Anda di halaman 1dari 3

Skema peringatan gunung berapi di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Tingkatan status gunung berapi di Indonesia menurut Badan Geologi Kementerian ESDM

Status Makna Tindakan

 Menandakan gunung berapi yang segera atau  Wilayah yang terancam bahaya
sedang meletus atau ada keadaan kritis yang direkomendasikan untuk dikosongkan
menimbulkan bencana
 Koordinasi dilakukan secara harian
AWAS
 Letusan pembukaan dimulai dengan abu dan
asap  Piket penuh

 Letusan berpeluang terjadi dalam waktu 24 jam

 Menandakan gunung berapi yang sedang  Sosialisasi di wilayah terancam


bergerak ke arah letusan atau menimbulkan
bencana  Penyiapan sarana darurat

 Peningkatan intensif kegiatan seismik  Koordinasi harian


SIAGA  Semua data menunjukkan bahwa aktivitas  Piket penuh
dapat segera berlanjut ke letusan atau menuju
pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana

 Jika tren peningkatan berlanjut, letusan dapat


terjadi dalam waktu 2 minggu

 Ada aktivitas apa pun bentuknya  Penyuluhan/sosialisasi


 Terdapat kenaikan aktivitas di atas level  Penilaian bahaya
normal
 Pengecekan sarana
WASPADA  Peningkatan aktivitas seismik dan kejadian
vulkanis lainnya  Pelaksanaan piket terbatas

 Sedikit perubahan aktivitas yang diakibatkan


oleh aktivitas magma, tektonik dan hidrotermal

 Tidak ada gejala aktivitas tekanan magma  Pengamatan rutin


NORMAL
 Level aktivitas dasar  Survei dan penyelidikan

Jenis erupsi[sunting | sunting sumber]


Secara umum, erupsi gunung berapi dibagi menjadi erupsi magmatik, freatomagmatik, dan freatik.

Erupsi magmatik[sunting | sunting sumber]


Erupsi magmatik disebabkan oleh pelepasan gas akibat peristiwa dekompresi. Magma dengan kekentalan
rendah dan sedikit kandungan gas akan menghasilkan erupsi yang relatif lemah. Sebaliknya, magma kental
yang memiliki kandungan gas dalam jumlah yang besar dapat menghasilkan erupsi yang kuat. Jenis erupsi
berikut merupakan erupsi yang namanya berasal dari peristiwa sejarah:[22]

 Erupsi Hawaiian adalah erupsi gunung berapi yang memuntahkan lava mafik dengan kandungan gas
yang relatif sedikit. Erupsi ini hanya menghasilkan aliran lava cair, tetapi hanya sedikit mengeluarkan tefra.
Jenis erupsi ini dapat membentuk gunung berapi landai dengan diameter lebar seperti Gunung Mauna Loa.
Nama erupsi ini berasal dari nama gunung-gunung berapi di Hawaii.
 Erupsi Strombolian memuntahkan magma dengan kekentalan dan kandungan gas yang lebih tinggi
daripada erupsi Hawaiian. Erupsi ini memiliki berupa letusan-letusan kecil yang terjadi tiap beberapa menit.
Nama erupsi ini berasal dari Stromboli, nama pulau dan gunung berapi di Italia.
 Erupsi Vulkanian melepaskan magma dengan kekentalan yang lebih tinggi. Nama erupsi ini berasal
dari Vulcano, sebuah pulau gunung berapi kecil di daerah Mediterania.[23]:150
 Erupsi Peléan ditandai dengan aliran piroklastik dari sisi puncak gunung berapi yang runtuh akibat
tekanan tinggi atau gempa bumi. Nama erupsi ini berasal dari nama Gunung Pelée.[23]:152
 Erupsi Plinian merupakan erupsi kuat yang melontarkan tefra dalam jumlah yang besar. Erupsi ini juga
dapat melontarkan sebagian besar kerucut gunung dan menyebabkan terbentuknya aliran piroklastik. Nama
ini berasal dari nama Plinius Muda yang mencatat erupsi Gunung Vesuvius pada tahun 79 M.
 Erupsi Krakatoan merupakan erupsi dahsyat yang mampu melontarkan nyaris keseluruhan kerucut
gunung. Nama erupsi ini berasal dari nama Gunung Krakatau yang berada di Selat Sunda.

Intensitas erupsi gunung berapi diukur menggunakan Volcanic Explosivity Index (VEI) yang memiliki rentang
skala 0 untuk erupsi Hawaiian, hingga skala 8 untuk erupsi megakolosal.[8]:27-31

Erupsi freatomagmatik[sunting | sunting sumber]


Artikel utama: Erupsi freatomagmatik
Erupsi freatomagmatik diawali dengan interaksi antara magma dengan air tanah. Akibat adanya perbedaan
temperatur yang signifikan, terjadi kenaikan tekanan dalam waktu singkat yang berujung pada ledakan. Ledakan
tersebut melontarkan uap air dan pecahan piroklastik ke udara.[24] Tidak seperti erupsi freatik, erupsi
freatomagmatik juga melontarkan partikel juvenil.[25]

Erupsi freatik[sunting | sunting sumber]


Artikel utama: Erupsi freatik
Sama seperti erupsi freatiomagmatik, erupsi freatik disebabkan oleh kontak antara air tanah dengan batuan
panas atau magma. Ledakan kemudian terjadi akibat adanya peningkatan temperatur air dalam waktu yang
singkat. Erupsi ini hanya melontarkan uap dan bagian dari dinding kawah.[26]

