Anda di halaman 1dari 13

LP TEORI ASKEP KISTA OVARY

Post By. Andy Jmc di Senin, April 08, 2013


BAB 1
TINJAUAN TEORI

1.1 Tinjauan Medis


1.1.1 Pengertian
Kista ovarium adalah pertumbuhan sel berlebihan atau abnormal pada ovarium
yang membentuk seperti kantong tumor. Tumor jinak dapat bersifat epitecal, atau
berasal dari strauma gonat khusus. Secara klinis mereka dapat memberikan gejala
dan tanda yang sangat mirip sehingga diagnosa hanya dapat dibuat berdasarkan
pemeriksaan histopatologi (Brunner dan Suddarth, 2000).
Ovarium kista adalah ovarium yang mengandung kista folikular kecil yang
multiple yang terisi dengan cairan serosa encer, berwarna kuning atau terwarnai oleh
darah (Kamus Kedokteran Dorland, 812).

1.1.2 Etiologi
Kista ovarium belum diketahui secara jelas dan pasti, tetapi diperkirakan karena
ada kemungkinan korpus luteum gravidatatis ikut terangkat. Korpus luteum adalah
organ fisiologis lain yang berpotensi nengalami pembentukan kista dan perdarahan,
suatu folikel yang matang tidak dilepaskan sel telur sehingga menetap dan membesar
selama siklus ovulasi tumbuh atau berkembang dari folikel kista sederhana (normal)
yang dipengaruhi proses antresia folikel, korpus luteum yang mengalami hematoma.

1.1.3 Fisiologis
Ovarium merupakan kelenjar terbentuk buah kenari terletak dikiri dan kanan
uterus dibawah tuba uterin dan terikat disebelah belakang oleh ligamentum latum
uterus. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan. Ovarium
disebut juga indung telur, didalamnya terdapat jaringan bulbus dan jaringan tubulus
yang menghasilkan telur (ovum), ovarium ini hanya terdapat pada wanita letaknya di
dalam pelviks sebelah kiri, kanan uterus. Jaringan yang banyak mengandung kapiler
darah dan serabut kapiler saraf. Pada umumnya bentuk kista-kista kecil banyak
ditemukan di ovarium yaitu dalam folikel dan korpus luteum. Selama proses ovulasi
folikel-folikel yang sudah matang akan melepaskan satu telur. Tapi pada pembentukan
kista, pada proses ovulasi folikel tidak dapat mengeluarkan telur sehingga folikel
membesar dan menjadi kista. Selain itu korpus luteum adalah organ fisiologis lain yang
berpotensi mengalami pembentukan kista pada perdarahan korpus luteum persistem
jarang didapatkan pada wanita yang tidak hamil. Bila kemudian telah disingkirkan maka
pembesaran salah satu ovarium dapat akibat pembentukan kista dalam pusat luteum
yang gagal mengecil.

1.1.4 Patofisiologi

Ovulasi

Ketidakseimbangan hormon estrogen dan Atresia folikel


progesteron 
 Sel telur tidak bisa keluar
Folikel tidak bisa melepaskan sel telur

Sel telur tumbuh dan berkembang dalam ovarium



Korpus luteum hematom

Kista ovari

Fisiologis (ukuran < 5 cm Patologis (ukuran 5-10 cm)


tanpa pembedahan)
Pre op Post op
Peningkatan Proses  
tekanan ovulasi Kurang Kista Perkembangan Prosedur pembedahan
intra terhambat pengetahuan tumbuh dan kista
abdomen  tentang berkembang 
 Aminore penyakit  Ovarium ruptur
Trauma  Trauma 
jaringan Ansietas jaringan perdarahan
  intra abdomen
Dismonorea Nyeri
 
Resti
Nyeri akut Gangguan
infeksi
mobilitas
fisik

Resiko Kerusakan
infeksi integritas
kulit

Pada proses ovulasi terjadi ketidakseimbangan hormon esterogen dan


progesteron sehingga folikel tidak bisa melepaskan sel telur. Selain itu terjadi atersia
folikel yang juga menyebabkan sel telur tidak bisa keluar di dalam ovarium. Sel telur
tumbuh dan berkembang sehingga menyebabkan kista ovari. Kista ovari dibagi menjadi
dua yairu kista ovari fisiologis dan patologis terjadi suatu peningkatan tekanan intra
abdomen yang dapat menyebabkan trauma jaringan yang pada beberapa perempuan
menimbulkan disminore yang menimbulkan nyeri pada saat menstruasi, karena kista
ovari menyebabkan terhambatnya proses ovulasi sehingga terjadi aminorea. Selain
kista ovarium yang patologis pada keadaan sebelum operasi kista terus berkembang
dan tumbuh yang bisa menyebabkan trauma jaringan sehingga terasa nyeri dan
mengalami gangguan mobilitas fisik. Kista yang berkembang sebelum operasi juga
memungkinkan terjadinya ruptur pada ovarium dan menimbulkan perdarahan intra
abdomen sehingga kemungkinan terjadi resiko tinggi infeksi karena masuknya
mikroorganisme dan timbul rasa nyeri karena kurang pengetahuan tentang penyakit
kista maka muncullah ansietas. Pada keadaan setelah operasi yaitu setelah
pembedahan laparatormi terjadi deformitas jaringan yang menyebabkan perlukaan
yang menimbulkan kerusakan integritas kulit dan memungkinkan terjadinya resiko tinggi
infeksi akibat proses pembedahan deformitas jaringan tersebut juga bisa menyebabkan
nyeri yang menganggu mobilitas fisik.
1.1.5 Klasifikasi kista
Pembagian tumor ovarium
1) Tumor Non Neoplastic
(1) Tumor akibat radang
(2) Tumor lain : - Kista Folikel
- Kista Korpus Luteum
- Kista Lutein
- Kista inklusi germinal
- Kista endometrium
- Kista stein – leventhal
2) Tumor Neoplastic
(1) Tumor jinak
a. Kistoma ovarii simpleks
b. Kistadenoma ovarii serasum
c. Kista dermoid
d. Tumor Brenner
(2) Tumor ganas ovarium

1.1.6 Manifestasi Klinis


Seperti pada penyakit ganas, tumor ovarium dapat tumbuh dengan tenang dan
jarang penyebab gejala sampai setelah mencapai ukuran besar. Ketika tumor
berkembang akan terjadi distensi abdominal. Pengaruh berat tekanan terhadap usus
dan kandung kemih. Pertumbuhan tumor ovarium dapat memberikan gejala karena
besarnya, terdapat perubahan hormonal atau penyulit yang terjadi. Tumor jinak ovarium
diameternya kecil sering ditemukan secara kebetulan dan tidak memberikan gejala
klinik yang berarti.

Sebagian besar tanda dan gejala adalah akibat dari :


1) Gejala akibat pertumbuhan
(1) Menimbulkan rasa berat di abdomen bagian bawah
(2) Mengganggu miksi atau defekasi
(3) Tekanan tumor dapat menimbulkan konstipasi atau edema pada tungkai bawah
2) Gejala akibat perubahan hormonal
Ovarium merupakan sumber hormon utama wanita, sehingga bila berhubungan dengan
tumor menimbulkan gangguan menstruasi, tumor sel granulase
3) Gejala klinik akibat komplikasi yang terjadi pada tumor
(1) Perdarahan ke dalam kista (intra tumor)
Bila terjadi perdarahan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan nyeri abdomen
mendadak dan memerlukan tindakan cepat.
(2) Robek dinding kista
Pada torsi tangkai kista ada kemungkinan terjadi robekan sehingga isi kista tumpah ke
dalam ruang abdomen.
(3) Degenerasi ganas kista ovarium
Keganasan kista ovarium sering dijumpai
a. Kista pada usia sebelum menarche
b. Kista pada usia diatas 48 tahun
(4) Sindrome Meigs
Sindrom yang ditemukan oleh meigs menyebutkan terdapat fibroma ovari, acites dan
hidrothorak dengan tindakan operasi fibroma ovari maka sindroma akan menghilang
dengan sendirinya.

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang


1) Laparaskopi
Berguna untuk mengetahui apakah berasal dari ovari dan juga dapat menentukan
sifatnya.
2) Ultrasonografi
Memungkinkan visualisasi kista yang diameternya dapat berkisar dari 1-6 cm. Berguna
untuk memungkinkan letak dan batasnya dan dapat pula dibedakan antara cairan
dalam rongga perut yang bebas dan tidak bebas
3) Foto Rongent
Berguna untuk menentukan adanya hidrothoraks, selanjutnya pada kista dermoid
kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi pada kista

1.1.8 Penatalaksanaan
1) Pada kista ovarium dengan keluhan nyeri perut dilakukan laparatomi
2) Pada kista pvarium asimtomatik besarnya lebih dari 10 cm dilakukan laparatomi
3) Kista yang kecil (< 5 cm) umumnya tidak memerlukan tindakan operatif
4) Kista 5-10 cm memerlukan observasi jika menetap atau membesar dilakukan
laparatomi
5) Jika pada laparatomi ada kecurigaan keganasan, pasien perlu dirujuk ke rumah sakit
yang lebih lengkap untuk evaluasi dan penanganan selanjutnya.
6) Observasi klinis pasien
7) Pengukuran kadar hematorit dan hemoglobin
8) Pencegahan komplikasi serius yang timbul dari pembedahan

1.2 Tinjauan Asuhan keperawatan


1.2.1 Pengkajian
1.2.1.1 Anamnesa
1) Apakah pada perut terasa berat ?
2) Apakah ibu dapat BAB dan BAK secara lancar ?
3) Apakah menstruasinya teratur ?
4) Apakah ada kelainan saat menstruasi ?
5) Apakah pernah perdarahan di luar menstruasi
6) Apakah pada tungkai bawah bengkak ?
7) Apakah pada perut terasa nyeri ?
1.2.1.2 Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Apakah ada perdarahan dari vagina?
Berapa banyak perdarahan yang dikeluarkan dari vagina?
2) Palpasi
Dimana letak benjolan kista ?
Berapa ukuran kista tersebut?
3) Auskultasi
Bagaimana bunyi bising usus dan berapa kali ?
Apakah terdengar suara tambahan di abdomen atau uterus ?

1.2.2 Rencana Asuhan Keperawatan


1.2.2.1 Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prognosis
1) Tujuan :
Pasien menunjukkan rentang yang tepat dari perasaan dan berkurangnya rasa cemas
atau takut.

2) Kriteria hasil :
(1) Perasaan takut atau cemas berkurang
(2) Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat dapat diatasi.
(3) Pasien dapat mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan
partisipasi aktif dalam aturan terapeutik
3) Implementasi dan rasional
(1) Dorong pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan
R: Memberikan kesempatan untuk memeriksa rasa takut realistik serta kesalahan konsep
tentang diagnosis.
(2) Berikan lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk mendiskusikan
perasaan atau menolak bicara.
R: Membantu pasien untuk merasa diterima pada adanya kondisi tanpa perasaan dihakimi
dan meningkatkan rasa kontrol.
(3) Pertahankan kontak sering dengan pasien
R: Memberikan keyakinan pada pasien bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak berikan
respek dan penerimaan individu mengembangkan kepercayaan.
(4) Berikan informasi akurat, konsisten mengenai prognosis. Hindari memperdebatkan
tentang persepsi pasien terhadap situasi.
R: Dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat pilihan atau
keputusan berdasarkan realita.
(5) Jelaskan prosedur, berikan untuk bertanya dan jawaban jujur
R: Informasi akurat memungkinkan pasien menghadapi situasi lebih efektif dengan
realitas, karena dapat menurunkan ansietas dan rasa takut karena ketidaktahuan.
(6) Jelaskan pengobatan yang dianjurkan, tujuannya, potensial efek samping membantu
pasien menyiapkan pengobatan.
R: Pengobatan dapat meliputi pembedahan sehingga diharapkan pasien benar-benar siap
untuk melaksanakannya

1.2.2.2 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan salah interpelasi informasi tentang penyakit dan
penatalaksanaannya.
1) Tujuan
(1) Menyatakan pemahaman kondisi
(2) Mengidentifikasi hubungan tanda atau gejala berhubungan dengan prosedur
pembedahan dan tindakan untuk menerimanya.
2) Intervensi
(1) Beri penjelasan tentang semua permasalahan yang berkaitan dengan penyakitnya
R: Informasi yang tepat menambah wawasan klien sehingga klien tahu tentang keadaan
dirinya
(2) Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik
R: Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan perasaan sehat dan
mempermudah kembali ke aktivitas normal.
(3) Masalah yang diantisipasi selama penyembuhan
R: Faktor fisik, emosi, sosial mempunyai pengaruh kumulatif dapat memperlambat
penyembuhan.
(4) Identifikasi kebutuhan diet
R: Memfasilitasi penyembuhan atau regenerasi jaringan
(5) Kaji ulang perawatan insisi bila tepat
R: Memudahkan perawatan diri secara mandiri

Post op
1.2.2.3 Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder terhadap
tindakan operasi SOD.
1) Tujuan
Nyeri berkurang dalam waktu 2 x 24 jam setelah dilakukan tindakan operasi
2) Kriteria hasil
(1) Nyeri dapat hilang atau terkontrol
(2) Keadaan umum pasien baik
(3) Pasien tampak tenang
4) Intervensi
(1) Kaji nyeri, catat lokasi
R: Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan
(2) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
R: Lingkungan yang tenang dan nyaman membuat pasien merasa aman dan yakin bahwa
ia dirawat dengan baik.
(3) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
R: Mengurangi ketegangan abdomen sehingga dapat mengurangi nyeri
(4) Pantau TTV
R: Untuk mengenal dan mengetahui penyimpanan dari perkembangan keadaan pasien
secara dini.

(5) Observasi tingkat nyeri


R: Akan mengetahui lokasi perjalanan dan lamanya
(6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik
R: Menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain.

1.2.2.4 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan sekunder adanya


luka pembedahan
1) Tujuan : Pasien dapat melakukan aktivitas dalam waktu 2 x 24 jam
2) Kriteria hasil :
(1) Pasien mengatakan tidak nyeri pada luka operasi
(2) Pasien tidak tampak menyeringai kesakitan
(3) Pasien tidak melindungi daerah yang nyeri
(4) Skala nyeri berkurang
3) Intervensi :
(1) Observasi TTV
R: Dapat menghindari rasa takut dan ketidaknyamanan
(2) Evaluasi rasa sakit secara reguler
R: Menyediakan informasi mengenai efektifitas intervensi
(3) Lakukan reposisi sesuai petunjuk misal : semi fowler
R: Mengurangi rasa nyeri dan melancarkan sirkulasi
(4) Ajarkan penggunaan teknik relaksasi misal latihan nafas dalam
R: Melepaskan ketegangan emosional dan otot
(5) Kolaborasi dalam pemberian analgesik
R: Menurunkan nyeri dan spasme otot

1.2.2.5 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit,
pengangkatan bedah kulit atau jaringa
1) Tujuan : Luka operasi mencapai penyembuhan tepat pada waktunya
2) Kriteria hasil :
(1) Tercapainya penyembuhan luka
(2) Mencegah komplikasi
(3) Tidak timbul jaringan

3) Intervensi :
(1) Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit
R: Mengobservasi adanya kegagalan proses penyembuhan luka
(2) Anjurkan pasien untuk tidak menyentuh daerah luka
R: Mencegah kontaminasi luka

(3) Secara hati-hati lepaskan perekat dan pembalut saat mengganti balutan
R: Mengurangi resiko trauma kulit
(4) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
R: Diberikan secara profilaksis atau untuk mengobati infeksi khusus dan meningkatkan
penyembuhan.
1.2.2.6 Resti infeksi berhubungan dengan trauma jaringan pembedahan, prosedur invasif
1) Tujuan : Tidak terjadi infeksi selama perawatan di rumah sakit
2) Kriteria hasil :
(1) Suhu tubuh pasien dalam batas normal (36 – 37 o C)
(2) Tidak ada tanda infeksi
(3) Tidak ada pus pada luka pasien
3) Implementasi dan Rasional :
(1) Observasi TTV
R: Dapat mengidentifikasi terjadi infeksi
(2) Lakukan tindakan keperawatam luka secara antiseptik dan septik
R: Mencegah kontaminasi luka
(3) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat atau membesar
R: Keadaan rembesan dapat menandakan hematoma, gangguan penyatuaan jahitan atau
desisiensi luka
(4) Dorong masukan cairan oral dan diit tinggi kalori protein, vitamin C dan zat besi
R: Mempercepat proses penyembuhan
(5) Bersihkan luka dan ganti balutan bila basah
R: Lingkungan lembab merupakan media paling baik untuk pertumbuhan bakteri
(6) Tingkatkan istirahat
R: Istirahat menurunkan proses metabolisme, memungkinkan O 2 dan nutrien digunakan
untuk penyembuhan

(7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik


R: Antibiotik mencegah terjadinya infeksi

1.2.3 Evaluasi
1) Pasien menyatakan ansietas terkontrol
2) Pasien dapat memahami kondisinya
3) Nyeri berkurang dalam waktu 2 x 24 jam setelah dilakukan tindakan operasi
4) Pasien dapat melakukan aktivitas tanpa bantuan orang lain
5) Tidak ada tanda kerusakan jaringan
6) Pasien menunjukkan tidak ada proses infeksi

DAFTAR PUSTAKA

Bagian obstetric dan Ginekologi F.K. Unpad. 1993. Ginekologi Elster : Bandung
Carpenito, Lynda Juall (2000). Diagnosa Keperawatan. Terjemahan Monica Ester. Edisi 8. EGC.
Jakarta.

Doengoes, Marilyn E (2000). Rencana Asuhan keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta .

Doenchoelter, Johan H (1988). Ginekologi Greeenhill. Terjemahan Chandra Sanusi. Edisi 120.
EGC. Jakarta.

Kamus Kedokteran Dorland. Cetakan I. 1998. Terjemahan Poppy Kumala. EGC. Jakarta.

Media Aesculapius. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Media Aesculapius.
FKUI.

Anda mungkin juga menyukai