Anda di halaman 1dari 11

POTRET SUNGAI KARANG MUMUS DULU DAN KINI

29 Januari 2013 oleh indarpuri

Oleh : Inni Indarpuri

SUNGAI SAKSI PERADABAN

Sungai Karang Mumus kini, sedih dan miris memandang sungai penuh kenangan dan sejarah

Sungai adalah saksi bagaimana sejarah peradaban tercipta. Peradaban manusia pertama yang

cukup maju berkembang di sungai Nil. Begitu pula dengan lembah sungai Gangga, dimana bangsa

Dravida membangun budaya India Kuno yang berpusat di Mohejo Daro dan Harappa. Di negeri

Chinapun tak dipungkiri peradaban tumbuh melalui lembah sungai kuning Kwang Ho.

Barangkali karena pertimbangan aliran sungailah, ketika orang-orang bugis Wajo dipimpin oleh

Lamohang Daeng Mangkona hijrah dari kerajaan Gowa ke daerah kerajaan Kutai menetap sekitar

muara Karang Mumus (daerah Selili seberang) sebagai pemukiman baru mereka. Inilah cikal bakal

kota Samarinda dan awal mula diperkenalkan nama Samarenda/Samarinda, yang pada akhirnya

berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda nomor : 1 tahun 1988

tanggal 21 Januari 1988, pasal 1 berbunyi ditetapkan sebagai hari jadi Kota Samarinda pada tanggal

21 Januari 1668 M.

Sungai Karang Mumus (SKM) salah satu anak Sungai Mahakam yang membelah kota Samarinda ke

arah utara. Sungai Mahakam sendiri merupakan sungai terpanjang di Indonesia, setelah sungai
Barito. Sungai Mahakam, pun anak sungai Karang Mumusnya merupakan sarana transportasi

penting dalam menggerakkan sektor ekonomi, sosial dan budaya serta akses menuju kota-kota

lainnya di Kalimantan Timur.

Bagi sebagian besar penduduk kota tepian yang tinggal di sekitar bantaran sungai Karang Mumus

mungkin masih mengingat banyak hal menarik di sepanjang sungai ini terutama sekitar tahun 1970

sampai 1980. Waktu itu rumah-rumah yang terbuat dari papan berjajar di sepanjang sungai,

dilengkapi batang dari rakit kayu gelondongan dan diatasnya dibuat jamban. Batang berfungsi

sebagai tempat MCK. Air sungai karang Mumus belum tercemar kala itu, maka sore hari adalah

waktu yang sangat ditunggu anak-anak bantaran untuk mandi di sungai. Mereka menangkap ikan

dan menciduk anak udang dengan menggunakan tudung saji. Sesekali saat itu masih terlihat

beberapa jenis ikan, ikan haruan, patin, pipih, biawan, dan pepuyu berseliweran. Termasuk haliling

yang biasanya nempel disekitar batang. Haliling itu semacam siput yang bisa dijadikan lauk yang

kebanyakan menempel pada kayu penopang rumah yang berlumut.

Kapal kayu bermotor yang umumnya membawa sembako yang akan dijual ke hulu Mahakam, juga

tak luput dari sasaran. Kapal-kapal itu selain sebagai alat transportasi, juga pengangkut BBM dan

beberapa kebutuhan bahan pokok. Terkadang lewat juga kapal yang mengangkut papan-papan hasil

dari sawmill yang pada waktu itu merupakan usaha yang banyak berdiri di pinggir-pinggir sungai.

Jika kapal barang itu bersandar di batang, dijadikan sarana untuk terjun “ciruk” (istilah terjun bebas)

atau salto dari atasnya sebelum menyentuh sungai. Anak lelaki yang lebih berani biasanya menaiki

jembatan yang menghubungkan seberang sungai, jembatan waktu itu masih jembatan kayu. Sungai

karang mumus adalah kolam renang pertama mereka untuk belajar berenang.

