Anda di halaman 1dari 19

MODEL PEMBELAJARAN STEM LEARNING

TUGAS MAKALAH

Mata Kuliah
Strategi Pembelajaran Kejuruan
Dosen Pengampu
Yudha Ari Purnama, M.Pd.

Kelompok :1
Nama : Achmad Kurniawan Legowo
Npm : 21112001400025
Nama : Aji sahputra
Npm : 21112001400026
Nama : Antono
Npm : 21112001400027
Nama : Ardi Rohman Syahwal
Npm : 211120014000

Pendidikan Vokasional Teknologi Otomotif


Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Kalimantan Timur
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan semua
rahmatnya, penulis akhirnya bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Tak lupa, saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bpk Yudha Ari Purnama, M.Pd,
selaku dosen mata kuliah strategi Pembelajaran Kejuruan yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Makalah berjudul “MODEL PEMBELAJARAN STEM LEARNING” disusun untuk


memenuhi tugas mata Kuliah Strategi Pembelajaran Kejuruan. Melalui tugas ini, saya
mendapatkan banyak ilmu baru tentang bagaimana memanfaatkan teknologi dengan baik.

Tentu penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Meskipun begitu, saya
berharap bahwa makalah ini bisa bermanfaat untuk orang lain.

Apabila ada kritik dan saran yang ingin disampaikan, saya sangat terbuka dan dengan
senang hati menerimanya. Terima kasih

Samarinda, 7 MARET 2023

Kelompok1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Era 4.0 sudah di depan mata. Banyak tantangan dan peluang yang bisa
diambil dari era
4.0. Dunia dalam menghadapi tantangan era 4.0 dengan cara meningkatkan
keterampilan Abad 21 salah satunya melalui pendidikan. Adanya pembelajaran
Abad 21 di era 4.0, diharapkan siswa mempunyai empat keterampilan sehingga
mampu berinovasi agar berdaya saing baik di lingkungan sekolah maupun di
lingkungan kerja nantinya. Empat keterampilan itu antara lain; berpikir kritis
(critical thinking), komunikasi (communication), kolaborasi (collaboration), dan
kreativitas (creativity). Empat keterampilan Abad 21 itu biasa disebut 4C
keterampilan belajar dan inovasi (4C as Learning and Innovation Skills).
Indonesia mengalami kendala dalam meningkatkan 4C. Hal ini bisa dilihat
dari data HDI 2017, Indonesia menempati peringkat 116 dari 189 peringkat.
Posisi daya saing Indonesia masih kalah jauh dengan Negara tetangga seperti
Filiphina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura. Kualitas pendidikan di
Indonesia juga masih rendah. Berdasarkan hasil riset PISA (Programme for
International Student Assessment) 2015-2016, Indonesia menempati peringkat 63
dari 72 negara. Data riset TIMSS (Trends in International Mathematics and
Science Study) tahun 2015 juga menempatkan Indonesia pada posisi rendah
dengan menempati urutan ke 69 dari 76 negara.
Berdasarkan kualitas pendidikan Indonesia, maka perlu dilakukan
reformasi pendidikan. Permendikbud No 22 Tahun 2016 tentang standar proses
pendidikan dasar dan menengah telah menyatakan tentang pentingnya proses
pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik/ilmiah dalam menghasilkan
karya. Septiani (2016) menyatakan hal yang sama bahwa pembelajaran dalam
dunia pendidikan harus mampu meningkatkan keterampilan proses belajar dan
keterampilan sosial siswa. Berdasarkan hasil SEAMEO QITEP 2018, dalam
membentuk konsep materi pembelajaran ekonomi dengan pendekatan saintifik
yang bersifat student centered learning (SCL) terintegrasi GLS, HOTS, PPK dan
4C kini ditambah dengan STEM (Scientific, Technology, Engineering, and
Mathematics). Pembelajaran yang diajarkan sepanjang pengajaran eksperimental
menempatkan STEM untuk memecahkan masalah (Dym et al, 2013) sehingga
dalam menerapkan STEM pada pembelajaran perlu adanya kolaborasi antara
siswa, sumber belajar, dan teknologi.
Pembelajaran STEM telah diterapkan di berbagai negara seperti di
Amerika, Finlandia dan Taiwan. STEM dapat membantu mempromosikan
kreativitas pelajar yang membuat siswa berperan sebagai pusat kegiatan belajar
(Craft et al, 2014; Eguchi, 2016; Land, 2013; Madden et al, 2013, Lou, Shih,
Diez, dan Tseng: 2011). Pembelajaran yang terintegrasi dengan STEM dapat
berupaya memunculkan keterampilan dalam diri siswa, misalnya kemampuan
berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi dan kreativitas dalam menyelesaikan
persoalan. Empat keterampilan belajar dan berinovasi ini penting untuk
membantu meningkatkan sumber daya manusia.
STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathtematics) merupakan
isu penting dalam pendidikan saat ini (Becker & Park, 2011; Gonzales & Kuenzi,
2012). Pembelajaran STEM sebagai upaya membantu kesuksesan keterampilan
abad ke-21 agar kemampuan dan bakat siswa dalam menghadapi masalah pada
Abad 21 ini terbentuk (Beers; 2011). Pembelajaran STEM siswa tidak hanya
sekedar menghafal konsep saja, tetapi lebih kepada bagaimana siswa mengerti dan
memahami konsep-konsep sains dan kaitanya dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran STEM saat ini diterapkan untuk sekolah zonasi jenjang SMA.
Keberhasilan penerapan pembelajaran STEM pelu didukung beberapa faktor agar
tujuan dan manfaat dapat tercapai baik bagi siswa maupun pendidik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kerangka Pembelajaran STEM?
2. Faktor apa yang memengaruhi Pembelajaran STEM?
3. Bagaimana tolak ukur Learning and Innovation Skills sebagai ketercapaian
Pembelajaran STEM dalam meningkatkan keterampilan Abad 21?
4. pengintegrasian STEM dalam pembelajaran dalam meningkatkan
keterampilan belajar dan inovasi bagi siswa

