DISUSUN OLEH
AHMAD KUSAIRI
0917146530007
1.3. Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan salah satu organisasi kesehatan pusat kontrol penyakit (CDC), blast
injury atau trauma ledakan didefinisikan sebagai trauma yang disebabkan oleh
gelombang overpressure atau gelombang kejut yang mengakibatkan perbedaan
tekanan positif secara cepat. Ledakan ini dapat mengancam jiwa karena menyebabkan
kerusakan organ yang multipel terutama paru, sistem saraf pusat, dan organ yang rusak
akibat ledakan ini dapat hanya satu atau beberapa. Ledakan di ruang tertutup seperti
bangunan atau mobil serta ledakan yang menyebabkan struktur bangunan runtuh
berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih besar (CDC, 2008)
Klasifikasi Blast Injury Menurut Burlian (2008) dalam buku bahan ledak dan
klasifikasi dampak ledakan, blast injury dapat dibagi dalam 4 kategori :
1. Cedera primer
Cedera sekunder adalah orang-orang yang terluka karena pecahan peluru oleh
objek dan didorong oleh ledakan. Cedera ini dapat mempengaruhi setiap bagian
dari tubuh dan kadang-kadang menyebabkan trauma tembus dengan pendarahan
terlihat.
3. Cedera tersier
Cedera tersier ini disebabkan kekuatan dinamis dari blast wind itu sendiri yang
mengakibatkan terlemparnya tubuh manusia yang kemudian menabrak dinding
atau benda stasioner lainnya. Cedera ini terutama terjadi pada pasien yang dekat
dengan sumber ledakan.
4. Cedera kuarter
Cedera kuarter yaitu semua luka lain yang tidak termasuk dalam tiga kelas
pertama.Ini termasuk luka bakar flash dan cedera yang menghancurkan
pernapasan.
Gambar 2.3.2 Hasil citra Sinar-X tangan istri Roentgen (Hendee, 2014).
Sinar-X adalah merupakan gelombang electromagnet yang mempunyai panjang
gelombang berkisar antara 10 nm – 100 pm (Gambar 2.2.3). Sinar-X mempunyai sifat-
sifat sebagai berikut (Kartawiguna, 2014):
1. Memiliki daya tembus yang besar.
2. Dapat diserap oleh materi (tergantung nomor atomnya).
3. Memiliki efek fotografi (dapat menghitamkan film).
4. Dapat menimbulkan efek fluorosensi (memendarkan fosfor).
5. Dapat dibelokkan / dihamburkan (difraksi Sinar-X) ·
Menimbulkan ionisasi.
Gambar 2.3.3 Spektrum elektromagnetik umumnya dibagi menjadi tujuh area, dalam
proses penurunan panjang gelombang dan peningkatan energi dan
frekuensi: gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya
tampak, ultraviolet, sinar-X dan sinar gamma. (Lucas, 2015)
Oleh karena sinar-X memiliki daya tembus yang besar dan dapat menghitamkan
kertas atau plat foto maka sinar ini banyak diaplikasikan dalam teknik radiologi
konvensional. Sinar-X memungkinkan orang pertama kali untuk melihat struktur dari
tubuh manusia bagian dalam tanpa melakukan operasi / pembedahan. Namun Sinar-X
pada masa ini juga memiliki keterbatasan, yaitu, gambar yang dihasilkan merupakan
superimposisi (overlap) dari obyek yang diamati dan juga tidak dapat menggambarkan
jaringan lunak. Selain itu ada juga masalah lainnya yaitu, pada teknik radiografi
konvensional, jika dua buah obyek yang memiliki besar yang berbeda, dapat tampak
sama besar jika hanya dilhat dari satu sudut pandang saja. Dan masalah lainnya, jika
dua buah obyek yang berbeda ukuran dan terletak dalam satu garis lurus Sinar-X, maka
organ yang kecil tidak dapat terlihat, karena tertutup obyek yang lebih besar
(Kartawiguna, 2014). Solusi dari 2 masalah ini adalah dengan teknik pemeriksaan
tomografi. Gambar tomogram yang dihasilkan oleh peralatan sinar-X konvensional
diperoleh dengan tomografi bergerak. Tomogram adalah sebuah gambar dari bidang
atau irisan bagian tubuh.