Lalu bagaimana wajah sungai Karang Mumus kini? Sangat sulit mengatakan bagaimana memandang

sungai penuh sejarah ini, sedih dan miris menjadi satu. Airnya keruh kecoklat-coklatan, bahkan

sekali waktu hitam dan berbau sangat menyengat. Tumpukan sampah mendangkalkan sungai,

terutama di kawasan jalan perniagaan pasar segiri, mengendap membentuk sedimen. Warga seolah

terus membuang limbah pribadi ke sungai, pun limbah berbagai jenis usaha, sortiran sayur yang

tidak terjual, dan limbah ternak ayam. Semua dibuang ke sungai, seakan-akan tak ada peraturan

yang melarang. Jadilah sungai Karang Mumus seperti “keranjang sampah” terpanjang di kota

Samarinda.

Beberapa anak-anak nampak masih memanfaatkan pendangkalan sungai untuk bermain layang-

layang. Namun sudah tidak berenang lagi karena kondisi yang tidak memungkinkan. Kecuali mereka

yang masih tinggal pada rumah-rumah sepanjang sungai yang belum direlokasi, mereka masih

mandi pada batang-batang yang masih menyediakan jamban.


Sungai Karang Mumus semakin memprihatinkan dengan terjadinya pembukaan lahan, penggalian

tambang. Ketika hujan turun, air yang dibawa ke sungai mengandung lumpur. Konon kawasan utara

Samarinda sangat rawan banjir, disebabkan kerena di kawasan itu terletak Daerah Aliran Sungai

(DAS) Karang Mumus. Terdapat lebih dari dua puluh izin usaha pertambangan (IUP) dan belasan di

antaranya berada di dekat DAS Karang Mumus. Sebelum marak penambangan saja, banjir besar

pernah melanda kota Samarinda pada tahun 1998. Musibah banjir yang terjadi di Jakarta baru-baru

ini seharusnya menjadi warning bagi kota Samarinda.

ASET POTENSIAL PARIWISATA KOTA SAMARINDA

Taman yang tertata di pinggir sungai terlihat dari muara jalan Pelabuhan sampai jembatan 2 Sungai

Dama. Ini merupakan keberhasilan program relokasi pemerintah. Program ini dimulai sejak tahun

1989 yang telah memindahkan 1.355 unit rumah warga di bantaran sungai Karang Mumus (SKM)

ke 7 perumahan yang berbeda. Relokasi ini merupakan salah satu upaya pemerintah terhadap

pengendalian banjir.

Anak-anak memanfaatkan taman itu untuk bermain layang-layang bahkan sebagai lapangan sepak

bola mini atau sekedar duduk-duduk memandang sungai. Ada pula yang membuat pangkalan untuk

berenang. Menyaksikan hal ini setitik harapanpun tumbuh terhadap upaya rencana kota Samarinda

untuk menjadikan sungai Karang Mumus menjadi sungai yang rapi, bersih dan jalur hijau yang

berjarak beberapa meter dari bibir sungai. Sungai Karang Mumus yang bersih dan terawat bisa

menjadi potensi dan aset wisata kota Samarinda.

Mungkin penataan Hutong oleh pemerintahan China, yaitu sebuah perkampungan yang terdiri dari

sisa-sisa rumah tradisional tipe courtyard (Siheyuan) bisa menjadi contoh penataan rumah kuno.

Perkampungan Hutong berada pada jalan-jalan sempit yang terkenal dengan sebutan “Hutong” di

daerah distrik Barat (XiCheng) dan Timur (DongCheng) Beijing. Ini merupakan upaya revitalisasi

terhadap pemukiman kota tua yang dilakukan mulai dari perbaikan infrastruktur seperti penyediaan

toilet umum, pemasangan paving dan instalasi penerangan sampai dengan pengalihfungsian

bangunan courtyard. Hutong oleh pemerintahan setempat dijadikan salah satu wisata kota Beijing.

