Modul Anestesi Bedah Saraf I
Modul Anestesi Bedah Saraf I
Oleh:
Sony indrawijaya
Pembimbing :
Dr. MH. Sudjito, Sp An, KNA
SURAKARTA
OKTOBER 2010
Gambar 2.1 : Fungsi Otak Dihubungkan dengan PaO2, DO2, Aliran Darah Otak
dan Tekanan Perfusi Otak
Tabel 2.1 : Ambang Aliran Kritis
Aliran darah otak
(ml/100g/min)
< 20 EEG iskemik
< 15 EEG isoelektrik
evok potensial negatif
ATP normal
Fosfokreatin menurun
8-10 Kegagalan metabolisme
ATP menurun
Potasium extraselular meningkat
6-9 Kalsium masuk kedalam sel
12-20 “Penumbra”
b. Pa CO2
Aliran darah otak berubah kira-kira 4% (0,95-1,75 ml/100_gr/menit) setiap
mmHg perubahan PaCO2 antara 25-80 mmHg. Jadi, jika dibandingkan dengan
keadaan normokapni, aliran darah otak dua kali lipat pada P aCO2 80 mmHg dan
setengahnya pada PaCO2 20_mmHg. Karena hanya sedikit perubahan aliran darah
otak pada PaCO2 < 25 mmHg, malahan bisa terjadi serebral iskemia akibat
perubahan biokimia, maka harus dihindari hiperventilasi yang berlebihan. Pada
operasi tumor otak dipasang pemantau kapnogram untuk mengukur end Tidal
CO2, umumnya dipertahankan end Tidal CO2_25-30_mmHg yang setara dengan
PaCO2 29 - 34 mmHg, tetapi pada cedera kepala akut PaCO2 jangan 35 mmHg.
c. Pa O2
Bila PaO2 < 50 mmHg, akan terjadi serebral vasodilatasi dan aliran darah
otak akan meningkat. Suatu peningkatan PaO2 hanya sedikit pengaruhnya terhadap
resistensi pembuluh darah serebral. Pada binatang percobaan bila PaO2_>_450 mmHg
terjadi sedikit penurunan aliran darah otak walaupun tidak nyata. Akan tetapi, pada
manusia selama operasi otak PaO2 jangan melebihi 200 mmHg.
b. Hematokrit
Hematokrit mempengaruhi aliran darah otak secara nyata. Bila hematokrit
meningkat di atas nilai normal, aliran darah otak akan menurun karena ada
peningkatan viskositas darah. Isovolemik atau hemodilusi hipervolemia
(hematokrit_33%) menunjukkan peningkatan aliran darah otak tanpa ada
gangguan penghantaran oksigen.
c. Temperatur
Penurunan temperatur tubuh akan memperlambat metabolisme serebral. Hal
ini berarti menurunkan aliran darah otak. Setiap penurunan temperatur 1 oC, aliran
darah otak menurun kira-kira 5%.
Otoregulasi adalah suatu mekanisme yang sangat sensitif terhadap cedera
dan terganggu setelah cedera otak, anestetika inhalasi, dan stimulasi simfatis. Efek
yang segera timbul pada otoregulasi adalah menurunkan batas atas dari
otoregulasi sehingga pada tekanan darah sedikit di atas normal bisa terjadi
kerusakan BBB dan edema otak. Pada daerah yang terganggu (iskemia, trauma
atau neoplasma) terjadi penekanan fungsi neuron, asidosis laktat, edema,
gangguan otoregulasi, dan kemungkinan juga gangguan reaksi terhadap CO2 .
Gambar 2.4 : Luxury Perfusion
Tekanan intrakranial normal 5-15 mmHg. Tekanan ini tidak selalu konstan
bergantung pada pulsasi arteri, respirasi, dan batuk. Peningkatan volume salah
satu komponen (otak, darah atau cairan serebrospinal) akan dikompensasi dengan
penurunan volume komponen yang lainnya.
Volume intrakranial selalu konstan. Bila volume bertambah, misalnya karena
ada hematom, untuk mengurangi volume, cairan serebrospinal dan darah juga
akan berkurang, keluar dari ruangan intrakranial sehingga tekanan intrakranial
akan tetap normal. Bila batas kompensasi dilewati, tekanan intrakranial akan
meningkat.
3. Metabolisme Serebral
Berat otak hanya 2-3% berat badan. Pada istirahat otak mengkonsumsi 20%
oksigen yang diambil. Basal metabolic rate untuk oksigen adalah 3,3 ml/100
gr/menit dan untuk glukosa 4,5 mg/100 gr/menit. Keadaan ini relatif konstan
pada saat tidur dan bangun. Otak memerlukan pasokan substrat yang konstan
karena metabolismenya yang tinggi. Glukosa merupakan bahan bakar untuk
jaringan saraf walaupun keton dapat dipakai selama periode puasa dan
ketoacidosis.
