tabel 2. Kriteria Appropriate Product (Kemendagri, 2010)

No Kriteria Appropriate Product

1 Teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.


2 Dapat menjawab permasalahan masyarakat.
3 Tidak merusak lingkungan.
Dapat dimanfaatkan dan dipelihara oleh masyarakat
4
secara mudah.
Menghasilkan nilai tambah dari aspek ekonomi dan
5
aspek lingkungan.

3. Lembar observasi pembelajaran siswa.


Observasi yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengamati aktivitas
selama pembelajaran STEM pada aplikasi teknologi ramah lingkungan. Aktivitas
yang diamati adalah interaksi guru dan siswa selama 2 × 45 menit pembelajaran
STEM yang dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan. Posisi peneliti sebagai observer
yang melihat kegiatan apa saja yang terjadi dan seberapa sering kegiatan tersebut
terjadi selama kegiatan pembelajaran STEM.

9. Pengelolahan Data Hasil Analisis


Data hasil analisis DED di dapat dari hasil analisis rubrik DED:
a. Melakukan rekapitulasi data berdasarkan rubrik DED
27
b. Menghitung presentase menggunakan rumus Purwanto (2009), yaitu:

𝑅
𝑁𝑃 = ( ) 𝑥 100%
𝑆𝑀

Keterangan:
NP: Nilai persen yang dicari atau yang diharapkan
R: Skor mentah yang diperoleh
SM: Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan
100: Bilangan tetap
c. Melakkan penafsiran presentase berdasarkan hasil perhitungan di atas. Penafsiran
ini dilakukan berdasarkan kategori menurut Purwanto (2009) sebagai berikut:

Tabel 3.
Kategori Presentase DED
Persentase Predikat
86-100% Sangat baik
75-85% Baik
60-74% Cukup
55-59% Kurang
< 54% Kurang sekali

10. Prosedur Penelitian


1. Tahap Persiapan
Penelitian ini diawali dengan tahap persiapan dengan mengidentifikasi
masalah yang akan diteliti. Tahap persiapan ini dibagi menjadi dua tahapan umum,
yaitu studi literatur dan studi lapangan. Studi literatur ini dilakukan dengan
melakukan kajian pada jurnal-jurnal penelitian setema. Hal tersebut bertujuan untuk
memeroleh gambaran pengembangan variabel dalam penelitian yang telah dilakukan.
Selama melakukan tahap studi literatur dilakukan korespondensi dengan dosen ahli.
Selanjutnya dilakukan studi lapangan dengan survey ke guru di sekolah
menengah atas di Kota Bandung yang bersedia untuk menjadi partisipan dalam

28
penelitian ini. Kegiatan survey guru dilakukan untuk mengetahui populasi dan
sampel penelitian, memperoleh informasi tentang materi yang akan dibahas di kelas,
menyesuaikan waktu pengambilan data penelitian dengan materi yang disampaikan
sesuai program semester. Setelah kegiatan survey guru, guru mendapatkan pelatihan
tentang cara dan strategi untuk membiasakan pembelajaran STEM di kelas.
Selanjutnya, guru menyusun rancangan kegiatan pembelajaran yang membiasakan
dengan pembelajaran STEM.
Dengan tahap persiapan dan melakukan kajian teoritis, ditentukan jenis data
yang diperlukan dalam menjawab rumusan masalah yang diajukan. Dalam penelitian
ini, pengumpulan data dilakukan melalui informasi yang berasal dari angket kinerja
siswa, angket penilaian produk dan kegiatan observasi untuk mengamati kegiatan
pembelajaran yang membiasakan pembelajaran STEM di dalam kelas. Selanjutnya,
disusun instrumen yang meliputi angket kinerja siswa, angket penilaian produk, dan
lembar observasi kegiatan pembelajaran yang membiasakan penalaran. Instrumen
angket kinerja siswa yang disusun akan melihat bagaimana kinerja siswa dalam
melakukan perancangan suatu produk yang akan dibuat. Instrumen penilaian produk
yang disusun akan melihat bagaimana hasil produk yang dihasilkan oleh siswa
diakhir pembelajaran dan lembar observasi yang akan dibuat bertujuan untuk
menginterpretasikan kegiatan pembelajaran yang membiasakan pembelajaran STEM
yang dilakukan peneliti selama menjadi observer.

