Anda di halaman 1dari 14

Analisis Gejala Sosial Dalam Film Pk (Peekay)

diposting oleh albertus dino September 30, 2017

I. Pendahuluan

Fenomena yang terjadi dalam masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari perilaku yang ada dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan gejala sosial yang
merupakan fenomena yang terjadi berdasarkan sikap dan perilaku anggota
masyarakat yang ada. Gejala-gejala yang terjadi dalam masyarakat pada
umumnya terjadi secara spontan dan pada umumnya dapat menimbulkan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat baik yang mengarah pada
perubahan yang positif maupun perubahan yang negatif.

Dalam artian bahwa sebuah transformasi yang terjadi dalam strukur masyarakat
merupakan proses perkembangan unsur sosio-budaya dari waktu ke waktu yang
dapat membawa perbedaan yang berarti dalam stuktur dan fungsi
masyarakat.[1]Salah satu gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat adalah
masalah atau fenomena mengenai agama seperti yang dikisahkan dalam “Film
PK”.

Agama memang bisa dipahami baik secara teologis maupun secara sosiologis.
Secara teologis agama sebagai sebuah institusi harus dipahami dalam kaitan
dengan Wahyu Allah yang mendasari keberadaannya. Sementara itu, secara
sosiologis agama dipahami sebagai sebuah eksteriorisasi manusia.[2] Untuk
memahami agama secara komprehensif, kedua pendekatan seharusnya saling
melengkapi. Meskipun keduanya bisa dibedakan, keduanya tidak terpisahkan.
Adanya dua dimensi dalam agama itu yang sebenarnya bisa memberi peran khas
pada agama dalam pola hubungannya dengan kebudayaan.
Dalam menulis paper ini, kelompok merujuk pada sumber utama yaitu “Film PK”.
Kelompok melihat bahwa pokok atau topik ini sangat menarik untuk dikaji
karena mampu memberikan pemahaman serta refleksi yang baru tentang
bagaimana menghayati kehidupan beragama dan relasi dengan agama lain. Oleh
karena itu, kelompok akan menganalisis Film PK untuk melihat gejala sosial yang
terjadi di dalamnya. Tulisan ini juga bertujuan untuk memenuhi
Ujian Akhir Semester mata kuliah “Sosisologi Agama” sekaligus
menambah pengetahuan baru atau cakrawala berpikir bagi kelompok untuk
memahami dan menghormati agama yang ada di sekitar.

II. Sinopsis film PK

Peekay merupakan film India yang dirilis pada akhir tahun 2014, bercerita tentang
seorang alien yang diperankan oleh artis Aamir Khan. Dia berkunjung ke bumi
dalam misi mempelajari kebudayaan manusia dan mendadak terdampar di wilayah
Rajahstan, India tepatnya kota Mandawa. Ketika pertama kali menginjakkan
kakinya di bumi, alien tersebut (PK) langsung kebingungan melihat keadaan serta
aktivitas manusia. Tetapi malangnya, kalung yang menjadi senjata remote control
untuk bisa kembali ke planetnya berhasil dicuri oleh manusia yang pertama dia
lihat di bumi. PK menjadi panik dan berusaha mencari kalungnya tersebut.

Ketika pada suatu hari, dia bertemu dengan saudagar kaya yang bernama Bhairon
Singh yang kemudian menjadi saudaranya. Bhairon Singh menemukan hal yang
aneh pada PK karena dia memegang tangan orang tanpa komunikasi. Melihat
perilaku PK yang sangat aneh ini, Bhairon berpikir PK menginginkan gadis-gadis.
Karena itu Bhairon membawa ke tempat prostitusi. Ketika sampai di tempat
Prostitusi, ia hanya memegang tangan PSK selama 6 jam untuk menyerap ilmu
pengetahuan dan bahasa yang ada pada diri PSK. Dengan tindakan tersebut PK
bisa berbicara dan kembali bertemu dengan Bhairon Singh. Ia menjelaskan
tujuannya dan apa yang dicari di bumi kepada Bhairon Singh. Ia menjelaskan
bahwa kalungnya telah dicuri orang dan dia sangat membutuhkan kalung tersebut
untuk bisa kembali lagi ke planetnya. mendengar itu, Bhairon Singh menyarankan
dia untuk mencarinya di Dehli.

Sedangkan ditempat lain (Brussels, Belgia) seorang jurnalis bernama Jaggu yang
sedang melakukan liputan di Eropa, dia bersiap-siap untuk menyaksikan
pertunjukkan artis favoritnya. Ketika Jaggu berada di depan gedung pertunjukan
itu, dia bertemu Sarfaraz (Sushant Singh) seorang mahasiswa arsitektur yang juga
sedang bekerja di Brussels. Singkat cerita, mereka berdua lalu saling mencintai
satu sama lain. Tetapi identitas mereka menjadi penghalang karena masalah
perbedaan agama dan negara. Jaggu berasal dari keluarga India penganut Hindu
fanatik sedangkan Sarfaraz, seorang Muslim taat yang berasal dari Pakistan.
Keduanya pun lalu berpisah untuk waktu yang cukup lama.

