Anda di halaman 1dari 15

1.

REVIEW EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN AMPISILIN DAN


SEFOTAKSIM PADA PASIEN ANAK DEMAM TIFOID

 PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan penyakit endemik yang terdapat di negara berkembang.
Menurut data Riskesdas 2007 bahwa kasus demam tifoid di Indonesia sebanyak 1.600
kasus. Sementara itu, berdasarkan Riskesdas 2010 jumlah kasus demam tifoid
sebanyak 41.081 kasus. Dalam jangka waktu antara 2007-2010 terjadi peningkatan 25
kali lebih besar kasus demam tifoid. Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi (S. typhi). Terapi umum yang diberikan berdasarkan tatalaksana pengobatan
demam tifoid adalah pemberian antibiotik sedangkan terapi pendukung berupa
rehidrasi oral ataupun parenteral, antipiretik, dan pemberian nutrisi yang adekuat.
Perubahn MDR S. typhi yang begitu cepat mengakibatkan mortalitas kasus demam
tifoid pada anak meningkat, maka diperlukan alternatif pengobatan lain yaitu
sefotaksim. Berdasarkan hasil penelitian dari Gopal et al., menyimpulkan bahwa
sefotaksim memiliki sensitivitas yang lebih baik dibandingkan dengan ampisilin.
Sefotaksim juga memiliki tingkat kejadian resistensi yang lebih kecil dibandingkan
ampisilin. Pada pasien dengan terapi obat menggunakan sefotaksim rawat inap lebih
singkat dibandingkan dengan pasien dengan terapi obat ampisilin, namun, biaya
penggunaan sefotaksim lebih mahal dibandingkan dengan Ampisilin, maka dari itu
perlu diketahui keefektifan biaya antara penggunaan Ampisilin dan Sefotaksim pada
RST TK II Kartika Husada Kubu Raya pada tahun 2015.

 METODE
Penelitian yang dilaksanakan di RST TK II Kartika Husada Kubu Raya merupakan
penelitian observasional dengan rancangan penelitian potong lintang (cross sectional) .
data yang diambil merupakan data rekam medik pasien demam tifoid rawat inap
dengan kriteria pasien anak dengan umur 1-14 tahun, pasien yang tepat diagnosis
melalui tes widal, dan pasien yang mendapat pengobatan dengan antibiotik sefotaksim
(iv) dan ampisilin (iv). Data yang diambil emrupakan data pada periode Januari hingga
Desember 2015. Data dianalisis dengan rumus Average Cost Effectiveness Ratio
(ACER) dan Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER). Hasilnya disajikan berupa
data deskriptif

 HASIL
Karakterisik n %
Usia
 1 – 5 tahun 16 53
 6 – 10 tahun 9 30
 11 – 14 tahun 5 17
Jenis Kelamin
 Laki-laki 15 50
 Perempuan 15 50
Kelas Perawatan
 Kelas I 4 13
 Kelas II 14 47
 Kelas III 12 40
Frekuensi Tes Widal
 1 kali 24 80
 2 kali 6 20

Tabel 2. Profil Penggunaan Obat Lainnya


No. Golongan obat Nama obat Jumlah %
1 Cairan infus RL OGB 30 100
2 Analgesik - antipiretik Paracetamol 30 100
3 Antiulserasi Ranitidin 16 53
4 Multivitamin Opinacea 3 10
Elkana 1 3
5 Antiemetik Ondancentron 7 23
6 Suplemen Imunos 3 10
zink 4 13
7 Laksatif dulcolax 1 3
8 Probiotik L-Bio 3 10

Tabel 3. Analisis Rata-rata Biaya Pengobatan Demam Tifoid pada Kelompok


Ampisilin dan Sefotaksim
Biaya rata-rata
Variabel
Ampisilin Sefotaksim
1. Biaya Penggunaan Rp. 303,801.00 Rp. 460,208.00
Obat
2. Biaya visit dokter Rp. 145,384.00 Rp. 166,176.00
3. Biaya jasa perawat Rp. 71,923.00 Rp. 75,294.00
4. Biaya laboratorium Rp. 39,846.00 Rp. 47,882.00
5. Biaya rawat inap Rp. 438,076.00 Rp. 444,411.00
Total biaya medik Rp. 999,030.00 Rp. 1,193,971.00