2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, siswa yang hadir diberikan permasalahan untuk
dipecahkan berupa pembuatan suatu produk berteknologi tepat guna yang ramah
lingkungan. Kemudian siswa diberikan pembiasaan pembelajaran yang berbasis
STEM dengan metode diskusi kelompok, Tanya jawab, dan membuat suatu
rancangan produk berbasis DED selama 2 x 45 menit. Selama kegiatan berlangsung,
observer menuliskan catatan lapangan yang terjadi selama pembiasaan pembelajaran
berbasis STEM, baik yang dilakukan oleh guru maupun oleh siswa. Selain
menuliskan catatan lapangan, observer pun menginterpretasi catatan lapangan
tersebut, apakah kegiatan yang terjadi selama pembiasaan pembelajaran berbasis
STEM itu menjadi hal yang esensial dan mendukung terbangunnya suasana
pembelajaran yang diharapkan.

29
Pada minggu berikutnya, siswa diberikan pembiasaan pembelajaran berbasis
STEM dengan metode membuat suatu rancangan produk berbasis DED dan
membuat produk yang berteknologi tepat guna dengan tema Aplikasi Teknologi
Ramah Lingkungan selama 2 × 45 menit. Observer menuliskan catatan lapangan
yang terjadi di dalam kelas dan menginterpretasikannya ke dalam rubrik
pembelajaran berbasis STEM. Setelah dilakukan pembiasaan pembelajaran berbasis
STEM tersebut.

3. Tahap Analisis
Pada tahap analisis, semua data yang diambil selama tahapan pelaksanaan
dilakukan pengolahan data. Analisis yang didapatkan berdasarkan data-data tersebut
dikelompokkan ke dalam 2 bagian, yaitu mengenai hasil analisis kualitas rancangan
DED siswa tentang Aplikasi Teknologi Ramah Lingkungan dan hasil analisis
kualitas produk siswa pada pembelajaran STEM.

4. Penulisan Laporan Penelitian


Tahap terakhir pada penelitian ini adalah tahap penulisan laporan hasil
penelitian berupa tesis. Hasil temuan dan pembahasan akan berada pada Bab IV yang
akan disusun penulis berdasarkan data primer, data sekunder yang didapatkan selama
penelitian yang telah dianalisis dan melakukan pengaitan hasil temuan dengan kajian
pustaka yang telah ditulis sebelumnya.
Berdasarkan prosedur penelitian yang telah dipaparkan diatas, berikut adalah
alur penelitian yang dilakukan.

Tabel 3. Alur Penelitian

Studi Literatur Studi Lapangan


Tahap Persiapan

A.Kajian jurnal C.Survey guru


penelitian D.Pelatihan guru
B.Korespodensi

Merancang Merancang analisis Merancang pembiasaan


Instrumen penelitian data pembelajaran STEM

Judgement dan uji Revisi Konsultasi dengan


coba dosen

Merancang analisis
30
data

Rancangan sebelum Pembelajaran Pembelajaran Rancangan sesudah


Tahap Pelaksanaan
Tahap Analisis

Rancangan siswa Kegiatan observasi

Analisis data

Produk siswa

Penulisan
kesimpulan
Penulisan laporan

Penulisan laporan

11. Daftar Pustaka


Abrami et al. (2008). Instructional Interventions Affecting Critical Thingking Skillls and
Depositions: A Stage 1 Meta-Analysis. Canada. Concordia University.

Adams, A. E., Miller, B. G., Saul, M., & Pegg, J. (2014). Supporting Elementary Pre-
Service Teachers to Teach STEM Through Place-Based Teaching and Learning
Experiences. Electronic Journal of Science Education, 18(5), 1-22.

Akubue, A. (1990). Appropriate Tecnology for Socioeconomic Development in Third


World Countries. Cloud State University. Minnesota.

Aleman, M. P. (1992). Redefining “teacher.” Educational Leadership, 50(3), 97.

31
Apedoe, X. S., Reynolds, B., Ellefson, M. R., & Schunn, C. D. (2008). Bringing
engineering design into high school science classrooms: The heating/cooling unit.
Journal of science education and technology, 17(5), 454–465.

