Anda di halaman 1dari 11

Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat

didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud
cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah
permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil
akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus. Suatu gunung berapi
merupakan bentukan alam dari pecahan yang terjadi di kerak dari benda langit
bermassa planet, seperti Bumi, dimana patahan tersebut mengakibatkan lava
panas, abu vulkanik dan gas bisa keluar dari dapur magma yang terdapat di
bawah permukaan bumi.

Gunung berapi di Bumi terbentuk dikarenakan keraknya terpecah menjadi 17


lempeng tektonik utama yang kaku yang mengambang di atas lapisan mantel
yang lebih panas dan lunak. Oleh karena itu, gunung berapi di Bumi sering
ditemukan di batas divergen dan konvergen dari lempeng tektonik. Contohnya,
di pegunungan bawah samudra seperti punggung tengah atlantik terdapat
gunung berapi yang terbentuk dari gerak divergen lempeng tektonik yang saling
menjauh, sementara di Cincin Api Pasifik terbentuk gunung berapi dari gerakan
konvergen lempeng tektonik yang saling mendekat. Gunung berapi biasanya
tidak terbentuk di wilayah dua lempeng tektonik bergeser satu sama lain.

Letusan atau erupsi gunung berapi dapat menimbulkan berbagai bencana, tidak
hanya di daerah dekat letusan. Bahaya dari debu vulkanik adalah terhadap
penerbangan khususnya pesawat jet dimana debu vulkanik dapat merusak turbin
dari mesin jet. Letusan besar dapat mempengaruhi suhu dikarenakan asap dan
butiran asam sulfat yang dimuntahkan letusan dapat menghalangi matahari dan
mendinginkan bagian bawah atmosfer bumi seperti troposfer, namun material
tersebut juga dapat menyerap panas yang dipancarkan dari bumi sehingga
memanaskan stratosfer. Dari sejarah, musim dingin vulkanik telah
mengakibatkan bencana kelaparan yang parah.

Lebih lanjut, istilah gunung apiini juga dipakai untuk menamai fenomena
pembentukan ice volcanoes atau gunung api es dan mud volcanoes atau gunung
api lumpur. Gunung api es biasa terjadi di daerah yang mempunyai musim
dingin bersalju, sedangkan gunung api lumpur dapat kita lihat di daerah Kuwu,
Grobogan, Jawa Tengah yang populer sebagai Bledug Kuwu.

Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang
paling dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin
Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Busur Cincin Api Pasifik merupakan garis
bergeseknya antara dua lempengan tektonik.

Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya.


Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat,
sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi
mampu istirahat dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif
kembali. Oleh itu, sulit untuk menentukan keadaan sebenarnya dari suatu
gunung berapi itu, apakah gunung berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau
telah mati.

Jenis gunung berapi berdasarkan bentuknya

Stratovolcano
Tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah-ubah
sehingga dapat menghasilkan susunan yang berlapis-lapis dari beberapa
jenis batuan, sehingga membentuk suatu kerucut besar (raksasa), kadang-
kadang bentuknya tidak beraturan, karena letusan terjadi sudah beberapa
ratus kali. Gunung Merapi merupakan jenis ini.
Perisai
Tersusun dari batuan aliran lava yang pada saat diendapkan masih cair,
sehingga tidak sempat membentuk suatu kerucut yang tinggi (curam),
bentuknya akan berlereng landai, dan susunannya terdiri dari batuan yang
bersifat basaltik. Contoh bentuk gunung berapi ini terdapat di kepulauan
Hawai.
Cinder Cone
Merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkanik
menyebar di sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini
membentuk mangkuk di puncaknya. Jarang yang tingginya di atas 500
meter dari tanah di sekitarnya.
Kaldera
Gunung berapi jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang
melempar ujung atas gunung sehingga membentuk cekungan. Gunung
Bromo merupakan jenis ini.

Klasifikasi gunung berapi berdasarkan frekuensi letusan di Indonesia

Kalangan vulkanologi Indonesia mengelompokkan gunung berapi ke dalam tiga


tipe berdasarkan catatan sejarah letusan/erupsinya.

