Anda di halaman 1dari 18

MODUL 22

ANESTESI PADA BEDAH SYARAF I

Oleh:
Sony indrawijaya

Pembimbing :
Dr. MH. Sudjito, Sp An, KNA

SMF ANESTESI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

OKTOBER 2010

ANESTESI PADA BEDAH SYARAF


Dokter anestesi akan terlibat secara menyeluruh dalam penanganan pasien
cedera kepala, mulai di Unit Gawat Darurat (UGD), kamar bedah, dan perawatan
di Unit Perawatan Intensif (UPI). Pengelolaan perioperatif ini memerlukan
pengetahuan yang mendalam mengenai fisiologi otak yang normal dan
patofisiologi cedera kepala akut sehingga harus mengerti tentang fisiologi dan
farmakologi dari aliran darah otak, metabolisme serebral, dan tekanan
intrakranial.

Aliran darah otak


Aliran darah otak bergantung pada tekanan arteri serebral dan resistensi
pembuluh-pembuluh serebral. Aliran darah otak rata-rata sekitar 50-
54_ml/100_gr/menit. Bila aliran darah otak  20 ml/100 gr/menit,
elektroencefalografi (EEG) menunjukkan tanda iskemik. Bila aliran darah otak 6-
9 ml/100 gr/menit, Ca2+ masuk ke dalam sel. Aliran darah otak proporsional
terhadap tekanan perfusi otak.
Tekanan perfusi otak adalah perbedaan tekanan arteri rata-rata (pada saat
masuk) dengan tekanan vena rata-rata (saat keluar) pada sinus sagitalis lymph /
cerebral venous junction. Nilai normalnya 80-90_mmHg. Akan tetapi, secara
praktis, adalah perbedaan tekanan arteri rata-rata (MAP= mean arterial pressure)
dan tekanan intrakranial rata-rata yang diukur setinggi foramen Monroe. Tekanan
perfusi otak _=_MAP_ tekanan intrakranial, akan menurun bila ada penurunan
tekanan arteri atau kenaikkan tekanan intrakranial. Bila tekanan perfusi otak turun
sampai 50 mmHg, elektroensefalografi (EEG) akan terlihat melambat dan ada
perubahan-perubahan ke arah serebral iskemia. Tekanan perfusi otak kurang
dari_40_mmHg, EEG menjadi datar, menunjukkan adanya proses iskemik yang
berat yang bisa reversible atau irreversible. Bila tekanan perfusi otak kurang
dari_20_mmHg untuk jangka waktu lama, terjadi iskemik neuron yang ireversible
Pasien cedera kepala dengan tekanan perfusi otak kurang dari 70 mmHg
akan mempunyai prognosa yang buruk. Pada tekanan intrakranial yang tinggi,
supaya tekanan perfusi otak adekuat, maka perlu tetap mempertahankan tekanan
darah yang normal atau sedikit lebih tinggi. Usaha kita adalah untuk
mempertahankan tekanan perfusi otak normal, oleh karena itu, hipertensi yang
memerlukan terapi adalah bila tekanan arteri rata-rata lebih besar dari_130-
140_mmHg.

Gambar 2.1 : Fungsi Otak Dihubungkan dengan PaO2, DO2, Aliran Darah Otak
dan Tekanan Perfusi Otak
Tabel 2.1 : Ambang Aliran Kritis
Aliran darah otak
(ml/100g/min)
< 20 EEG iskemik
< 15 EEG isoelektrik
evok potensial negatif
ATP normal
Fosfokreatin menurun
8-10 Kegagalan metabolisme
ATP menurun
Potasium extraselular meningkat
6-9 Kalsium masuk kedalam sel
12-20 “Penumbra”

