Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH CARA MEMBUAT KRUPUK SADUL

(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah)


Abdul Aziz.M.kom

Disusun oleh :
-M.HAMDAN.R (42316012)
-DIKI ANDRIAN (42316005)

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


JURUSAN SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS PERADABAN
BUMIAYU
2018
1. ALUR PROSES PENGOLAHAN

Tepung tapioka

Terasi

Garam

Bawang putih

Pembuatan Adonan

Pembentukan Adonan

Pencetakan

Pengeringan sinar
matahari selama 2-3 hari

penggorengan
2. PEMBAHASAN

Cara Membuat Kerupuk Terasi Sadul:

1. Haluskan bawang putih yang sudah anda persiapkan sebelumnya,


kemudian tumis hingga harum, kemudian angkat tumisan bawang putih
tersebut.
2. Setelah itu campurkan garam, gula pasir, terasi, bumbu masak serta
tumisan bawang putih tersebut dan aduk hingga merata.
3. Setelah itu tambahkan terigu dan tapioca ke dalam satu wadah, setelah itu
ambilkan sedikit larutan sebanyak ¼ liter air hingga tepung menjadi larut,
kemudian campurkan adonan bumbu yang sudah anda siapkan tadi ke
dalam nya.
4. Kemudian panaskan adonan teresebut dan aduk hingga menjadi bubur
yang sangat kental.
5. Pindahkan adonan yang sudah mengental ke dalam baskom.
6. Setelah itu sisa tepung yang masih ada tadi masukkan ke dalam adonan
yang sudah mengental sedikit demi sedikit sambil di tambah air, aduk
adonan tersebut hingga menjadi adonan yang kalis dan tidak lengket di
wajan.
7. Setelah itu masukkan adonan tersebut ke dalam plastic berbentuk silinder
dengan panjang kurleb sekitar 20 cm dan berdiameter 5 hingga 7 cm yang
dibentuk menyeruapi lontong. Setelah itu padatkan adonan tersebut dan
tutuplah pada kedua ujungnya.
8. Setelah itu kukuslah adonan tersebut hingga matang menggunakan
dandang.
9. Setelah adonan matang dengan ditandai warna nya berubah menjadi
kuning, anda angkat adonan tersebut, lalu tiriskan dan tunggu 8 – 12 jam
hingga adonan kerupuk terasi tadi menjadi keras.
10. Sesudah adonan mengeras, anda potong adonan tersebut dengan potongan
tipis agar mudah dikeringkan dan mudah digoreng. Anda bisa mengirisnya
dengan pisau tajam atau menggunakan mesin pengiris kerupuk.
11. Setelah itu keringkat kerupuk melalui 2 tahapan, yaitu dengan di angin-
anginkan selama 24 jam, kemudian dijemur hingga kering.
12. Tunggu hingga kerupuk benar-benar kering dan anda bisa langsung
menggoreng nya atau menyimpan nya untuk waktu yang cukup lama. Dan
untuk lama pengeringan nya tergantung dengan cuaca kecuali jika anda
menggunakan mesin pengering untuk mengeringkan kerupuk tersebut.
Faktor terpenting dalam tahap pembuatan adonan adalah homogenitas
adonan, karena sifat ini akan mempengaruhi keseragaman produk akhir yang
dihasilkan, baik karakteristik fisik, kimia maupun organoleptik. Untuk itu pada
saat pencampuran bahan hendaknya dilakukan sampai benar-benar homogen
(Anonim, 1995).
Pengamatan adonan yang dilakukan secara visual ternyata terlihat bahwa
perbandingan tepung dan ikan dalam formulasi akan memberikan perbedaan
terhadap sifat adonan. Perbedaan sifat adonan terlihat dalam bentuk mudah atau
tidaknya adonan menyatu pada saat akhir proses pengadukan dan sifat mudah
lengketnya sewaktu adonan dibentuk bulat-bulat.
Untuk itu saat pengadonan harus memperhatikan perbandingan dalam
pemberian bahan campuran yang sesuai dengan formulasi pembuatan kerupuk
amplang. Karena dengan formulasi perbandingan bahan baku yang tepatlah
kerupuk amplang dapat dibuat. Perbandingan tepung tapioka dan ikan yang baik
dalam pembuatan kerupuk amplang adalah 2:1. Dalam adonan ini telah di
dapatkan adonan yang tepat dan tidak lengket lagi ditangan.
Kerupuk amplang pada perbandingan 1:1 antara tepung tapioka dan daging
ikan akan menghasilkan adonan yang tidak padat sehingga adonan tersebut masih
lengket ditangan dan tidak dapat dibentuk. Hal ini menyebabkan adonan tersebut
tidak dapat dilanjutkan pada proses selanjutnya yaitu proses penggorengan
sehingga tidak dapat diujikan mutunya. Sebaliknya pada perbandingan 3:1
diperoleh adonan yang terlalu padat sehingga proses pencetakan akan mengalami
kesulitan. Ini disebabkan karena penambahan tepung tapioka yang terlalu banyak
mengakibatkan adonan sulit untuk dibentuk, adonan tidak elastis dan mudah retak
(pecah-pecah).
Hasil pengamatan rendemen adonan dengan perbandingan tepung tapioka
danikan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Rendemen Adonan dengan Perbandingan 2:1