 Gunung api Tipe A : tercatat pernah mengalami erupsi magmatik


sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600.
 Gunung api Tipe B : sesudah tahun 1600 belum tercatat lagi mengadakan
erupsi magmatik namun masih memperlihatkan gejala kegiatan vulkanik
seperti kegiatan solfatara.
 Gunung api Tipe C : sejarah erupsinya tidak diketahui dalam catatan
manusia, namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau
berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah lemah.
Skema peringatan gunung berapi di Indonesia

Tingkatan status gunung berapi di Indonesia menurut Badan Geologi


Kementerian ESDM
Status Makna Tindakan
 Menandakan  Wilayah yang terancam
gunung berapi yang bahaya direkomendasikan
segera atau sedang untuk dikosongkan
meletus atau ada  Koordinasi dilakukan
keadaan kritis yang secara harian
menimbulkan  Piket penuh
AWAS bencana
 Letusan pembukaan
dimulai dengan abu
dan asap
 Letusan berpeluang
terjadi dalam waktu
24 jam

 Menandakan  Sosialisasi di wilayah


gunung berapi yang terancam
sedang bergerak ke  Penyiapan sarana darurat
arah letusan atau  Koordinasi harian
menimbulkan  Piket penuh
bencana
 Peningkatan intensif
kegiatan seismik
 Semua data
menunjukkan bahwa
SIAGA aktivitas dapat
segera berlanjut ke
letusan atau menuju
pada keadaan yang
dapat menimbulkan
bencana
 Jika tren
peningkatan
berlanjut, letusan
dapat terjadi dalam
waktu 2 minggu
 Ada aktivitas apa  Penyuluhan/sosialisasi
pun bentuknya  Penilaian bahaya
 Terdapat kenaikan  Pengecekan sarana
aktivitas di atas  Pelaksanaan piket terbatas
level normal
 Peningkatan
aktivitas seismik dan
kejadian vulkanis
WASPADA
lainnya
 Sedikit perubahan
aktivitas yang
diakibatkan oleh
aktivitas magma,
tektonik dan
hidrotermal

 Tidak ada gejala  Pengamatan rutin


aktivitas tekanan  Survei dan penyelidikan
NORMAL magma
 Level aktivitas dasar

Gunung Kelud

G. Kelud (1731 m) merupakan produk dari proses tumbukan antara lempeng


Indo-Australia yang menunjam ke bawah lempeng Asia tepatnya di sebelah
selatan Jawa. Sebagai gunungapi muda yang tumbuh pada zaman Kwarter
Muda (Holosen), G.Kelud merupakan salah satu gunungapi dalam deretan
gunungapi yang tumbuh dan berkembang di dalam Sub Zona Blitar dari Zona
Solo, yang dimulai dari daerah bagian selatan Jawa bagian tengah (G.Lawu)
hingga Jawa bagian timur (G.Raung), yang dibatasi gawir sesar Pegunungan
Selatan. Perkembangan gunungapi muda ini sangat terbatas, hal ini nampak dari
kerucut gunungapi yang rendah, puncak tidak teratur, tajam dan terjal. Keadaan
puncak - puncak tersebut disebabkan oleh sifat letusannya yang sangat merusak
(eksplosif) yang disertai dengan pertumbuhan sumbat- sumbat lava seperti
puncak Sumbing, Gajahmungkur dan puncak Kelud.

Morfologi

Secara morfologi, G.Kelud dapat dibedakan menjadi 5 satuan morfologi


(A.Djumarma,1991) yaitu : Satuan morfologi Puncak dan Kawah ; Satuan
Morfologi Tubuh Gunungapi; Satuan Morfologi Kerucut Samping; Satuan
Morfologi Kaki dan Dataran serta Satuan Morfologi Pegunungan sekitar .
Gunung api ini termasuk dalam tipe stratovulkan dengan karakteristik letusan
eksplosif. Seperti banyak gunung api lainnya di Pulau Jawa, Gunung Kelud
terbentuk akibat proses subduksi lempeng benua Indo-Australia terhadap
lempeng Eurasia. Sejak sekitar tahun 1300 Masehi, gunung ini tercatat aktif
meletus dengan rentang jarak waktu yang relatif pendek (9-25 tahun),
menjadikannya sebagai gunung api yang berbahaya bagi manusia.