Table 4. presentase Efektivitas Terapi Antibiotik pada Pasien Anak Demam Tifoid di
RST TK II Kartika Husada Kuburaya
Antibiotik Pasien yang memenuhi target Jumlah pasien Efektifitas terapi
lama rawat inap (4-14 hari) (n=30) (%)
Ampisilin 5 13 38
Sefotaksin 13 17 76

Tabel 5. Hasil ACER


Antibiotik Total rata-rata biaya Efektifitas terapi ACER (Rp)
medik langsung (Rp) (%)
Ampisilin 911.723 38 26.290
Sefotaksim 1.203.383 76 15.710
Tabel 6. Hasil ICER
Pola terapi Biaya medik Efektifitas ΔC ΔE ICER (ΔC/
antibiotik langsung (Rp) (%) ΔE)
Ampisilin 999.030 38 204.353 38 5.377,71
Sefotaksim 1.203.383 76

Tabel 7. Simulasi terhadap Sensitivitas ACER Pasien Anak Demam Tifoid dengan
Menggunakan Sefotaksim dan Ampisilin
Antibiotik ACER Awal Total Rata-rata Biaya Efektivitas ACER (Rp)
tanap rawat inap (Rp) terapi
Ampisilin 2.629.026,316 560.950 0,38 1.476.184,211
Sefotaksim 1.571.014,474 749.560 0,76 986.263,158

 PEMBAHASAN
Terdapat 30 sampel yang memenuhi kriteria. Pada karakteristik usi didapat 53%
pasien dengan usi 1 – 5 tahun, 30 % dengan usia 6 – 10 tahun , dan 17 % pada usia 11
– 14 tahu. Sedangkan dengan kriteria jenis kelamin, didapatkan 50% pasien laki-laki
dan 50% pasien perempuas. Pada kriteria kelas perawatan didapat 13% pasien kelas
perawatan I, 47% kelas perawatan II, dan 40% kelas perawatan II. Pada kriteria
frekuiensi tes widal sebanyak 80% pasien melakukan satu kali tes widal, dan 20%
melakukan dua kali tes widal.
Dalam pengobatan pasien anak demam tifoid digunakan obat lain selain
antibiotik. Terapi obat lain yang diberikan antara lain pemberian cairan infus sebanyak
100%, obat analgetik- antipiretik sebanyak 100%, antiulserasi sebanyak 53%,
multivitamin sebanyak 13%, antiemetik sebanyak 23%, suplemen sebanyak 23%,
laksatif sebanyak 10% dan probiotik sebanyak 13%.
Dari data yang didapat dapat diketahui total biaya rata-rata terapi demam tifoid
menggunakan sfotaksim adalah Rp. 1,193,971.00, sedangkan terapi demam tifoid
menggunakan antibiotik Ampisilin adalah 999,030.00 (tabel 3). Efektivitas terapi dari
penggunaan obat ampisilin sebesar 38% sedangkan efektivitas dari penggunaan obat
sefotaksim sebesar 76% (tabel 4). Sedangkan nilai ACER pada pasien demam tifoid
yang menggunakan obat sefotaksim sebesar Rp.1.571.014,474 sedangkan nilai ACER
pada pasien yang menggunakan ampisilin sebesar Rp.2.629.026,316 (tabel 5). ICER
atau biaya tambahan terapi ampisilin terhadap sefotaksim sebesar Rp.513.002,632 per
efektivitas (tabel 6). setelah mengabaikan biaya rawat inap, terlihat nilai ACER terapi
sefotaksim sebesar Rp.986.263,158 per efektivitas sedangkan ampisilin sebesar
Rp.1.476.184,211 per efektivitas (tabel 7).