Aliran darah otak dan Cerebral Metabolic Rate (CMR) berlangsung
bersama-sama. Peningkatan metabolisme akan meningkatkan aliran darah otak.
Obat anestesi inhalasi menyebab-kan peningkatan aliran darah otak dan
penurunan CMRO2. Dari semua obat anestesi inhalasi, isofluran merupakan
serebral metabolik depresant yang paling kuat, dan menurunkan 50% CMRO 2
pada konsentrasi end-tidal isofluran 2,5%. Semua obat anestesi intravena (kecuali
ketamin) menurunkan CMRO2. Barbiturat menurunkan CMRO2 dan aliran darah
otak paling kuat.
Hipotermi menurunkan CMRO2 7% per 1oC dan hipertermi meningkatkan
CMRO2. Suhu di atas 42oC akan menyebabkan kematian sel neuron. Kejang-
kejang akan meningkatkan aliran darah otak dan CMRO2.
Pengelolaan Hipertensi Intrakranial
Berbagai manuver dan obat digunakan untuk menurunkan tekanan
intrakranial. Sebagai contoh, pemberian diuretik atau steroid, hiperventilasi,
pengendalian tekanan darah sistemik telah digunakan untuk mengurangi edema
serebral dan brain bulk, dengan demikian akan menurunkan tekanan intrakranial.
Tabel 1 : Metode untuk mengendalikan hipertensi intracranial
Osmotik diuretic (mannitol, NaCl hipertonik), tubular (furosemid).
Kortikosteroid : deksametason (effektif untuk edema yang terlokalisir
sekeliling tumor).
Ventilasi adekuat : PaO2 > 100 mmHg, PaCO2 35 mmHg, hiperventilasi sesuai
kebutuhan.
Optimal hemodinamik (MAP, CVP, PCWP, HR), mempertahankan tekanan
perfusi otak.
Hindari overhidrasi, sasarannya normovolemi.
Posisi untuk memperbaiki cerebral venous return (netral, head-up).
Obat yang menimbulkan vasokontriksi serebral (barbiturat, indometasin).
Pengendalian temperatur : hindari hipertermi, moderat intraoperatif hipotermi.
Drainase cairan serebrospinal.
MAP=mean arterial pressure; CVP =central venous pressure;
PCWP=pulmonary capillary wedge pressure; HR = heart rate
Diuretik:
Penurunan tekanan intrakranial yang cepat dapat dicapai dengan pemberian
diuretik. Dua macam diuretik yang umum digunakan yaitu osmotik diuretik
mannitol dan loop diuretik furosemid. Mannitol diberikan secara bolus intravena
dengan dosis 0,25-1 gr/kg BB. Bekerja dalam waktu 10-15 menit dan efektif kira-
kira selama 2 jam. Mannitol tidak menembus BBB yang intact. Dengan
peningkatan osmolalitas darah relatif terhadap otak, mannitol menarik air dari
otak kedalam darah. Bila BBB rusak, mannitol dapat memasuki otak dan
menyebabkan rebound kenaikan tekanan intrakranial sebab ada suaru reversal dari
perbedaan osmotik. Akumulasi mannitol dalam otak terjadi pada dosis besar dan
pengulangan pemberian.
Mannitol dapat menyebabkan vasodilatasi, yang bergantung dari besarnya
dosis dan kecepatan pemberiannya. Vasodilatasi akibat mannitol dapat
menyebabkan peningkatan volume darah otak dan tekanan intrakranial secara
selintas yang simultan dengan penurunan tekanan darah sistemik. Disebabkan
karena mannitol pertama-tama dapat meningkatkan tekanan intrakranial, maka
harus diberikan secara perlahan (infus 10 menit) dan dilakukan bersama dengan
manuver yang menurunkan volume intrakranial (misalnya hiperventilasi).
Obat hipertonik misalnya harus diberikan secara hati-hati pada pasien
dengan penyakit kardiovaskuler. Pada pasien ini, peningkatan selintas volume
intravaskuler dapat mempresipitasi gagal jantung kiri. Furosemid mungkin obat
yang lebih baik untuk mengurangi tekanan intrakranial pada pasien ini.
Penggunaan mannitol jangka panjang dapat menyebabkan dehidrasi, gangguan
elektrolit, hiperosmolalitas, dan gangguan fungsi ginjal. Hal ini terutama bila
serum osmolalitas meningkat diatas 320 mOsm/kg.
Furosemid mengurangi tekanan intrakranial dengan menimbulkan diuresis,
menurunkan produksi cairan serebrospinal, dan memperbaiki edema serebral
dengan memperbaiki transport air seluler. Furosemid menurunkan tekanan
intrakranial tanpa meningkatkan volume darah otak atau osmolalitas darah, tetapi,
tidak seefektif mannitol dalam menurunkan tekanan intrakranial. Furosemid dapat
diberikan tersendiri dengan dosis 0,5 – 1 mg/kg atau dengan mannitol, dengan
dosis yang lebih rendah (0,15-0,3 mg/kg). Suatu kombinasi mannitol dengan
furosemid lebih efektif daripada mannitol saja dalam mengurangi brain bulk dan
tekanan intrakranial tapi lebih menimbulkan dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit. Bila dilakukan kombinasi terapi, diperlukan pemantauan
serum elektrolit dan osmolalitas dan mengganti kalium bila ada indikasi.
