Anda di halaman 1dari 6

IV.

Hasil dan Pembahasan


a. Hasil
Skoring Intesitas Gejala Bulai per Minggu Pengamatan
Perlakuan (Rerata)
1 2 3 4
P0 1 3 3 4
P1 1 1 2 2
P2 1 1 1 2
Keterangan :
P0 = Jagung tidak diberi perlakuan
P1 = Benih jagung diberi perlakuan HWT
P2 = Benih jagung diberi perlakuan seed dressing menggunakan Ridomil dan ditanma
seminggu sesudahnya.
Tingkat keparahan 0-20% = 1
Tingkat keparahan 21-40% = 2
Tingkat Keparahan 41-60% = 3
Tingkat keparahan 61-80% = 4
Tingkat keparahan 81-100% = 5
b. Pembahasan
Perlakuan Benih Jagung (Seed Treatment) merupakan bagian dari sistem produksi benih
yang sampai kini tidak ditinggalkan oleh para penggiat di bidang pertanian. Setelah benih dipanen
dan diproses, benih biasanya diberi perlakuan untuk berbagai tujuan. Tujuan perlakuan benih yaitu
: 1. Menghilangkan sumber infeksi benih (disinfeksi) untuk melawan patogen tular benih dan hama
2. Mengendalikan penyakit tular benih (seed borne) pada saat benih berkecambah dan mencegah
terjadinya mati muda (damping off). 3. Perlindungan terhadap bibit ketika bibit muncul di
permukaan tanah. Ditinjau dari ilmu penyakit tanaman, perlakuan benih memiliki tujuan untuk
menghilangkan sumber infeksi (disinfeksi) dan disinfestasi dari benih akibat berbagai organisme
patogen tular benih (seedborne) dan tular tanah (soilborne) serta hama gudang. (Desai et al, 1997;
Pakki, 2015).
Senyawa yang akan diberikan pada benih sebagai seed treatment harus memenuhi kriteria,
yaitu efektif terhadap organisme pengganggu tanaman, relatif tidak toksik terhadap benih dan
tanaman, kurang beracun bagi manusia dan hewan, bersifat stabil selama penyimpanan dan mudah
penggunaannya serta ekonomis. Penggunaan bahan kimia sebagai seed treatment dapat efektif
dengan 3 cara yaitu 1) pencelupan/perendaman dalam larutan pestisida (steeping in liquid), 2)
Percampuran benih dengan tepung pestisida (dry seed treatment) sehingga tepung pestisida
tersebut dapat menyelimuti benih, dan 3) perlakuan basah (slurry treatment) yaitu pestisida
dicampur dengan sedikit air kemudian dicampurkan dengan benih yang kering, sehingga benih
tersebut diliputi cairan pestisida.Fungisida yang biasa dipakai untuk perlakuan benih jagung yaitu
fungisida berbahan aktif metaliksil (Pakki, 2015).
Penyakit bulai mempunyai siklus hidup yang pendek, bersifat laten, dan dapat menyebar
secara sporadix sehingga selalu menurunkan hasil dalam area yang luas dan merugikan petani
(Pakki dan Adriani, 2015). Semakin muda dan peka tanaman yang terinfeksi, semakin besar
persentase kehilangan hasil yang ditimbulkan (Anonymous, 2006; Pakki dan Andriani, 2015). Hal
ini diduga sebagai akibat adanya generasi baru dari populasi patogen bulai yang mampu
beradaptasi dan menyebabkan patahnya sifat ketahanan varietas-varietas tertentu terhadap
penyakit bulai. Ininfeksi yang tergolong rendah tersebut terjadi karena otensi hinggapnya spora
pada daun dan klopak daun adalah rendah.Hal ini disebabkan oleh karena tanaman masih muda
dengan kanopi daun yang tergolong kecil. Fase inkubasi, antara infiltrasi konidia dan timbulnya
gejala awal berkisar 11 sampai dengan 14 hari, semakin rentan suatu inang varietas, semakin cepat
timbulnya gejala awal (Pakki 2014).