Atman, C., & Bursic, K. (1998). Verbal protocol analysis as a method to document
engineering Students’ design process. Journal of Engineering Education, 87(2),
121-132.
Axellano, G. (2011). Menghitung Biaya Membangun Rumah Tumbuh Tipe 21, 30, 36, &
45. Jakarta: PT Kawan Pustaka.

Basalyga, S. (2003). Student interest in engineering is on decline. Daily Journal of


Commerce, Retrieved Feb 24, 2017 from http://findarticles.com/p/articles/mi_
qn4184/is_20030611/ai_n1004581/

Becker, K., Park, K. (2011). Effects of integrative approaches among science, technology,
engineering, and mathematics (STEM) subjects on students’ learning: A
preliminary meta-analysis. Journal of STEM Education, 12, 5-6.

Beghetto, R.A. & Kaufman, J.C. (2009). Review of General Psychology. 13(1), 1-12.

Berlin, D. F., & Lee, H. (2005). Integrating science and mathematics education:
Historical analysis. School Science and Mathematics, 105(1), 15–24.

Bybee, R.W. (2013). The case for STEM education: Challenges and opportunity.
Arlington, VI: National Science Teachers Association (NSTA) Press.

Bybee, R. W. (2010). What is STEM education? Science, 329, 996.

Bryan, L. A., Moore, T. J., Johnson, C. C., & Roehrig, G. H. (2015). Integrated STEM
education. In C. C. Johnson, E. E. Peters-Burton, & T. J. Moore (Eds.), STEM
roadmap: A framework for integration (pp. 23–37). London: Taylor & Francis.
Cachaper, C., Spielman, L. J., Soendergaard, B. D. Dietrich, C. B. Rosenzweig, M.,
Tabor, L., & Fortune, J. C. (2008). Universities as Catalysts for Community
Building among Informal STEM educators: The Story of POISED. Paper
Presented at the American Educational Research Association Conference, New
York, New York.
Cardella, M. E., Atman, C. J., Turns, J., & Adams, R. (2008). Students with differing
design as freshmen: Case studies on change. International Journal of Engineering
Education, 24(2), 246-259.

32
Chiappetta, E.L. & Koballa T.R. (2010). Science Instruction in The Middle and
Secondary Schools: Developing Fundamental Knowledge And Skills. United State
of America: Pearson Education Inc.

Christiaans, H. & Venselaar, K. (2005). Creativity in design/engineering and the role of


knowledge: Modeling the expert. International Journal of Technology and Design
Education, 15(3), 217-236.

Cross, N. (2002). Creative cognition in design: Processes of exceptional designers. In T.


Hewitt & T. Kavanagh (Eds.), Creativity and cognition (pp. 14-19). New York,
NY: ACM Press.

Cross, N. (2004). Expertise in design: An overview. Design Studies, 25(5), 427-441.

Cullum, J., Childress, V., Dorward, J., Hailey, C., Householder, D., & Maurizio, D.
(2007). Infusing engineering design into the technology education curriculum
professional development model. Unpublished internal research report, NCETE.

Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Darling-Hammond, L. (1994, September). Will 21st-century schools really be different?


Education Digest, 60, 4–8.

Dixon, R.A. (2014). Selected Core Thinking Skills and Cognitive Strategy of an Expert
and Novice Engineer. Journal of STEM Teacher Education, 48(1), 36-67.

Dorst, K., & Cross, N. (2001). Creativity in the design process: co-evolution of problem-
solution. Design Studies, 22(5), 425-437.
Dugger, W.E. (2010) Evolution of STEM in the United States. Virginia Tech.

English, L. D. (2016). STEM education K-12: perspectives on integration. English


International Journal of STEM Education, 3(3), 1-8.

English, L. D & King, D. T. (2015). STEM learning through engineering design: fourth-
grade students’ investigations in aerospace. International Journal of STEM
Education, 2(14), 1-18.

Ejiwale, J, A. (2012). Facilitating Teaching and Learning Across STEM Fields. Journal of
STEM Education, 13(3), 87-94.

Ervianto, W.I. (2007). Cara Tepat Menghitung Biaya Bangunan. Yogyakarta: Penerbit
Andi.

Eskom. (2013). Piping and Instrumentation Diagram (P&ID) Standard. Eskom.

