Anda di halaman 1dari 2

Islam dan Demokrasi

Di tengah proses demokratisasi global,banyak kalangan ahli demokrasi diantaranya Larry


Diamond,Juan J.Linze,Seymour Martin Lipset,menyimpulkan bahwa dunia Islam tidak memiliki
prospek untuk menjadi demokratis serta tidak memiliki pengalaman demokrasi yang cukup andal. Hal
senada juga dikemukakan oleh Samuel P.Huntington yang meragukan Islam dapat berjalan dengan
prinsip-prinsip demokrasi yang secara kultural lahir di barat. Karena alasan inilah dunia Islam
dipandang tidak menjadi bagian dari proses gelombang demokratisasi dunia.
Kesimpulan yang didapat dari para ahli tampaknya tidak terbukti jika mencermati perjalanan
demokrasi di Indonesia,negara muslim terbesar di Dunia. Beberapa kali pelaksanaan Pemilu secara
langsung telah berlalu tanpa menimbulkan pertumpahan darah. Keberhasilan pelaksanaan Pemilu di
Indonesia secara aman dan damai telah menjadi bukti di hadapan dunia bahwa demokrasi dapat
dipraktikan di tengah-tengah masyarakat Muslim mayoritas.
Setidaknya terdapat tiga pandangan tentang Islam dan Demokrasi:
Pertama, Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam tidak bisa di
subordinatkan dengan demokrasi karena islam merupakan sistem politik yang mandiri.
Kedua, Islam berbeda dengan demokrasi. Jika demokrasi didefinisikan secara prosedural
seperti dipahami dan dipraktikan di negara-negara barat. Kelompok kedua ini menyetujui adanya
prinsip-prinsip demokrasi dalam Islam. Tetapi mengakui adanya perbedaan antara Islam dan
Demokrasi.
Ketiga, Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik
demokrasi seperti yang dipraktikkan negara-negara maju. Islam di dalam dirinya demokratis tidak
hanya karena prinsip syura (musyawarah), tetapi juga karena adanya
konsep ijtihad dan ‘ijma (konsensus).
Penerimaan negara-negara Muslim (Dunia Islam) terhadap demokrasi sebagaimana yang
dikemukakan oleh kelompok ketiga ini,tidak berarti bahwa demokrasi dapat tumbuh dan berkembang
di negara Muslim secara otomatis. Bahkan yang terjadi adalah kebalikannya dimana negara-negara
muslim justru merupakan negara yang tertinggal dalam berdemokrasi, sementara kehadiran rezim
otoriter di sejumlah negara muslim pada umumnya menjadi kecenderungan yang dominan.[2]

Pengaruh dalam Demokrasi Islam dan sikap Islam terhadap demokrasi


A. Faktor lambatnya pertumbuhan Demokrasi Islam
Terdapat beberapa argumen teoritis yang menjelaskan lambannya pertumbuhan dan
perkembangan demokrasi di dunia Islam. Diantaranya:
Pertama, Pemahaman doktrinal menghambat praktik demokrasi. Hal ini disebabkan oleh
kebanyakan kaum muslim yang cenderung memahami demokrasi sebagai sesuatu yang bertentangan
dengan Islam.
Kedua, Persoalan kultur. Penerapan demokrasi pernah mengalami kegagalan karena warisan
kultural masyarakat muslim sudah terbiasa dengan autokrasi dan ketaatan absolut kepada pemimpin.
Ketiga, Sifat alami demokrasi itu sendiri. Untuk membangun demokrasi diperlukan
kesungguhan,kesabaran,dan waktu.
B. Sikap Islam terhadap demokrasi
Umat Islam seringkali kebingungan dengan istilah demokrasi. Di saat yang sama, demokrasi
bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini masih belum bisa diterima secara bulat. Sebagian
kalangan memang bisa menerima tanpa reserve, sementara yang lain justru bersikap ekstrem.
Menolak bahkan mengharamkannya sama sekali. Tak sedikit sebenarnya yang tidak bersikap
sebagaimana keduanya. Artinya,banyak yang tidak mau bersikap apapun. Kondisi ini dipicu dengan
banyak dari kalangan umat islam sendiri yang kurang memahami bagaimana islam memandang
demokrasi.Demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dengan islam,tetapi banyak prinsip dan konsep
demokrasi yang sejalan dengan Islam. Tetapi demokrasi juga dianggap sebagai bentuk pemerintahan
yang paling logis. Walaupun barangkali bukan satu-satunya yang terbaik. Demokrasi membuat
pembangunan sebagai aspek potensi manusiawi melalui persamaan akses pada pendidikan dan peran
serta aktif dalam semua aspek kehidupan sosial[1]
Dalam konteks demokrasi Indonesia,kesungguhan dan kesabaran dari kalangan elite nasional
untuk membangun demokrasi di negeri ini dengan cara berpolitik santun,bersih dari unsur-unsur
politik manipulatif serta berorientasi kesejahteraan rakyat. Bagi kalangan elite islam,kesungguhan dan
kesbaran mereka diharapkan tercermin dalam sokongan mereka untuk menyerukan nilai-nilai islam
seperti amanah dan shiddiq, menjadi sokongan praktik berdemokrasi di Indonesia,sembari bersabar
dengan hal-hal negatif yang mungkin timbul dari sistem politik demokrasi.[2]

[1] Aep Saepulloh & Tarsono. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Islam .
Bandung: Batic Press. 115
[2] A Ubaedillah & Abdul Razak. 2013. Pancasila,Demokrasi,HAM,dan Masyarakat Madani.
Jakarta: Pranada Media Group. 88

Anda mungkin juga menyukai