Intensitas Serangan Penyakit Bulai


4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1 2 3 4

P0 P1 P2

Grafik 1. Intensitas Serangan Penyakit Bulai pada Jagung


Berdasarkan pada grafik hasil dari pengamatan di atas maka dapat diambil sebuah
pernyataan bahwa benih yang tanpa diberi perlakuan apapun sebelum penanaman akan mengalami
serangan penyakit bulai yang lebih tinggi dibandingkan dengan adanya pemberian perlakuan
seperti Hot Waterr Treatment dan Seed dressing. Pada kesempatan kali ini, sebelum penanaman,
dilakukan seed dressing dengan menggunakan fungisida Ridomil yang berbahan aktif metalaksil.
Hasil penelitian Fisher (1981) dalam Tandiabang (2011) menunjukkan bahwa cara bekerja (mode
of action) dari Metalaksil yaitu dengan menghambat biosintesa RNA sehingga mitosis
(pembelahan sel) dari jamur tidak terjadi, yang selanjutnya menghambat pertumbuhan dari jamur.
Metalaksil ini tidak berpengaruh terhadap germinasi dari spora jamur yang menyerang tanaman.
Metalaksil ini bersifat sistemik pada tanaman dan ada hubungan antara akumulasi fungisida dalam
tanaman dan daya proteksi terhadap jamur. Translokasi metalaksil dalam tanaman hanya terjadi
jika fungisida ini diberikan sebagai perlakuan benih. Metalaksil hanya bertahan selama 29 hari
dalam tanaman sesudah diberikan secara perlakuan benih (Reddy et al., 1990dalam Tandiabang,
2011). Penggunaan fungisida dengan bahan aktif metalaksil sebagai perlakuan benih (seeds
treatment) pada jagung hibrida sejak dulu merupakan paket utama dalam penjualan benih
dipasaran. Hal ini disebabkan karena selama ini benih jagung yang ditanam tanpa dilakukan seeds
treatment dengan fungisida, maka kemungkinan besar akan terserang penyakit bulai (Talancha
et.al, 2011).
Menurut Muller dan Borger dalam Abadi (2003) bahwa pada fase awal invasi patogen,
guna mempermudah masuknya ke sel jaringan tanaman, patogen akan mengeluarkan toksin.
Namun tanaman segera merespon dengan mengeluarkan senyawa fitoaleksin. Senyawa ini
terakumulasi dan bila fitoaleksin dominan, maka fitoaleksin dapat membatasi invasi patogen. Teori
dasar tersebut menguatkan dugaan bahwa fungisida terakumulasi dengan fitoaleksin, sehingga
menyebabkan adanya kinerja yang ganda, menyebabkan patogen bulai tidak maksimal melakukan
penetrasi ke inangnya dan tidak menimbulkan gejala.
Namun sayangnya, penggunaan fungisida ini terus dilakukan, bahkan faktanya seakrang
ini menunjukkan bahwa petani tidak akan bersedia membeli benih jagung komersial tanpa adanya
metalaksil. Hal ini tentunya akan memberikan dampak yang tidak baik bagi lingkungan, tanaman,
dan petani itu sendiri, bahkan dapat menjadi bumerang yang berakibat fatl, seperti terjadinya
resistensi. Seperti penelitian penggunaan bahan aktif metalaksil yang terus menerus dilakukan
diduga telah menyebabkan resistensi P. maydis terhadap fungisida metalaksil tersebut
(Burhanuddin dan Tandiabang, 2010). Beberapa perusahaan telah mengembangkan fungisida
dengan bahan aktif lain yaitu dimethomorf untuk mengendalikan penyakit bulai pada tanaman
jagung. Dilaporkan Surviliene et al. (2008) penggunaan bahan aktif dimethomorf mampu menekan
kejadian penyakit bulai pada tanaman bawang merah. Rumawas (2002) bahwa penggunaan
fungisida dengan bahan aktif metalaksil melalui perlakuan benih untuk mengendalikan penyakit
bulai pada tanaman jagung manis menunjukkan pengaruh nyata. Fungisida sintetik yang
digunakan merupakan kombinasi antara bahan aktif metalaksil dan dimethomorf. Penggunaan
bahan aktif dimethomorf dilaporkan mampu menekan kejadian penyakit bulai pada tanaman
bawang merah (Surviliene et al, 2008). Dilaporkan Sultana dan Ghaffar (2010) bahwa fungisida
tidak hanya berperan dalam menekan patogen juga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Raymundo, 1972; Bonde (1982) melaporkan bahwa produksi spora peronosclerospora
membutuhkan kelembaban yang tinggi, setidaknya terdapat lapisan air yang tipis selama 4-5 jam
pada permukaan daun yang terinfeksi. Infeksi yang terjadi pada malam hari membutuhkan kisaran
suhu 21-260C. Jumlah tanaman yang terinfeksi berkorelasi positif dengan kelembaban dalam
waktu yang relatif singkat (Bonde et al.,1982; Kurniawan, 2017).
Perlakuan air panas (Hot Water Treatment, HWT) merupakan salah satu perlakuan fisik
yang banyak digunakan untuk keperluan karantina tumbuhan. Beberapa negara telah
mempersyaratkan perlakuan air panas terhadap komoditas pertanian yang akan masuk ke
negaranya, seperti buah segar, sayuran, dan biji-bijian (benih maupun non benih) sebagai langkah
mitigasi risiko terbawanya berbagai jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), seperti
serangga, cendawan, nematoda, bakteri bahkan beberapa jenis virus. Perlakuan air panas pada suhu
50 –60oC selama 10 menit diketahui efektif untuk mengendalikan cendawan patogen pasca panen
pada buah-buahan dan sayuran (Barkai-Golan and Phillip, 1991; Lurie, 1998; Haryuni, 2015).
Tingkat suhu dan lamanya waktu perlakuanuntuk komoditas tertentu sangat dipengaruhi antara
lain oleh varietas, ukuran, dan tingkatkematangan komoditas tersebut. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan komoditas dalam merespon panas dan pengaruh panas terhadap fisik komoditas.
Benih dengan uap air panas mendasarkan pada penghantaran kalor secara konveksi dan konduksi
dengan menggunakan evaporator (boiler) (Lewis, 1987); uap air panas ini akan memenetrasi biji
jagung dan diharapkan mikroorganisme yang berada di dalamnya dapat mati namun mutu benih
masih cukup terjaga.
Dengan merendam benih dalam air panas sebelum ditanam dapat membantu benih
melakukan perkecambahan dan juga menghilangkan patogen terbawa benih (Sumarno, 1998;
Situmeang, dkk, 2014). Perlakuan benih dengan fungisida (seed treatment) dan perlakuan air panas
(hotwater treatment) pada suhu 50°C dapat digunakan untuk mencegah penyakit tular benih yang
disebabkan oleh jamur dan bakteri. Perlakuan udara panas mampu menghambat pertumbuhan
infeksi cendawan Pestalotia pada biji kedelai, dan mampu menekan sampai titik 0 pada suhu 70°C,
namun kualitas nutrisi kedelai terpengaruh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada suhu
di atas 42 °C akan terjadi kerusakan komoditas karena komoditas kehilangan kemampuan toleransi
terhadap suhu tinggi (Vierling, 1991; Ferguson et.al., 1994, dalam Barkai-Golan, 2001).