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kerangka Pembelajaran STEM.


2. Untuk mengetahuifaktor-faktor yang memengaruhi Pembelajaran STEM
3. Untuk mengetahui tolak ukur Learning and Innovation Skills sebagai
ketercapaian Pembelajaran STEM dalam meningkatkan keterampilan
Abad 21.
4. Untuk mengetahui pengintegrasian STEM dalam pembelajaran
dalam0020meningkatkan keterampilan belajar dan inovasi bagi siswa.

D. Metode Penelitian

Penelitian in menggunakan metode kajian literatur yang menganalisis kajian


tentang STEM dalam pembelajaran di sekolah melalui literatur internasional
maupunnasional yang relevan.
BAB 2
PEMBAHASAN

1.1. PENGERTIAN STEM (Science, Technology, Engineering and Mathematics)


Asal mula gerakan reformasi pendidikan STEM salah satunya didorong oleh
pertumbuhan ekonomi AS yang berjalan secara datar dan akan tersaingi oleh China
dan India karena perkembangan sains, teknologi, enginering dan matematika dari
kedua negara tersebut yang lebih maju. (Friedman, 2005). AS memiliki rencana
nasional untuk meningkatkan jumlah lulusan dengan STEM derajat untuk
mempertahankan posisi kompetitif Amerika dalam ekonomi global (Pimthong &
Williams, 2018). Ada beberapa negara yang juga telah menerapkan pendidikan STEM,
antara lain Finlandia, Australia, Vietnam, Tiongkok, dan Filipina. STEM telah
dikembangkan di beberapa negara selama kurang lebih 3 dekade dan semakin
signifikan di tahun-tahun terakhir. Di Indonesia pembelajaran STEM selama ini
diterapkan pada mata pelajaran eksakta dan baru tahun 2019, mata pelajaran sosial
mulai menerapkan mengintegrasikan STEM dalam pembelajaran salah satunya mata
pelajaran Ekonomi.