Sementara itu PK memutuskan untuk mencari kalungnya di Delhi, dalam


pencarian kalung tersebut, banyak orang yang mengira ia sedang mabuk sehingga
ia dijuluki Peekay (Pemabuk). Di Delhi dia bertemu dengan Jaggu seorang wanita
jurnalis di sebuah stasiun televisi. Jaggu tertarik dengan Peekay karena tingkahnya
begitu aneh. Peekay mencari Tuhan melalui selebaran brosur. Tingkah anehnya
ini membuat orang-orang menyebutnya Peekay yang berarti mabuk dalam bahasa
India. Ternyata dalam perncarian kalungnya Peekay selalu bertanya kepada
manusia yang ada di sekitarnya, di mana kalungnya berada.

Namun manusia tidak ada yang tahu, dan kebanyakan dari mereka menyarankan
supaya PK langsung bertanya kepada Tuhan, “kenapa kamu tidak tanyakan saja
kepada Tuhan?” Banyak sekali ia mendengar kata Tuhan setiap kali ia bertanya
kepada manusia. Ia pun memutuskan untuk mencari Tuhan dan bertanya kepada
Tuhan di mana kalung remote control-nya. Dalam pencarian Tuhan, Peekay sudah
begitu banyak melakukan ritual-ritual keagamaan. Dia pergi ke Kuil, Gereja dan
Masjid tetapi dia benar-benar bingung karena masing-masing agama itu memiliki
cara yang berbeda untuk ibadah dan aturan yang berbeda. Dalam proses pencarian
Tuhan, PK tidak menemukan apa-apa. Karena itu dia mulai membagi-bagikan
pamflet untuk mencari Tuhan. Dalam proses pencariannya itu, Pk bertemu dengan
Jaggu, seorang reporter TV dan Jaggu melihat sesuatu yang aneh pada PK maka
Jaggu mengikutinya ke ruangan terkunci untuk meminta informasi tentang
dirinya.

Selanjutnya, Juggu terkejut mendengar bahwa Remote control PK sekarang ada


ditangan Sadhu Tapasvi ji (Saurabh Shukla). Jaggu bertekad untuk mendapatkan
kembali remote control tersebut kepada PK. Oleh karena itu Jaggu menggunakan
konsep PK tentang “nomor yang salah.” Jaggu berusaha meyakinkan atasanya,
Boman Irani untuk memproduksi sebuah acara mengadu domba PK terhadap
Tapasvi. Sementara PK telah jatuh cinta dengan Jaggu tetapi tidak bisa
mengatakan itu ketika ia mengetahui Jaggu patah hati, memikirkan pacarnya,
Sarfaraz (Sushant Singh Rajput), yang bertemu dengannya ketika masih menjadi
mahasiswa di Belgia.

Sementara itu, Bhairon menangkap pencuri yang mencuri Remote control PK dan
membawa dia ke Delhi, tetapi keduanya binasa dalam ledakan bom teroris yang
meninggalkan PK terguncang. Dalam acara TV nanti, Tapasvi Ji menantang PK
untuk mengatakan kebenaran cerita Sarfaraz dan mengambil kembali remote
control-nya. PK mengungkapkan bagaimana sebuah surat yang salah (dan
perbedaan beragama) memisahkan Sarfaraz dan Jaggu. Selanjutnya Jaggu dan
Sarfaraz didamaikan setelah PK menang mendapatkan remotenya kembali.
Di akhir ceritanya, PK didampingi oleh Jaggu ke padang pasir di mana ia
menyebutnya sebagai ruang angkasanya. Ketika PK kembali ke planetnya, Jaggu
mengetahui bahwa ternyata PK mencintainya melalui kaset translator yang berisi
hanya suara dari Jaggu. Akhirnya PK belajar juga dari manusia untuk berbohong.
Bahwa kenyataanya, walaupun dia juga mencintai perempuan tersebut. PK juga
harus berkorban demi hidup Jaggu dan pacarnya Sarfaraz.

III. Perjumpaan PK dengan Praktek dan Ritual Keagamaan di Masyarakat


India

Kehadiran PK dalam tatanan kehidupan masyarakat India menciptakan suatu


dinamika gejala sosial. PK sebagai orang asing yang datang dari planet lain
bertemu dengan manusia dengan segala macam aspek kehidupannya, membuat
PK bertanya-tanya dan merasa asing dengan semua itu. PK yang hanya dibekali
dengan sebuah remote control yang berbentuk kalung sebagai penghubung untuk
memanggil pesawat luar angkasa untuk bisa kembali ke planetnya. Ketika PK
baru mendarat di bumi, tiba-tiba kalung remote control-nya dicuri oleh seorang
manusia dan dibawa lari entah ke mana. PK pun menjadi panik karena tanpa
benda itu, dia tidak bisa pulang kembali ke planetnya. Maka dia pun melakukan
perjalanan untuk mendapatkan kembali remote control tersebut.