33
Feinstein, N. (2011). Salvaging science literacy. Science Education, 95(1), 168–185.
doi:10.1002/sce.20414

Firman, H. (2015). Pendidikan Sains Berbasis STEM: Konsep, Pengembangan dan


Peranan Riset Pascasarjana. Bogor: Seminar Nasional Pendidikan IPA dan
PKLH Program Pascasarjana Universitas Pakuan.

Fortus, D., Dershimer. C.R., Krajcik, J.S., Marx, R.W., (2004). Design-Based Science
and Student Learning. Journal of Research in Science Teaching, 41(10), 1081 –
1110.
Gagne, R.M. (1985). The Condition of Learning and Theory of Instruction. New York:
Holt Rinerhart and Winston.

Gaidyte, R. (2010). 2D and 3D Modeling Comparison. Gjovik University College.

Goldschmidt, G., & Weil, M. (1998). Contents and structure in design reasoning. Design
Issues, 14, 85-100.

Government of South Australia. (2015). Technical standars of Process and Instrument


Diagrams (P&ID). Australia

Hanover Research (2011). K-12 STEM education overview.

Herwansyah, Diyan. (2010). Estimasi Anggaran Biaya Konstruksi dan Rencana


Penjadwalan Tahap Desain pada Pembangunan Kampus BSI Margonda-Depok.
Jakarta.

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Http://www.projen.co.uk/info-centre/why-is-detailed-design-engineering-important/
diakses 10 februari 2017.
Hynes, M. M., & Santos, A. D. (2007). Effective teacher professional development:
Middle school engineering content. International Journal of Engineering
Education, 23(1), 24–29.

Ibrahim, B. (2009). Rencana dan Estimate Real of Cost. Jakarta: Bumi Aksar.

Iranian Ministry of Petroleum. (1996). Piping & Instrumentation Diagrams. Iran

Kemendikbud. (2014). Ilmu Pengetahuan Alam kelas IX. Jakarta: Diva Pendidikan.

Kuenzi, J. J. (2008). Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM)


Education: Background, federal policy, and legislative action. Congressional
Research Service Report for Congress (RL33434).

34
Krajcik, J. & Delen, I. (2016). How to support learners in developing usable and lasting
knowledge of STEM. International Journal of Education in Mathematics, Science
and Technology, 5(1), 21-28. DOI:10.18404/ijemst.16863.
Lam, P., Doverspike, D., Zhao, J., Zhe, J., & Menzemer, C. (2008). An evaluation of a
STEM program for middle school students on learning disability related IEPs.
Journal of STEM education, 9(1&2), 21–29.
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 tahun 2013 tentang
Kerangka dasar dan struktur kurikulum sekolah menengah pertama/madrasah
tsanawiyah.

Lederman, N. G., & Lederman, J. S. (2013). Is it STEM or “S & M” that we truly love?
Journal of Science Teacher Education, 24, 1237-1240.

Lucas, B., Claxton, G., & Hanson, J. (2014). Thinking like an engineer: implications for
the education system. Royal Academy of Engineers.
www.raeng.org.uk/thinkinglikeanengineer.
Merrill, C., Custer, R., Daugherty, J., Westrick, M., & Zeng., Y. (2007). Delivering core
engineering concepts to secondary level students. Poster session presented at the
ASEE Annual Conference and exposition, Hawaii.
Munro, A. & Sandy. (1995). Is Your Design A Life Sentemce?. Ohio: Penton Publishing.

National STEM Education Center. (2014). STEM education network manual. Bangkok:
The Institute for the Promotion of Teaching Science and Technology.
National Science and Technology Council. (2013). A report from the committee on
STEM education. Washington, D.C: National Science and Technology Council.

Next Generation Science Standards (USA, 2014). http://www.nextgenscience.org/

Park, E., & Ohm, J. Y. (2015). Appropriate Technology for Sustainable Ecosystems: Case
Studies of Energy Self-Reliant Villages and the Future of the Energy Industry.
Wiley Online Library (wileyonlinelibrary.com) DOI: 10.1002/sd.1574
dipublikasikan online pada 2 Maret 2015, 23, 27-83.

Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 20 tahun 2010 tentang Pemberdayaan


Masyarakat Melalui Pengelolaan Teknologi Tepat Guna.