Kekhasan gunung api ini adalah adanya danau kawah, yang dalam kondisi
letusan dapat menghasilkan aliran lahar letusan dalam jumlah besar, dan
membahayakan penduduk sekitarnya. Letusan freatik tahun 2007 memunculkan
kubah lava yang semakin membesar dan menyumbat permukaan danau,
sehingga danau kawah nyaris sirna, menyisakan genangan kecil seperti
kubangan air. Kubah lava ini kemudian hancur pada letusan besar di awal tahun
2014.

Puncak-puncak yang ada sekarang merupakan sisa dari letusan besar masa lalu
yang meruntuhkan bagian puncak purba. Dinding di sisi barat daya runtuh
terbuka sehingga kompleks kawah membuka ke arah itu. Puncak Kelud adalah
yang tertinggi, berposisi agak di timur laut kawah. Puncak-puncak lainnya
adalah Puncak Gajahmungkur di sisi barat dan Puncak Sumbing di sisi selatan.

Satuan Morfologi Puncak dan kawah mempunyai ketinggian diatas 1000 m


dpl tersusun oleh aliran lava, kubah lava, dan batuan piriklastik; bentuk
morfologi tidak teratur, bukit - bukit kecil dengan tebing curam dengan
kemiringan lereng lebih besar dari 40 , serta pola aliran yang ada pada satuan
morfologi ini adalah pola aliran radial.
Satuan Morfologi Tubuh Gunungapi terletak pada ketinggian antara 600 -
1000 m dpl, tersusun atas batuan piroklastik aliran, jatuhan dan endapan lahar.
Kemiringan lereng antara (5 - 20) , serta pola aliran yang berkembang adalah
pola radial - paralel.
Satuan Morfologi Kerucut Samping yang terdiri dari bukit Umbuk (1014 m)
di sebelah barat daya, bukit Pisang (865 m) di sebelah selatan dan bukit
Kramasan (944 m) disebelah tenggara lereng G.Kelud. Satuan ini tersusun oleh
aliran lava, piroklastik aliran dan kubah lava. Satuan morfologi ini mempunyai
kemiringan lereng lebih besar dari 20 .
Satuan Morfologi Kaki dan Dataran mempunyai ketinggian kurang dari 600
m dpl, kemiringan lereng kurang dari 5 dan pola alirannya parallel - braided,
litologi penyusunnya terdiri dari endapan lahar dan piroklastik jatuhan.
Catatan aktivitas Gunung Kelud

Sejak abad ke-15, Gunung Kelud telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa.
Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa.[4]
Sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar telah dibuat secara ekstensif pada
tahun 1926 dan masih berfungsi hingga kini setelah letusan pada tahun 1919
memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu
pemukiman penduduk.

Pada abad ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919 (1
Mei[5]), 1951 (31 Agustus), 1966 (26 April), dan 1990 (10 Februari-13 Maret).
Pola ini membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan
gunung ini. Memasuki abad ke-21, gunung ini erupsi pada tahun 2007 dan 13-
14 Februari 2014. Perubahan frekuensi ini terjadi akibat terbentuknya sumbat
lava di mulut kawah gunung. Hampir semua erupsi yang tercatat ini
berlangsung singkat (2 hari atau kurang) dan bertipe eksplosif (VEI maks. 4),
kecuali letusan 1990 dan 2007.