Wisatawan bisa menyewa sepeda berkeliling Hutong dengan menaiki sepeda roda tiga sejenis becak

yang akan memandu wisatawan mengelilingi bagian kota tua Beijing.

Kitapun dulunya disepanjang jalan Pangeran Suriansyah dan Yos Sudarso memiliki rumah-rumah

kuno, beberapanya masih dipertahankan oleh pemiliknya. Bahkan pada kegiatan Festival dalam

rangka hari ulang tahun kota Samarinda baru-baru ini, disebutkan salah satu rumah kuno di

Samarinda merupakan peninggalan turun menurun berusia 108 tahun. Ini potensi wisata yang bisa

dijadikan cagar budaya. Saya membayangkan, setelah berwisata menikmati sungai Karang Mumus

dengan menyewa jukung (perahu tradisional kota Samarinda) wisatawan bisa diajak menikmati
rumah-rumah kuno. Sebagai kota yang dikepung oleh sungai, yang nama kotanyapun berhubungan

dengan keberadaan sungai, Samarinda selayaknya menjadi kota wisata sungai.

Rumah kuno yang tersisa, potensi wisata kota Samarinda

Akankah Sungai karangmumus akan bersih dan terawat atau bahkan bisa menjadi potensi dan aset

wisata kota samarinda ? Nampaknya kita semua perlu berjibaku sebagai upaya konkrit untuk

menyelamatkan sungai Karang Mumus, salah satunya mengkampanyekan kepada warga Samarinda

untuk untuk bijak dengan persoalan sampah. Setidaknya, menumbuhkan kesadaran untuk tidak lagi

membuang sampah ke sungai.

Sungai Karang Mumus adalah bagian penting kota ini, bagian siklus hidrologi, kunci utama

penanganan banjir bahkan berpotensi sebagai objek wisata. Semoga Karang Mumus bisa

kembali menjadi kolam renang pertama bagi anak-anak bantaran meski sudah tanpa

batang dan jamban, bukan menjadi keranjang sampah terpanjang di kota Samarinda

seperti saat ini.(*) tamat


Anak-anak bantaran sungai, memanfaatkan sungai untuk bermain dan berenang, hal yang pernah
dilakukan orang tua mereka dengan kondisi sungai yang jauh berbeda.
Hebat, Mahasiswa Unmul
Pimpin Organisasi
Himasuperindo, Ini Sosok dan
Tekadnya
Jumat, 9 Februari 2018 11:33

tribunkaltim.co/nevrianto hardi prasetyo

Rifqi Farhan

Laporan Tribun Kaltim, Rafan A Dwinanto


TRIBUNKALTIM.Co, SAMARINDA - Rifqi Farhan, mahasiswa asal
Universitas Mulawarman (Unmul), terpilih sebagai Presiden Himpunan
Mahasiswa Manajemen Sumber Daya Perairan Indonesia (Himasuperindo).
Himasuperindo sendiri merupakan organisasi mahasiswa dari berbagai
universitas di Indonesia yang memiliki Jurusan Manajemen Sumber Daya
Perairan.
“Terpilihnya 2017 lalu. Nah pelantikannya baru digelar kemarin,” kata Rifqi,
Jumat (9/2/2018).
Rifqi menjelaskan, Himasuperindo merupakan organisasi yang fokus terhadap
pengelolaan perairan baik laut maupun sungai, yang berkelanjutan.
Baca: Dicecar Hakim soal Uang Panas e-KTP, Ganjar Pranowo Balik
Menantang
“Jadi, bagaimana caranya agar nelayan bisa terus menangkap ikan, tapi
ikannya tidak habis-habis. Kuncinya di manajemen yang berkelanjutan. Nah,
di sini lah Himasuperindo berperan,” ujar Rifqi.
Kegiatan yang dilakukan Himasuperindo antara lain melakukan rehabilitasi di
sejumlah tempat.
“Kita pernah rehabilitasi mangrove di Makasar. Juga pernah rehabilitasi
padang lamun,” kata Rifqi.
Di Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) kali ini, kata Rifqi, Himasuperindo
kembali merumuskan program kerja sekaligus rencana aksi.