Syukri, dkk (2013) menyatakan bahwa Fakultas Pendidikan Universitas Kebangsaan


Malaysia (UKM) bekerjasama dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Aceh melakukan pengintegrasian pendidikan
STEM pada mata kuliah kewirausahaan. Pembelajaran dari program tersebut telah
diuji di sekolah dasar dan menengah di Malaysia dan juga Aceh. Hasilnya sangat
memuaskan karena selain sikap serta pandangan murid terhadap kewirausahaan
menjadi baik disamping prestasi dan minat pelajar dalam pembelajaran yang
meningkat.
Pembelajaran STEM digunakan untuk pendekatan pengajaran di mana siswa
berpartisipasi dalam desain teknik dan / atau penelitian dan pengalaman pembelajaran
yang bermakna melalui integrasi dan penerapan matematika, teknologi dan / atau sains
(Moore & Smith, 2014). Penelitian empiris telah mengindikasikan bahwa pendidikan
STEM terintegrasi memiliki dampak positif pada prestasi siswa, sikap dan minat siswa
di sekolah (Tseng, Chang, Lou, & Chen, 2013) dan motivasi mereka untuk belajar.
Pendidikan STEM telah meningkatkan keterampilan berpikir siswa lebih tinggi dan
melek teknologi, membuatnya lebih baik pemecah masalah, inovator dan penemu
(Stohlmann, Moore, Roehrig, 2012).
Berdasarkan definisi STEM yang dijabarkan oleh Torlakson (2014) yakni:

1. sains adalah pengetahuan mengenai hukum-hukum dan konsep-konsep yang berlaku


di alam.
2. teknologi adalah keterampilan atau sistem yang digunakan dalam mengatur
masyarakat, organisasi, pengetahuan atau mendesain serta menggunakan sebuah alat
buatan yang dapat memudahkan pekerjaan.
3. teknik atau Engineering adalah pengetahuan untuk mengoperasikan atau mendesain
sebuah prosedur untuk menyelesaikan sebuah masalah; dan
4.matematika adalah ilmu yang menghubungkan antara besaran, angka dan ruang yang
hanya membutuhkan argument logis tanpa atau disertai dengan bukti empiris. Seluruh
aspek ini dapat membuat pengetahuan menjadi lebih bermakna jika diintegrasikan
dalam proses pembelajaran.
Bybee (2013) menyatakan bahwa pembelajaran STEM bertujuan mengembangkan
peserta didik dan guru, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel. 1 Tujuan dan hasil pendidikan STEM


Tujuan Pendidikan STEM Hasil Pendidikan STEM
Bagi Siswa  Literasi STEM  Belajar dan Berprestasi
 Kompetensi abad 21  Kompetensi abad 21
 Kesiapan Tenaga Kerja  Ketekunan dan kegigihan belajar dalam
STEM meningkatkan prestasi
 Minat dan keterlibatan  Pekerjaan yang berhubungan dengan STEM
 Membuat koneksi  Meningkatkan minat STEM
 Pengembangan identitas STEM
 Kemampuan untuk membuat koneksi di
antara disiplin STEM
Bagi  Meningkatkan konten  Perubahan dalam praktik
Pendidik STEM  Peningkatan konten STEM dan PCK
 Meningkatkan Pedagogical
Content Knowledge (PCK)

Terdapat tiga pola pendekatan pembelajaran STEM yang dikenal oleh


komunitas pendidikan. Pembeda utama dari ketiga pola pendekatan adalah
pada ketersinambungan dan derajat penggunaan konten STEM, tiga pola ini
dikenal dengan pola Silo, terinkoporasi (Embedded) dan terintegerasi
(integrated) (Robert dan Cantu, 2012).
A. Pola Pendekatan Silo

Pola pendekatan Silo adalah pola pendekatan yang terpisah pada


pembeajaran STEM. Keterkaitan antar mata pelajaran pada pendekatan ini
umumnya disampaikan secara tersurat melalui pembicaraan guru di depan
kelas (Dugger, 2010). Pola pendekatan Silo lebih menekankan pada
penjelasan guru dibandingkan dengan kegiatan siswa atau secara umum
dikenal sebagai model pengajaran ceramah konvensional (Morrison, 2006).
Pola pendekatan Silo dianggap sebagai pola pendekatan yang kurang sesuai
dalam pembelajaran STEM karena pelaksanaan pembelajaran dengan Silo
membuat siswa masih memiliki pemisahan antar mata pelajaran dan tidak
bias melihatnya sebagai kesatuan utuh untuk memecahkan masalah di
dunia nyata (Breiner, Harkness, Johnson & Koehler, 2012).
Gambar 1. Proses pola pendekatan Silo

