Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua atau aging adalah suatu proses alami pada semua makhluk hidup.
Menjadi tua (aging) merupakan proses perubahan biologis secara terus menerus yang
dialami manusia pada semua tingkat umur dan waktu. Masa usia lanjut memang masa
yang tidak bisa dielakkan oleh siapapun khususnya bagi yang dikaruniai umur panjang,
yang bisa dilakukan oleh manusia hanyalah menghambat proses menua agar tidak terlalu
cepat, karena pada hakikatnya dalam proses menua terjadi suatu kemunduran atau
penurunan (Suardiman, 2011).
Di Indonesia jumlah penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih 19
juta, usia harapan hidup 66,2 tahun, pada tahun 2010 sebesar 23,9 juta (9,77%), usia
harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta
(11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun. Dari jumlah tersebut, pada tahun 2010,
jumlah penduduk Lansia yang tinggal di perkotaan sebesar 12.380.321 (9,58%) dan yang
tinggal di perdesaan sebesar 15.612.232 (9,97%) (Badan Pusat Statistik, 2010). Dapat
kita ketahui jumlah lansia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini
dipengaruhi oleh majunya pelayanan kesehatan, menurunnya angka kematian bayi dan
anak, perbaikan gizi dan sanitasi dan meningkatnya pengawasan terhadap penyakit
infeksi. Dapat di simpulkan seiring dengan angka peningkatan orang usia lanjut, maka
angka lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif juga meningkat.
Penurunan kemampuan kognitif bukanlah bagian normal dari proses penuaan.
Penurunan kemampuan kognitif seringkali ditemukan, dan kadang-kadang di dahului
dengan penurunan kontrol emosional, perilaku sosial, dan bahkan motivasi (Suardiman,
2011). Penurunan ini akan mengakibatkan kerusakan fungsi kognitif global yang
biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari (Activities
of Daily Living-ADL). Sehingga dapat menurunkan kualitas hidup lansia yang
berimplikasi pada kemandirian dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari (Nugroho,
2008).
Salah satu cara untuk mempertahankan fungsi kognitif pada lansia adalah dengan
cara menstimulasi otak dan di istirahatkan dengan tidur, kegiatan seperti membaca,
mendengarkan berita dan cerita melalui media sebaiknya di jadikan sebuah kebiasaan
hal ini bertujuan agar otak tidak beristirahat secara terus menerus serta permainan yang
P a g e 1 | 16
prosedurnya membutuhkan konsentrasi atau atensi, orientasi (tempat, waktu, dan situasi)
dan memori. Menurut para ahli senam otak dari lembaga di Educational Kinesiology
Amerika Serikat Paul E. Denisson Ph.,D., meski sederhana, Brain Gym mampu
meningkatkan kemampuan kognitif Lansia. Gerakan – gerakan dalam Brain Gym
digunakan oleh para murid di Educational Kinesiology, USA. (Franc, 2012).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui dan memahami tetang dimensi sosial pada lansia
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui tentang teori kecerdasan lansia
b. Mengetahui tentang teori memori
c. Mengetahui tentang konsekuensi fungsi kognitif pada lansia
C. Manfaat
Penulisan makalah ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
terkait, antara lain:
1. Bagi mahasiswa
Dapat menerapkan metodologi asuhan keperawatan dalam bentuk perawatan
untuk mengatasi masalah lansia dengan dimensi perubahan kognitif.
2. Bagi tenaga kesehatan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi untuk
peningkatan kualitas pelayanan asuhan keperawatan pada masalah lanjut usia dengan
dimensi perubahan kognitif.