Dalam perjalanan mencari remote control tersebut, PK bertemu dengan banyak


hal tentang kehidupan manusia di bumi. Mulai dari cara pakaian, cara bertransaksi
dengan uang, bahasa manusia, agama dan ritualnya yang berbeda-beda, dan
sebagainya. Keadaan yang beragam itu membuat PK menjadi bingung dan
frustasi. Dia mengalami suatu situasi yang sangat berbeda dari kehidupannya.
Dengan kesadaran itu, PK mulai belajar mengikuti cara orang berpakaian,
mengenali cara manusia hidup dan berinteraksi (dalam hal ini orang India),
sampai akhirnya dia bisa memahami bahasa orang India dan bisa berkomunikasi
dalam bahasa itu. Ketika dia bertemu dengan seorang saudagar, di sebuah desa,
dan berkat bantuan orang tersebut, PK mendapat informasi bahwa remote control
yang sedang dicarinya kemungkinan bisa ditemukan di Delhi. Dengan informasi
itu, dia berangkat ke Dehli. Ketika sampai di sana, PK menjadi bingung untuk
mencari remote control itu karena kota Dehli terlalu besar.

Dia pun mulai bertanya kepada orang-orang yang ada di sana tentang bagaimana
cara mendapatkan remote control tersebut. Jawaban yang diberikan orang-orang
itu hampir sama bahwa hanya Tuhan yang tahu keberadaan remote control itu, dan
hanya Tuhan yang bisa membantu untuk menemukan benda tersebut. Dengan
jawaban orang-orang tersebut, PK mulai mencari di mana Tuhan, siapakah Tuhan
itu? dan bagaimana caranya supaya bisa bertemu dengan Tuhan agar remote
control tersebut bisa ditemukan kembali.
PK mulai masuk ke tempat ibadah agama-agama di India dan mengikuti berbagai
macam ritual keagamaan dari masing-masing agama itu. Dia sering kali
menyaksikan “mobil bergoyang,” dan berbagai macam ritual keagamaan yang
berbeda-beda dengan memiliki tuhannya masing-masing. Dalam kebingungannya
mencari Tuhan, PK sering kali melakukan tindakan yang aneh di mata manusia.
Tindakan PK yang aneh itu misalnya ketika PK mengambil kembali uang yang
telah dimasukkannya ke dalam kotak donasi di sebuah tempat ibadah dan
kemudian PK diteriaki sebagai pencuri. Di tempat lain ia membawa dua botol
anggur ke Masjid setelah mengetahui dari penganut agama Katolik kalau anggur
merupakan persembahan kepada Tuhan. Tentu saja orang Islam yang melihat
perilaku PK membawa anggur ke masjid menjadi marah dan mengejarnya.

Kehadiran PK membongkar pemikiran manusia tentang Tuhan melalui


pertanyaan-pertanyaan yang sederhana dan logis. Kerinduan PK, untuk bertemu
dengan Tuhan dan mendapat kembali remote control itu, mendorong dia untuk
mengikuti berbagai macam ritual keagamaan. Tetapi kerinduannya untuk bertemu
Tuhan tidak terpenuhi. Pencariannya berakhir pada perdebatan dengan seorang
pemuka agama Hindu, Tapasvi Maharaj. Berkat Bantuan Jaggu, PK bisa
mempertanyakan kepercayaan agama dan mengkritik Tapasvi, tokoh agama yang
sangat disegani oleh masyarakat karena dianggap memiliki kebijaksanaan dan
pemahaman agama yang sangat tinggi. Bahkan Tapasvi dihormati seperti manusia
setengah dewa.

PK menentang pemikiran Tapasvi dan menganggap bahwa pemahaman tentang


Tuhan yang dipercayai manusia selama ini sering kali salah. Misalnya pandangan
mengenai agama yang dipercaya seseorang hanya dilihat dari penampilan
pakaiannya saja. Hal ini sangat nampak ketika PK membawa empat pemuka
agama yang tidak memakai pakaian identitas agama mereka kepada Tapasvi.
Dengan mudah Tapasvi menyebut keyakinan dari orang-orang tersebut hanya
berdasarkan pakaian. Tentu saja jawaban dari Tapaszi salah, karena keempat
orang itu menggunakan pakaian yang sama sekali tidak menunjukkan agama yang
mereka percaya. Di sinilah terjadi perdebatan yang menjadi puncak pencarian
Tuhan yang dilakukan PK. Dari perdebatan ini, PK menyimpulkan bahwa Tuhan
itu ada dua. Pertama, Tuhan yang menciptakan manusia dan kedua, Tuhan yang
diciptakan oleh manusia. Sosok Tuhan yang menciptakan manusia ini tidak
pernah diketahui oleh siapapun. Sementara Tuhan yang diciptakan oleh manusia
adalah sosoknya sama seperti manusia. Kadang menipu, suka berbohong dan
menakut-nakuti sesamanya untuk kepentingan tertentu.