B. Pola Pendekatan Embedded/Tertanam

Terdapat kesamaan antara pola pendekatan tertanam dengan pola pendekatan silo,
yakni terdapat satu materi yang lebih diutamakan dibandingkan yang lainnya
sehingga integritas dari subjek yang diutamakan tetap terjaga. Perbedaannya yakni
pada pembelajaran dengan pola pendekatan tertanam menunjukan hubungan yang
jelas antara materi yang diutamakan dan materi pendampingnya. Hubungan ini
disampaikan secara kontekstual dalam penjelasan bahwa materi-materi pendamping
adalah penguat konsep pada materi utama, namun bidang materi-materi
pendamping tersebut tidak dimasukkan ke dalam evaluasi penilaian. Salah satu
kelemahan dalam pola pendekatan tertanam adalah jika siswa tidak mampu
mencari keterkaitan dan hubungan antara materi utama dan materi pendamping,
maka dikhawatirkan siswa hanya akan mendapatkan materi secara terpotong-
potong dan hanya belajar sebagian dari pembelajaran yang harusnya menyeluruh.
Pelaksanaan pola terinkoporasi adalah pendekatan yang cukup sesuai dengan
kebutuhan STEM karena membutuhkan kecakapan multidisipliner dari materi dan
konten yang siswa dapatkan dari berbagai mata pelajaran atau pengalaman
sebelumnya

S
T E M

Gambar 2. Pola Pendekatan Tertanam


C. Pola Pendekatan Terintegerasi

Pola ketiga adalah pola pendekatan terintegrasi. Pola ini adalah pola yang
paling ideal karena semua bagian dari S, T, E, M diajarkan pada satu
subjek utuh pada mata pelajaran. Pendekatan ini mungkin dilakukan hanya
dengan kurikulum yang sesuai dan mampu meningkatkan ketertarikan
siswa pada bidang STEM.

Gambar 3. Pola pendekatan terintegrasi

Pola pendekatan terintegrasi membutuhkan kolaborasi antar guru mata pelajaran untuk
menjamin bahwa siswa memahami adanya keterkaitan antar konsep dari materi yang
diajarkan (Wang et al., 2011). Model ini menekankan pada kemampuan berfikir kritis dan
pemecahan masalah siswa yang didasarkan pada pengetahuan yang telah dimiliki. Secara
teori, pola pendekatan integrase adalah pendekatan yang paling sulit dilakukan namun
paling sesuai untuk pembelajaran STEM.

Pada sekolah menengah, pola terinkoporasi/embedded akan lebih efektif untuk


dikembangkan dengan catatan bahwa kegiatan yang dilakukan melibatkan akitivitas
pemecahan masalah otentik dalam konteks sosial, kultural dan fungsional (Roberts, 2012).
Contoh dari beberapa pola terinkoporasi dengan sains sebagai materi utama diberikan dalam
modul-modul unit pembelajaran pada sesi berikutnya.

1.2. Faktor-faktor yang memengaruhi Pembelajaran STEM.

Stohlmann, Moore & Roehrig (2012) menyatakan bahwa terdapat empat faktor
yang perlu dipertimbangkan bagi pendidik sehingga pembelajaran STEM dapat
berlangsung dengan sukses. Keempat faktor tersebut antara lain:
1. Aspek support atau dukungan berkaitan dengan kegiatan yang dapat mendukung
pendidik dalam menerapkan pembelajaran STEM seperti keikutsertaan dalam
pelatihan yang relevan, kolaborasi dengan sekolah atau institusi lain seperti
universitas atau industri, serta adanya kesempatan untuk berkolaborasi denga guru-
guru lain dalam sekolah yang sama.
2. Aspek teaching atau pembelajaran menitikberatkan pada persiapan pembelajaran dan
implementasi pembelajaran di kelas.

3. Aspek efficacy terkait dengan kepercayaan diri pendidik dalam mengimplementasikan


pembelajaran STEM yang dapat dipengaruhi oleh tingkat penguasaan materi
pembelajaran serta pedagogik, serta komitmennya dalam melaksanakan
pembelajaran.