Letusan 1901

Malam hari antara 22 dan 23 Mei 1901 terjadi letusan besar berulang-ulang, dan
meningkat pada pukul 03.00 dini hari. Suara letusan dilaporkan terdengar dari
Pekalongan dan hujan abu mencapai Bogor. Embusan awan panas dilaporkan
mencapai Kediri. Banyaknya korban jiwa diperkirakan cukup banyak, namun
tidak ada catatan[6]

Letusan 1919

Gunung Kelud 1919.

Letusan Gunung Kelud tahun 1919 tercatat dalam laporan Carl Wilhelm
Wormser (1876-1946), pejabat Pengadilan Landraad di Tulung Agung (masa
kolonial Belanda), yang menjadi saksi mata bencana alam tersebut[7][8].

"Pada 20 Mei 1919 siang, tiba-tiba langit gelap. Hilangnya matahari membuat
semua yang hidup menjadi takut dan gentar. Hujan abu dan batu yang turun.
Para penduduk desa di lereng gunung berusaha menyelamatkan apapun yang
dapat diselamatkan: harta dan jiwa dan hewan peliharaan. Semuanya berlarian
menghindari kekerasan alam. Lari! Lari kemanakah dirimu? Bernafas semakin
sulit. Udara semakin mencekik semua yang bernafas. Bunyi desiran semakin
dekat dan kuat. Aliran lahar menghancurkan semuanya dan mengganggu jalan
keluar untuk manusia. Bangunan dan pepohonan besar patah menjadi kecil-kecil
bak korek api. Kawah memuntahkan lahar dan abu dan disertai awan gas
beracun. Hutan, tanah dan sawah terselimuti kain berwarna abu-abu. Belasan
desa raib dari peta bumi. Ribuan korban jiwa terkubur hidup-hidup".

Letusan 1919 ini termasuk di antara yang paling mematikan karena menelan
korban 5.160 jiwa, merusak sampai 15.000 ha lahan produktif karena aliran
lahar mencapai 38 km, meskipun di Kali Badak telah dibangun bendung
penahan lahar pada tahun 1905[9]. Selain itu, Hugo Cool, seorang ahli
pertambangan, pada tahun 1907 juga ditugaskan melakukan penggalian saluran
melalui pematang atau dinding kawah bagian barat. Usaha itu berhasil
mengeluarkan air 4,3 juta meter kubik[10].

Karena letusan inilah kemudian dibangun sistem saluran terowongan


pembuangan air danau kawah, dan selesai pada tahun 1926. Secara keseluruhan
dibangun tujuh terowongan.

Letusan 1951

Letusan Kelud 1951.

Pada tanggal 31 Agustus 1951, pukul 06.15/06.30, Gunung Kelud kembali


meletus (erupsi) secara eksplosif. Akibat letusan besar ini, sejumlah kota di
Pulau Jawa terkena hujan abu, termasuk Yogyakarta dan Surakarta dan
mencapai Bandung. Suasana gelap melanda kota-kota terdampak, menyebabkan
sekolah harus meliburkan siswa-siswanya dan jawatan-jawatan berhenti
beraktivitas.

Letusan 1951 adalah yang pertama kali terjadi setelah pembuatan terowongan-
terowongan pembuangan air kawah selesai dibangun. Van Ijzendoorn,
Kartograf Kepala Badan Geologi, menyimpulkan bahwa sistem saluran ini
sangat membantu mengurangi dampak kerugian akibat letusan[11].

Tujuh orang tewas akibat letusan ini, tiga di antaranya petugas pengamat
gunung api[11]. Selain itu, 157 orang terluka. Akibat letusan ini pula, dasar danau
kawau menurun sehingga volume air meningkat menjadi 50 juta meter kubik[12].

Letusan 1966

Letusan besar terjadi pada tanggal 26 April 1966 pukul 20.15. Sekitar 210 lebih
orang tewas akibat letusan ini[6]. Sistem terowongan rusak berat, sehingga
dibuatlah terowongan baru 45 meter di bawah terowongan lama. Terowongan
yang selesai tahun 1967 itu diberi nama Terowongan Ampera. Saluran ini
berfungsi mempertahankan volume danau kawah agar stabil pada angka 2,5 juta
meter kubik[9].