IV. Gejala Sosial dalam Film PK (Peekay)


Manusia adalah makluk yang bertanya. Apa pun yang berhadapan dengannya
dipertanyakannya. Karena ia membutuhkan pengetahuan dan hanya dengan
mengetahui manusia dapat bertindak.[3] Keinginan untuk mengetahui tersebut
membawa manusia pada pengetahuan yang benar. Film PK menceritakan seorang
alien (PK) yang selalu bertanya siapakah dan dimanakah Tuhan? Sekaligus
mempertanyakan kebenaran dari setiap perilaku, gaya hidup dan praktik
keagamaan dalam setiap agama. Tindakan-tindakan dari agama-agama itu
mendorong PK menemukan Tuhan yang berbagai macam. dari setiap agama itu,
masing-masing mengklaim bahwa agama mereka yang benar. Berikut akan
ditunjukkan beberapa gejala sosial khusunya dalam hubungan dengan petualangan
PK mencari remote control-nya.

4.1 Praktik Keagamaan

Dari kebingungan PK kita dapat menangkap sebuah gejala yang sekaligus menjadi
kritikan PK terhadap agama-agama. Setiap agama mengklaim diri sebagai yang
benar dan yang lain adalah sesat. Kelompok beragama sering menjadi penghalang
bagi orang lain untuk berjumpa dengan tuhan. Gejala sosial ini misalnya tampak
ketika PK masuk ke sebuah Gereja, Ia diusir oleh orang Gereja ketika melihat dia
membawa air kelapa untuk dipersembahan kepada Tuhan. Selanjutnya fakta
perbedaaan itu nampak pada setiap agama yang belum siap untuk hidup
berdampingan dan menerima satu sama lain. Orang beragama tampil sebagai
penghalang dan penutup jalan bagi setiap orang bertobat dan kembali kepada
Tuhan. Kebingungan PK menjelaskan sangat gamblang gejala sosial yang dimiliki
orang beragama yaitu sikap eksklusif, fanatik sehingga nama, pakaian, ritual
menjadi sebuah masalah dan menjadi sebuah identitas yang tidak boleh ditiru oleh
penganut agama lain.

Kehidupan sosial dalam film tersebut menampilkan suasana dan prilaku manusia
beragama yang selalu mengadakan ritual untuk memenuhi tanggung jawab
keagamaannya. Mereka setiap hari selalu berbondong-bondong ke rumah ibadat
untuk mengadakan ritual keagamaan, memberikan persembahan dan sajian di
rumah ibadat. Dalam melakukan upacara ritual tersebut, mereka bekerjasama
sehingga muncul rasa kebersamaan yang saling mengikat satu sama lain di dalam
kelompok agama tersebut. Dengan kesamaan identitas sebagai satu kelompok
agama, mereka semakin menyadari ikatan di antara satu dengan yang lain dan
melihat terdapat saling kesalingtergantungan di antara yang satu dengan yang lain.

4.2 Klaim kebenaran


Merenungkan pesan moral dari film ini, kami (kelompok IX) membenarkan
pemikiran Feuerbach bahwa agama adalah proyeksi manusia.
Suatu kecendrungan yang dimiliki orang beragama adalah mereka
memproyeksikan sifat manusiawi mereka pada Tuhan. Agama menjadi cerminan
dari sikap dan perilaku dari para pemuka agama, pemarah, pencemburuh,
pembohong, suka di puji dan yang menginginkan banyak hal kemudian seakan itu
semua adalah sifat yang dimiliki Tuhan.

Masyarakat yang dijumpai PK dalam Film menampilkan kehidupan yang selalu


terarah pada kebenaran tertentu. Kebenaran tersebut direpresentasikan lewat
agama yang ada. Ada begitu banyak agama yang ada. Mereka yakin bahwa
dengan mengikuti agama tersebut, makna hidup akan dapat dicapai. Dengan kata
lain, situasi sosial yang tercermin di dalam kehidupan masyarakat yang dijumpai
PK adalah sebuah kondisi pencarian kebenaran terkait dengan hidup dari
masyarakat itu sendiri.

4.3 Pluralitas agama

Suatu hal yang tak dapat dipungkiri bahwa setiap agama mempunyai ritual dan
penghayatan yang berbeda-beda. Keragaman tersebut tentu adalah sebuah
kewajaran. Namun menjadi tidak wajar pada saat ungkapan penghayatan tersebut
dilakukan secara tidak masuk akal. Gejala tersebut tampak misalnya penyiksaan
diri dan puasa. Penghayat ini memiliki tujuan yang bervariasi. Ada yang puasa
bermaksud empati dan solider dengan orang yang menderita mencari makanan.
Namun apakah dengan demikian orang lain yang menjadi objek dari penghayatan
tersebut dengan sendirinya kenyang dan bahagia karena mereka puasa dan
menyiksa diri.