Bahan Berat (gram)


Ikan terasi 100
Tepung tapioka 200
Adonan sebelum digoreng 450
Adonan setelah digoreng 400

Kerupuk sadul dengan perbandingan 2:1 menghasilkan bola amplang 210


butir dengan diameter sebelum digoreng 1 cm dan setelah digoreng 1,75, panjang
sebelum digoreng 3,5 cm dan setelah digoreng 7cm dengan berat masing-masing
bola amplang sebelum digoreng 2,2 gram dan setelah penggorengan menjadi 1,9
gram.

Tabel 2. Rendemen Adonan dengan Perbandingan 3:1

Bahan Berat (gram)


Ikan terasi 100
Tepung Tapioka 300
Adonan sebelum digoreng 556
Adonan setelah digoreng 502

Kerupuk sadul dengan perbandingan 3:1 menghasilkan bola amplang 287


butir dengan diameter awal 1 cm dan setelah digoreng 1,5 cm, panjang awal 3,5
cm dan setelah digoreng 4,5 cm dengan berat masing-masing bola amplang
sebelum digoreng 2 gram dan setelah penggorengan menjadi 1,7 gram.
Dari dua perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa kerupuk dengan
perbandingan 3:1 mengalami pengembangan yang kurang maksimal dibandingkan
dengan kerupuk dengan perbandingan 2:1 yang mengalami pengembangan yang
cukup maksimal.

Penggorengan

Sadul merupakan sejenis kerupuk ikan yang harus digoreng sebelum


dipasarkan. Penggorengan dengan menggunakan metode deep frying yaitu
menggoreng dengan seluruh permukaan bahan pangan yang terendam oleh
minyak (Ketaren, 1986). Kerupuk amplang mempunyai karakteristik menyerap
lemak dari minyak goreng sehingga saat penggorengan memerlukan
penggorengan dalam jumlah banyak.
Menurut hasil pengamatan, suhu penggorengan yang digunakan untuk
mendapatkan kemekaran yaitu 1500C selama kurang lebih 15 menit hingga
kerupuk tersebut telah mendapatkan kemekaran maksimal dengan bentuk yang
konstan. Pada saat suhu penggorengan kurang dari 1000C akan mengakibatkan
kerupuk amplang kurang mengembang (bantat) dan amplang menjadi kisut,
sedangkan suhu diatas 2000C mengakibatkan tekstur kerupuk amplang pecah
sehingga bentuk kurang bulat, permukaan tidak rata dan juga cepat mengalami
kegosongan. Setelah mendapatkan bentuk yang konstan suhu penggorengan
dinaikkan hingga 2200C selama kurang lebih 5 menit hingga kering agar bagian
dalam kerupuk amplang matang dan tidak kenyal.
Warna gelap akibat dari reaksi Maillard yaitu reaksi pencoklatan yang
disebabkan lama penggorengan, suhu penggorengan dan komponen kimia bahan
pangan itu sendiri. Semakin tinggi karbohidrat maka semakin cepat terjadi reaksi
pencoklatan. Pada proses pemanasan juga terjadi reaksi Browning yang dapat
menyebabkan timbulnya warna yang tidak diinginkan (coklat) akibat pemanasan
yang terlalu lama atau penggunaan suhu yang terlalu tinggi (Winarno, 1997).
Selain itu, akibat kandungan gula yang tinggi pada produk akan mengakibatkan
terjadinya reaksi karamelisasi sehingga produk tersebut cepat mengalami
pencoklatan/kegosongan.
Minyak goreng merupakan media penghantar panas pada proses
penggorengan. Dengan menggunakan metode deep frying (Ketaren, 1986),
penggorengan dilakukan dengan cara digoreng dengan seluruh permukaan
kerupuk terendam oleh minyak, agar panas yang diterima merata, dan dilakukan
dengan hati-hati agar kerupuk amplang tidak mudah pecah (retak) sehingga
didapatkan bentuk yang utuh. Pengadukan pada saat penggorengan sangat
berpengaruh terhadap kemekaran, kegetasan dan kegosongan kerupuk amplang.
Akibat pengadukan saat penggorengan, suhu minyak akan tetap konstan.