Salah satu pelopor tomografi konvensional adalah E. M. Bocage (1922). Pada
awal tahun 1921, Bocage melakukan suatu teknik yang berusaha memisahkan
gambaran overlapping dari suatu organ yang diperiksa yang dinamakan Tomografi.
Komponen utama dari penemuannya mencakup tabung sinar-X, sebuah film sinar-X,
dan koneksi mekanik untuk memastikan gerakan sinkron dari tabung dan film
(Gambar 2.3.4). Teknik yang dikembangkan adalah dengan menggerakkan tabung
Sinar-X dan film dalam kaset secara bersamaan, dan menggunakan fulcrum sebagai
titik focus dari organ yang akan diperiksa. Organ yang ada di bagian atas dan bawah
obyek yang diperiksa akan tampak blur (samar) sedangkan objek yang diperiksa akan
tampak lebih jelas. Teknik Tomografi ini digunakan pertama kali pada tahun 1935.
Namun demikian teknik ini masih mempunyai beberapa kekurangan, yaitu hanya
area tertentu saja yang berada pada bidang focus yang dapat terlihat jelas, dan bidang-
bidang lainnya yang tidak berada pada bidang focus tidak dapat terlihat dengan jelas.
Sedangkan dunia ilmu pengetahuan terus berkembang dengan pesat. Ilmu kedokteran
modern membutuhkan gambaran yang mampu menampilkan organ dengan lebih jelas
tidak hanya pada organ yang diperiksa, melainkan juga organ lain disekitarnya
(Hendee, 2014).
Gambar 2.3.4 Ilustrasi prinsip tomografi konvensional. (a) Pada waktu tertentu, objek A
(terletak pada bidang fokus) dan objek B (terletak di atas bidang fokus)
menghasilkan bayangan A'dan B' masing-masing pada film. (b) Pada
waktu Sesaat kemudian, sumber kedua sinar-X dan film yang bergerak
dalam arah berlawanan dengan kecepatan tertentu sehingga bayangan A"
dipindahkan oleh objek A tumpang tindih dengan bayangan A'. Bayangan
B" dari benda B tidak tumpang tindih dengan B'.
Gambar 2.3.5 Penemu CT Sinar-X pertama; Godfrey N. Hounsfield (a) dan Allan M.
Cormack (b).
Berikut ini adalah diagram blok dari keseluruhan kerja sistem CT-Scan, mulai
dari sistem pembangkit radiasi Sinar-X beserta sistem kontrolnya sampai didapatkan
gambar yang diinginkan pada selembar film atau disimpan dalam cakram magnetik.
1. Metode konvensional slice by slice atau metode aksial. Prinsipnya, tabung sinar–x
dan detektor bergerak mengelilingi pasien dan mengumpulkan data proyeksi
pasien. Saat pengambilan data proyeksi, posisi meja berhenti. Kemudian meja
pasien bergerak untuk menuju posisi kedua dan dilakukan proses scanning
berikutnya. Demikian seterusnya.
2. Metode spiral atau helical Pada metode ini tabung sinar–X bergerak mengelilingi
pasien yang juga bergerak. Pada metode ini, berkas Sinar-X membentuk pola spiral
atau helical. Data untuk rekonstruksi citra pada setiap slice diperoleh dengan
interpolasi. Teknik ini memiliki kelebihan dalam waktu yang relatif cepat.
Gambar 2.4.3 Skema dasar Akuisisi Data pada CT-Scan (Kartawiguna, 2014).
Gambar 2.4.6 Rekonstruksi gambar dari data mentah menjadi gambar CT-Scan
(Kartawiguna, 2014).