Aliran darah otak diatur oleh – Otoregulasi, Pa_CO2, Pa_O2


a. Otoregulasi
Aliran darah otak dipertahankan konstan pada MAP_50-150_mmHg.
Pengaturan ini disebut otoregulasi yang disebabkan oleh kontraksi otot polos
dinding pembuluh darah otak sebagai jawaban terhadap perubahan tekanan
transmural. Jika melebihi batas ini, walaupun dengan dilatasi maksimal atau
konstriksi maksimal dari pembuluh darah otak, aliran darah otak akan mengikuti
tekanan perfusi otak secara pasif. Bila aliran darah otak sangat berkurang
(MAP_<_50 mmHg) serebral iskemia bisa terjadi. Jika di atas batas normal
(MAP_>_150 mmHg), tekanan akan merusak daya konstriksi pembuluh darah dan
aliran darah otak akan naik dengan tiba-tiba. Dengan demikian, terjadilah
kerusakan blood-brain barier (BBB), yang dapat menimbulkan terjadinya edema
serebral dan perdarahan otak.
Berbagai keadaan dapat merubah batas otoregulasi, misalnya hipertensi
kronis. Pada hipertensi kronis otoregulasi bergeser ke kanan sehingga sudah
terjadi serebral iskemia pada tekanan darah yang dianggap normal pada orang
sehat. Serebral iskemia, serebral infark, trauma kepala, hipoksia, abses otak,
diabetes, hiperkarbi berat, edema sekeliling tumor otak, perdarahan subarakhnoid,
aterosklerosis serebrovaskuler, obat anestesi inhalasi juga mengganggu
otoregulasi. Karena pada cedera kepala otoregulasi terganggu, adanya hipotensi
yang tiba-tiba bisa menimbul-kan cedera otak sekunder.

b. Pa CO2
Aliran darah otak berubah kira-kira 4% (0,95-1,75 ml/100_gr/menit) setiap
mmHg perubahan PaCO2 antara 25-80 mmHg. Jadi, jika dibandingkan dengan
keadaan normokapni, aliran darah otak dua kali lipat pada P aCO2 80 mmHg dan
setengahnya pada PaCO2 20_mmHg. Karena hanya sedikit perubahan aliran darah
otak pada PaCO2 < 25 mmHg, malahan bisa terjadi serebral iskemia akibat
perubahan biokimia, maka harus dihindari hiperventilasi yang berlebihan. Pada
operasi tumor otak dipasang pemantau kapnogram untuk mengukur end Tidal
CO2, umumnya dipertahankan end Tidal CO2_25-30_mmHg yang setara dengan
PaCO2 29 - 34 mmHg, tetapi pada cedera kepala akut PaCO2 jangan  35 mmHg.

c. Pa O2
Bila PaO2 < 50 mmHg, akan terjadi serebral vasodilatasi dan aliran darah
otak akan meningkat. Suatu peningkatan PaO2 hanya sedikit pengaruhnya terhadap
resistensi pembuluh darah serebral. Pada binatang percobaan bila PaO2_>_450 mmHg
terjadi sedikit penurunan aliran darah otak walaupun tidak nyata. Akan tetapi, pada
manusia selama operasi otak PaO2 jangan melebihi 200 mmHg.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi aliran darah otak :


a. Simfatis dan Parasimfatis
Stimulasi simfatis menyebabkan vasokonstriksi, sedangkan stimulasi
parasimfatis menyebab-kan vasodilatasi. Perubahan-perubahan tersebut pada
aliran darah otak tidak lebih dari 5-10%. Stimulasi serabut simfatis menimbulkan
perubahan pada kurfa otoregulasi. Pada perdarahan terjadi stimulasi simfatis,
otoregulasi akan bergeser ke kanan sehingga batas bawah otoregulasi aliran darah
otak (toleransi terendah yang bisa menimbulkan iskemia) akan bergeser ke kanan.
Disamping itu, otoregulasi akan bergeser ke kanan baik pada keadaan cemas,
sakit, marah, maupun berlatih. Hal ini bermanfaat untuk melindungi otak dari
kenaikan tekanan darah yang tiba-tiba.

b. Hematokrit
Hematokrit mempengaruhi aliran darah otak secara nyata. Bila hematokrit
meningkat di atas nilai normal, aliran darah otak akan menurun karena ada
peningkatan viskositas darah. Isovolemik atau hemodilusi hipervolemia
(hematokrit_33%) menunjukkan peningkatan aliran darah otak tanpa ada
gangguan penghantaran oksigen.