P a g e 2 | 16
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori kecerdasan lansia
1. Pengertian Kecerdasan
Inteligensi atau kecerdasan menurut Dusek (Casmini,2007) dapat didefinisikan
melalui dua jalan yaitu secara kuantitatif adalah proses belajar untuk memecahkan
masalah yang dapat diukur dengan tes inteligensi, dan secara kualitatif suatu cara
berpikir dalam membentuk konstruk bagaimana menghubungkan dan mengelola
informasi dari luar yang disesuaikan dengan dirinya. Howard Gardner (Agus Efendi,
2005: 81) kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan
sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu.
Munzert mengartikan kecerdasan sebagai sikap intelektual mencakup kecepatan
memberikan jawaban, penyeleasaian, dan kemampuan menyelesaikan masalah.
David Wescler juga memberi pengertian kecerdasan sebagai suatu kapasitas umum
dari individu untuk bertindak, berpikir rasional dan berinteraksi dengan lingkungan
secara efektif (Syaiful Sagala, 2010: 82).Sehingga dapat diartikan pula bahwa
kecerdasan atau Intelligensi adalah kemampuan untuk menguasai kemampuan
tertentu
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan antara lain :
a. Pembawaan
Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir.
Batas kesanggupan kita yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama-
tama ditentukan oleh pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar dan ada yang
kurang pintar. Meskipun menerima latihan dan pelajaran yang sama,
perbedaanperbedaan itu masih tetap ada.
b. Kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Organ baik fisik maupun psikis dapat dikatakan matang apabila dapat
menjalankan fungsinya masing-masing.
c. Pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi
perkembangan kecerdasan. Dapat dibedakan pembentukan sengaja (seperti yang
dilakukan di sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
P a g e 3 | 16
d. Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan
bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-
motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif
menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring motivasi).
Dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan dalam dunia luar itu, lama
kelamaan timbullah minat terhadap sesuatu. Minat itulah yang mendorong
seseorang untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
e. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia dapat memilih metodemetode tertentu dalam
memecahkan masalah-masalah. Manusia memiliki kebebasan memilih metode,
dan bebas pula memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya. Dengan adanya
kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam
perbuatan inteligensi (Dalyono, 2009)
3. Karakteristik Umum dalam Inteligensi atau Kecerdasan antara lain:
a. Kemampuan untuk belajar dan mengambil manfaat dari pengalaman;
b. Kemampuan untuk belajar atau menalar secara abstrak;
c. Kemampuan untuk beradaptasi terhadap hal-hal yang timbul dariperubahan dan
ketidakpastian lingkungan;
d. Kemampuan untuk memotivasi diri guna menyelesaikan secara tepat tugas-tugas
yang perlu diselesaikan.

Menurut pandangan para ahli dapat disimpulkan bahwa kecerdasan atau


Inteligensadalah kemampuan untuk menguasai kemampuan tertentu. Inteligensi atau
kecerdasan adalah suatu kekuatan atau kemampuan untuk melakukan sesuatu.

Menurut David Wechsler dalam Desmita (2008) kemunduran kemampuan mental


merupakan bagian dari proses penuaan organisme sacara umum, hampir sebagian besar
penelitian menunjukan bahwa setelah mencapai puncak pada usia antara 45-55 tahun,
kebanyakan kemampuan seseorang secara terus menerus mengalami penurunan, hal ini
juga berlaku pada seorang lansia.