KESIMPULAN
Pasien yang memenuhi targer pengobatan rawat inap selama 4-14 hari adalah
76% pada antibiotik Sefotaksim dan 38% pada antibiotik Ampisilin. Ddilihat dari nilai
ACER penggunaan Sefotaksim lebih cost effective dibandingkan dengan Ampisilin.
Apabila terjadi perpindahan terapi akan dikenanakan biaya tambahan sebersar
513.002,632.
2. REVIEW Analisis kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan kamar obat
dipuskesmas surabaya utara

 PENDAHULUAN
Puskesmas perlu ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu Pelayanan
kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya dari orientasi obat kepada pasien
yang mengacu pada pelayanan kefarmasian. apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga
farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar
dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Kepuasan adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil) yang
dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan. Kepuasan konsumen dapat
mempengaruhi minat untuk kembali ke puskesmas yang sama. produk yang sama.
tingkat kepuasan terhadap layanan kefarmasian dan bagimana tingkat pelayanan
kefarmasian kamar obat di puskesmas Surabaya Utara serta dimensi-dimensi apa saja
yang berpengaruh terhadap layanan kefarmasian kamar obat di puskesmas Surabaya
Utara untuk meningkatkan kepuasan pasien.

 METODE
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode probability sampling secara
purposive sampling, dengan cara :
1. Peneliti menyebarkan lembar kuesioner kepada responden yang memenuhi
kriteria.
2. Responden menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada kuesioner
sesuai dengan petunjuk yang ada
3. Responden dapat bertanya pada peneliti apabila mempunyai kesulitan dalam
mengisi kuesiner dan peneliti harus memberikan penjelasan tentang kesulitan
tersebut.
4. Lembar kuesioner yang telah diisi oleh responden kemudian dikumpulkan oleh
peneliti
5. Lembaran kuesioner yang telah dikumpulkan kemudian di analisis
Dilakukan pula pengamatan secara langsung dengan mendatangi subyek yang
diteliti yang dibandingkan dengan checklist observasi oleh apoteker yang bertujuan
untuk mengetahui kualitas layanan di kamar obat di puskesmas Surabaya Utara.
Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Hasilnya
ditampilkan dalam distribusi frekuensi menggunakan tabel, histogram dan pie chart.
 HASIL
Tabel 1. Interpretasi Skor Kepuasan Responden berdasarkan dimensi Tangibles
N Variabel Pelayanan Skor Skor Σ skor Interpretas
o. Harapan Kenyata i
an
1 Kerapian ruang tunggu 4,45 4,02 -0,43 Cukup
puas
2 Kebersihan ruang tunggu 4,35 4,24 -0,11 Cukup
puas
3 Kenyamanan ruang tunggu 4,45 3,88 -0,57 Cukup
puas
4 Penerangan ruang tunggu 4,22 4,23 0,01 Cukup
puas
5 Terdapat brosur kesehatan 4,37 4,02 -0,35 Cukup
puas
6 Papan nama apotek terlihat jelas 4,08 4,71 0,63 Cukup
puas
7 Tempat penyerahan obat yang 4,46 3,83 -0,63 Cukup
memadai puas
8 Kerapian penampilan petugas 4,35 3,98 -0,37 Cukup
apotek puas
9 Kebersihan penampilan petugas 4,21 3,66 -0,55 Cukup
apotek puas
Σ skor rata-rata 4,06 4,32 -0,26 Cukup
puas
Tabel 2. Interpretasi Skor Kepuasan Responden Berdasarkan Dimensi Reliability
No Variabel Pelayanan Skor Skor Σ skor Interpretasi
. harapan kenyataa
n
1 Jam buka Apotek sesuai jam kerja 4,18 4,09 -0,09 Cukup
yang tertera di Puskesmas puas
2 Jam tutup Apotek sesuai jam kerja 4,18 4,09 -0,09 Cukup
yang tertera di Puskesmas puas
3 Harga obat terjangkau 4,57 4,56 -0,01 Cukup
puas
4 Mutu kemasan obat yang diterima 4,51 3,95 -0,56 Cukup
dalam keadaan baik puas
Σ Skor rata-rata 4,36 4,17 -0,19 Cukup
puas