Masyarakat terorganisir dalam kelompok keagamaan tertentu. Masing-masing


agama memiliki keyakinan tersendiri terhadap suatu kebenaran tertinggi yang
dipercaya sebagai sumber kehidupan mereka. Sebagai manifestasi dari keyakinan
mereka, lahirnya kebudayaan yang bervariasi, mulai dari gaya hidup, cara
berpakaian, warna pakaian yang mencerminkan identitas diri dan kelompok sosial.
Masing-masing di antara agama tersebut memiliki karakter tersendiri terkait
dengan Tuhan yang mereka percaya. Bentuk Tuhan yang dipercayai itupun
digambarkan dalam gambaran visual yang dibuat oleh manusia sesuai dengan
bayangan mereka terhadap Tuhan yang mereka yakini. Dalam hal ini, Tuhan
sebagai Yang Tertinggi itu seringkali direduksi dalam gambaran ciptaan manusia.
Masing-masing dari antara mereka yakin bahwa gambaran Tuhan yang mereka
ciptakan itu adalah benar adanya. Dengan kata lain kebenaran tentang Tuhan
sangat bervariasi tergantung dari kepercayaan dan keyakinan dari setiap agama.
4.4 Praktek Daya Tipu Penguasa Agama

Film tersebut juga menampilkan praktek kekuasaan. Praktek kekuasaan ini


dilakukan oleh para pemuka agama. Banyak pemuka agama menganggap diri
dihormati orang dan mereka dipercaya dapat mengantarkan umatnya kepada Yang
Tertinggi sebagai sumber kehidupan. Mereka justru memanfaatkan kesempatan
dan kepercayaan tersebut untuk menguasai para pengikutnya. Dengan tawaran
keselamatan yang mereka wartakan kepada para pengikutnya, mereka
mengumpulkan segala harta dari para pengikutnya untuk memperkaya diri sendiri.
Banyak para pengikut yang ditipu dengan hal-hal palsu dari para pemuka agama.
Mereka melakukan banyak korban persembahahan mulai dari harta kekayaan,
sampai pada pengorbanan fisik hanya untuk mengikuti perintah-perintah
agamanya sebagai jalan untuk sampai pada Tuhan.

V. Beberapa Perspektif Sosiologi

5.1 Karl Marx

Gejala sosial dalam film PK juga dapat ditinjau dari perspektif Marx terhadap
agama bahwa agama adalah candu bagi manusia.[4] Hal tersebut dapat dilihat
dalam kehidupan manusia beragama di dalam film PK. Mereka dikelabui oleh
tawaran-tawaran ilusi dari agama. Kesadaran mereka dirusak oleh iming-iming
dari agama. Oleh karena alasan agama, mereka tidak menghargai hidup di sini, di
dunia ini. Hal ini terlihat jelas dalam praktek ritual keagamaan yang menyiksa diri
seperti berpuasa, dan memukul atau melukai tubuh. Mereka rela menderita
berguling-guling di tanah hanya demi kebenaran yang bagi Marx hanya bersifat
ilusi. Mereka rela mengorbankan kehidupan duniawi dan rela menderita hanya
demi kebahagian di luar kehidupan duniawi. Hal ini kemudian melegahkan hati
para penguasa agama. Dengan membaca situasi dan pemahaman agama dari para
pengikutnya, para penguasa agama memanfaatkan para pengikutnya untuk tujuan
kejayaan mereka. Dengan tawaran yang menarik perhatian para pengikutnya,
mereka melakukan berbagai tipu daya untuk menguras kehidupan masyarakat.

5.2 Emile Durkheim

Gejala sosial terkait dengan rasa kesamaan identitas sebagai satu kelompok agama
dalam kehidupan keagamaan pada film tersebut juga diafirmasi oleh Durkheim.
Rasa kesamaan identitas yang melahirkan kesadaran kolektif untuk mencapai
tujuan yang sama melalui jalan yang sama. Dalam agama yang dianut oleh
penganut agama di atas telah melahirkan suatu rasa kesalingtergantungan di antara
sesama yang oleh Durkheim disebut sebagai kesadaran kolektif (collective
conciousness).[5]Dengan cita-cita dan keyakinan yang sama, masyarakat semakin
membentuk suatu kesatuan yang solid dan solider.