c. Temperatur
Penurunan temperatur tubuh akan memperlambat metabolisme serebral. Hal
ini berarti menurunkan aliran darah otak. Setiap penurunan temperatur 1 oC, aliran
darah otak menurun kira-kira 5%.
Otoregulasi adalah suatu mekanisme yang sangat sensitif terhadap cedera
dan terganggu setelah cedera otak, anestetika inhalasi, dan stimulasi simfatis. Efek
yang segera timbul pada otoregulasi adalah menurunkan batas atas dari
otoregulasi sehingga pada tekanan darah sedikit di atas normal bisa terjadi
kerusakan BBB dan edema otak. Pada daerah yang terganggu (iskemia, trauma
atau neoplasma) terjadi penekanan fungsi neuron, asidosis laktat, edema,
gangguan otoregulasi, dan kemungkinan juga gangguan reaksi terhadap CO2 .
Gambar 2.4 : Luxury Perfusion

Asidosis jaringan menimbulkan terjadinya dilatasi lokal arteri serebral yang


meluas ke jaringan normal. Bila otoregulasi hilang, aliran darah akan bergantung
pada tekanan darah sehingga suatu penurunan tekanan perfusi otak akan
menyebabkan penurunan aliran darah otak secara proporsional. Bila reaksi
terhadap CO2 juga hilang, maka aliran darah betul-betul tergantung dari tekanan
darah. Keadaan ini disebut serebral vasoparalisis. Bila tekanan perfusi adekuat,
perfusi pada daerah yang asidotik akan berlebihan dengan kebutuhan metabolik
dan saturasi oksigen vena tinggi, keadaan ini disebut luxury perfusion. Akan
tetapi, bila tekanan perfusi turun, aliran darah akan berkurang, dan cepat terjadi
iskemia, seperti yang terjadi pada keadaan hipotensi atau steal phenomena.
Bila stimuli vasodilatasi cerebral terjadi secara global, aliran darah otak
regional akan meningkat pada daerah-daerah yang normal dengan mengorbankan
daerah-daerah yang mengalami vasomotor paralisis. Keadaan ini disebut
intracerebral steal, dan terjadi bila asidotik fokal telah mempengaruhi reaksi
terhadap CO2. Hiperkarbia akan menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh yang
normal dan konsekuensinya darah akan diambil (steal) dari daerah yang dipasok
pembuluh yang sudah stenosis. Bila stimulus vasodilator tersebut menyebabkan
penurunan tekanan darah atau kenaikkan tekanan intrakranial, aliran darah ke
daerah yang ada vasoparalisis akan lebih berkurang lagi.
2. Tekanan Intrakranial
Isi tengkorak terdiri dari jaringan otak (86%), darah (4%) dan cairan
serebrospinal (10%). Cairan serebrospinal dibentuk dengan kecepatan konstan,
80% atau lebih dibuat di pleksus koroideus, sisanya dibuat di parenkim otak.
Fungsi cairan serebrospinal adalah untuk proteksi, sokongan, dan regulasi kimia
otak. Produksi cairan serebrospinal kira-kira 0,35-0,4_ml/menit atau 30_ml/jam
atau 500-600 ml/hari. Absorpsinya bergantung pada perbedaan tekanan cairan
serebrospinal dan vena. Absorpsi tersebut terjadi melalui villi khorialis. Beberapa
obat anestesi mempengaruhi produksi dan absorpsi cairan serebrospinal. Adanya
darah pada cairan serebrospinal dapat menyumbat granulasio-arahnoid sehingga
mengganggu absorpsi cairan serebrospinal dan menyebabkan terjadinya
hidrosefalus. Volume dan tekanan cairan serebrospinal berbeda pada anak dan
dewasa.

Tabel 2.2 : Volume dan Tekanan Cairan Serebrospinal.


Volume dan Tekanan Cairan Serebrospinal Rentang Nilai
pada Manusia
Tekanan Cairan Serebrospinal (mmHg)
Anak-anak 3,0-7,5
Dewasa 4,5-13,5
Volume (ml)
Infant 40-60
Young children 60-100
Older Children 80-120
Dewasa 100-160

Tekanan intrakranial normal 5-15 mmHg. Tekanan ini tidak selalu konstan
bergantung pada pulsasi arteri, respirasi, dan batuk. Peningkatan volume salah
satu komponen (otak, darah atau cairan serebrospinal) akan dikompensasi dengan
penurunan volume komponen yang lainnya.
Volume intrakranial selalu konstan. Bila volume bertambah, misalnya karena
ada hematom, untuk mengurangi volume, cairan serebrospinal dan darah juga
akan berkurang, keluar dari ruangan intrakranial sehingga tekanan intrakranial
akan tetap normal. Bila batas kompensasi dilewati, tekanan intrakranial akan
meningkat.