Peraturan menteri pekerjaan umum nomor 11 tahun 2013 tentang pedoman analisis harga
satuan pekerjaan bidang pekerjaan umum.

35
Plucker, J.A. & Beghetto, R.A. (2004). Why isn’t creativity more important to
educational psychologist? Potentials, pitfalls, and future directions in creativity
research. Educational psychologist, 39(2), 83-96.

Purwanto, M.N. (2009). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Reiss, M., & Holman, J. (2007). S-T-E-M working together for schools and colleges. 1–8,
The Royal Society.

Roberts, A. (2012). A justification for STEM education. Technology and Engineering


Teacher, 74(8), 1-5.

Runco, M.A. (2004). Creativity. Annual Reviews 55: 657-87.

Sternberg, R.J. (2003). Scandinavian Journal of Educational Research. 47(3), 325-338.

State Educational Technology Directors Association [SETDA] (2008). Science,


Technology, Engineering & math. Glen Burnie, MD: Author.

UCDAVIS. (2013). Introduction to Project Management: Principles, Techniques and


Tools. Organizational Excellence.
Undang –undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.

U.S. Department of Education (2007). Report of the academic competitiveness council.


Washington, D.C.: Author. http://www. ed.gov/about/inits/ed/competitiveness/
acc-mathscience/index.html

Wicklein, R. (1998). Designing for appropriate in developing countries. Technology in


Society Journal 20, no. 3 (1998): 371-375.

Willoughby, K. (1990). Technology Choice: A Critique of the Appropriate Technology


Movement. Boulder: Westview Press.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dikemukakan hasil penelitian dan pembahasan mengenai
pembelajaran STEM siswa pada tema aplikasi teknologi ramah lingkungan meliputi
perancangan Detail Engineering Design dan hasil produk yang berupa Appropriate Product.

A. Hasil Penelitian

36
1. Hasil Detail Engineering Design siswa
Hasil analisis Detail Engineering Design yang dilakukan siswa menunjukan bahwa
proses DED yang merupakan bagian dari proses pembelajaran STEM sudah
dilaksanakan dengan cukup dengan presentase 67,5%.
Pelaksanaan proses pembelajaran dilaksanakan di satu kelas yang sama dengan
jumlah siswa 22 orang. Proses pembelajaran dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan
dengan total jam sebanyak 6 x 40 menit atau 240 menit jam pelajaran.
Pertemuan pertama dimulai dari belajar teori dan dilanjutkan dengan membuat DED
setiap individunya sedangkan pada pertemuan kedua dimulai dengan pembuatan DED
kelompok dan dilanutkan dengan pembuatan dan perakitan produk atau alat.
Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama dilakukan dalam kelas sedangkan
pada pertemuan kedua yaitu proses pembuatan dan perakitan, pembelajaran dilakukan di
luar kelas.
Pada keseluruhan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran ini
dilakukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan dalam melaksanakan proses
pembelajaran STEM.
Data pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa hasil rekapitulasi pelaksanaan proses DED
dalam pembelajaran STEM menunjukkan kategori cukup pada desain 2D, kategori
cukup pada desain P&ID, kategori cukup pada rancangan anggaran biaya, dan kategori
cukup pada rencana kerja dan syarat.

Tabel 4.1
Perbandingan Pelaksanaan DED dalam Pembelajaran
STEM
Sintaks pelaksanaan
% Kategori
DED
Desain 2D 66 Cukup
Desain P&ID 73 Cukup
RAB 70 Cukup
RKS 61 Cukup

a. Hasil desain 2D
Proses pembelajaran dimulai dengan melaksanakan tahap desain 2D yaitu
menggambar desain produk atau alat dengan model gambar dua dimensi. Dalam
hal ini, desain 2D adalah kemampuan siswa dalam menggambar desain sesuai

37
ukuran asli yang telah diperkecil sesuai perhitungan setiap siswa bukan dilihat
dari segi estetika. Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa desain 2D siswa
berkategori cukup yaitu 66%.
Tabel 4.2 Persentase kualitas desain 2D
Siswa dengan Jumlah
benar % kategori
Model 1
(17)
A1 0
Siswa dengan
Model 2