5.3 Greetz

Pandangan Geertz juga dapat membantu memahami gejala sosial keagamaan


dalam film tersebut. Pengertian Geertz terkait dengan agama sebagai wadah untuk
menetapkan makna hidup bagi umat manusia.[6]Nampak terjadi juga pada
masyarakat dalam film PK. Dengan masuk dalam suatu komunitas agama tertentu,
mereka memilki jalan kehidupan serta mampu menghayati kehidupan dengan
keyakinan dari agama yang dianut untuk sampai pada tujuan akhir hidupnya.
Agama memberikan suatu horizon kepada para pengikutnya untuk memahami arti
kehidupan mereka.

5.4 P. Berger

Teropong Berger juga dapat dipakai untuk mengamati dan mengangkat persoalan
gejala sosial yang ada dalam film PK. Berger berpendapat bahwa agama
merupakan sebuah bentuk hasil kebudayaan yang dapat membantu mengarahkan
kehidupan masyarakat pada kebaikan dan keharmonisan. Agama bagi Berger
adalah sumber prinsip, hukum (nomos) yang mampu mengarahkan dan
mengorganisir umat manusia untuk dapat sampai pada cita-cita hidupnya.[7] Hal
ini juga dialami oleh umat manusia dalam film. Dalam kelompok agamanya,
mereka semakin diarahkan kepada tujuan akhir hidupnya dengan mengikuti
berbagai aturan dan prinsip yang berlaku dari agama yang dianutnya.

VI. Relevansi perspektif sosiologi dengan gejala sosial dalam film PK

Beberapa perspektif teoritis sosiologis sebagaimana telah disebutkan di atas tentu


memilik relevansi dengan gejala sosial keagamaan dalam film PK. Fenomena
keagamaan dalam film menunjukkan berbagai praktek keagamaan yang memiliki
intensinya masing-masing serta mengungkapkan pandangan hidup serta cara
hidup dari manusia itu sendiri. Namun hal tersebut sangatlah sulit apabila dibaca
dan diamati tanpa dengan memakai kaca mata tertentu yang dalam hal ini adalah
teropong teoritis. Teropong teoritis pada intinya membantu untuk membuka dan
mencermati suatu gejala sosial tertentu dalam dunia kehidupan manusia. Hal
tersebut juga berlaku untuk beberapa teori yang dipakai dalam menelisik gejala
sosial keagamaan dalam konteks film PK. Dengan menggunakan dan
memanfaatkan kaca mata teoritis, berbagai gejala sosial keagamaan dalam
kehidupan sosial menjadi semakin transparan dan dengan demikian dapat
membantu setiap orang dengan mudah memahami dan mengerti dengan baik
terkait berbagai gejala sosial keagamaan yang ada.

Filim PK hadir dan coba memberi kritikan terhadap praktek kegamaan dalam
masyarakat. Film ini sarat dengan kritikan tajam terhadap ritual keagamaan yang
dipraktekkan dalam suatu kelompok tertentu. Kritikan-kritikan tersebut
mempunyai kebenaran berkaitan dengan praktek keagamaan. Salah satu
kebenaran yang coba diungkapkan dalam film ini mengenai agama yang
disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan. Agama
dijadikan lahan bisnis untuk mengumpulkan uang yang sebanyk-
banyaknya. Dalam analisis ini, ada bebrapa gejala sosial dalam film yang
memiliki relevansi dengan teori-teori sosiologi agama.

Dalam gagasannya, Karl Max melihat agama sebagai sebuah alienasi, agama
dilihat sebagai sebuah ciptaan manusia sendiri atau hasil proyeksi dari manusia.
Manusia menciptakan Allah dan bukan Allah yang menciptakan manusia. “Bukan
Allah yang menciptakan manusia menurut gambarNya tetapi manusialah yang
menciptakan Allah menurut gambaran atau bayangannya.”[8] Dalam salah satu
adengan film, PK mengatakan bahwa agama sebenarnya buatan pemimpin agama
sebagai sarana untuk memperoleh keuntungan dari para pengikutnya. Keyakinan
itu misalnya gambar atau patung yang dihormati oleh anggota keagamaan. Ia
sangat heran bahwa Tuhan orang beragama bisa dibuat dalam bentuk patung. Ia
semakin heran bahwa Permohonan dapat dibayar dengan uang dalam berbagai
macam ritual.

Dalam film tersebut, PK menemukan ada dua Tuhan di dunia yakni, Tuahan yang
menciptakan alam semesta dan Tuhan yang dibuat oleh orang tertentu (hasil
proyeksi). Tuhan pencipta alam semesta adalah Tuhan yang penuh misteri
sedangkan Tuhan tiruan adalah Tuhan yang dapat dilindungi dengan maksud
tertentu. Dalam perdebatan dengan salah satu pemimpin agama, PK dengan jelas
mengatakan bahwa seringkali orang membuat “Tuhan tiruan”, maksudnya adalah
orang sering melupakan bahwa Tuhan itu hnya satu. Ia yang menciptakan alam
semesta dan segala isinya. Tuhan pencipta adalah Tuhan yang memberi harapan
kepada umatnya. Ini adalah sebuah makna yang terdalam dari sebuah agama yakni
harapan.