Gambar 2.5 : Hubungan Volume dan Tekanan Intrakranial

Bila tekanan intrakranial meningkat dengan cepat, terjadi perubahan sistemik


seperti hipertensi, hipotensi, takikardia, bradikardia, perubahan irama jantung,
perubahan EKG, gangguan elektrolit, hipoksia, dan NPE (Neurogenic Pulmonary
Edema). Cushing menuliskan adanya Trias Cushing pada pasien dengan
kenaikkan tekanan intrakranial. Trias itu terdiri atas hipertensi, bradikardia dan
melambatnya respirasi. Peningkatan tekanan darah ini merupakan mekanisme
untuk mempertahankan aliran darah otak yang terjadi akibat peningkatan kadar
adrenalin, nor-adrenalin, dopamin dalam sirkulasi. Bradikardi tidak selalu terjadi
pada setiap pasien. Bradikardi dapat juga terjadi selintas. Yang paling sering
terjadi yaitu takikardia dan atau aritmia ventrikel.
Peningkatan tekanan intrakranial, selain dihubungkan dengan peningkatan
mortalitas, juga bila pasien bertahan hidup, keadaan neuropsikologis sering lebih buruk
daripada penderita tanpa kenaikkan tekanan intrakranial.

Tabel 2.3 : Hubungan antara Tekanan Intrakranial dan Mortalitas pada


Cedera Kepala
Tekanan rata-rata (mmHg) Mortalitas
0-20 19%
21-40 28%
41-80 79%

Pada keadaan tekanan intrakranial yang meningkat bisa terjadi spasme


arteri serebral, yang bisa menimbulkan serebral iskemia dan serebral infark. Pada
cedera kepala berat bisa terjadi laktik asidosis cairan serebrospinal, yang juga
akan meningkatkan tekanan intrakranial.

3. Metabolisme Serebral
Berat otak hanya 2-3% berat badan. Pada istirahat otak mengkonsumsi 20%
oksigen yang diambil. Basal metabolic rate untuk oksigen adalah 3,3 ml/100
gr/menit dan untuk glukosa 4,5 mg/100 gr/menit. Keadaan ini relatif konstan
pada saat tidur dan bangun. Otak memerlukan pasokan substrat yang konstan
karena metabolismenya yang tinggi. Glukosa merupakan bahan bakar untuk
jaringan saraf walaupun keton dapat dipakai selama periode puasa dan
ketoacidosis.
Aliran darah otak dan Cerebral Metabolic Rate (CMR) berlangsung
bersama-sama. Peningkatan metabolisme akan meningkatkan aliran darah otak.
Obat anestesi inhalasi menyebab-kan peningkatan aliran darah otak dan
penurunan CMRO2. Dari semua obat anestesi inhalasi, isofluran merupakan
serebral metabolik depresant yang paling kuat, dan menurunkan 50% CMRO 2
pada konsentrasi end-tidal isofluran 2,5%. Semua obat anestesi intravena (kecuali
ketamin) menurunkan CMRO2. Barbiturat menurunkan CMRO2 dan aliran darah
otak paling kuat.
Hipotermi menurunkan CMRO2 7% per 1oC dan hipertermi meningkatkan
CMRO2. Suhu di atas 42oC akan menyebabkan kematian sel neuron. Kejang-
kejang akan meningkatkan aliran darah otak dan CMRO2.
Pengelolaan Hipertensi Intrakranial
Berbagai manuver dan obat digunakan untuk menurunkan tekanan
intrakranial. Sebagai contoh, pemberian diuretik atau steroid, hiperventilasi,
pengendalian tekanan darah sistemik telah digunakan untuk mengurangi edema
serebral dan brain bulk, dengan demikian akan menurunkan tekanan intrakranial.
Tabel 1 : Metode untuk mengendalikan hipertensi intracranial
Osmotik diuretic (mannitol, NaCl hipertonik), tubular (furosemid).
Kortikosteroid : deksametason (effektif untuk edema yang terlokalisir
sekeliling tumor).
Ventilasi adekuat : PaO2 > 100 mmHg, PaCO2 35 mmHg, hiperventilasi sesuai
kebutuhan.
Optimal hemodinamik (MAP, CVP, PCWP, HR), mempertahankan tekanan
perfusi otak.
Hindari overhidrasi, sasarannya normovolemi.
Posisi untuk memperbaiki cerebral venous return (netral, head-up).
Obat yang menimbulkan vasokontriksi serebral (barbiturat, indometasin).
Pengendalian temperatur : hindari hipertermi, moderat intraoperatif hipotermi.
Drainase cairan serebrospinal.
MAP=mean arterial pressure; CVP =central venous pressure;
PCWP=pulmonary capillary wedge pressure; HR = heart rate