Letusan 1990

Letusan 1990 berlangsung selama 45 hari, yaitu 10 Februari 1990 hingga 13


Maret 1990. Pada letusan ini, Gunung Kelud memuntahkan 57,3 juta meter
kubik material vulkanik. Lahar dingin menjalar sampai 24 kilometer dari danau
kawah melalui 11 sungai yang berhulu di gunung itu.

Letusan ini sempat menutup terowongan Ampera dengan material vulkanik.


Proses normalisasi baru selesai pada tahun 1994.

Letusan 2007

Letusan pada tahun 2007 dianggap "menyimpang" dari perilaku dasar Kelud
karena letusan bertipe freatik (leleran dengan letusan-letusan kecil) bukan
eksplosif sebagaimana letusan-letusan sebelumnya. Selain itu, letusan ini
menghasilkan suatu sumbat lava berbentuk kubah yang menyebabkan
"hilang"nya danau kawah.

Aktivitas gunung ini meningkat pada akhir September 2007 dan masih terus
berlanjut hingga November tahun yang sama, ditandai dengan meningkatnya
suhu air danau kawah, peningkatan kegempaan tremor, serta perubahan warna
danau kawah dari kehijauan menjadi putih keruh. Status "awas" (tertinggi)
dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sejak 16
Oktober 2007 yang berimplikasi penduduk dalam radius 10 km dari gunung
(lebih kurang 135.000 jiwa) yang tinggal di lereng gunung tersebut harus
mengungsi. Namun letusan tidak terjadi.
Setelah sempat agak mereda, aktivitas Gunung Kelud kembali meningkat sejak
30 Oktober 2007 dengan peningkatan pesat suhu air danau kawah dan
kegempaan vulkanik dangkal. Pada tanggal 3 November 2007 sekitar pukul
16.00 suhu air danau melebihi 74 derajat Celsius, jauh di atas normal gejala
letusan sebesar 40 derajat Celsius, sehingga menyebabkan alat pengukur suhu
rusak. Getaran gempa tremor dengan amplitudo besar (lebih dari 35mm)
menyebabkan petugas pengawas harus mengungsi, namun kembali tidak terjadi
letusan.

Akibat aktivitas tinggi tersebut terjadi gejala unik dalam sejarah Kelud dengan
munculnya asap tebal putih dari tengah danau kawah diikuti dengan kubah lava
dari tengah-tengah danau kawah sejak tanggal 5 November 2007 dan terus
"tumbuh" hingga berukuran selebar 100 m. Para ahli menganggap kubah lava
inilah yang menyumbat saluran magma sehingga letusan tidak segera terjadi.
Energi untuk letusan dipakai untuk mendorong kubah lava sisa letusan tahun
1990.

Sejak peristiwa tersebut aktivitas pelepasan energi semakin berkurang dan pada
tanggal 8 November 2007 status Gunung Kelud diturunkan menjadi "siaga"
(tingkat 3).

Danau kawah Gunung Kelud praktis "hilang" karena kemunculan kubah lava
yang berdiameter 469 m[13] dan volume sebesar 16,2 juta meter kubik. Yang
tersisa hanyalah kolam kecil berisi air keruh berwarna kecoklatan di sisi selatan
kubah lava.

Letusan 2014
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Letusan Kelud 2014

Abu vulkanik dari letusan tahun 2014 yang menjangkau Yogyakarta.

Letusan Kelud 2014 dianggap lebih dahsyat daripada tahun 1990.[14] meskipun
hanya berlangsung tidak lebih daripada dua hari dan memakan 4 korban jiwa
akibat peristiwa ikutan, bukan akibat langsung letusan[15].
Peningkatan aktivitas sudah dideteksi di akhir tahun 2013 [16]. Namun, situasi
kembali tenang. Baru kemudian diumumkan peningkatan status dari Normal
menjadi Waspada sejak tanggal 2 Februari 2014[17].