Pendinginan

Pendinginan adalah metoda untuk mengeluarkan sisa- sisa minyak goreng


terdapat dalam produk yang dapat membuat tekstur produk menjadi lembek.
Biasanya kandungan minyak tersebut dkeluarkan sampai batas agar mikroba tidak
dapat tumbuh didalamnya (Winarno, 1987). Pendinginan kerupuk amplang
dilakukan dengan mengentaskan kerupuk amplang dengan penyaringan sampai
sisa-sisa minyak dalam kerupuk tidak nampak atau kering.

Pengemasan

Pengemasan kerupuk amplang dilakukan dengan mengemas kerupuk ke


dalam plastik vakum untuk menghasilkan produk yang renyah dan mengembang.
Produk akhir harus dikemas dengan cepat, cermat, saniter dan higienis. Pengemas
harus tahan minyak dan tidak mudah ditembus oleh uap air. Hal ini menghindari
proses terjadinya ketengikan yang dapat mengurangi mutu dari kerupuk.
Ketengikan terjadi apabila komponen citarasa dan bau yang mudah menguap dan
terbentuk sebagi akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tidak
jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan citarasa yang tidak
diinginkan dalam produk yang mengandung minyak (Buckle et al, 1985).

Penyimpanan

Penyimpanan dilakukan untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan


yang disebabkan oleh berbagai hal antara lain seperti mikroorganisme, serangga,
tikus dan kerusakan fisiologis atau biokimia (Damayanti dan mudjajanto 1995).
Kerupuk ampalng disimpan dalam ruangan yang terlindung dari penyebab-
penyebab yang dapat merusak atau menurunkan mutu produk seperti panas,
serangga (Insects) seperti lalat, semut dan lain-lain serta binatang pengerat
(Rodentia) seperti tikus. Di samping itu ruang penyimpanan harus memiliki
kelembaban udara yang sesuai dengan produk. Kelembaban ruangan harus dijaga
serendah mungkin untuk menyesuaikan produk kerupuk (SNI 01-2732.2-1992)
3. KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan dan praktek pengolahan kerupuk amplang dengan


pemanfaatan terasi dapat disimpulkan :
1) Pengolahan kerupuk amplang meliputi persiapan bahan baku (pencucian dan
penyiangan), pengerokan daging, pelumatan daging, pengadonan diikuti
dengan penambahan bumbu, pencetakan, penggorengan dan pengemasan.
2) Produk kerupuk amplang dengan perbandingan komposisi tepung tapioka dan
ikan (2:1) menghasilkan mutu yamg lebih baik dibandingkan produk dengan
perbandingan tepung tapioka dan ikan (3:1). Selain itu, produk A dengan
komposisi 2:1 mendapatkan nilai tertinggi pada uji organoleptik dan uji
hedonik karena panelis lebih menyukai rasa dan tekstur dari produk tersebut.
Oleh karena itu, produk A dengan komposisi 2:1 merupakan produk terpilih.
3) Nilai organoleptik ikan kurisi berkisar antara 7,48 sampai dengan 7,58 pada
selang kepercayaan 95%. Sedangkan jumlah TPC pada produk terpilih
(Produk A) sebesar 7,0 x 102 koloni/ gram.
4) Hasil pengujian kimia pada bahan baku ikan kurisi yaitu; kadar air 80,75%,
kadar abu 0,98%, kadar lemak 1,0%, kadar protein 16,89% dan karbohidrat
0,39%. Sedangkan untuk hasil pegujian produk A (2:1) yaitu; kadar air 9,97%,
kadar abu 1,25%, kadar lemak 29,5%, kadar protein 9,18% dan karbohidrat
41,31%.
5) Hasil pengukuran analisis daya kembang dengan pengukuran panjang
diameter kerupuk amplang pada produk A setelah mengalami penggorengan
sebesar 154,9% sedangkan daya kembang pada produk B sebesar 58,42%.
6) Hasil perhitungan analisa usaha menunjukkan pendapatan yang diperoleh per
periode kerja sebesar Rp.54.000,- (dalam 1 kg bahan).
7) Hasil perhitungan analisa titik impas (BEP) sebesar 43 unit dengan biaya
sebesar Rp. 43.000,-, dengan B/C (Benefit Cost Ratio) lebih besar dari satu
(>1), sehingga pengolahan kerupuk amplang ini layak untuk dilanjutkan.

Anda mungkin juga menyukai