Diuretik:
Penurunan tekanan intrakranial yang cepat dapat dicapai dengan pemberian
diuretik. Dua macam diuretik yang umum digunakan yaitu osmotik diuretik
mannitol dan loop diuretik furosemid. Mannitol diberikan secara bolus intravena
dengan dosis 0,25-1 gr/kg BB. Bekerja dalam waktu 10-15 menit dan efektif kira-
kira selama 2 jam. Mannitol tidak menembus BBB yang intact. Dengan
peningkatan osmolalitas darah relatif terhadap otak, mannitol menarik air dari
otak kedalam darah. Bila BBB rusak, mannitol dapat memasuki otak dan
menyebabkan rebound kenaikan tekanan intrakranial sebab ada suaru reversal dari
perbedaan osmotik. Akumulasi mannitol dalam otak terjadi pada dosis besar dan
pengulangan pemberian.
Mannitol dapat menyebabkan vasodilatasi, yang bergantung dari besarnya
dosis dan kecepatan pemberiannya. Vasodilatasi akibat mannitol dapat
menyebabkan peningkatan volume darah otak dan tekanan intrakranial secara
selintas yang simultan dengan penurunan tekanan darah sistemik. Disebabkan
karena mannitol pertama-tama dapat meningkatkan tekanan intrakranial, maka
harus diberikan secara perlahan (infus  10 menit) dan dilakukan bersama dengan
manuver yang menurunkan volume intrakranial (misalnya hiperventilasi).
Obat hipertonik misalnya harus diberikan secara hati-hati pada pasien
dengan penyakit kardiovaskuler. Pada pasien ini, peningkatan selintas volume
intravaskuler dapat mempresipitasi gagal jantung kiri. Furosemid mungkin obat
yang lebih baik untuk mengurangi tekanan intrakranial pada pasien ini.
Penggunaan mannitol jangka panjang dapat menyebabkan dehidrasi, gangguan
elektrolit, hiperosmolalitas, dan gangguan fungsi ginjal. Hal ini terutama bila
serum osmolalitas meningkat diatas 320 mOsm/kg.
Furosemid mengurangi tekanan intrakranial dengan menimbulkan diuresis,
menurunkan produksi cairan serebrospinal, dan memperbaiki edema serebral
dengan memperbaiki transport air seluler. Furosemid menurunkan tekanan
intrakranial tanpa meningkatkan volume darah otak atau osmolalitas darah, tetapi,
tidak seefektif mannitol dalam menurunkan tekanan intrakranial. Furosemid dapat
diberikan tersendiri dengan dosis 0,5 – 1 mg/kg atau dengan mannitol, dengan
dosis yang lebih rendah (0,15-0,3 mg/kg). Suatu kombinasi mannitol dengan
furosemid lebih efektif daripada mannitol saja dalam mengurangi brain bulk dan
tekanan intrakranial tapi lebih menimbulkan dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit. Bila dilakukan kombinasi terapi, diperlukan pemantauan
serum elektrolit dan osmolalitas dan mengganti kalium bila ada indikasi.
NaCl hipertonik, lebih berguna pada pasien tertentu misal refraktori
hipertensi intrakranial atau yang memerlukan restorasi cepat dari volume
intravaskuler dan penurunan tekanan intrakranial. Kerugian utama dari NaCl
hipertonik adalah terjadinya hipernatremia. Pada suatu penelitian pasien bedah
saraf selama operasi elektif tumor supratentorial, volume yang sama mannitol
20% dan NaCl 7,5% dapat mengurangi brain bulk dan tekanan cairan
serebrospinal, tapi serum Na meningkat selama pemberian NaCl hipertonik dan
mencapai puncak 150 meq/lt.