Ketika lansia memperlihatkan kemunduran intelektualiatas yang mulai menurun,


kemunduran tersebut juga cenderung mempengaruhi keterbatasan memori tertentu.
Misalnya seseorang yang memasuki masa pensiun, yang tidak menghadapi tantangan-
P a g e 4 | 16
tantangan penyesuaian intelektual sehubungan dengan masalah pekerjaan, dan di
mungkinkan lebih sedikit menggunakan memori atau bahkan kurang termotivasi untuk
mengingat beberpa hal, jelas akan mengalami kemunduran memorinya Menurut Ratner
et.al dalam desmita (20080 penggunaan bermacam-macam strategi penghafalan bagi
orang tua , tidak hanya memungkinkan dapat mencegah kemunduran intelektualitas,
melinkan dapat menigkatkan kekuatan memori pada lansia tersebut.
Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya merupakan sesuatau yang tidak
dapat dihindarkan, disebabkan berbagai faktor, seperti penyakit, kecemasan atau depresi.
Tatapi kemampuan intelektual lansia tersebut pada dasarnya dapat dipertahankan. Salah
satu faktor untuk dapat mempertahankan kondisi tersebut salah satunya adalah dengan
menyediakan lingkungan yang dapat merangsang ataupun melatih ketrampilan
intelektual mereka, serta dapat mengantisipasi terjadinya kepikunan
B. Teori memori
1. Definisi Memori
Memori merujuk pada kemampuan seseorang memiliki dan mengambil suatu
informasi. Sumadikarya (1999) menyatakan bahwa memori merupakan kemampuan
untuk mengingat peristiwa yang telah lalu pada tingkat sadar maupun tidak sadar.
Memori sebagai recall eksplisit atau informasi implisit dikodekan dalam masa lalu
atau jauh (Brickman & Stern, 2009). Tulving dan Craik (2000) mendefinisikan
memori sebagai kemampuan untuk mengingat peristiwa masa lalu dan membawa
fakta belajar dan ide-ide kembali ke pikiran.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa memori adalah
kemampuan mengambil informasi yang telah lalu dan membawa informasi tersebut
kembali dalam pikiran.
2. Pemrosesan Informasi dalam Memori
Ada tiga proses pengolahan informasi yang dilakukan di dalam memori (Wade
& Travis, 2007), yaitu, encoding, merupakan proses yang bertujuan untuk mengubah
informasi menjadi bentuk yang dapat diproses dan digunakan oleh otak. Pemrosesan
kedua adalah penyimpanan (storage) yang berfungsi untuk mempertahankan
informasi dan pemrosesan ketiga pemanggilan (Retrieval) merupakan pemanggilan
kembali informasi tersebut untuk digunakan.
Ada beberapa cara untuk mengingat kembali hal-hal yang sudah diketahui
sebelumnya (Sarwono, 2010), yaitu :
P a g e 5 | 16
a. Rekoleksi, yaitu menimbulkan kembali dalam ingatan suatu peristiwa, lengkap
dengan segala detail dan hal-hal yang terjadi disekitar tempat peristiwa itu
dahulu terjadi.
b. Pembaruan ingatan, hampir sama dengan rekoleksi, tetapi ingatan hanya timbul
kalau ada hal yang merangsang ingatan itu.
c. Memanggil kembali ingatan (recall), yaitu mengingat kembali suatu hal, sama
sekali terlepas dari hal-hal lain dimasa lalu.
d. Rekognisi, yaitu mengingat kembali sesuatu hal setelah menjumpai sebagian
dari hal tersebut.
e. Mempelajari kembali, terjadi kalau mempelajari sesuatu yang dulu pernah
dipelajari.
3. Tahapan Memori
Model Atkinson dan Shiffrin, 1971 (dalam Wade & Travis, 2007), memori
memiliki tiga tahap, yaitu register sensorik, memori jangka pendek, dan memori
jangka panjang.
Semua informasi baru yang diterima indera harus menjalani pemberhentian
singkat di register sensorik, gerbang masuk ke dalam memori. Register sensorik
menahan informasi dengan tingkat akurasi tinggi, hingga dipilih informasi yang
perlu diperhatikan atau tidak. Informasi selanjutnya dikirim ke memori jangka
pendek. Informasi yang tidak cepat dikirim ke memori jangka pendek akan
menghilang selamanya (Wade & Travis, 2007).
Dalam memori jangka pendek, informasi tidak berbentuk kesan sensorik
harafiah, melainkan diubah menjadi suatu bentuk penyandian, seperti dalam bentuk
kata atau frase. Materi ini kemudian dikirim ke memori jangka panjang, atau jika
tidak dikirim memori ini akan menghilang untuk selamanya (Wade & Travis, 2007)
Apabila seseorang tidak melakukan pengulangan (rehearsal), informasi yang
terdapat di memori jangka pendek akan menghilang dengan cepat. Tiga mekanisme
yang menyebabkan manusia melupakan sesuatu (Petersen & Peterseon, 1959 dalam
Wade & Travis, 2007) yaitu:
a. Kemunduran (Decay)
Teori kemunduran (decay theory) merupakan salah satu pandangan awam yang
menyatakan bahwa sejalan dengan berlalunya waktu, jejak ingatan akan
mengalami penurunan.
P a g e 6 | 16
b. Tergantinya memori lama dengan memori baru (Replacement)
Teori ini menekankan bahwa masuknya informasi baru dalam memori dapat
menyebabkan terhapusnya memori lama yang sudah terlebih dulu dalam memori.
c. Interferensi
Teori interferensi menyatakan penyebab terjadinya kehilangan ingatan adalah
interferensi yang terjadi diantara objek-objek dari suatu informasi yang memiliki
kemiripan, baik pada proses penyimpanan maupun pada proses pemanggilan
kembali. Informasi tersebut sebenarnya sudah masuk dalam memori namun sulit
membedakan informasi tersebut dengan informasi lainnya.