Tabel 3. Interpretasi Skor Kepuasan Responden Berdasarkan Dimensi Responsiveness


No Variabel pelayanan Skor Skor Σ skor Interpretasi
. harapan kenyataa
n
1 Kecepatan untuk melayani obat : 4,61 3,74 -0,87 Cukup puas
Non-racikan <20 menit
Racikan <40 menit
2 Petugas apotek memberikan 4,41 4,00 -0,41 Cukup puas
informasi yang jelas dan mudah
dimengerti oleh
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari
3 Petugas apotek mampu 4,48 4,06 -0,42 Cukup puas
memberikan penyelesaikan/solusi
terhadap masalah
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari
Σ Skor rata-rata 4,50 3,93 -0,56 Cukup puas

Tabel 4. Interpretasi Skor Kepuasan Responden Berdasarkan Dimensi Assurance


No Variabel Pelayanan Skor Skor ΣSkor Interpretasi
. Harapan Kenyataa
n
1 Petugas Apotek bersikap ramah, 4,40 4,10 -0,3 Cukup puas
sopan, tertib dan rapi dalam
memberikan pelayanan obat
2 Petugas Apotek memberikan 4,39 4,09 -0,3 Cukup puas
perhatian kepada
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari
3 Pengetahuan yang dimiliki petugas 4,39 4,26 -0,13 Cukup puas
Apotek untuk memberikan
informasi
4 Petugas Apotek berpengalaman 4,34 4,23 -0,11 Cukup puas
dan terlatih dalam melakukan
pengobatan
5 Nama baik/citra Apotek 4,37 4,13 -0,24 Cukup puas
Σ Skor rata-rata 4,37 4,1 -0,21 Cukup puas

Tabel 5. Interpretasi Skor Kepuasan Responden Berdasarkan Dimensi Empathy


No Variabel Pelayanan Skor Skor ΣSkor Interpretasi
Harapan Kenyataa
n
1 Petugas Apotek cepat merespon 4,50 4,15 -0,35 Cukup puas
keluhan
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari
2 Petugas Apotek memberikan 4,45 4,12 -0,33 Cukup puas
pelayanan tanpa memandang
status sosial
3 Keterbukaan Petugas Apotek atas 4,45 4,20 -0,25 Cukup puas
Komplain
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari
4 Keberadaan Apoteker di Apotk 4,43 4,24 -0,19 Cukup puas
Puskesmas
Σ Skor rata-rata 4,45 4,17 -0,27 Cukup puas

 PEMBAHASAN
Dari kelima dimensi yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan pelayanan
kamar obat di Puskesmas Surabaya Utara didapatkan hasil dari dimensi tangibles (bukti
langsung) dengan skor -0,26 , dimensi reliability (keandalan) dengan skor -0,19,
dimensi responsiveness (ketanggapan) dengan skor -0,27. Rata-rata dari kelima skor
dimensi tersebut adalah -0,29 yang setara dengan rasa cukup puas dari responden
Dilakukan observasi mengenai pelayanan kefarmasian untuk meningkatkan
mutu pelayanan kefarmasian dilakukan 87,29% berdasarkan observasi peneliti, 97,61%
berdasarkan observasi Apoteker. Evaluasi mutu pelayanan 71,42 berdasarkan observasi
peniliti, dan 100% berdasarkan observasi Apoteker. Sedangkan dalam pelaksanaan
evaluasi terhadap tingkat kepuasan pasien 100% berdasarkan observasi peneliti dan
Apoteker.