Pada 10 Februari 2014, Gunung Kelud dinaikkan statusnya menjadi Siaga dan
kemudian pada tanggal 13 Februari pukul 21.15 diumumkan status bahaya
tertinggi, Awas (Level IV)[18], sehingga radius 10 km dari puncak harus
dikosongkan dari manusia. Hanya dalam waktu kurang dari dua jam, pada pukul
22.50 telah terjadi letusan pertama tipe ledakan (eksplosif). Erupsi tipe eksplosif
seperti pada tahun 1990 ini (pada tahun 2007 tipenya efusif, yaitu berupa aliran
magma) menyebabkan hujan kerikil yang cukup lebat dirasakan warga di
wilayah Kecamatan Ngancar, Kediri, Jawa Timur, lokasi tempat gunung berapi
yang terkenal aktif ini berada, bahkan hingga kota Pare, Kediri[19]. Wilayah
Kecamatan Wates dijadikan tempat tujuan pengungsian warga yang tinggal
dalam radius sampai 10 kilometer dari kubah lava, sesuai rekomendasi dari
Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG).[20] Suara ledakan
dilaporkan terdengar hingga kota Surabaya, Solo dan Yogyakarta ( berjarak
200 km dari pusat letusan)[21], bahkan Purbalingga (lebih kurang 300 km), Jawa
Tengah[22].

Dampak berupa abu vulkanik pada tanggal 14 Februari 2014 dini hari
dilaporkan warga telah mencapai Kabupaten Ponorogo. Di Yogyakarta, teramati
hampir seluruh wilayah tertutup abu vulkanik yang cukup pekat, melebihi abu
vulkanik dari Merapi pada tahun 2010. Ketebalan abu vulkanik di kawasan
Yogyakarta dan Sleman bahkan diperkirakan lebih dari 2 centimeter.[23]
Dampak abu vulkanik juga mengarah ke arah Barat Jawa, dan dilaporkan sudah
mencapai Kabupaten Ciamis, Bandung dan beberapa daerah lain di Jawa
Barat.[24][25] Di daerah Madiun dan Magetan jarak pandang untuk pengendara
kendaraan bermotor atau mobil hanya sekitar 3-5 meter karena turunnya abu
vulkanik dari letusan Gunung Kelud tersebut sehingga banyak kendaraan
bermotor yang berjalan sangat pelan.

Seorang pria menyapu abu di jalanan Yogyakarta selama letusan Kelud 2014
Hujan abu dari letusan melumpuhkan Jawa.[26] Tujuh bandara di Yogyakarta,
Surakarta, Surabaya, Malang, Semarang, Cilacap dan Bandung, ditutup.[27]
kerugian keuangan dari penutupan bandara yang dinilai mencapai miliaran
rupiah, termasuk sekitar 2 miliar rupiah di Bandara Internasional Juanda di
Surabaya.[28] Kerusakan yang signifikan disebabkan untuk berbagai manufaktur
dan industri pertanian. Akibat hujan abu, perusahaan seperti Unilever Indonesia
mengalami kesulitan mendistribusikan produk mereka di seluruh daerah yang
terdampak. Kebun apel di Batu, Jawa Timur, membukukan kerugian hingga Rp
17,8 miliar, sedangkan industri susu di provinsi ini membukukan kerugian
tinggi.[29]

Kondisi gunung setelah letusan satu malam tersebut berangsur tenang dan pada
tanggal 20 Februari 2014 status aktivitas diturunkan dari Awas menjadi Siaga
(level III) oleh PVMBG[30]. Selanjutnya pada tanggal 28 Februari 2014 status
kembali turun menjadi Waspada (Level II)[31]. Akibat letusan ini, kubah yang
menyumbat jalur keluarnya lava hancur dan Kelud memiliki kawah kering[13][32].
Dimungkinkan terbentuk danau kawah kembali setelah beberapa tahun.

Pada awal Maret sebagian besar dari 12.304 bangunan hancur atau rusak selama
letusan telah diperbaiki, dengan perkiraan biaya sebesar Rp 55 miliar

Anda mungkin juga menyukai