Baddeley, 1992 (dalam Wade & Travis, 2007) mengemukakan suatu model
memori kerja (working memory) dari memori jangka pendek yang terdiri dari tiga
komponen, yaitu:

a. Putaran fonologis (phonological loop) yang berisi penyimpanan fonologis dan


proses alkulatoris, yang merupakan kemampuan mengingat informasi
sebanyak yang dapat diulangi dalam durasi terbatas.

b. Alas sketsa visuospasial (visuospatial sketchpad) yang memiliki kemiripan


dengan putaran fonologis, namun berperan dalam mengendalikan kinerja
visual dan spasial, yakni yang meliputi tindakan mengingat bentuk dan ukuran
atau mengingat kecepatan dan arah objek yang bergerak.
c. Eksekutif sentral (central executive) berperan dalam menentukan informasi
yang harus diperhatikan, diabaikan atau digabungkan.
Tahap ketiga adalah memori jangka panjang, yang meliputi kapasitas
penyimpanan yang tidak terbatas, informasi disimpan beberapa menit dan beberapa
tahun atau bahkan puluhan tahun sampai seumur hidup. Informasi dari memori
jangka panjang dapat kembali lagi ke memori jangka pendek untuk digunakan.
Tulving, 1985 (dalam Wade & Travis, 2007) mengemukakan tiga jenis memori
jangka panjang, yaitu:
1) Memori prosedural merupakan memori mengenai cara melakukan sesuatu,
seperti mengetahui cara menyisir rambut, menggunakan pensil, menjahit,
atau berenang

2) Memori semantik merupakan representasi internal dari dunia di sekitar dan


tidak bergantung pada berbagai macam konteks. Memori semantik meliputi

P a g e 7 | 16
fakta, peraturan dan konsep unsur-unsur yang mendasari pengetahuan
umum. Contoh: saat seseorang menjelaskan konsep kucing berdasarkan
memori semantik, dapat dijelaskan kucing sebagai mamalia mungil yang
berbulu, makan, berkeliaran
3) Memori episodik merupakan representasi internal dari sebuah peristiwa yang
dialami secara lansung. Contoh: saat seseorang mengingat kala kucing
mengejutkannya di tengah malam dengan melompat keranjangnya, orang
tersebut telah memanggil kembali memori episodik.
Memori jangka panjang efektif dalam menyimpan memori prosedural dan
semantik namun kurang efektif dalam menyimpan memori episodik. Hal ini terjadi
karena struktur fisik dari informasi (memori episodik) telah dilupakan sejak didalam
memori jangka pendek. Kemerosotan dalam memori episodik, sering menimbulkan
perubahan- perubahan dalam kehidupan orang tua. Misalnya, seseorang yang
memasuki masa pensiun, yang mungkin tidak lagi menghadapi bermacam- macam
tantangan penyesuain intelektual sehubungan dengan pekerjaan, dan mungkin lebih
sedikit menggunakan memori atau bahkan kurang termotivasi untuk mengingat
berbagai hal, jelas akan mengalami kemunduran dalam memorinya. Untuk itu,
latihan menggunakan bermacam-macam strategi mnemonic (strategi penghafalan)
bagi orang tua, tidak hanya memungkinkan dapat mencegah kemunduran memori
jangka panjang, melainkan sekaligus memungkinkan dapat meningkatkan kekuatan
memori mereka (Desmita, 2010)
4. Tes memori
Mengukur kecerdasan lansia merupakan hal yang kompleks. Sejumlah faktor
fisik dan psikologis dapat menurunkan nilai kecerdasan dan mengarah kepada
kesalahan penilaian atas kecerdasan mereka. Masalah neurofisiologis, tekanan darah
tinggi atau gangguan kardiovaskuler lain, yang dapat mempengaruhi aliran darah ke
otak, dapat mengganggu performa kognitif. Penurunan penglihatan dan pendengaran
dapat menyulitkan pemahaman atas instruksi pengujian. Batas waktu pada sebagian
besar uji kecerdasan amat berat bagi lansia. Karena baik proses fisik maupun
psikologis, termasuk kemampuan perseptual, cenderung menurun seiring usia, maka
lansia akan bekerja dengan lebih baik apabila mereka diberikan kebebasan waktu
sesuai dengan kebutuhan mereka (Papalia, 2008).