Sebuah agama selalu dikaitkan dengan ritual-ritual keagamaan dalam masyarakat.


Praktek ritual merupakan salah satu aspek penting yang selalu melekat dalam
agama manapun di dunia ini. Uniknya praktek ritual yang dilaksanakan setiap
agama mempunyai perbedaan dan ciri khas masing-masing. Dalam ritual
keagamaan, peran dari anggotanya sangat diharapkan untuk ambil bagian dalam
ritual tersebut. Praktek ritual keagamaan dipelihara dengan baik oleh anggota
kelompok dan dilaksanakan terus-menerus sebagai pengikat persaudaraan dalam
kelompok. hal tersebut dikatakan Durkheim yang melihat ritual sebagai sebuah
praktek untuk mempertahankan solidaritas; “upacara atau ritus berfungsi
mempertahankan solidaritas dan kohesi sosial.”[9] Dalam film tersebut, PK
akhirnya melihat bahwa ritual atau praktek keagamaan itu merupakan sebuah
tindakan yang salah sasaran. Ia tidak menemukan kebenaran dalam ritual
keagamaan yang beraneka ragam itu. Ia mempersoalkan tentang banyaknya ritual
padahal hanya ditujukkan kepada satu Tuhan saja. Ia menyoroti kaum beragama
yang sangat menghormati simbol-simbol. Atau dapat dikatakan bahwa orang lebih
menghormati benda-benda religius dan melupakan Tuhan pencipta.

VII. Tanggapan Kritis

Film PK merupakan film yang penuh dengan persoalan sosiologis


karena memperlihatkan beberapa gejala sosial umat manusia yang begitu luas,
khususnya pada diri setiap manusia beragama. Selain itu, secara sosiologis, film
ini mengungkapkan rasa taksim, kagum dan heran melihat kenyataan kehidupan
manusia di bumi yang begitu beragam, salah satunya tampak dalam bentuk
penghayatan keagamaan. Jika dilihat dari teori sosiologi agama, film ini berupaya
mencari kebenaran akan Tuhan dalam setiap agama. Mempelajari setiap perilaku
dan gaya hidup manusia beragama.

Tetapi dalam usaha tersebut PK sebenarnya telah menemukan Tuhan,


sebagaimana dikatakan Hegel, Tuhan menampakan diri-Nya dalam kesadaran
manusia. Namun dalam rasa heran dan uapaya menemukan Tuhan tersebut, PK
kaget dan bingung sebab setiap agama mempunyai Tuhannya masing-masing dan
setiap agama selalu mengklaim dirinya sebagai yang benar, akibatnya bahan
persembahan pun menjadi persoalan. Inilah salah satu gejala sosial yang
menciptakan kebingungan pada diri PK.

Dalam arti tertentu, PK adalah tokoh yang ditampilkan sebagai orang yang
mencari, yang ingin memiliki pengetahuan mengenai eksistensi Tuhan. Dia tampil
sebagai orang yang mewakili kaum empirisme, yang tidak dengan muda
menerima apa yang diyakini, dipraktikkan dan dipercayakan oleh semua manusia
mengenai Tuhan. Ia hadir sebagai seorang pendobrak dogmatisisme dan menuntut
sebuah pertanggungjawaban dari setiap kelompok agama mengenai Tuhan.
Namun tindakan PK melahirkan sebuah persoalan pada saat kaum beragama
tersebut tidak memberi peluang bagi rasio untuk mempertanyakan imannya.
Dari film ini, kita dapat melihat sebuah relevansi dengan hidup keagamaan khusus
dalam konteks Indonesia. Relevansi tersebut nampak kalau kita mencoba
membandingkan gejala sosial yang terdapat dalam tindakan PK khusus dalam
hubungannya dengan agama, tidak memiliki perbedaan yang begitu kelihatan
dengan kelompok keagamaan di Indonesia. Dari agama Kristen misalnya
ada orang tertentu yang menilai Ahmadya sesat. Masalah ini persis ketika PK
pergi ke sebuah Masjid membawa angur untuk Tuhan. Ketika umat muslim
melihatnya maka mereka semua mengejarnya.

Tindakan tersebut secara ekspilisit menunjukkan suatu bentuk sikap


intoleransi dan sikap merasa diri benar. Orang seperti ini akan yang
lain sebagai sesat. Hal semacam itu tentu merupakan sebuah kesombongan yang
kemudian menciptakan intoleransi dan diskriminasi yang pada akhirnya menjadi
penghalang untuk berdialog dengan yang lain. Film PK membawa sebuah pesan
moral bahwa setiap kelompok agama hendaknya saling berdialog, menghargai dan
menghormati yang lain apa pun jenis dan bentuknya.