4. Aspek materials terkait dengan kesiapan sarana dan prasarana penunjang pembelajaran.

1.3. Pengertian Learning and Innovation Skills


Keterampilan dalam pembelajaran dan inovasi (Learning and Innovation
Skills) yang dituntut dalam keterampilan Abad 21 meliputi 4C antara lain:
1. Berpikir Kritis (Critical Thinking)
Ada konsensus dalam literatur bahwa berpikir kritis adalah proses yang kompleks yang
menuntut proses penalaran tingkat tinggi untuk mencapai hasil yang diinginkan
(Almeida & Franco, 2011; Sahin, 2009). Pemikiran kritis bisa jadi dianggap sebagai
konstruk kognitif multidimensi, menyiratkan penalaran induktif dan deduktif, serta
proses kreatif, berinteraksi dalam fase berbeda dari masalah proses penyelesaian.
Berpikir kritis adalah konstruksi multidimensi, yang terdiri dari kognitif, disposisi,
fungsi motivasi, sikap, dan metakognitif (Miele & Wigfield, 2014). Hubungan antara
pemikiran kritis dan kinerja akademik telah dipelajari secara menyeluruh dalam
literatur. Menurut serangkaian studi oleh Butler (Butler et al., 2012), siswa yang
berprestasi lebih baik dalam tes penilaian berpikir kritis, karenanya menunjukkan
tingkat berpikir kritis yang lebih tinggi, melaporkan hasil negatif yang lebih sedikit
kehidupan sehari-hari. Dari asosiasi semacam itu, relevansi berpikir kritis telah
diperoleh kekuatan. Setiap tes menilai berbagai dimensi pemikiran kritis, seperti verbal
penalaran, analisis argumen, kesimpulan, penalaran induktif, penalaran deduktif,
identifikasi asumsi, pengambilan keputusan, atau penyelesaian masalah, menggunakan
berbagai format penilaian (item pilihan ganda versus / dan jawaban terbuka).

Keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah didefinisikan dalam indikator


berikut (Buck Institute for Education, 2013):

 Menganalisis pertanyaan penuntun/driving question.


 Mengumpulkan dan mengevaluasi informasi.
 Menggunakan bukti dan kriteria.
 Mempertimbangkan beberapa alternatif dan implikasi.

Keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah dalam penelitian ini diukur
dengan menggunakan tes uraian dan pemberian skor dilakukan dengan menggunakan
rubrik yang mengacu pada indikator di atas.

2. Kolaborasi (Collaborative)

Kolaborasi dianggap sebagai salah satu kompetensi inti abad ke-21 (Griffin, McGaw, &
Care, 2012). Kolaborasi melibatkan proses yang kompleks di mana dua atau lebih agen
berusaha memecahkan masalah dengan berbagi pemahaman dan upaya yang diperlukan
untuk mencapai solusi dan menggabungkan pengetahuan, keterampilan dan upaya untuk
mencapai solusi itu (OECD, 2013). Kolaborasi terlibat baik dalam proses sosial dan kognitif,
yang berarti bahwa siswa tidak hanya harus berkomunikasi, bernegosiasi dan bertukar
perspektif untuk memahami masalah, tetapi juga mengatur tindakan mereka untuk
menyelesaikannya (Hesse, Care, Buder, Sassenberg, & Griffin, 2015). Murid dapat belajar
tanggung jawab sosial dan pribadi, keterampilan tentang kolaborasi, keterampilan tentang
bekerja di tim atau dalam kelompok kecil, interpersonal (Dede, 2010; Forslund Frykedal &
Hammar Chiriac, 2018), keterampilan tentang saling
ketergantungan positif, akuntabilitas individu, interaksi tatap muka yang
dipromosikan dan pemrosesan kelompok (Forslund Frykedal & Hammar Chiriac,
2018). Selain itu, siswa dalam berkolaborasi dapat belajar berhubungan dengan
orang lain, dan mengelola dalam menyelesaikan konflik (Dede, 2010).

Indikator keterampilan kolaborasi adalah sebagai berikut:

 Memiliki tanggung jawab


 Membantu kelompok
 Menghormati orang lain
 Membuat dan mengikuti perjanjian
 Mengatur pekerjaan
 Bekerja sebagai satu tim

3. Komunikasi (Communication)

Keterampilan komunikasi adalah memahami, mengelola dan menciptakan


lisan, tulisan, dan multimedia komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan
konteks (Sahin, 2009).