P a g e 8 | 16
Untuk mengukur keceradan lansia, para periset sering kali menggunakan
Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS). Para riset menilai memori jangka pendek
dengan meminta seseorang mengulang rangkaian angka, baik dalam urutan depan
maupun terbalik (digit span forward & backward) (Papalia, 2008). Wechsler Adult
Intelligene Scale merupakan suatu alat ukur inteligensi yang dirancang khusus bagi
orang dewasa oleh David Wechsler pada tahun 1955, kemudian direvisi dan
diterbitkan pada tahun 1981 (Fudyartanta, 2004).
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Memori
Menurut Susanto dkk (2009) faktor yang mempengaruhi memori, yaitu:
a. Jenis kelamin
Faktor jenis kelamin mempengaruhi ingatan seseorang, wanita diduga
lebih banyak dan cenderung untuk menjadi pelupa. Hal ini disebabkan karena
pengaruh hormonal, stres yang menyebabkan ingatan berkurang, akhirnya
mudah lupa.
b. Usia
Aspek intelegensi, memori, dan bentuk-bentuk lain dari fungsi mental
menurun seiring bertambahnya usia. Secara alamiah, penurunan daya ingat
umumnya karena beberapa sel otak terutama sel dentate gyrus yang berangsur-
angsur mulai mati, juga karena berkurangnya daya elastisitas pembuluh darah.
Sel otak yang mulai mati tersebut tidak akan mengalami regenerasi, sehingga hal
ini yang menyebabkan seseorang menjadi mudah lupa (Wade & Travis, 2007).
c. Latihan rutin fisik dan memori
Bila kerja otak kurang aktif, maka sel-sel yang jarang dirangsang tersebut
akan mengalami kemunduran dan menyebabkan mudah lupa
d. Stres dan depresi
Saat dalam kondisi stres, hipotalamus melepaskan pesan-pesan kimiawi
yang berkomunikasi dengan kelenjar pituitary, yang selanjutnya akan mengirim
pesan-pesan ke korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol (Wade & Travris,
2007). Di otak, kortisol akan menghambat fungsi hipokampus yang sangat
berperan dalam pembentukan memori. Hipokampus merupakan bagian dari
sistem limbik yang berperan penting dalam pemrosesan dan penguatan memori
jangka pendek menjadi memori jangka panjang. Stres yang berkepanjangan
menyebabkan hilangnya neuron pada hipokampus dan akhirnya memgakibatkan
P a g e 9 | 16
kerusakan memori (Rossman,2010).
e. Kondisi fisik
Kondisi fisik yang terlalu lelah dapat mengganggu pencapaian informasi.
Orang yang mudah sekali merasa kelelahan mungkin memiliki masalah pada
kelenjar tiroidnya. Hormon tiroid berfungsi mengontrol metabolisme, tapi jika
kadarnya terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat mengganggu fungsi normal sel-
sel otak dalam menyimpan memori.
Tiroid yang terlalu aktif dapat menyebabkan otak melewatkan memori
yang seharusnya disimpan, sementara tiroid yang lamban dapat menyebabkan
otak membutuhkan waktu yang lebih lama dalam merespon pesan yang masuk
ke otak
Tingginya kadar gula darah juga mempengaruhi memori. Darah bertugas
menyuplai nutrisi ke seluruh tubuh termasuk otak, sehingga mampu
menjalankan fungsinya dengan baik. Tetapi jika kadar gula dalam darah terlalu
tinggi, hal ini dapat mengganggu kinerja otak dan menurunkan kemampuan otak
dalam menyimpan memori.
f. Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan yang tidak kondusif, misalnya kebisingan, ruangan
yang gelap dan panas dapat mengganggu pencapaian informasi
6. Metode-Metode Untuk Meningkatkan Memori
a. Olahraga
Penelitian yang dilakukan oleh Susanto, dkk (2009) menyatakan bahwa
wanita dewasa (usia rata-rata 23 tahun) setelah olahraga ringan (jogging) selama
7 hari, memori jangka pendek meningkat dengan rerata presentase skor 52,27.
Sesudah melakukan olahraga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan
peningkatan denyut jantung, sehingga sirkulasi darah mencapai seluruh tubuh,
termasuk otak. Dengan adanya peningkatan sirkulasi darah, maka suplai nutrisi
dan oksigen juga lancar, fungsi otak optimal, dan akhirnya kemampuan daya
ingat/memori jangka pendek meningkat.
b. Brain Gym
Penelitian yang dilakukan oleh Festi (2010) menyatakan bahwa orang tua
(usia rata-rata 60 tahun) setelah melakukan brain gym 2 kali sehari yakni
menjelang dan setelah bangun tidur dengan durasi ± 15 menit, fungsi kognitif
P a g e 10 | 16
meningkat 70%. Gerakan-gerakan pada brain gym memberikan rangsangan pada
otak sehingga mampu meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan,
konsentrasi, belajar, memori, pemecahan masalah dan kretifitas).
c. Terapi Humor
Penelitian yang dilakukan oleh Bains (2012) menyatakan bahwa orang
tua (usia rata-rata 74 tahun) setelah menonton video 30 menit humoris,
kemampuan belajar dan kemampuan mengingat meningkat dengan hasil
masig-masing 38,7% dan 36,1%. Humor dan tertawa riang dapat mengurangi
stres dan mengurangi hormon stres termasuk kortisol dan katekolamin