Steroid :
Kortikosteroid mengurangi edema sekeliling tumor otak. Kortikosteroid
memerlukan beberapa jam atau hari sebelum mengurangi tekanan intrakranial.
Pemberian kortikosteroid sebelum reseksi tumor sering menimbulkan perbaikan
neurologis mendahului pengurangan tekanan intrakranial. Steroid dapat
memperbaiki kerusakan barier darah-otak. Postulat mekanisme steroid dapat
mengurangi edema otak adalah dehidrasi otak, perbaikan barier darah-otak,
pencegahan aktivitas lisosom, mempertinggi transport elektrolit serebral,
merangsang ekresi air dan elektrolit, dan menghambat aktivitas fosfolipase A2.
Komplikasi yang potensial dari pemberian steroid yang lama adalah
hiperglikemia, ulkus peptikum akut, peningkatan kejadian infeksi. Walaupun
pada tahun 70-an dan permulaan tahun 80-an digunakan secara ektensif, untuk
terapi edema serebral pada cedera kepala akut, sekarang steroid jarang digunakan
pada protokol pengelolaan cedera kepala.

Pengelolaan Ventilasi :
Hiperventilasi telah dipakai untuk pengelolaan hipertensi intrakranial acut
dan subakut. CO2 adalah serebrovasodilator kuat dan penurunan CO 2
serebrovaskular menurunkan volume otak dengan menurunkan aliran darah otak
melalui vasokontriksi serebral yang cepat. Setiap perubahan 1 mmHg PaCO2,
aliran darah otak berubah 1-2 ml/100gr/menit. Hiperventilasi efektif dalam
menurunkan tekanan intrakranial hanya untuk 4-6 jam, bergantung dari pH cairan
serebrospinal dan utuhnya reaktivitas terhadap CO2 pada pembuluh darah otak.
Gangguan reaksi terhadap perubahan PaCO2 terjadi di daerah vasoparalisis, yang
dihubungkan dengan penyakit intrakranial luas seperti iskemia, trauma, tumor,
dan infeksi.
Hiperventilasi dapat berbahaya. Ada bukti bahwa agresif hiperventilasi dan
vasokontriksi dapat menimbulkan iskemia, terutama bila aliran darah otak rendah.
Telah ditunjukkan bahwa aliran darah otak setelah cedera kepala paling rendah
pada hari pertama dan secara perlahan meningkat pada 3-6 hari kemudian. Telah
diperlihatkan adanya korelasi langsung dari hiperventilasi agresif (PaCO2  25
mmHg) dan outcome yang lebih buruk setelah cedera kepala berat.
Bila hiperventilasi dimulai untuk pengendalian hipertensi intrakranial,
PaCO2 harus dipertahankan dalam rentang 30-35 mmHg untuk mencapai
pengendalian tekanan intrakranial seraya mengurangi risiko iskemia.
Hiperventilasi untuk mencapai PaCO2 kurang dari 30 mmHg harus
dipertimbangkan hanya bila diperlukan terapi sekunder untuk hipertensi
intrakranial yang refrakter.
Pengukuran SJO2 kontinu digunakan dalam praktek klinik untuk
menentukan pasien mendapatkan hasil yang menguntungkan atau merugikan
akibat hiperventilasi. Pada situasi emergensi, harus dikontinu melakukan
hiperventilasi bila ada pertimbangan pasien dalam kedaan hipettensi intrakranial.
Tetapi, bila situasi klini tidak memerlukan hiperventilasi lebih lama atau ada bukti
adanya iskemia serebral, maka harus dilakukan normoventilasi.

Pengelolaan Cairan dan Tekanan Arteri :


