ISO 9001: 2015 mendefinisikan informasi terdokumentasi sebagai data yang diperlukan
untuk dikendalikan dan dikelola oleh organisasi,
Apa saja informasi terdokumentasi yang diperlukan oleh ISO 9001: 2015
ISO 9001: 2015 mendefinisikan informasi terdokumentasi sebagai data yang diperlukan
untuk dikendalikan dan dikelola oleh organisasi,
Apa saja informasi terdokumentasi yang diperlukan oleh ISO 9001: 2015
Walaupun sistem yang terbentuk tidak langsung baik, bagi yang ingin
membentuk sistem di perusahaannya langkah-langkah berikut dapat
dilakukan.
Dengan sudah adanya visi, misi, nilai-nilai inti dan aturan yang jelas maka
sesungguhnya didalam perusahaan atau organisasi sudah mulai terbentuk
sistem. Namun harus tetap disempurnakan sehingga sistem yang
terbentuk menjadi handal.
8 Tips Agar Audit Internal ISO 9001:2015 Efektif dan Memiliki Kekuatan
Pertama, perbaharui selalu daftar periksa audit (audit check list). Daftar
periksa dibuat sebagai tuntunan dalam melakukan audit, sehingga tidak
ada bagian-bagian penting yang harus diaudit terlewatkan. Daftar periksa
dibuat berdasarkan klausul-klausul dalam ISO 9001 dan dokumen-
dokumen terkait seperti SOP, IK, dan laporan-laporan. Berbeda dengan
klausul ISO 9001, dokumen-dokumen terkait diatas sering diperbaharui
untuk perbaikan, penambahan atau pengurangan. Perbaikan bisa
dilakukan karena ditemukannya cara kerja yang lebih baik. Penambahan
dilakukan karena adanya ekspansi kegiatan atau perluasan ruang lingkup
kerja. Demikian juga pengurangan dapat saja terjadi karena aktivitas
tertentu tidak ada lagi. Hal yang paling penting sehingga daftar periksa
harus diperbaharui adalah untuk memasukkan proyek atau program-
program perbaikan yang sedang digalakkan dalam organisasi. Misalnya
dalam perusahaan sedang ada proyek Six Sigma, kegiatan audit dapat
membantu memonitor pelaksanaannya dengan memasukkannya dalam
daftar periksa audit. Sangat lucu dan tak berwibawa apabila daftar periksa
kita tidak nyambung dengan aktivitas auditee.
Kedua, masih berhubungan erat dengan yang pertama. Auditor harus
memahami proses kerja di departemen auditee. Kalau pertanyaan auditor
tidak dapat dipahami auditee atau penjelasan auditee tidak dapat dipahami
auditor, itu masih ada logisnya, tetapi sangat keterlaluan jika sampai
auditor sendiri tidak memahami apa yang ditanyakannya. Auditor jangan
sampai tidak menguasai permasalahan atau tidak memahami apa yang
ditanyakkannya. Untuk itu sebelum melakukan audit internal auditor
harus mempelajari dengan seksama SOP, IK atau laporan-laporan terkait
departemen yang akan diaudit.
Ketiga, audit internal harus lebih keras daripada audit surveilance. Bila
audit internal lebih lembek dari audit surveillance, dapat dikatakan audit
internal tidak berguna. Salah satu tujuan audit internal adalah sebagai
persiapan audit surveillance. Auditor internal harus dapat memprediksi
arah pertanyaan-pertanyaan auditor surveillance, sehingga ia dapat
menyusun strategi audit agar apa yang diauditnya merupakan hal-hal yang
kemungkinan besar akan diaudit auditor surveillance, ditambah
pertanyaan-pertanyaan yang lebih detail dan mendalam. Sesungguhnya
auditor internal lebih mengetahui kelemahan-kelemahan dalam
organisasinya dan berdasarkan pengetahuan tersebut dapat menyusun
pertanyaan-pertanyaan audit yang lebih tajam. Dengan pertanyaan-
pertanyaan audit yang lebih tajam, kesiapan auditee menghadapi audit
surveillance akan lebih teruji.
Untuk membuat audit internal yang lebih keras, mandalam dan tajam tentu
perlu disiapkan auditor internal yang handal. Auditor kepala atau
penanggung-jawab audit dapat memilih dan melatih auditor yang handal
dengan memberikan pelatihan-pelatihan yang terarah dan terprogram.
Selain teknik audit yang mumpuni, pengetahuan auditor tentang
departemen yang akan diaudit sangat penting. Untuk itu auditor kepala
perlu mengundang kepala departemen atau yang mewakili yang sangat
paham dengan pekerjaan didepartemennya untuk memberikan pelatihan
kepada auditor-auditor internal di organisasi atau perusahaannya.
Kedelapan, auditor internal harus “dibela”. Dalam proses audit tidak jarang
terjadi perbedaan pendapat antara auditor dan auditee. Auditor
menetapkan suatu temuan tetapi auditee tidak mau menerima, akhirnya
terjadi kebuntuan dan auditee tidak mau menandatangani NCR.
Permasalahan ini harus diselesaikan auditor kepala. Dalam memutuskan
apakah permasalahan yang ditemukan merupakan suatu temuan atau
tidak, auditor kepala harus mempertimbangkan dengan seksama dengan
memahami duduk persoalan dengan sebenar-benarnya. Hanya jika pada
masalah yang dijadikan temuan oleh auditor sama sekali tidak ada hal yang
dapat diperbaiki lagi, temuan tersebut boleh dibatalkan. Kalau masih ada
celah untuk meloloskan permasalahan sebagai temuan, maka harus
dijadikan temuan. Ini sangat penting agar tidak ada keraguan bagi auditor
dalam melakukan audit.