LAPORAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH REKAYASA PROSES AGROINDUSTRI
Oleh
NAMA : Linda Puspita Sari
NIM : 161710301005
1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari praktikum ini adalah sebagai
berikut:
Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan biasanya
digunakan untuk menggoreng bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai
pengantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan.
Minyak dan lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan
dengan karbohidrat dan protein (Ketaren, 2005). Minyak merupakan golongan
lipida sederhana yang berwujud cair pada suhu kamar (250C). Minyak adalah
trigliserida, yaitu hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam
lemak yang membentuk satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak
yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air. Pada umumnya
trigliserida alam mengandung lebih dari satu jenis asam lemak. Reaksi hidrolisis
trigliseridadapat digambarkan sebagai berikut:
Minyak goreng mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yaitu, pada sifat fisik
terdapat warna yang terdiri dari 2 golongan pertama yaitu zat warna alamiah, yang
secara alamiah terdapat bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak
bersama minyak pada proses ekstraksi. Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil
degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi
terhadap tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk
membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi
pada minyak tidak jenuh. Flavor pada minyak atau lemak selain terdapat secara
alami, juga terjadi karena dari pembentukan asam-asam yang berantai sangat
pendek sebagai hasil penguraian dari kerusakan minyak atau lemak, akan tetapi
umumnya flavor ini disebabkan oleh komponen bukan minyak, sebagai contoh
bau khas dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya betaionone,
sedangkan bau khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonyl methylketon.
Minyak tidak dapat larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil), dan minyak
sedikit larut dalam alkohol etil eter, karbon disulfide dan pelarut-pelarut halogen.
Pada sifat kimia minyak goreng terdapat reaksi hidrolisa dimana dalam
reaksi ini minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan glisero. Reaksi
hidrolisa yang dapat menyebabkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena
terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut. Pada proses oksidasi terjadi
kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan
mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak.Terjadi proses hidrogenasi
untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.
Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam lemak dari trigliserida dalam
bentuk ester yang mengakibatkan bau tidak enak dan dapat diukur dengan rantai
panjang yang bersifat tidak menguap (Morton dan Varela, 1988).
Sebagian besar lemak dalam makanan (termasuk minyak goreng)
berbentuk trigliserida. Jika terurai, trigliserida akan berubah menjadi satu molekul
gliserol dan tiga molekul asam lemak bebas. Semakin banyak trigliserida yang
terurai semakin banyak asam lemak bebas yang dihasilkan (Morton dan Varela.
1988), pada proses oksidasi lebih lanjut, asam lemak bebas ini akan menyebabkan
lemak atau minyak menjadi bau tengik (Ketaren,1986). Biasanya untuk
menghilangkan atau memperlambat oksidasi 7 yang menyebabkan bau tengik ini,
minyak goreng ditambah dengan vitamin A, C, D atau E (Luciana, 2005). Standar
mutu minyak goreng dapat dilihat di Tabel 1.
Deep fat frying merupakan proses dimana makanan dimasak dengan cara
direndam dalam minyak nabati atau lemak dipanaskan di atas titik didih air.
Proses ini dilakukan secara tradisional dalam kondisi atmosfer dan suhu
penggorengan biasanya mendekati 1800C (Dobraszczyk.2006). Selama proses
penggorengan, minyak akan mengalami pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan
akan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan alam sifat fisiko kimia
minyak sehingga akan berpengaruh terhadap mutu bahan makanan yang digoreng.
Proses penggorengan ini akan menghasilkan bahan pangan yang digoreng matang
secara merata, serta warnanya cenderung seragam. Sedangkan berdasarkan
kondisi prosesnya, penggorengan dapat dilakukan pada kondisi tekanan atmosfer,
bertekanan lebih tinggi dari tekanan atmosfer, dan pada kondisi vakum. Kondisi
proses tersebut akan mempengaruhi suhu proses penggorengan yang terjadi, dan
juga mutu produk gorengan yang dihasilkan (Muchtadi.2008).
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan minyak
a. Penyerapan Bau
b. Hidrolisis
Dengan adanya air, dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak.
Reaksi ini dipercepat oleh asam basa, enzim-enzim. Dalam teknologi makanan,
hidrolisis oleh enzim lipase sangat penting karena enzim tersebut terdapat pada
semua jaringan yang mengandung minyak. Dengan adanya lipase, lemak akan
diuraikan sehingga kadar asam lemak bebas lebih dari 10%. Hidrolisis sangat
mudah terjadi dalam lemak dengan asam lemak rendah (lebih kecil dari C14)
seperti pada mentega, minyak kelapa sawit, dan minyak kelapa. Hidrolisis sangat
menurunkan mutu minyak goreng. Minyak yang terhidrolisis, smoke point-nya
menurun, bahan-bahan menjadi coklat dan lebih banyak menyerap minyak.
c. Oksidasi Dan Ketengikan
Kerusakan minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang
disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh autooksidasi radikal asam
lemak tidak jenuh dalam lemak. Autooksidasi dimulai dengan pembentukan
radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang mempercepat
reaksi seperti cahaya, panas, peroksida (Winarno, 2004).
5. Kepraktisan
Produk yang digoreng dapat dengan mudah direkonstitusi atau
dengan dipanaskan kembali dalam penggorengan, microwave atau oven.