Penelitian binatang dan survai klinik menyokong konsep bahwa otak yang
cedera sangat rentan terhadap perubahan kecil hipoksia atau hipotensi.
Keterangannya adalah setelah cedera kepala, pada beberapa pasien menunjukkan
adanya daerah otak yang sangat rendah aliran darahnya, dengan gangguan
otoregulasi. Bila otoregulasi hilang, aliran darah otak menjadi tergantung dari
tekanan darah. Karena itu, pasien cedera kepala dengan aliran darah otak rendah
sangat rentan terhadap hipotensi sistemik. Observasi ini mempunyai akibat dalam
lebih besarnya dukungan pada support tekanan darah yang agresif pada pasien
cedera kepala. Penelitian dengan SJO2 dan TCD menunjukkan bahwa tekanan
perfusi otak yang adekuat mulai memburuk pada tekanan perfusi otak rerata < 70
mmHg. The Brain Trauma Foundation dan American Associaton of Neurologic
Surgeon menganjurkan target tekanan perfusi otak adalah 70 mmHg pada pasien
cedera kepala.
Restriksi intake cairan merupakan cara tradisional untuk terapi dekompresi
intrakranial tetapi sekarang jarang digunakan untuk terapi menurunkan tekanan
intrakranial. Restriksi cairan yang berat dalam beberapa hari dapat menimbulkan
hipoviolemia, dan menyebabkan hipotensi, penurunan aliran darah otak, dan
hipoksia. Kekurangan volume intravaskuler harus diperbailki sebelum induksi
anestesi untuk mencegah hipotensi. Resusitasi dan rumatan cairan untuk pasien
bedah saraf adalah larutan kristaloiud iso-osmolar yang bebas glokosa. Larutan
hipoosmolar misalnya NaCl 0,45% dan RL lebih meningkatkan air otak daripada
larutan isoosmoler NaCl 0,9%. Larutan yang mengandung glukosa dihindari pada
semua pasien bedah saraf dengan metabolisme glukosa yang normal, sebab
larutaini dapat mengeksaserbasi kerusakan iskemik. Hiperglikemia memperberat
kerusakan iskemik dengan pempromosi produksi laktat neuron, yang
memperberat cedera seluler. Cairan intravena yang mengandung glukosa dan air
(dektrosa 5% dalam air atau dekstrosa 5% dalam 0,45% NaCl) juga memperberat
edema otak, sebab glokusa dometabolis,e dan air akan tetap tinggal ruangan cairan
intrakranial. Studi klinis menunjukkan suatu hubungan yang kuat antara kadar
glukosa plasma dan outcome neurologis setelah stroke dan cedera otak. Karena
itu, glukosa hanya diberikan bila ada risiko hipoglikemia dan kadar glukosa darah
harus dipantau dan dipetahankan pada rentang bawah dar nilai normal.
Selama resusitasi cairan pasien cedera kepala, sasarannya adalah untuk
mempertahankan osmolality serum normal, menghindari penurunan tekanan
tekanan koloid osmotic yang besar, dan mengembalikan sirkulasi darah yang
normal. Terapi yang segera adalah langsung pada mencegah hipotensi dan
mempertahankan CPP diatas 70 mmHg. Bila ada indikasi, pasang monitor ICP
untuk panduan resusitasi cairan dan mencegah kenaikkan ICP. Kristaloid iso-
osmolar, koloid atau keduanya diberikan segera untuk mempertahankan volume
sirkulasi. Perdarahan yang banyak memerlukan transfusi darah. Hematokrit
minimal antara 30-33% dianjurkan untuk memaksimalkan transportasi oksigen.
Larutan NaCl hipertonik mungkin sangat berguna untuk resusitasi volume
pada pasien cedera kepala karena mempertahankan volume intravaskuler seraya
menurunkan ICP dan memperbaiki aliran darah otak regional. NaCl hipertonik
menimbulkan suatu efek osmotic diuretic sama seperti mannitol. Dengan
penggunaan jangka panjang, ada kemungkinan kompliasi dari peningkatan Na
serum, penurunan kesadaran dan kejang.
Posisi :
Untuk kebanyakan pasien bedah saraf, posisi netral, head up 15-30o
dianjurkan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan jalan memperbaiki
drainase vena serebral. Kepala fleksi atau rotasi dapat menimbulkan obstruksi
drainase vena serebral, menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Penurunan
posisi kepala menyebabkan gangguan drainase vena serebral, yang secara cepat
meningkatkan brain bulk dan tekanan intrakranial.