Indikator keterampilan berkomunikasi adalah sebagai berikut:

 Memberi penjelasan ide


 Melakukan pengaturan waktu presentasi
 Melakukan kontak mata dengan audiens
 Berbicara dengan suara yang jelas
 Menggunakan alat bantu presentasi
 Menanggapi pertanyaan audiens
 Berpartisipasi dalam presentasi kelompok

4. Kreativitas (Creativity)

Keingintahuan, imajinasi, dan berpikir kreatif dianggap sebagai proses inti dari
kreativitas (Craft et al., 2007). Kreativitas dalam keterampilan abad ke-21 yakni
dalam menyelesaikan masalah sering kali membutuhkan ide-ide kreatif,
berkomunikasi dan bekerja secara kreatif memainkan peran penting dalam
kehidupan sosial yang sukses; dan penggunaan informasi dan teknologi digital
yang kreatif juga penting dalam menavigasi kehidupan sehari-hari di abad ke-21
(Piirto, 2011).

Kreativitas didefinisikan dalam indikator berikut (Buck Institute for Education,


2013):

 Memahami tantangan kreatif.


 Mengidentifikasi sumber-sumber informasi.
 Menghasilkan dan memilih ide.
 Menyajikan hasil kepada pengguna/audiens sasaran.
 Memiliki ide yang original.
 Memberikan ide yang bernilai/bermanfaat.
 Instrumen yang digunakan untuk mengukur kreativitas dan inovasi siswa
adalah tes uraian dan observasi dengan penskoran menggunakan rubrik yang
mengacu pada indikator di atas.

1.4. Implementasi Pembelajaran STEM dalam pembelajaran

Pada pembelajaran berbasis STEM, salah satu karakteristik yang harus


terlihat dalam proses pembelajaran adalah proses desain rekayasa atau
Engineering Design Process (EDP). Proses ini melatihkan kemampuan peserta
didik dalam memecahkan suatu permasalahan (problem solving) dalam konteks
dunia nyata (real world).

Gambar 4. Proses Desain Rekayasa (EDP)

Terdapat beberapa model yang dapat digunakan sebagai EDP, salah satunya
adalah yang dapat dilihat pada Gambar 4, namun secara umum EDP memiliki
langkah-langkah sebagai berikut:

 Identifikasi Masalah
Pada tahap ini peserta didik baik secara individu maupun kelompok
mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan atau tantangan yang diberikan.
Peserta didik juga diharapkan dapat mengidentifikasi constraint atau batasan dan
kriteria dari solusi yang dipersyaratkan oleh permasalahan atau tantangan yang
diberikan tersebut sebagai contoh alat dan bahan tersedia, biaya yang boleh
dikeluarkan, dan berbagai kriteria yang dibutuhkan.

 Bertukar pikiran (brainstorm)


Pada tahap ini peserta didik saling bertukar pikiran tentang berbagai solusi untuk
menjawab permasalahan. Peserta didik dapat melakukan penelitian melalui
bermacam- macam sumber informasi yang mereka anggap relevan untuk
membantu mereka dalam menyusun berbagai ide solusi. Dari berbagai solusi yang
dimungkinkan tersebut, peserta didik dalam kelompoknya menentukan satu solusi
terbaik yang akan ditawarkan.

 Merancang
Setelah ditentukannya satu solusi terbaik, maka selanjutnya memodelkan solusi
tersebut dalam rancangan atau sketsa gambaran konkrit dari solusi yang
ditawarkan. Dalam rancangan tersebut, peserta didik harus mampu menjelaskan
bagian-bagian dari rancangannya, fungsi yang terkait dari bagian-bagian tersebut,
material yang digunakan, serta bagaimana rancangan solusi mereka akan mampu
menjawab permasalahan.

 Membangun (build/construct)
Selanjutnya, dengan menggunakan material yang ditentukan, dalam kelompoknya
peserta didik menyusun produk persis sesuai dengan hasil rancangan/sketsa yang
mereka susun.