B1
B2
B3
B4
B5
B6
B7
B8
B9
B10
B11
B12
B13
B14
B15
B16
B17
B18
Siswa dengan
Model 3
C1 0
C2 0
C3 0

b. Hasil Desain P&ID


Pada proses kedua, dilanjutkan dengan melaksanakan tahap desain P&ID yaitu
menggambar desain produk atau alat berdasarkan simbol P&ID yang telah
ditentukan. Dalam hal ini, desain P&ID adalah kemampuan siswa dalam
menggambar desain berdasarkan simbol P&ID yang telah ditentukan dan tanpa

38
memperhitungkan skala pengecilan. Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa
desain 2D siswa berkategori cukup.

Tabel 4.2 Persentase kualitas desain P&ID


Siswa dengan Jumlah
benar % kategori
Model 1
(17)
A1 0
Siswa dengan Jumlah
benar % kategori
Model 2
(17)
B1
B2
B3
B4
B5
B6
B7
B8
B9
B10
B11
B12
B13
B14
B15
B16
B17
B18
Siswa dengan Jumlah
benar % kategori
Model 3
(17)
C1 0
C2 0
C3 0

c. Hasil Rancangan Anggaran Biaya


Pada proses ketiga, dilanjutkan dengan melaksanakan tahap perancangan
anggaran biaya yaitu merancang anggaran dana untuk membuat suatu produk.

39
Dalam hal ini, RAB adalah kemampuan siswa dalam memperhitungkan anggaran
yang dikeluarkan dalam membeli bahan-bahan yang dipergunakan dalam
membuat produk yang diinginkan. Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa
RAB siswa berkategori cukup.

Tabel 4.3 Persentase kesesuaian RAB


Siswa dengan Jumlah
benar % kategori
Model 1
(17)
A1 0
Siswa dengan Jumlah
benar % kategori
Model 2
(17)
B1
B2
B3
B4
B5
B6
B7
B8
B9
B10
B11
B12
B13
B14
B15
B16
B17
B18
Siswa dengan Jumlah
benar % kategori
Model 3
(17)
C1 0
C2 0
C3 0

d. Hasil Rencana Kerja dan Syarat


Pada proses keempat, dilanjutkan dengan melaksanakan tahap perancangan RKS
yaitu merancang rencana kerja dan syarat dalam membuat produk. Dalam hal ini,

40
RKS adalah kemampuan siswa dalam memprediksi dan menentukan standar
dalam membuat suatu produk atau alat. Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan
bahwa RKS siswa berkategori cukup.

Tabel 4.4 Persentase kesesuaian RKS


Siswa dengan Jumlah
benar % kategori
Model 1
(17)
A1 0
Siswa dengan Jumlah
benar % kategori
Model 2
(17)
B1
B2
B3
B4
B5
B6
B7
B8
B9
B10
B11
B12
B13
B14
B15
B16
B17
B18
Siswa dengan Jumlah
benar % kategori
Model 3
(17)
C1 0
C2 0
C3 0

2. Hasil Detail Engineering Design kelompok

41
Hasil analisis Detail Engineering Design yang dilakukan setiap kelompok
menunjukan bahwa proses DED yang merupakan bagian dari proses pembelajaran
STEM sudah dilaksanakan dengan Sangat baik dengan presentase 90,25%
Pelaksanaan proses pembelajaran dilaksanakan di satu kelas yang sama dengan
jumlah siswa 22 orang yang dibagi sebanyak 3 kelompok. Proses perancangan kelompok
ini dilakukan pada pertemuan kedua dengan total jam sebanyak 3 x 40 menit atau 120
menit jam pelajaran.
Pada pertemuan kedua ini, setiap kelompok masing-masing melaksanakan tahap
DED dan pembuatan produk. pertama dimulai perancangan DED dan dilanjutkan dengan
membuat produk atau alat penjernih air sesuai model yang telah ditentukan.
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan di dalam kelas dan di luar kelas. pada
keseluruhan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran ini dilakukan oleh
guru mata pelajaran yang bersangkutan dalam melaksanakan proses pembelajaran
STEM.
Data pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa hasil rekapitulasi pelaksanaan proses
DED dalam pembelajaran STEM menunjukkan kategori Baik pada desain 2D, kategori
Sangat baik pada desain P&ID, kategori Baik pada rancangan anggaran biaya, dan
kategori Sangat baik pada rencana kerja dan syarat.
Tabel 4.5
Perbandingan Pelaksanaan DED kelompok dalam
Pembelajaran STEM
Sintaks pelaksanaan
% Kategori
DED
Desain 2D 79 Baik
Desain P&ID 100 Sangat baik
RAB 82 Baik
RKS 100 Sangat baik