Secercah Asa Dalam


Penyelamatan Sungai Karang
Mumus
Minggu, 14 Mei 2017 20:08
TRIBUN KALTIM/NEVRIANTO HP

Aktivitas warga di Bantaran Sungai Karang Mumus (SKM) di kawasan Jalan S Parman Samarinda Ulu, Minggu
(7/8/2016).

Tri Noor Aziza


Peneliti Pada PKP2A III Lembaga Administrasi Negara
iza.aziza@gmail.com
Sungai Karang Mumus yang mengalir sepanjang 34,7 km merupakan salah
satu anak Sungai Mahakam yang membelah Kota Samarinda. Sungai Karang
Mumus sangat penting artinya dan berpengaruh bagi kehidupan masyarakat
di sekitar daerah aliran sungai. sekitar tahun 1970-1980 an banyak hal
menarik di sepanjang Sungai Karang Mumus. Air Sungai Karang Mumus kala
itu masih jernih dan menyegarkan, bahkan sampai bisa dilihat dasar
sungainya. Aktifitas yang sering dilakukan masyarakat cukup beragam,
mandi, berenang menangkap ikan dan menciduk anak udang. Beberapa jenis
ikan seperti ikan haruan, patin, pipih, biawan, dan pepuyu masih banyak
dijumpai. Termasuk Haliling (semacam siput yang bisa dijadikan lauk ) yang
biasa menempel di sekitar batang (rakit kayu gelondongan dan diatasnya
dibuat jamban).
Sungai Karang Mumus sendiri memiliki beberapa anak sungai seperti Sungai
Lubang Putang, Sungai Siring, Sungai Lantung, Sungai Muang, Sungai
Selindung, Sungai Bayur, Sungai Lingai, dan Sungai Bengkuring. Bagi
masyarakatnya Sungai Karang Mumus merupakan urat nadi dalam
menggerakkan sektor ekonomi, sosial dan budaya serta sarana transportasi
penting untuk mengakses kota-kota lainnya di Kalimantan Timur.
Tofografi daerah aliran Sungai Karang Mumus sendiri ada yang berbukit-bukit
dan ada juga daerah datar/rendah khususnya di alur Sungai Karang Mumus
yang berada dalam Kota Samarinda. Umumnya daerah aliran sungai ini
dimanfaatkan untuk daerah pemukiman, tempat berbagai jenis usaha, daerah
pertanian dan sebagian lagi masih berupa lahan-lahan kosong.
Pemukiman di sepanjang aliran Sungai Karang Mumus adalah pemukiman
padat penduduk yang sebagian besar warganya masih memanfaatkan air
sungai untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Sebut saja MCK alias mandi, cuci
dan kakus. Setiap harinya tak terhitung masyarakat yang menunaikan prosesi
membuang "limbah perut" ke sungai. Belum lagi limbah rumah tangga berupa
limbah sampah (baik padat maupun cair) seperti: bungkus makanan, air
sabun, air bekas cucian yang mengandung zat kimia dan lainnya.
Selain itu, daerah aliran sungai dimanfaatkan juga untuk berbagai jenis usaha
diantaranya usaha perbengkelan dan berbagai jenis pabrik. Salah satu jenis
usaha yang cukup menonjol adalah pengolahan tahu dan tempe. Tak kurang
dari 20 pabrik pengolahan tahu dan tempe tersebar di sepanjang aliran sungai
yang memanfaatkan air Sungai Karang Mumus untuk kegiatan usahanya.
Sayangnya, tak dapat dinafikan bahwa limbah industri juga tak jarang dibuang
begitu saja ke Sungai Karang Mumus tanpa melalui proses pengolahan
limbah terlebih dahulu.
Bayangkan, berapa banyak limbah yang masuk ke Sungai Karang Mumus
setiap harinya, dan berapa banyak pula dalam satu bulan? Satu tahun?
Pencemaran sungai merupakan kondisi dimana air pada sungai
terkontaminasi limbah industri, limbah peternakan, limbah rumah tangga,
bahan kimia serta unsur yang bisa menimbulkan gangguan klinis bagi