 Ujicoba
Pada tahap ujicoba ini peserta didik akan mengetahui apakah solusi yang mereka
rancang dapat menjawab permasalahan atau tantangan yang diberikan di awal.

 Revisi
Jika solusi yang dikembangkan belum berhasil menjawab permasalahan, maka
dalam kelompoknya peserta didik mengidentifikasi dan menganalisa penyebab
dari adanya kegagalan tersebut dan menentukan perbaikan yang harus dilakukan
pada solusi awal.

 Berbagi solusi/Komunikasi
Pada akhirnya masing-masing kelompok akan mengkomunikasikan berbagai
pengalaman mereka dalam menjawab permasalahan atau tantangan baik dalam
bentuk presentasi maupun laporan.

Proses EDP dapat diterapkan dalam model pembelajaran berbasis STEM.


Terkait dengan sintaks STEM itu merujuk pada model. STEM hanya merujuk
pada aspek dari seluruh pendekatan dapat ditemukan di dalam proses
pembelajaran. Model pembelajaran berbasis STEM adalah Project Based
Learning (PjBL STEM) yang dikemukakan Laboy Rush. Pada model ini terdiri
dari 5 langkah pembelajaran, yakni sebagai berikut:

 Refleksi (Reflection)
Pada tahap ini guru membawa siswa ke dalam konteks masalah dan memberikan
inspirasi kepada siswa agar dapat segera mulai menyelidiki/investigasi.

 Penelitian (Research)
Pada tahap ini siswa melakukan penelitian dengan mengumpulkan banyak
informasi yang relevan dari berbagai sumber dibantu bimbingan guru dalam
membentuk konsep.
 Penemuan (Discovery)
Pada tahap ini siswa mulai menemukan proses pembelajaran untuk pelaksanaan
sebuah proyek dalam rancangan dan desain. Selain itu siswa menentukan apa
yang masih belum diketahui.

 Penerapan (Application)
Pada tahap ini siswa memodelkan suatu pemecahan masalah, siswa menguji
model yang dirancang. Model yang telah dirancang untuk menjawab masalah
dengan menghubungkan antardisiplin ilmu. Berdasarkan hasil pengujian siswa
dapat mengulang ke langkah sebelumnya

 Mengkomunikasikan (Communication)
Pada tahap ini siswa memaparkan dan mempresentasikan hasil yang mereka
peroleh secara kelompok dan menerima umpan balik yang berguna untuk
perbaikan sebuah proyek yang lebih baik. Mempresentasikan hasil dapat
mengembangkan keterampilan komunikasi dan kolaborasi serta kemampuan
untuk menerima dan menerapkan umpan balik yang membangun.
BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pembelajaran STEM merupakan sebuah pembelajaran yang sudah diterapkan


beberapa Negara untuk meningkatkan keterampilan Abad 21 agar siswa nantinya
mampu berdaya saing di era industri yang semakin maju. Penerapan pembelajaran
STEM perlu didukung aspek dukungan, material, pengajaran dan efikasi diri dari
para guru. Pembelajaran STEM pada pendidikan menengah idealnya dengan
pendekatan terinkorporasi/Embedded/tertanam karena melatih siswa mencari
keterkaitan dan hubungan antara materi utama dan materi pendamping sehingga
diharapkan siswa dapat memiliki kecakapan multidisipliner dari materi dan konten
yang siswa dapatkan dari berbagai mata pelajaran atau pengalaman sebelumnya.
Pada pembelajaran STEM, proses EDP dapat diterapkan dalam model
pembelajaran berbasis STEM. Terkait dengan sintaks STEM itu merujuk pada
model. STEM hanya merujuk pada aspek dari seluruh pendekatan dapat
ditemukan di dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran berbasis STEM
adalah Project Based Learning (PjBL STEM). Implikasi dari penulisan artikel ini
diharapkan menjadi bahan rujukan penelitian terkait pengembangan keterampilan
belajar dan inovasi bagi siswa dalam pemecahan masalah pada pembelajaran
ekonomi sehingga keterampilan abad 21 yang diharapkan dapat terbentuk yang
bisa dilihat dengan tolak ukur yang sudah ditentukan.
B. REFRENSI

Almeida, L. S., & Franco, A. (2011). Critical thinking: Its relevance for education
in a shifting society. Revista de Psicología, 29(1), 175-195.