PK tampil sebagai pengkritik tatanan kehidupan manusia dengan berbagai aspek


kehidupannya. Beberapa adegan cukupmenarik dan mengelitik hati para pemeluk
agama, misalnya PK mengikuti ritual mencabuk diri sampai darah. Selain
itu,Peekay menuangkan sejumlah susu pada lingga sebagai bentuk penyembahan
pada Dewa Siwa. Dan akhirnya ketika Peekay mengkritisi konsep ketuhanan
Tapasvi Maharaj dengan mengatakan bahwa ajarannya keliru, tuhannya adalah
tuhan palsu dan hasil ciptaannya sendiri. Tapasvi kemudian menjadi marah
dan mengancam Peekay. Dia mengatakan bahwa pengikutnya tidak akan diam
atas apa yang dia anggap sebagai penghinaan itu. Menanggapi hal itu Peekay
kemudian menjelaskan betapa kecilnya manusia dibanding alam semesta. Jika
alam semesta adalah benar ciptaan tuhan, maka manusia tidak ada apa-apanya
dibanding tuhan. Tetapi mengapa manusia yang tidak ada apa-apanya merasa
tuhan perlu pembelaan dari manusia. Jawaban PK melahirkan suatu kesadaran
penuh dalam masyarakat sehingga menciptakan gerakan sosial yang menggocang
seluruh tatanan kehidupan masyarakat.

VIII. Kesimpulan

Film PK memberikan sebuah gambaran baru guna membuka sebuah cakrawala


berpikir akan keberagaman praktek atau ritual dan penghayatan hidup beragama
dalam masyarakat. Praktek atau ritual tersebut memberikan prinsip-prinsip yang
senantiasa mengatur dan menyatukan anggota komunitas dalam
masyarakat. Namun kehadiran Film PK mendobrak tatanan kehiduap beragama.
Melalui sikap dan tindakannya, PK menyadarkan umat beragama untuk
merefkleksikan kembali cara mereka menghayati hidup keagamaan.
Oleh karena itu hal utama yang ingin disampaikan film PK adalah sikap dan
tindakan pemuka agama yang menggunakan agama dan Tuhan sebagai alat bisnis.
Mereka mengutip kitab suci atau bahkan mengaku mendengar suara Tuhan untuk
menakut-nakuti umat dan memperkaya diri dengan harta kekayaan. Pertanyaan
paling esensial dari film ini adalah tentang keberadaan Tuhan itu sendiri.
Melihat banyaknya agama yang ada di dunia maka interpretasi manusia tentu akan
berbeda-beda tentang Tuhan. Belum lagi manusia yang memaksakan Tuhan
mereka kepada manusia lainnya hingga timbul perpecahan, pergesekan dan
bahkan pembantaian atas nama Tuhan.

PK mempertanyakan rupa dan sifat Tuhan, benarkah Tuhan sekejam itu?


Membuat manusia saling membunuh atas nama-Nya? Memaksa manusia
melakukan ritual agama yang menyusahkan dan menyakiti diri hanya untuk
bertemu dengan-Nya? Kenapa Tuhan malah menyusahkan manusia yang ingin
berkeluh kesah kepada-Nya? Jawaban-jawaban dari pertanyaan itu ditemukan
PK melalui perjalanan panjang dengan bekal keanehanya sebagai mahluk yang
datang dari planet lain.

Di akhir cerita, PK bertemu dengan Tapaswi. Lalu setelah perdebatan singkat


tetapi mendalam, PK mengungkapkan keresahan hatinya atas konsep Tuhan yang
dibuat manusia. Dia mengatakan bahwa “Kita hidup di dunia yang sangat kecil,
hanya debu di alam semesta. Lalu kamu bilang mau melindungi Tuhan? Tuhan
tidak perlu dilindungi.” Ungkapan ini mengandung pesan yang sangat
mendalam, khususnya kepada mereka yang selalu membawa-bawa nama Tuhan
untukkepentingan tertentu dan untuk kelompok yang mengklaim agama mereka
sebagai agama yang benar. Oleh karena itu, PK membawa pesan bagi setiap
kelompok agama untuk membuka diri, berdialog dengan agama lain dan
menghargai setiap keunikan yang dimiliki oleh masing-masing agama.

DAFTAR PUSTAKA

Andang, Al. Agama yang Berpijak dan Berpihak. Yogyakarta: Kanisius,1998.

Sudiarja, A. Agama (di zaman) Yang Berubah. Yogyakarta: Kanisius. 2006.

Raho, Bernard. Agama Dalam Perspektif Sosiologi. Jakarta: Obor. 2013.

Raho, Bernard. Sosiologi Sebagai Sebuah Pengantar. Maumere: Ledalero,2004.

Suseno, Franz Magnis. Menalar Tuhan. Yogyakarta: Kanisius. 2006.


Soekanto, Soerjono. Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002.

Anda mungkin juga menyukai