a. Hasil desain 2D kelompok


Proses pembelajaran dimulai dengan melaksanakan tahap desain 2D seperti tahap
yang dilakukan pada pertemuan pertama yaitu menggambar desain produk atau
alat dengan model gambar dua dimensi. Dalam hal ini, desain 2D adalah
kemampuan siswa dalam menggambar desain sesuai ukuran asli yang telah

42
diperkecil sesuai perhitungan setiap siswa bukan dilihat dari segi estetika.
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa desain 2D siswa berkategori baik.

Tabel 4.2 Persentase kualitas desain 2D

Kelompok Jumlah % kategori


benar (12)
dengan Model 1 10 83

Siswa dengan Jumlah % kategori


benar (10)
Model 2 7 70

Siswa dengan Jumlah % kategori


benar (12)
Model 3 10 83

b. Hasil Desain P&ID kelompok


Pada proses kedua, dilanjutkan dengan melaksanakan tahap desain P&ID seperti
tahap yang dilakukan pada pertemuan pertama yaitu menggambar desain produk
atau alat berdasarkan simbol P&ID yang telah ditentukan. Dalam hal ini, desain
P&ID adalah kemampuan siswa dalam menggambar desain berdasarkan simbol
P&ID yang telah ditentukan dan tanpa memperhitungkan skala pengecilan.
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa desain 2D siswa berkategori sangat
baik.
Tabel 4.2 Persentase kualitas desain P&ID

Kelompok Jumlah % kategori


benar (9)
dengan Model 1 9 100 Sangat baik

Siswa dengan Jumlah % kategori


benar (10)
Model 2 10 100 Sangat baik

Siswa dengan Jumlah % kategori


benar (16)
Model 3 16 100 Sangat baik

c. Hasil Rancangan Anggaran Biaya kelompok


Pada proses ketiga, dilanjutkan dengan melaksanakan tahap perancangan
anggaran biaya seperti tahap yang dilakukan pada pertemuan pertama yaitu
merancang anggaran dana untuk membuat suatu produk. Dalam hal ini, RAB
adalah kemampuan siswa dalam memperhitungkan anggaran yang dikeluarkan

43
dalam membeli bahan-bahan yang dipergunakan dalam membuat produk yang
diinginkan. Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa RAB siswa berkategori
baik.
Tabel 4.2 Persentase kualitas RAB
Siswa dengan Jumlah
benar % kategori
Model 1
(15)
A1 12 80 Baik

Siswa dengan Jumlah


benar % kategori
Model 2 (12)
B1 9 75 Baik
Siswa dengan Jumlah
benar % kategori
Model 3
(23)
C1 21 91 Sangat baik

d. Hasil Rencana Kerja dan Syarat kelompok


Pada proses keempat, dilanjutkan dengan melaksanakan tahap perancangan RKS
seperti tahap yang dilakukan pada pertemuan pertama yaitu merancang rencana
kerja dan syarat dalam membuat produk. Dalam hal ini, RKS adalah kemampuan
siswa dalam memprediksi dan menentukan standar dalam membuat suatu produk
atau alat. Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa RKS siswa berkategori
sangat baik.

Tabel 4.2 Persentase kualitas RKS


Siswa dengan Jumlah
benar % kategori
Model 1
(6)
A1 6 100 Sangat baik

Siswa dengan Jumlah


benar % kategori
Model 2 (6)
B1 6 100 Sangat baik
Siswa dengan Jumlah
benar % kategori
Model 3
(6)
C1 6 100 Sangat baik