Becker, K.H., & Park, K. (2011). Effect of Integrative Approaches Among


Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) Subject on
Students‟ Learning: a preliminary meta-analysis. Journal of STEM Education, 12
(5), 23-37.

Beers, S. 2011. 21st Century Skills: Preparing Students For Their Future. Diakses
dari http://www.yinghuaacademy.org/wp-content/uploads/2014/10/
21st_century_skills.pdf

Buck Institute for Education ,(2013), Handbook PBL:Introduction,


http://www.bie.org/index.php/site/PBL/pbl_handbook_introduction/#history

Butler, H. A., Dwyer, C. P., Hogan, M. J., Franco, A., Rivas, S. F., Saiz, C., &
Almeida, L. S. (2012). Halpern Critical Thinking Assessment and real-world
outcomes: Cross-national applications. Thinking Skills and Creativity, 7(2),
112-121. doi: 10.1016/j.tsc.2012.04.001

Bybee, Rodger. (2013). The Case for STEM Education Chalengess and
Opportunities. Arlington: National Science Teachers Assosiation.

Craft, A., Cremin, T., Burnard, P., & Chappell, K. (2007). Teacher stance in
creative learning: A study of progression. Thinking Skills and Creativity, 2(2),
136–147.

Dede, C. (2010). Comparing frameworks for 21st century skills. In J. Bellanca, &
R. Brandt (Eds.), 21st century skills (pp. 51e76). Bloomington, IN: Solution Tree
Press.

Dym, C. L., Agogino, A. M., Eris, O., Frey, D. D., & Leifer, L. J., (2013).
Engineering design thinking, teaching, and learning. Journal of
Engineering Education,

94(1), 103-119

Eguchi, A. (2016). RoboCupJunior for promoting STEM education, 21st-century


skills, and technological advancement through robotics competition.
Robotics and Autonomous Systems, 75, 692-699

Forslund Frykedal, K., & Hammar Chiriac, E. (2018). Student collaboration in


group work: Inclusion as participation. International Journal of Disability,
Development and Education, 65(2), 183e198.
https://doi.org/10.1080/1034912x.2017.1363381.

Friedman, T. L. (2005). The world is flat: A brief history of the twenty-first


century. New York: Farra, Straus, and Giroux.

Gonzales, H. B., & Kuenzi, J. J. (2012). Congressional research service. In


science, technology, engineering and mathematics (STEM) education: a primer.
CRS report for congress prepared for member and committees of congress.

Griffin, P., McGaw, B., & Care, E. (2012). Assessment and teaching of 21st
century skills: Methods and Approach. New York, NY: Springer.

Hesse, F., Care, E., Buder, J., Sassenberg, K., & Griffin, P. (2015). A framework
for teachable collaborative problem solving skills. In P. Griffin, B.
McGaw, & E. Care (Eds.), Assessment and teaching of 21st century skills:
Methods and Approach (pp. 37e56). New York, NY: Springer.

Land, M. H. (2013). Full STEAM Ahead: The Benefits of Integrating the Arts
Into STEM.

Complex Adaptive Systems, 20, 547-552.

Madden, M. E., Baxter, M., Beauchamp, H., Bouchard, K., Habermas, D., Huff,
M., et al. (2013). Rethinking STEM Education: An Interdisciplinary STEAM
Curriculum. Procedia Computer Science, 20, 541-546. doi:
10.1016/j.procs.2013.09.316

Miele, D., & Wigfield, A. (2014). Quantitative and qualitative relations between
motivation and critical analytic thinking. Educational Psychology Review
26(4):519-541 doi: 10.1007/s10648-014-9282-2

Moore, T. J., & Smith, K. A. (2014). Advancing the state of the art of STEM
integration.

Journal of STEM Education: Innovations and Research, 15(1), 5-10.

OECD, PISA 2015 Results in Focus: What 15-year-olds know and what they can
do with what they know, 2016. [Online],
(http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2016- resultsoverview.pdf), diakses
pada 2 Oktober 2019

Organisation for Economic Co-operation and Development. (2013). PISA 2015:


Draft Collaborative problem solvingframework.

Anda mungkin juga menyukai