 KESIMPULAN
Pelayanan kamar obat yang dilaksanan di Puskemas Surabaya Utara telah memberikan
pelayanan yang baik terbukti dengan tingkat kepuasan cukup puas dari pasien. Hal
tersebut setara dengan skor rata-rata -0,29. Hasil observasi pelayanan kefarmasian
kamar obet oleh peneliti memperoleh presentase 86,23% dan 99,20% observasi oleh
Apoteker, nilai tersebut menunjukan bahwa pelayanan farmasi dalam keadaan yang
baik.
3. REVIEW COST BENEFIT ANALYSIS ANTARA PEMBELIAN ALAT CT-
SCAN DENGAN ALAT LASER DIODA PHOTOCOAGULATOR DI RSD
BALUNG JEMBER

 PENDAHULUAN
Tahun 2014 RSD Balung tengah mengusulkan beberapa kegiatan pengembangan
fasilitas, antara lain pembelian alat-alat yang menunjang kegiatan di poli mata,
kegiatan pengembangan pada poli bedah, Intensive Care Unit (ICU), Radiologi,
pengembangan bagian PONEK dan pengembangan fasilitas rawat jalan yaitu pada poli
kandungan. Penelitian ini mengambil usulan pembelian alat CT-Scan dan pembelian
alat Laser dioda photocoagulator karena kedua alat tersebut memiliki tujuan yang
berbeda satu sama lain, jika dibandingkan dengan ke empat usulan lainnya. Tujuan dari
usulan pembelian alat CT-Scan adalah untuk menunjang kegiatan di instalasi
Radiologi, karena hampir 90% dari pasien poli syaraf membutuhkan alat CT-Scan
dalam membantu diagnosa penyakitnya. Tujuan pembelian alat Laser dioda
photocoagulator adalah untuk operasi katarak pada pasien penderita retinopati diabetik,
menurutOrganisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2004 melaporkan 4,8% penduduk
diseluruh dunia menjadi buta akibat retinopati diabetik.Penelitian ini bertujuan untuk
melakukan perhitungan Cost Benefit Analysis antara pembelian alat CT-Scan dengan
alat Laser dioda photocoagulator di RSD Balung Jember.

 METODE
Metode yang digunakan adalah dengan mengumpulkan data primer berupa biaya-
baiya yang tergolong unsur biaya (cost) dan unsur manfaat (benefit) yang dilakukan
dengan cara wawancara dan observasi, dan data sekunder berupa data-data nominal
yang diperoleh dari studi dokumentasi pada laporan keuangan. Teknik penyajian data
dalam bentuk tabel yang disertai dengan penjelasan (tekstular).
 HASIL
Tabel 1. Hasil Identifikasi Unsur Manfaat (benefit) dan Unsur Biaya (cost) Pada
Usulan Pembelian Alat CT-Scan di RSD Balung Jember
No Unsur Biaya
1 Biaya Investasi
a. Biaya Gedung dan Fasilitas
b. Biaya Tanah
c. Harga Beli CT-Scan
2 Biaya Operasional Tetap
a. Biaya Pegawai
b. Biaya ATK (Alat Tulis Kantor)
c. Biaya BHP (Bahan Habis Pakai)
d. Biaya Umum (listrik, air, telepon)
e. Biaya Pemeliharaan Gedung dan
Fasilitas
f. Biaya Pembelian Film
3 Biaya Operasional Variabel
a. Biaya Pembelian Film
No. Unsur Manfaat (benefit)
1 Pendapatan RSD Balung dari tarif layanan
CT-Scan

Tabel 2. Hasil Identifikasi Unsur Manfaat (benefit) dan Unsur Biaya (cost) Pada
Usulan Pembelian Alat Laser dioda photocoagulator di RSD Balung Jember
No Unsur Biaya
1 Biaya Investasi
d. Biaya Gedung dan Fasilitas
e. Biaya Tanah
f. Harga Beli Laser dioda
photocoagulator
2 Biaya Operasional Tetap
g. Biaya Pegawai
h. Biaya ATK (Alat Tulis Kantor)
i. Biaya BHP (Bahan Habis Pakai)
j. Biaya Umum (listrik, air, telepon)
k. Biaya Pemeliharaan Gedung dan
Fasilitas
l. Biaya Pembelian Film
No. Unsur Manfaat (benefit)
1 Pendapatan RSD Balung dari tarif layanan
Laser dioda photocoagulator