Obat yang menimbulkan Vasokontriksi Serebral :


Pemberian obat yang meningkatkan resistensi pembuluh darah serebral
dapat secara cepat mengurangi tekanan intrakranial. Pentotal dan pentobarbital
adalah obat yang paling banyak digunakan untuk tujuan ini. Barbiturat
menurunkan CMR dan aliran darah otak. Masalah utama dengan barbiturat adalah
adanya penurunan tekanan arteri rerata, yang apabila tidak dapat dikendalikan
dapat menurunkan tekanan perfusi otak. Pada dosis tinggi (10-55 mg/kg) pentotal
dapat menimbulkan EEG isoelektrik dan menurunkan CMR sampai 50%.
Metabolik efek pentotal yang langsung adalah menyebabkan kontriksi pembuluh
darah serebral, yang menurunkan aliran darah otak dan karena itu menurunkan
peningkatan tekanan intrakranial.
Pentobarbital digunakan untuk mengatur tekanan intrakranial apabila cara
terapi lain gagal. Dosis bolus 10 mg/kg selama lebih dari 30 menit dilanjutkan
dengan dosis 1-1,5 mg/kg dapat menimbulkan koma. Level dalam darah secara
periodik diukur untuk mencegah overdosis dan adjusted kira-kira 3 mg/dl. Pasien
memerlukan ventilasi mekanis, hidrasi, pemantauan tekanan intrakranial,
pemantauan tekanan arteri invasif dan mungkin vasopresor. EEG digunakan untuk
memantau pola burst supresi sebagai bukti penekanan adekuat dari aktivitas
serebral. Sasaran dari barbiturat koma adalah pengendalian ICP jangka panjang
sampai faktor yang memperburuk tekanan intrakranial dapat dihilangkan.
Barbiturat mungkin juga memberikan proteksi otak dengan menurunkan
metabolisme otak. Beberapa dari proximate mekanisme yang mana barbiturat
menurunkan metabolisme otak termasuk penurunan Ca influks, blokade
terowongan Na, menghambat pembentukan radikal bebas, memberbesar aktivitas
GABA, dan menghambat transfer glukosa menembus barier darah-otak. Semua
dari mekanisme ini konsisten dengan laopran Goodman dkk bahwa pentobarbital
koma mengurangi laktat, glutamat dan aspartat pada ruangan ekstraseluler pada
pasien cedera kepala dengan peningkatan tekanan intrakranial yang hebat. Pada
penelitian invitro menyokong bahwa tiopental juga memperlambat hilangnya
perbedaan elektrik transmembran yang disebabkan karena aplikasi NMDA dan
AMPA. Sayangnya, hanya trial klinis yang memberikan bukti dari proteksi
barbiturat.
Penelitian binatang dan laporan pendahuluan penggunaan indomethasin
dalam pengelolaan hipertensi intrakranial. Indomethasine menyebabkan
vasokonstriksi serebral dan penurunan aliran darah otak dengan tanpa
menpengaruhi CMRO2. Mungkin menurunkan tekanan intrakranial dengan
menurunkan edema serebral, menghambat produksi cairan serebrospinal dan
mengendalikan hipertermia.
Mekanisme penurunan aliran darah otak oleh indomethasine tidak dimengerti
dengan jelas. Penelitian binatang menyokong bahwa Pengendalian Temperatur :
Hipotermia ringan telah ditunjukkan untuk mengurangi tekanan intrakranial pada
pasien dengan cedera kepala dengan menurunkan metabolisme otak, aliran darah
otak, volume darah otak dan produksi cairan serebrosponalis. Obat yang menekan
menggigil secara sentral, pelumpuh otot, dan ventilasi mekanis diperlukan bila
dilakukan teknik hipotermi.

Drainase cairan serebrospinal :


Drainase cairan serebrospinal 10-20 ml dengan tusukan langsung pada
ventrikel lateral atau dari kateter spinal lumbal dapat performed mengurangi brain
tension secara cepat. Drainase cairan serebrospinal lumbal harus dilakukan
secara hati-hati hanya bila dura terbuka dan pasien dilakukan hiperventilasi
ringan untuk mencegah hernia otak akut.
REFERENSI

1. Cottrell JE, Smith DS. Anesthesia and Neurosurgery, 4th ed. St Louis : Mosby;
2001.

2. Newfield P, Cottrell JE. Handbook of Neuroanesthesia, 4th ed, Philadelphia :


Lippincott Williams&Wilkins ; 2007.

3. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. Clinical Anaesthesiology, 4th ed,
New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2006

4. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Clinical Anaesthesia, 5th ed.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2006

5. ISNACC participant workbook 2007.

Anda mungkin juga menyukai