P a g e 11 | 16
C. Konsekuensi Fungsional Kognitif Pada Lansia
Konsekuensi Fungsional Kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi
berkurangnya kemampuan meningkatkan fungsi intelektual, berkurangnya efisiensi
tranmisi saraf di otak (menyebabkan proses informasi melambat dan banyak informasi
hilang selama transmisi), berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan
mengambil informasi dari memori, serta kemampuan mengingat kejadian masa lalu
lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat dipercaya sebagai
kontributor utama perubahan dalam kemampuan kognitif dan efisiensi dalam
pemrosesan informasi (Papalia, Olds & Feldman, 2008). Penurunan terkait penuaan
ditunjukkan dalam kecepatan, memori jangka pendek, memori kerja dan memori jangka
panjang. Perubahan ini telah dihubungkan dengan perubahan pada struktur dan fungsi
otak. Raz dan Rodrigue (dalam Myers, 2008) menyebutkan garis besar dari berbagai
perubahan post mortem pada otak lanjut usia, meliputi volume dan berat otak yang
berkurang, pembesaran ventrikel dan pelebaran sulkus, hilangnya sel-sel saraf di
neokorteks, hipokampus dan serebelum, penciutan saraf dan dismorfologi, pengurangan
densitas sinaps, kerusakan mitokondria dan penurunan kemampuan perbaikan DNA.
Raz dan Rodrigue(2006) juga menambahkan terjadinya hiperintensitas substansia alba,
yang bukan hanya di lobus frontalis, tapi juga dapat menyebar hingga daerah posterior,
akibat perfusi serebral yang berkurang (Myers, 2008) Buruknya lobus frontalis seiring
dengan penuaan telah memunculkan hipotesis lobus frontalis, dengan asumsi penurunan
fungsi kognitif lansia adalah sama dibandingkan dengan pasien dengan lesi lobus
frontalis. Kedua populasi tersebut memperlihatkan gangguan pada memori kerja, atensi
dan fungsi eksekutif (Rodriguez-Aranda & Sundet dalam Myers, 2008)