a. Hasil Appropriate Product yang dihasilkan kelompok

44
B. Pembahasan
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang terdapat pada penelitian ini, maka penjelasan
pada bagian hasil penelitian ini akan dikemukakan dalam tiga bagian. Bagian pertama
adalah tentang analisis keterampilan DED individual, bagian kedua adalah tentang
analisis keterampilan DED kelompok, serta bagian ketiga adalah tentang Appropriate
Product yang dihasilkan siswa.
1. Analisis Detail Engineering Design siswa
Analisis keterampilan proses dilakukan dengan menggunakan hasil penelitian
berupa data hasil observasi pembelajaran dalam memunculkan keterampilan Detail
Engineering Design yang meliputi Desain 2D, Desain P&ID, Pembuatan RAB, serta
pembuatan RKS.
a. Desain 2D
Proses pembelajaran yang memunculkan kegiatan desain 2D ini adalah proses
pembelajaran yang dilakukan pertama kali dalam proses kegiatan DED dalam
pembelajaran STEM. Sehingga baik guru pengajar maupun siswa masih terlihat
sangat bingung apa yang harus dikerjakan. Hal ini tak terlepas dari sedikitnya
waktu pelajaran sebanyak 120 menit, sehingga dalam tahap penjelasan teori
pelajaran dan penjelasan hal yang akan dilakukan dalam kegiatan DED, guru
pengajar terkesan terburu-buru dan mengejar waktu.
Hasil observasi proses kegiatan desain 2D dalam pembelajaran memenuhi
kriteria cukup, dengan presentase kualitas desain 2D yaitu 66%. Pembahasan
kegiatan desain 2D secara rinci akan dibahas berikut:
1. Pengukuran
2. Pengecilan Skala
3. Pengambaran
b. Desain P&ID
Proses pembelajaran yang memunculkan kegiatan desain P&ID ini adalah
proses pembelajaran yang dilakukan setelah selesai melakukan tahap pertama
dalam proses kegiatan DED dalam pembelajaran STEM. Pada tahap kedua, siswa
lebih mudah dalam menggambar desain P&ID dikarenakan, dalam menggambar
P&ID hanya berdasarkan desain 2D dan hanya mengubah bentuk setiap bahan
menjadi bentuk simbol P&ID .

45
Hasil observasi proses kegiatan desain P&ID pembelajaran memenuhi kriteria
cukup akan tetapi memiliki presentase yang lebih besar yaitu 73%, Pembahasan
kegiatan desain 2D secara rinci akan dibahas berikut:
1. Simbol P&ID

c. Rancangan Anggaran Biaya


Proses pembelajaran yang memunculkan kegiatan membuat RAB ini adalah
proses pembelajaran yang dilakukan setelah selesai melakukan tahap pertama dan
kedua dalam proses kegiatan DED dalam pembelajaran STEM. Pada tahap
ketiga, siswa terlihat kesulitan dalam merancang anggaran yang diperlukan.
Selain waktu yang sangat sedikit dalam menyelesaikan semua tahap DED siswa
juga terlihat sangat kesulitan dalam melakukan perhitungan matematika untuk
rancangan anggaran biaya mereka.
Hasil observasi proses kegiatan pembuatan RAB memenuhi kriteria cukup
dengan presentase yaitu 70%, Pembahasan kegiatan membuat RAB secara rinci
akan dibahas berikut:
1. Perhitungan Matematika

d. Rencana Kerja dan Syarat


Proses pembelajaran yang memunculkan kegiatan membuat RKS ini adalah
proses pembelajaran yang dilakukan setelah selesai melakukan tahap pertama dan
kedua serta ketiga, dalam proses kegiatan DED dalam pembelajaran STEM. Pada
tahap terakhir, siswa juga terlihat kesulitan dalam merencanakan Rencana kerja
dalam membuat produk yang akan dibuat dan menentukan syarat sebagai stanar
dalam membuat produk. Selain waktu diakhir pelajaran sangat sedikit dan juga
siswa terlihat sangat kesulitan dalam memprediksi hal-hal yang dilakukan dalam
membuat produk atau alat.
Hasil observasi proses kegiatan pembuatan RAB memenuhi kriteria cukup
dengan presentase yaitu 61%, Pembahasan kegiatan membuat RAB secara rinci
akan dibahas berikut:
1. Penentuan syarat pembuatan produk
2. Perancangan membuat rencana kerja

2. Analisis Detail Engineering Design kelompok


46
3. Analisis Appropriate Product yang dihasilkan siswa

47

Anda mungkin juga menyukai