NaCl hipertonik, lebih berguna pada pasien tertentu misal refraktori
hipertensi intrakranial atau yang memerlukan restorasi cepat dari volume
intravaskuler dan penurunan tekanan intrakranial. Kerugian utama dari NaCl
hipertonik adalah terjadinya hipernatremia. Pada suatu penelitian pasien bedah
saraf selama operasi elektif tumor supratentorial, volume yang sama mannitol
20% dan NaCl 7,5% dapat mengurangi brain bulk dan tekanan cairan
serebrospinal, tapi serum Na meningkat selama pemberian NaCl hipertonik dan
mencapai puncak 150 meq/lt.
Steroid :
Kortikosteroid mengurangi edema sekeliling tumor otak. Kortikosteroid
memerlukan beberapa jam atau hari sebelum mengurangi tekanan intrakranial.
Pemberian kortikosteroid sebelum reseksi tumor sering menimbulkan perbaikan
neurologis mendahului pengurangan tekanan intrakranial. Steroid dapat
memperbaiki kerusakan barier darah-otak. Postulat mekanisme steroid dapat
mengurangi edema otak adalah dehidrasi otak, perbaikan barier darah-otak,
pencegahan aktivitas lisosom, mempertinggi transport elektrolit serebral,
merangsang ekresi air dan elektrolit, dan menghambat aktivitas fosfolipase A2.
Komplikasi yang potensial dari pemberian steroid yang lama adalah
hiperglikemia, ulkus peptikum akut, peningkatan kejadian infeksi. Walaupun
pada tahun 70-an dan permulaan tahun 80-an digunakan secara ektensif, untuk
terapi edema serebral pada cedera kepala akut, sekarang steroid jarang digunakan
pada protokol pengelolaan cedera kepala.
Pengelolaan Ventilasi :
Hiperventilasi telah dipakai untuk pengelolaan hipertensi intrakranial acut
dan subakut. CO2 adalah serebrovasodilator kuat dan penurunan CO 2
serebrovaskular menurunkan volume otak dengan menurunkan aliran darah otak
melalui vasokontriksi serebral yang cepat. Setiap perubahan 1 mmHg PaCO2,
aliran darah otak berubah 1-2 ml/100gr/menit. Hiperventilasi efektif dalam
menurunkan tekanan intrakranial hanya untuk 4-6 jam, bergantung dari pH cairan
serebrospinal dan utuhnya reaktivitas terhadap CO2 pada pembuluh darah otak.
Gangguan reaksi terhadap perubahan PaCO2 terjadi di daerah vasoparalisis, yang
dihubungkan dengan penyakit intrakranial luas seperti iskemia, trauma, tumor,
dan infeksi.
Hiperventilasi dapat berbahaya. Ada bukti bahwa agresif hiperventilasi dan
vasokontriksi dapat menimbulkan iskemia, terutama bila aliran darah otak rendah.
Telah ditunjukkan bahwa aliran darah otak setelah cedera kepala paling rendah
pada hari pertama dan secara perlahan meningkat pada 3-6 hari kemudian. Telah
diperlihatkan adanya korelasi langsung dari hiperventilasi agresif (PaCO2 25
mmHg) dan outcome yang lebih buruk setelah cedera kepala berat.
Bila hiperventilasi dimulai untuk pengendalian hipertensi intrakranial,
PaCO2 harus dipertahankan dalam rentang 30-35 mmHg untuk mencapai
pengendalian tekanan intrakranial seraya mengurangi risiko iskemia.
Hiperventilasi untuk mencapai PaCO2 kurang dari 30 mmHg harus
dipertimbangkan hanya bila diperlukan terapi sekunder untuk hipertensi
intrakranial yang refrakter.
Pengukuran SJO2 kontinu digunakan dalam praktek klinik untuk
menentukan pasien mendapatkan hasil yang menguntungkan atau merugikan
akibat hiperventilasi. Pada situasi emergensi, harus dikontinu melakukan
hiperventilasi bila ada pertimbangan pasien dalam kedaan hipettensi intrakranial.
Tetapi, bila situasi klini tidak memerlukan hiperventilasi lebih lama atau ada bukti
adanya iskemia serebral, maka harus dilakukan normoventilasi.
1. Cottrell JE, Smith DS. Anesthesia and Neurosurgery, 4th ed. St Louis : Mosby;
2001.
3. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. Clinical Anaesthesiology, 4th ed,
New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2006
4. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Clinical Anaesthesia, 5th ed.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2006