Konsekuensi Fungsional Kognitif Pada Lansia Meliputi:

(1) Memory (daya ingat atau ingatan): pada lanjut usia daya ingat merupakan salah satu
fungsi kognitif yang paling awal mengalami penurunan. Ingatan jangka panjang
kurang mengalami perubahan, sedangkan ingatan jangka pendek seketika 0-10
menit memburuk. Lansia akan kesulitan dalam mengungkapkan kembali cerita atau

P a g e 12 | 16
kejadian yang tidak begitu menarik perhatiannya, dan informasi baru seperti TV
dan film (Azizah, 2011)
(2) IQ (Intellegent Quocient): IQ merupakan suatu skor pada suatu tes yang bertujuan
untuk mengukur kemampuan verbal dan kuantitatif (Semiun, 2006). Fungsi
intelektual yang mengalami kemunduran adalah fluid intelligent seperti mengingat
daftar, memori bentuk geometri, kecepatan menemukan kata, menyelesaikan
masalah, keceptan berespon, dan perhatian yang cepat teralih (Wonder&Donovan,
1984; Kusumoutro&Sidiarto, 2006; dalam Azizah, 2011).
(3) Kemampuan belajar (learning): para lansia tetap diberikan kesempatan untuk
mengembangkan wawasan berdasarkan pengalaman (learning by experience).
Implikasi praktis dalam pelayanan kesehatan jiwa (mental health) lanjut usia baik
bersifat promotif-preventif, kuratif dan rehabilitatif adalah memberikan kegiatan
yang berhubungan dengan proses belajar yang sudah disesuaikan dengan kondisi
masing-masing lanjut usia yang dilayani (Azizah, 2011).
(4) Kemampuan pemahaman: kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian
pada lansia mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi dan fungsi
pendengaran lansia mengalami penurunan. Dalam memberikan pelayanan terhadap
lansia sebaiknya berkomunikasi dilakukan kontak mata atau saling memandang.
Dengan kontak mata lansia dapat membaca bibir lawan bicaranya, sehingga
penurunan pendengaran dapat diatasi dan dapat lebih mudah memahami maksud
orang lain. Sikap yang hangat dalam berkomunikasi akan menimbulkan rasa aman
dan diterima, sehingga lansia lebih tenang, senang dan merasa dihormati (Azizah,
2011).
(5) Pemecahan masalah: pada lansia masalah-masalah yang dihadapi semakin banyak.
Banyak hal dengan mudah dapat dipecahkan pada zaman dahulu, tetapi sekarang
menjadi terhambat karena terjadi penurunan fungsi indra pada lansia. Hambatan
yang lain berasal dari penurunan daya ingat, pemahaman, dan lain-lain yang
berakibat pemecahan masalah menjadi lebih lama. (Azizah, 2011).
(6) Pengambilan keputusan: pengambilan keputusan pada lanjut usia sering lambat
atau seolah-olah terjadi penundaan. Oleh sebab itu, lansia membutuhkan petugas
atau pembimbing yang dengan sabar mengingatkan mereka. Keputusan yang