Sumber Rujukan :

Budiarti, SG., Sutoro., Hadiatmi., Purwanti H. 2012. Pembentukan dan evaluasi inbrida jagung
tahan penyakit bulai. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi
Tanaman. 194-196.
Daryono, Budi Setiadi., Purnomo., Anisa Parazulfa. 2018. Uji ketahanan tujuh kultivar jagung
(Zea mays L.) Terhadap Penyakit Bulai (Peronosclerospora spp.). 6 (1) :11-17.
Haryuni. 2015. The Effect of Hot Water Treatment and dose Trichoderma sp. to plant tissue of
seedling growth from bud chips of sugarcane (Saccharum officinarum). Journal of Biology
& Biology Education 7 (1).
Kurniawan, Adam Fajar., Joko Prasetyo., Radix Suharjo. 2017. Identifikasi dan tingkat serangan
penyebab penyakit bulai di lampung timur, pesawaran, dan lampung selatan. J. Agrotek
Tropika 5 (3): 163 – 168.
Kurniawan, Singgih., AniWidiastuti., Y.M.S. Maryudani. 2008. Pengaruh perlakuan uapair panas
dengan sistem pemanasan terbuka terhadap kesehatan dan viabilitas benih jagung. Jurnal
Perlindungan Tanaman Indonesia, 14 (2) : 63 – 69.
Pakki, S. 2014. Epidemiologi dan strategi pengendalian penyakit bulai (Peronosclerosporasp).
pada tanaman jagung.Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Badan Penelitian dan
pengembangan Pertanian. 33 (2): 47-52.
Pakki, Syahrir., Adriani. 2015. Preferensi ketahanan dan dinamika infeksi penyakit bulai pada
aksesi plasma nutfah jagung dalam tiga musim tanam. Prosiding Seminar Nasional Serealia.
Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Keanekaragaman Hayati. 2013. Standar Teknis
Perlakuan Air Panas (Hot Water Treatment). Kementrrian Pertanian.
Situmeang, Meilan., Azis Purwantoro., Sri Sulandari. 2014. Pengaruh pemanasan terhadap
perkecambahan dan kesehatan benih kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Vegetalika 3 (3) :
27 – 37.
Sonhaji, Muhammad Yasin., Memen Surahman., Satriyas Ilyas., Giyanto. 2013. Perlakuan benih
untuk meningkatkan mutu dan produksi benih serta mengendalikan penyakit bulai pada
jagung manis. J. Agron. Indonesia 41 (3) : 242 – 248.
Sultana, N., A. Ghaffar. 2010. Effect of fungicides, microbial antagonists and oilcakes in the
control of Fusarium solani, the cause of seed rot, seedling and root infection of bottle gourd,
bitter gourd and cucumber. Pak. J. Bot. 42:2921-2934.
Surviliene, E., A. Valisuskaite, L. Raudonis. 2008. The effect of fungicides on the development of
downy mildew of onions. Zemdirbyste 95:171-179.
Talanca, Haris Burhanuddin., A. Tenriwae. 2011. Uji resistensi cendawan (Peronosclerospora
maydis)terhadap fungisida saromil 35 SD (b.a Metalaksil). Balai Penelitian Tanaman
Serealia, Maros. Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI PFI Komda Sulawesi Selatan
dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Tandiabang, Burhanuddin, J.. 2010. Penyakit bulai di pulau Madura Jawa Timur. Prosiding Pekan
Serealia Nasional. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sulawesi Selatan.

Anda mungkin juga menyukai