6. Blanching
Suhu yang terdapat pada proses penggorengan (biasanya lebih dari
1770 C) akan memblanching produk. Blanching digunakan untuk
menginaktifkan enzim, menurunkan gas antar sel, mengurangi volume,
dan mematikan sejumlah mikroorganisme.
7. Inaktivasi mikroorganisme patogen
Suhu penggorengan akan mematikan mikroba dan beberapa proses
penggorengan telah dirancang untuk dapat mematikan mikroba
patogen.USDA telah membuat aturan bahwa pada penggorengan daging
burger, suhu bagian dalam produk harus mencapai 710 C untuk
memastikan bahwa patogen E.coli telah inaktif (Fellows.2000).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1.1 Bahan
1. Ubi Kopong
2. Minyak Goreng
3.1.2 Alat
1. Wajan
2. Serok
3. Sutil
4. Gelas Ukur
5. Beaker Glass
6. Jangka Sorong
7. Penggaris
8. Baskom
9. Kompor
10. Tabung Reaksi
11. Rak Tabung Reaksi
12. Bola
13. Benang
14. Label
15. Gas
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 Skema Kerja
Diambil @ 10 ml (kontrol)
Dipanaskan
Penirisan
PERLAKUAN
BAHAN PARAMETER
P2 P4 P6
Ubi Kopong +++++ +++ +
Warna
Roti Goreng ++ +++ +
Keterangan : Semakin + Semakin Cerah
PERLAKUAN
BAHAN PARAMETER
P0 P2 P4 P6
Ubi
+++++ ++++ +++ ++
Kopong
Warna Minyak
Roti
++++ +++ ++ +
Goreng
Keterangan : Semakin + Semakin Jernih
PERLAKUAN
BAHAN PARAMETER
P0 P2 P4 P6
Ubi
03,69 01,51 01,96 0,85
Kopong Viskositas
Roti Minyak
5 1,9 1,2 1,1
Goreng
4.2 Hasil Perhitungan
PERLAKUAN
BAHAN PARAMETER VOLUME
P2 P4 P6
Vol.Awal 11,07 12,08 12,74
Ubi Kopong
Daya Kembang Vol.Akhir 22,60 21,34 24,73
Vol.Awal 74,86 58,60 60,22
Roti Goreng
Vol.Akhir 88,98 61,64 72,65
Minyak yang
BAHAN Minyak Awal Sisa Minyak Terserap Dalam
Bahan
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
Untuk praktikan seharusnya datang lebih awal sehingga pada saat prestest
bisa selesai bersama-sama dan tepat waktu. Untuk para asisten kalau para
praktikan ramai dalam laboratorium mohon diberi tau agar tidak mengganggu
praktikan lain yang belum mendapat giliran untuk praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Dobraszczyk. 2005. Baking, extrusion, and frying. In: Brennan, James G. (ed).
Food Processing Handbook (2006). Wiley-VCH Verlag GmbH & Co.
KGaA.
Koswara. 2009. Uji Kadar Lemak Tanaman Kelapa dengan Metode Sokletasi.
Makasar: Universitas Hasanuddin.
Morton. I.D., 1988. Frying Food. Principles, Changes, New Approach. Ellis
Horwood and VCH Verlaggeselscaft mbH, Weinheim, Federal Republik of
Germany.
Muchtadi. 2008. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. 3rd ed. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.
Richana dan Lestina. 2003. Produksi Xilanase untuk Biokonversi Limbah Biji
Kedelai. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Rorong.2008. Sintesis Metil Ester Asam Lemak Dari Minyak Kelapa Hasil
Pemanasan.Manado: Jurusan Kimia fakultas MIPA Unsrat.
Winarno FG. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Jakarta : Balai
Pustaka.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yuniarto, Kurniawa 2010. Penentuan Laju Kerusakan Minyak dan Bawang Putih
Kering Dalam Operasi Penggorengan Hampa (Tinjauan Aspek Teknis).
Mataram: Jurnal Teknologi Pertanian 11 (2) : 101- 108.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
=11,07 cm3
2. Penggorengan 4
4
Volume = 3 𝜋𝑟 3
4
= 3 (3,14)(1,725)3
=12,08 cm3
3. Penggorengan 6
3
Volume = 𝜋𝑟 3
3
4
= 3 (3,14)(1,765)3
=12,74 cm3
b. Akhir
1. Penggorengan 2
4
Volume = 3 𝜋𝑟 3
4
= 3 (3,14)(2,125)3
=22,60 cm3
2. Penggorengan 4
4
Volume = 3 𝜋𝑟 3
4
= 3 (3,14)(2,085)3
= 21,34 cm3
3. Penggorengan 6
4
Volume = 3 𝜋𝑟 3
4
= 3 (3,14)(2,19)3
=24,73 cm3
= 74,86 cm3
2. Penggorengan 4
4
Volume = 3 𝜋𝑟 3
4
= 3 (3,14)(2,41)3
= 58, 60 cm3
3. Penggorengan 6
4
Volume = 3 𝜋𝑟 3
4
= 3 (3,14)(2,432)3
= 60,22 cm3
b. Akhir
1. Penggorengan 2
4
Volume = 𝜋𝑟 3
3
4
= 3 (3,14)(2,77)3
= 88,98 cm3
2. Penggorengan 4
4
Volume = 3 𝜋𝑟 3
4
= 3 (3,14)(2,046)3
= 61,64 cm3
3. Penggorengan 6
4
Volume = 3 𝜋𝑟 3
4
= 3 (3,14)(2,589)3
=72,65 cm3