P a g e 13 | 16
diambil tanpa membicarakan dengan mereka para lansia, akan menimbulkan
kekecewaan dan mungkin dapat memperburuk kondisinya. Dalam pengambilan
keputusan sebaiknya lansia tetap dalam posisi yang dihormati (Ebersole & Hess,
2001 dalam Azizah, 2011).
(7) Motivasi: motivasi dapat bersumber dari fungsi kognitif dan fungsi afektif. Motif
kognitif lebih menekankan pada kebutuhan manusia akan informasi dan untuk
mencapai tujuan tertentu. Motif afektif lebih menekankan pada aspek perasaan dan
kebutuhan individu untuk mencapai tingkat emosional tertentu. Pada lansia,
motivasi baik kognitif maupun afektif untuk memperoleh sesuatu cukup besar,
namun motivasi tersebut seringkali kurang memperoleh dukungan kekuatan fisik
maupun psikologis, sehingga hal-hal yang diinginkan banyak terhenti ditengah
jalan (Azizah, 2011).
D. Asuhan Keperawatan

P a g e 14 | 16
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Melihat dari penjelasan di atas tentang “DIMENSI KOGNITIF PADA
LANSIA”, dapat diambil kesimpulan bahwa:
Pada usia 65 tahun seseorang dianggap telah memasuki masa lansia atau lanjut
usia. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawai dan
sosial. Orang yang memasuki usia lanjut memiliki ciri-ciri khas, dintaranya usia lanjut
merupakan periode kemunduran, orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas,
menua membutuhkan perubahan peran, dan penyesuaian yang buruk pada lansia.
Pada lansia biasanya mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit
demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari. Tahap usia lanjut
adalah tahap dimana terjadi penuaan dan penurunan yang lebih jelas dan lebih dapat
diperhatikan dari pada tahap usia baya. Pada lansia terjadi banyak perubahan
diantaranya perkembangan fisik/jasmani, perkembangan intelektual, perkembangan
emosi, perkembangan spiritual, perubahan sosial, perubahan kehidupan keluarga, dan
hubungan sosio-emosional lansia.
Lansia mengalami perubahan dalam kehidupan sehingga menimbulkan beberapa
masalah dalam kehidupannya, diantaranya pada maslah fisik, intelektual, emosi, dan
spiritual. Masalah-masalah pada lansia yang timbul karena perubahan yang terjadi pada
lansia dapat diatasi sehingga tidak perlu dikhawatirkan, apalagi kita semua juga akan
mengalaminya.
B. Saran
Setelah penyusunan membuat makalah ini, penyusun menjai tahu tentang
pekembangan yang terjadi pada lansia. Lansia adalah masa dimana seseorang
mengalami kemunduran, dimana fungsi tubuh kita sudah tidak optimal. Oleh karena itu
sebaiknya sejak muda kita persiapkan dengan sebaik-baiknya masa tua kita. Gunakan
masa muda dengan kegiatan yang bermanfaat agar tidak menyesal di masa tua.

P a g e 15 | 16
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, W. (2008). Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC

Badan Pusat Statistik, 2010. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009, Jakarta : KOMNAS LANSIA

Suardiman, S. 2011. Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Franc Andri Yanuarita, 2012. Memaksimalkan Otak Melalui Senam Otak (Brain Gym).
Sukoharjo : Teranova Books
Lahey, Benjamin B. 2005. Psychology An Introduction 9th edition. New York : McGraw-Hill
Book Company

Plotnik, Rod. 2005. Introduction to Psychology 7 ed. New York : Thomson wadswoth

Feldman, Robert, S. 2012. Pengantar Psikologi. Jakarta: Salemba

King, Laura A. 2010. Psikologi Umum Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba
Humanika

Santrock, John W. 2011. Psikologi Pendidikan edisi kedua. Jakarta : Kencana


Desmita, 2008, Psikologi Perkembangan. Cet.II, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Casmini, 2007, Emosional Parenting : Dasar-Dasar Pengasuhan Kecerdasan Emosi Anak,


Yogyakarta, Pilar Mediaciti.

Effendi Agus, 2005, Revolusi Kecerdasan Abad 21, Bandung, Alfabeta.

Sagala Syaiful, 2009, Konsep dan Makna Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar
dan Mengajar, Bandung, Alfabeta

P a g e 16 | 16

Anda mungkin juga menyukai