Tabel 3. Besaran Nominal Unsur Biaya (cost) dan Unsur Manfaat (benefit) Pada
Usulan Pembelian Alat CT-Scan pada Tahun ke-0
No. Uraian Luas (m2) Harga Beli (Rp)
1 Biaya Investasi
a. Bangunan gedung instalasi 107,5 107.500.000
radiologi 107,5 43.021.500
b. Tanah 14.130.000.000
c. Alat CT-Scan
Total biaya investasi 14.280.512.000

Tabel 4. Besaran Nominal Unsur Biaya (cost) dan Unsur Manfaat (benefit) Pada
Usulan Pembelian Laser dioda photocogulator pada Tahun ke-0
No. Uraian Luas (m2) Harga Beli (Rp)
1 Biaya Investasi
a. Bangunan gedung instalasi 108 108.000.000
radiologi 108 43.221.600
b. Tanah 2.285.926.000
c. Alat CT-Scan
Total biaya investasi 2.437.147.000
Tabel 5. Hasil Perhitungan Nilai Sekrang (present value) dari Manfaat (benefit) dan
Biaya (cost) Pada Usulan Pembelian Alat CT-Scan RSD Balung Jember
Tahun PV (C) PV (B)
0 14.280.521.500 0
I 2.846.598.104 190.274.841
II 2.750.195.975 233.206.591
III 2.660.615.576 267.940.354
IV 2.596.676.788 295.566.502
V 2.487.615.540 348.644.924
VI 2.406.058.660 366.268.549
VII 2.323.234.357 378.763.515
VIII 2.242.879.777 386.830.437
IX 2.168.297.1987 391.145.467
Total 36.735.711.463 2.858.641.181

Tabel 6. Hasil Perhitungan Nilai Sekrang (present value) dari Manfaat (benefit) dan
Biaya (cost) Pada Usulan Pembelian Laser dioda photocogulator RSD Balung Jember
Tahun PV (C) PV (B)
0 2.437.147.600 0
I 146.580.788 201.075.466
II 138.381.914 246.937.051
III 136.476.684 284.055.607
IV 128.856.392 313.593.203
V 121.723.719 370.119.430
VI 119.991.331 388.994.450
VII 113.365.112 402.398.115
VIII 107.166.111 411.077.417
IX 105.583.327 415.753.104
Total 3.555.272.967 3.034.003.845
 PEMBAHASAN
Dari data yang didapatkan dialkukan perhitungan nilai rasio benefit cost, diperoleh
nilai 0,078 untuk CT-Scan dan 0,858 untuk Laser dioda photocoagulator. Dalam
perhitungan selisih antara total cost dan total benefit selisih yang didapat untuk CT-
Scan adalah sebesar Rp 43.998.462.011 dimana total cost lebih besar dibandingkan
dengan total benefit, sedangkan selisih untuk Laser dioda photocoagulator adalah Rp.
836.986.874 dimana total benefit lebih besar dibandingkan dengan total cost. Dari
perhitungan tersebut maka Laser dioda photocoagulator lebih diutamakan untuk dibeli
terlebih dahulu karena memiliki manfaat yang lebih besar.

 KESIMPULAN
Pembelian Laser dioda photocoagulator lebih diutamakan untuk dibeli terlebih
dahulu karena memiliki manfaat yang lebih besar, yaitu dengan nilai BCR sebesar
0,858 dengan selisih Rp. 836.986.874 dimana total benefit lebih besar, sedangkan nilai
BCR untuk CT-Scan adalah 0,078 dengan selisih Rp 43.998.462.011 dimana total cost
lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai