Anda di halaman 1dari 14

Tedhak Siten: Ritual Turun Tanah untuk Bayi pada Suku Jawa

Disusun

H:

Nama: Fitri Handika

Nim: 120709049

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

2015
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWTkarena atas limpahan

berkat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat

waktu. Selawat serta salam teruntuk kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah

membawa kita ke zaman yang penuh dengan ilmu Pengetahuan.

Makalah ini membahas mengenai “Tedhak Siten: Ritual Turun Tanah untuk Bayi

pada Suku Jawa”. Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan bimbingan dari

berbagai pihak dan berbagai sumber yang terpercaya, untuk itu penulis sudah sepantasnya

mengucapkan terimakasih kepada bapak Dosen Seni, Budaya dan Kepariwisataan dan Semua

pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa materil maupun non materil.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Penulis

menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis

sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Semoga bantuan dan bimbingan yang

telah diberikan kepada penulis dibalas oleh ALLAH SWT. Amiin

Medan, Juni 2015

Penulis
Contents
Kata Pengantar........................................................................................................................................ 2
Penulis ..................................................................................................................................................... 2
Daftar Isi ................................................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 4
Latar Belakang..................................................................................................................................... 4
Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 4
Tujuan Penulisan ................................................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................... 6
Defenisi Tedhak Siten.......................................................................................................................... 6
Peralatan dan Perlengkapan dalam Prosesi Tedhak Siten .................................................................. 7
Prosesi Tedhak Siten ......................................................................................................................... 10
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................... 12
Kesimpulan........................................................................................................................................ 12
Saran: ................................................................................................................................................ 13
Daftar pustaka....................................................................................................................................... 14
BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Budaya atau kebudayaan Jawa merupakan salah satu kebudayaan yang sudah mapan,
sudah mengakar karena keberadaannya sudah sedemikian lama. Adanya budaya Jawa
tersebut tidak berdiri dengan sendirinya. Paham animisme, dinamisme merupakan cikal bakal
budaya Jawa. Kemudian, Hindu, Budha, Nasrani dan Islam juga memberikan pengaruh yang
besar terhadap kebudayaan Jawa. Sejak dahulu, budaya Jawa mudah menerima sesuatu dari
luar asalkan tidak bertentangan dengan pokok-pokok pemahaman dalam budaya Jawa.
Budaya Jawa ini hidup berdampingan dengan agama dan kepercayaan yang ada. Ini
menunjukkan bahwa budaya Jawa selalu mencari keselarasan, keseimbangan dalam
berdampingan dengan budaya lainnya. Dalam pelaksanaan kegiatan upacara keagamaan dan
kepercayaan yang beragam tersebut, masih dapat dijumpai adanya pelaksanaan kegiatan
upacara yang bertumpu pada budaya Jawa, yang perwujudannya melalui jalan panjang dari
pengaruhh-pengaruh di luar budaya Jawa tersebut.

Upacara Tedhak Siten adalah suatu acara memperkenalkan anak untuk pertama kalinya
pada bumi atau tanah dengan maksud anak tersebut mampu berdiri sendiri dalam menempuh
kehidupannya kelak. Bagi masyarakat Jawa upacara ini merupakan wujud pengharapan orang
tua terhadap buah hatinya agar kelak siap dan sukses dalam menapaki kehidupan yang penuh
dengan rintangan dan hambatan dengan bimbingan orang tuanya. Maka dalam realisasinya
penulis mencoba menyusun makalah yang berjudul Tedak Siten yang mengulas tentang adat
istiadat bangsa Indoensia terutama sering dipakai dalam adat jawa yang bertujuan agar
mengetahui bahwa bangsa indonesia memiliki budaya yang unik dan menarik akan tetapi
belakangan ini jarang kita menemukan adat istiadat ini, serta agar dapat menjaga dan
melestarikan kebudayaan daerah merupakan kewajiban dari setiap orang.

b. Rumusan Masalah
- Apakah yang dimaksud dengan”tedhak Siten”?
- Apa sajakah peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan dalam prosesi “tedhak
Siten”?
- Bagaimana prosesi “tedak siten”?

c. Tujuan Penulisan
- Agar mengetahui/mendeskripsikan Tedhak Siten
- Agar mengetahui peralatan dan perlengkapan yang dibuthkan dalam prosesi Tedhak
Siten
- Agar mengetahui/mendeskripsikan prosesi Tedhak Siten
BAB II PEMBAHASAN

Setelah seorang laki-laki dan perempuan melaksanakan pernikahan, seorang anak merupakan
dambaan bagi setiap rumah tangga. Karena seorang anak mempunyai nilai-nilai khusus,
misalnya nilai ekonomis status sosial, memberi suasana tenteram dalam keluarga
membahagiakan orang tua, serta memberikan harapan dimasa mendatang, sebagai payung
dimana orang tuanya sudah jompo karena tidak bisa bekerja lagi (Geertz : 89). Hadirnya
seorang anak juga sebagai bukti nyata hasil perkawinan antar kelompok dan sering di anggap
sebagai hadiah kehidupan yang jelas dari pihak wanita pada pihak suaminya. Pengharapan
tinggi terhadap seorang anak (terutama anak pertama) merupakan kebahagian tersendiri.
Untuk itu setelah anak tersebut lahir selalu ada upacara-upacara yang di lakukan sebagai
usaha penjagaan terhadap anak, di antaranya adalah upacara ketika anak menginjakan tanah
untuk yang pertama kalinya atau yang sering disebut dengan upacara Tedhak Siten.

a. Defenisi Tedhak Siten


Tedhak sitens, ini berasal dari kata tedhak yang bermakna idak atau injak dan siten (dari kata
siti) yang berarti lemah atau tanah. Tedhak siti atau tedhak siten merupakan salah satu
upacara adat untuk anak yang berumur tujuh delapan ( 7 x 35 hari). Upacara ini dapat pula
dijumpai di daerah-daerah di Indonesia, misalnya di Jakarta (suku Betawi) disebut dengan
upacara injak tanah. Ada juga yang menyebut istilah tedhak siti dengan mudhun lemah.
Upacara ini dilakukan sebagai lambang bahwa anak tersebut bersiap-siap untuk menjalani
hidup dengan bimbingan orang tua. Upacara ml diselenggarakan bila anak tersebut sudah
berusia kurang lebih tujuh bulan (hitungan Jawa jatuh pada usia pitung lapan atau 245 hari).

Upacara Tedhak Siten adalah suatu acara memperkenalkan anak untuk pertama kalinya pada
bumi atau tanah dengan maksud anak tersebut mampu berdiri sendiri dalam menempuh
kehidupannya kelak. Bagi masyarakat Jawa upacara ini merupakan wujud pengharapan orang
tua terhadap buah hatinya agar kelak siap dan sukses dalam menapaki kehidupan yang penuh
dengan rintangan dan hambatan dengan bimbingan orang tuanya (Bratawijaya : 1997). Selain
itu upacara ini juga sebagai bentuk penghormatan terhadap bumi sebagai tempat berpijak
sekaligus yang telah memberikan banyak hal dalam kehidupan manusia. Di katakan bahwa
manusia hidup dan mati berada di bumi, makan minum, rumah, kendaraan semua berasal dari
bumi, maka manusia perlu menghormatinya. Sebab dengan cara seperti ini maka manusia
akan mendapatkan keselarasan terhadap alam, karena dalam konsep masyarakat Jawa
manusia menemukan hidupnya tergantung dari alam dan apabila hidupnya selaras akan
memperoleh kebaikan (Salamun dkk, 200). Jadi dapat dikatakan bahwa upacara Tedhak Siten
merupakan peringatan bagi manusia akan pentingnya hidup diatas bumi yang mempunyai
hubungan yakni, hubungan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan
manusia dan hubungan manusia dengan lingkungannya (Wibowo, 200).

b. Peralatan dan Perlengkapan dalam Prosesi Tedhak Siten


Dalam melakukan upacara tedhak siten ini diperlukan perlengkapan-perlengkapan upacara
yang semuanya menunjukkan perlambang dalam kehidupan manusia. Perlengkapan upacara
tersebut adalah:

- Juadah atau nasi tujuh warna.

Warna- wama yang dipergunakan dalam upacara tedhak siten tersebut adalah:

1. Putih

Warna putih ini mempunya sifat sucii

2. Merah

Warna merah memiliki sifat keberanian, kebenaran

3. Hitam

Warna hitam menggambarkan alam gumelar yang akan dilampui dalam kehidupan anak yang
akan datang, tentu akan mengalami hambatan-hambatan, namun dapat dilampaui dengan
selamat, tanpa halangan suatu apa.
4. Kuning

Warna kuning melambangkan cahaya (nur) , kemenangan dan kegemilangan serta


keberhasilan yang diharapkan oleh anak tersebut.

5. Biru

Wama biru melambangkan rasa kesetiaan, rasa kepada syukur ke Tuhan Yang Maha Esa.

6. Hijau

Warna hijau menunjukkan lambang dan harapan dalam hidup. Sikap yang tidak mudah
menyerah menghadapi arus kehidupan, sikap tidak mudah putus asa.

7. Ungul/lembayung

Warna ungu merupakan lambang kedewasaan berpikir dan menunjukkan keluhuran budi
yang tinggi sehingga dapat menjadi teladan bagi insan yang lainnya.

- Air setaman di tempat boko, yang besar.

Air setaman ini digunakan untuk memandikan atau membasuh kepala anak setelah selesai
melakukan ritual upacara. Diasumsikan, setelah anak menjalani perjalanan hidupnya maka
tubuh anak perlu dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel pada saat menjalani
kehidupan ini.

- Tangga yang dibuat dari tebu Arjuna

Tebu Arjuna adalah tebu yang di dalamnya berwarna ungu. Ada juga yang menyebut sebagai
tebu wulung. Tangga melambangkan kehidupan yang senantiasa mendaki, naik dari satu
tataran ke tataran berikutnya sampai ke puncak kesuksesan. Tebu adalah tanaman yang
batangnya mengeluarkan air yang manis rasanya. lni sebagai perlambang dan harapan agar
kesuksesan anak adalah kesuksesan yang senantiasa memberikan rasa manis atau harapan
yang membuat kecemerlangan anak sampai di puncak karier tanpa adanya halangan yang
berarti.

- Kurungan ayam yang dihias dengan jaur kuning

Ini sebagai perlambangan bumi tempat anak berpijak, tempat anak mengarungi
kehidupananya dengan bermacam..macam usaha untuk meraih kesuksesan hidupnya.

- Padi, kapas, beras kuning, bunga telon, uang logam

Semua perlengkapan tersebut melambangkan kemakmuran yang dimiliki oleh anak kelak
ketika dewasa.

- Bokor berisi perhiasan kalung cincin dan peralatan seperti pensil, buku dan lain-lain

Perlengkapan ini merupakan perlengkapan yang digunakan untuk melambangkan


kesuksesan ketika dewasa. Misalnya perhiasan menunjukkan kekayaan, peralatan sekolah
merupakan kesuksesan dalam menimba ilmu, dan lain sebagainya
c. Prosesi Tedhak Siten

Pada waktu seorang anak kecil berumur tujuh selapan atau 245 hari. .Selapan merupakan
kombinasi hari tujuh menurut kalender internasional dan hari lima sesuai kalender Jawa.Oleh
karena itu selapanan terjadi setiap 35 hari sekali. Bisa jatuh hari Senin Legi, Selasa Paing dst.

Biasanya pelaksanaan upacara tedhak siten diadakan pagi hari dihalaman depan rumah.Selain
kedua orang tua bocah, kakek nenek dan para pinisepuh merupakan tamu terhormat,
disamping tentunya diundang juga para saudara dekat. Seperti pada setiap upacara
tradisional, mesti dilengkapi dengan sesaji yang sesuai.Bermacam sesaji yang ditata rapi,
seperti beberapa macam bunga, herbal dan hasil bumi yang dirangkai cantik, menambah
sakral dan marak suasana ritual.

Upacara tedhak siten biasanya dilakukan pada siang hari kira-kira pukul 11.00. Secara logika
bisa dijelaskan bahwa pelaksanaan pada jam 11.00 merupakan saat yang tepat karena setelah
selesai upacara adalah saat untuk makan siang ataupun saat untuk menjalankan sholat zuhur.
Apabila upacara dilaksanakan sebelum pukul 11.00 dapat terjadi kemungkinan persiapan
untuk upacara belum lengkap sehingga menyebabkan upacara tidak sempurna.

Pertama :

Anak dituntun untuk berjalan maju dan menginjak bubur tujuh warna yang terbuat dari
beras ketan. Warna-warna itu adalah : merah, putih, oranye, kuning, hijau, biru dan ungu.
Ini perlambang , anak mampu melewati berbagai rintangan dalam hidupnya. Strata
kesadarannya juga selalu meningkat lebih tinggi. Dimulai dari kehidupan duniawi , untuk
menunjang dan mengembangkan diri, terpenuhi kebutuhan raganya, kehidupan materinya
cukup, raganya sehat, banyak keinginannya terpenuhi.Seiring pertumbuhan lahir,
keperluan batin meningkat ke kesadaran spiritual .

Kedua :

Anak dituntun menaiki tangga yang terbuat dari batang tebu Arjuna, lalu turun lagi.Tebu
merupakan akronim dari antebing kalbu (mantapnya kalbu), dengan tekad hati yang
mantap. Tebu Arjuna melambangkan supaya si anak bersikap seperti Arjuna, seorang
yang berwatak satria dan bertanggung jawab. Selalu berbuat baik dan benar, membantu
sesama dan kaum lemah, membela kebenaran, berbakti demi bangsa dan negara.

Ketiga :

Turun dari tangga tebu, si anak dituntun untuk berjalan dionggokan pasir.Disitu dia
mengkais pasir dengan kakinya, bahasa Jawanya ceker-ceker, yang arti kiasannya adalah
mencari makan. Maksudnya si anak setelah dewasa akan mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya.

Keempat :

Si bocah dimasukkan kedalam sebuah kurungan yang dihias apik, didalamnya terdapat
berbagai benda seperti : buku, perhiasan, telpon genggam dlsb. Dibiarkan bocah itu akan
memegang barang apa. Misalnya dia memegang buku, mungkin satu hari dia mau jadi
ilmuwan. Pegang telpon genggam, dia bisa jadi tehnisi atau ahli komunikasi. Kurungan
merupakan perlambang dunia nyata, jadi si anak memasuki dunia nyata dan dalam
kehidupannya dia akan dipenuhi kebutuhannya melalui pekerjaan/aktivitas yang telah
dipilihnya secara intuitif sejak kecil.

Kelima :

Ayah dan kakek si bocah menyebar udik-udik, yaitu uang logam dicampur berbagai
macam bunga. Maksudnya si anak sewaktu dewasa menjadi orang yang dermawan, suka
menolong orang lain. Karena suka menberi, baik hati, dia juga akan mudah mendapatkan
rejeki. Ada juga ibu si anak mengembannya, sambil ikut menyebarkan udik-udik.
Keenam :

Kemudian anak tersebut dibersihkan dengan dibasuh atau dimandikan dengan air
sritaman, yaitu air yang dicampuri bunga-bunga : melati, mawar, kenanga dan kantil. Ini
merupakan pengharapan , dalam kehidupannya, anak ini nantinya harum namanya dan
bisa mengharumkan nama baik keluarganya.

Ketujuh :

Pada akhir upacara, bocah itu didandani dengan pakaian bersih dan bagus. Maksudnya
supaya si anak mempunyai jalan kehidupan yang bagus dan bisa membuat bahagia
keluarganya.

Demikian, ritual tedhak siten telah selesai. Seluruh keluarga berbahagia dan berharap
semoga Gusti memberikan berkahnya, supaya tujuan ritual berhasil. Selanjutnya para
hadirin dipersilahkan menyantap hidangan yang telah disediakan.

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan

Upacara tedhak siten sebagai wujud kekayaan budaya Jawa tampaknya mulai surut dari
lingkungan masyarakat Jawa itu sendiri. Sifat Organis masyarakat Jawa yang menunjukkan
kerukunan dengan sistem gotong royong dapat terlihat pada pelaksanaan ritual tedhak siten
ini pun mulai bergeser. Filosofi Jawa yang menunjukkan jati diri masyarakat Jawa terdapat
dalam ritual ini, misal prinsip alon-alon waton kelakon, yang mendidik, bahwa hidup harus
berhasil, berapapun waktu yang dibutuhkannya perIahan-lahan juga mulai menghilang.
Hilangnya ritual budaya untuk mohon doa restu kepada orang tua dan
Namun demikian, dengan berkurangnya pelaksanaan upacara tedhak siten ini bukan berarti
bersurut pula ikatan moral kebersamaan orang Jawa yang bersifat Organis itu. Kebersamaan
untuk bergotong-royong, bersama-sama mengambil keputusan demi keharmonisan alam
semesta tidak boleh diabaikan. Dengan senantiasa berkelompok bersama-sama mengambil
keputusan secara musyawarah mencerminkan kehidupan yang selaras dan seimbang sehingga
tercapai kehidupan yang adil, makmur, aman, dan sentosa.

b. Saran:

Tedhak siten merupakan salah satu tradisi yang dimiliki oleh suku Jawa yang pada saat ini
sudah mulai mengalami penurunan dalam pelaksanaannya. Sebagai pemuda dan pemudi Jawa
sudah seharusnyalah kita melestarikan budaya ini agar tetap terjaga hingga anak cucu dan
mereka juga bisa merasakan begitu banyak tradisi yang diturunkan oleh leluhurnya
Daftar Pustaka

- http://vidaiponks.blogspot.com/2013/04/makalah-multikultural-tedak-siten.html

diakses pada 10 Juni 2015 pukul 22.00WIB

- polines.ac.id/…h/files/6-1-2010%20Hal%20158-166.pdf diakses pada 10 Juni 2015

pukul 22.00WIB

- http://www.jagadkejawen.com/index.php?option=com_content&view=article&id=10

&Itemid=9&lang=id diakses pada 24 Juni 2015 pukul 00.00WIB

- http://budaya-indonesia.org/Tedak-Siten-awal-bayi-menginjakkan-kaki-di-tanah/

diakses pada 24 Juni 2015 pukul 00.10WIB

Anda mungkin juga menyukai