manusia. Lihatlah kondisi sungai karang mumus kini yang sedang sakit,
sungai yang sakit tentu terlihat "merana" dan tidak enak dipandang. Kondisi
sungai kotor, warna air coklat kehitaman, sampah bertebaran. Selain itu,
indera penciuman juga akan merasakan dampak dari pencemaran ini, karena
sampah yang menumpuk terlalu lama akan mengeluarkan aroma kurang
sedap.
Air yang tercemar tentu saja membawa kerugian tidak hanya bagi manusia
namun juga bagi makhluk hidup lainnya. Tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme berbahaya dari pembusukan sampah yang dapat
menimbulkan penyakit. Air yang beracun, sehingga berbahaya bila digunakan
untuk keperluan sehari-hari. Belum lagi terganggunya keseimbangan
ekosistem di dalam air dan di bantaran sungai yang bisa berdampak bagi
kehidupan manusia, contoh: berkurangnya populasi ikan khas Samarinda
bahkan sampai pada kepunahan jenis ikan tertentu dan makin
berkembangnya jenis ikan sapu-sapu yang menandakan pencemaran sungai,
sampai pada semakin berkurangnya pohon-pohon penyangga di bantaran
Sungai Karang Mumus. Dampak-dampak tersebut tentu sangat merugikan
kehidupan kita. Lantas bagaimana respon kita terhadap permasalahan ini?
Kebanyakan warga tidak sadar akan dampak dari membuang limbah
sembarangan ke sungai. Padahal ini akan sangat berpengaruh pada kualitas
air sungai. Tercemarnya aliran sungai tidak dapat dihindari yang kemudian
tentu membawa dampak buruk bagi kehidupan manusia. Mengingat
kedudukan air sebagai salah satu elemen terpenting dari kehidupan, maka
mulailah dengan menuntut diri untuk sadar akan keharusan menjaga dan
merawat sungai dengan mindset Sungai Karang Mumus adalah milik kita
bersama, agar kita dapat memanfaatkan kembali aliran sungai tersebut untuk
mensejahterakan kehidupan kita secara luas baik untuk sekarang maupun di
masa mendatang.
Menurut PP No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai, jika Sungai Karang Mumus
berkedalaman antara 3-10 meter, maka paling tidak ada sekitar 15 meter
yang merupakan area sempadan yang menunjukkan jika terdapat bangunan
dalam sempadan sungai maka bangunan tersebut dinyatakan dalam status
quo dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi
sempadan sungai kecuali fasilitas kepentingan umum yang termaktub dalam
peraturan tersebut. Sehingga apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota
Samarinda merelokasi penduduk bantaran Sungai Karang Mumus adalah
salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi sungai.
Bagi aparatur yang berwenang sangat penting membangun sinergitas
kemitraan serta kerjasama (kolaborasi) semua pihak pemangku kepentingan,
mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Pemberdayaan organisasi masyarakat, sosial dan kepemudaan, tokoh
masyarakat, tokoh agama, pihak swasta, serta seluruh elemen agar ikut
berperan aktif dalam penyelamatan sungai karang mumus. Adalah
keniscayaan untuk terwujud jika kita saling bersinergi untuk peduli akan
kelestarian Sungai Karang Mumus. (*)

Artikel ini telah tayang di tribunkaltim.co dengan judul Secercah Asa Dalam Penyelamatan Sungai
Karang Mumus, http://kaltim.tribunnews.com/2017/05/14/secercah-asa-dalam-penyelamatan-sungai-
karang-mumus.

Editor: Januar Alamijaya

Anda mungkin juga menyukai