Material erupsi[sunting | sunting sumber]


Material yang dilepaskan oleh gunung berapi saat erupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis: [27]

1. Gas vulkanik, campuran dari uap air, karbon dioksida, dan belerang (dapat berupa sulfur dioksida, SO2,
atau hidrogen sulfida, H2S, tergantung temperatur saat letusan)
2. Lava, magma yang mencapai permukaan Bumi
3. Tefra, material padat dengan berbagai bentuk dan ukuran yang dilontarkan ke udara

Gas vulkanik[sunting | sunting sumber]


Konsentrasi gas vulkanik dari erupsi satu gunung bisa berbeda dari gunung lainnya. Gas vulkanik dapat berupa
hidrogen sulfida, sulfur dioksida, hidrogen klorida, dan hidrogen fluorida. Gas lain berupa hidrogen, nitrogen,
dan karbon monoksida juga termasuk gas vulkanik yang dierupsikan gunung berapi.[28]

Aliran lava[sunting | sunting sumber]


Artikel utama: Lava dan Batuan vulkanik
Bentuk dan tipe erupsi gunung berapi bergantung pada komposisi lava yang dierupsikannya. Karakteristik paling
penting dari magma adalah kekentalan dan jumlah gas yang terlarut di dalamnya. Kedua karakteristik tersebut
juga dipengaruhi oleh jumlah kandungan silika pada magma. Magma yang mengandung banyak silika
cenderung lebih kental dan mengandung lebih banyak gas daripada magma yang mengandung lebih sedikit
kandungan silikanya.[6]

Tefra[sunting | sunting sumber]


Artikel utama: Tefra
Tefra terbentuk ketika magma yang meletus akibat gas panas yang mengembang dalam waktu yang cepat.
Ledakan kuat ini menghasilkan partikel material yang beterbangan dari gunung berapi. Partikel padat dengan
diameter kurang dari 2 mm disebut sebagai abu vulkanik.[29]

Dampak terhadap manusia[sunting | sunting sumber]


Erupsi gunung berapi memberikan bahaya besar bagi peradaban manusia. Meskipun demikian, aktivitas
vulkanik juga memberikan manfaat.

2/2
Dampak buruk[sunting | sunting sumber]
Terdapat beberapa peristiwa yang merupakan akibat dari erupsi gunung berapi, seperti aliran piroklastik, lahar,
dan emisi karbon dioksida. Aktivitas vulkanik juga menyebabkan beberapa peristiwa lain seperti gempa
bumi, fumarol, kolam lumpur, dan geiser. Beberapa peristiwa tersebut sering kali memberikan dampak buruk
secara langsung bagi aktivitas manusia.
Gas vulkanik dapat mencapai lapisan stratosfer sehingga dapat membentuk aerosol asam sulfat yang mampu
menghamburkan radiasi dari Matahari dan menurunkan temperatur di permukaan Bumi. [30] Hal seperti ini
kemungkinan pernah terjadi pada Gunung Huaynaputina sekitar tahun 1600, ketika gas vulkanik di atmosfer
menyebabkan terjadinya bencana kelaparan Rusia antara tahun 1601-1603.[31] Reaksi kimia yang terjadi
pada aerosol sulfat di stratosfer juga dapat merusak lapisan ozon. Zat asam seperti hidrogen klorida (HCl)
dan hidrogen fluorida (HF) dapat jatuh ke permukaan Bumi sebagai hujan asam.[32] Erupsi eksplosif gunung
berapi juga dapat melepaskan gas rumah kaca seperti karbon dioksida.
Abu vulkanik yang dilontarkan ke udara dapat membahayakan pesawat, terutama pesawat jet. Partikel yang
masuk ke dalam mesin jet dapat meleleh akibat temperatur tinggi dan turbin mesin. Selain itu, abu vulkanik
dengan kecepatan tinggi dapat merusak bagian luar pesawat, instrumen navigasi, dan sistem komunikasi.
[33]
Gangguan-gangguan seperti dapat menyebabkan terganggunya penerbangan akibat penundaan dan
pengalihan rute penerbangan.
Musim dingin vulkanik diduga sempat terjadi 70.000 tahun yang lalu ketika terjadinya erupsi dahsyat Gunung
Toba di Pulau Sumatra.[34] Peristiwa ini mungkin telah menyebabkan terjadinya leher botol populasi yang
memengaruhi genetika manusia zaman sekarang.[35] Pada tahun 1815, erupsi Gunung Tambora menyebabkan
anomali iklim global yang dikenal sebagai "Year Without a Summer".[36] Erupsi besar gunung berapi juga
kemungkinan telah menyebabkan setidaknya satu peristiwa kepunahan masal.[37]

Dampak baik[sunting | sunting sumber]


Meskipun erupsi gunung berapi dianggap sebagai bencana yang membahayakan manusia, aktivitas vulkanik di
masa lalu dapat mendukung perkembangan sumber daya di sekitarnya. Abu vulkanik yang dilepaskan oleh
gunung berapi mengandung zat nutrisi yang dapat menyuburkan tanah.[38] Aktivitas vulkanik juga disertai dengan
aliran panas dari dalam Bumi yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi.[39]

Anda mungkin juga menyukai