Hasil akuisisi seluruh proyeksi dari obyek disebut sebagai data mentah (raw
data). Bila data mentah ini ditampilkan akan membentuk suatu pola yang disebut
sebagai sinogram atau raw data. Sinogram ini sesungguhnya merupakan transformasi
Radon dari obyek.Ada beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk melakukan
tranformasi balik dari data ini, diantaranya adalah:
1. Teknik Rekonstruksi Aljabar atau Algebraic Reconstruction Techniques (ART)
2. Metode Fourier
Metode back projection banyak digunakan dalam bidang kedokteran. Metode ini
menggunakan pembagian pixel-pixel yang kecil dari suatu irisan melintang. Pixel
didasarkan pada nilai absorbsi linier. Kemudian pixel-pixel ini disusun menjadi
sebuah profil dan terbentuklah sebuah matrik. Rekonstruksi dilakukan dengan jalan
saling menambah antar elemen matrik.
Untuk mendapatkan gambar rekonstruksi yang lebih baik, maka digunakan metode
konvolusi. Proses rekonstruksi dari konvolusi dapat dinyatakan dalam bentuk
matematik yaitu transformasi Fourier.Dengan menggunakan konvolusidan
transformasi Fourier, maka bayangan radiologi dapat dimanipulasi dan dikoreksi
sehingga dihasilkan gambar yang lebih baik.
Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom dari picture element (pixel)
dalam proses perekonstruksian gambar. Rekonstruksi matriks ini merupakan salah satu
struktur elemen dalam memori komputer yang berfungsi untuk merekonstruksi
gambar. Jumlah ukuran matriks yang dapat digunakan yaitu 80 x 80, 128 x 128, 256 x
256, 512 x 512 dan 1024 x 1024. Rekonstruksi matriks ini berpengaruh terhadap
resolusi gambar yang akan dihasilkan. Semakin tinggi matriks yang dipakai, maka
semakin tinggi resolusi yang akan dihasilkan.
Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis (algorithma) yang digunakan
dalam merekonstruksi gambar. Ada 3 rekonstruksi dasar algoritma yang digunakan
pada CT kepala, cervikal dan tulang belakang. Yaitu sebagai berikut (Li, et al., 2014):
1. Algoritma standar
Standar algoritma menyediakan resolusi kontras yang baik dan oleh sebab itu
algoritma ini menjadi pilihan untuk pemeriksaan brain. Selain itu juga berguna
untuk soft tissue pada kepala, wajah, dan tulang belakang.
2. Bone algoritma
Bone algoritma membantu meningkatkan spatial resolusi tetapi menghasilkan
resolusi kontras yang buruk. Akibatnya, jenisalgoritma ini hanya digunakan pada
area dengan densitas jaringan yang tinggi seperti Sinus paranasal atau tulang
temporal.
3. Detail algoritma
Detail algoritma memberikan cukup resolusi kontras dengan batas tepi yang baik.
Oleh karena itu dapat digunakan untuk memperoleh definisi yang lebih baik antar
jaringan, terutama pada leher dan wajah.
Irisan dari suatu obyek terbagi dalam elemen volume yang kecil yang disebut
dengan “voxel”. Masing-masing voxel memiliki suatu nilai tertentu yang menyatakan
atenuasi rata-rata sinar-X oleh obyek pada posisi tersebut. Sedangkan, elemen gambar
dalam bidang 2 dimensi disebut “pixel”. Satu bagian volume dari gambar yang
direkonstruksi (= voxel) diwakili oleh ukuran pixel di bidang (x, y) dan ketebalan
irisan (s) dalam sumbu-z. Teknik rekonstruksi gambar CT kemudian dapat dilakukan
dengan membagi-bagi irisan jaringan yang disinari menjadi beberapa
Pixel dimana masing-masing pixel mewakili CT Number-nya masing-masing.
Nilai koefisien pelemahan radiasi diukur kemudian dikodekan dan ditransfer ke
komputer. Oleh komputer akan ditampilkan dalam gambar 2 dimensi yang disebut
dengan matriks. Kumpulan CT Number dari ”pixel-pixel” tersebut dapat dinyatakan
dalam bentuk matriks untuk keperluan rekonstruksi dan penampilan gambar.
Nilai-nilai CT Number tersebut akan ditampilkan pada layar monitor dengan
cara mengkonversikannya ke dalam skala dari hitam ke putih (grey scale). CT Number
yang tinggi (jaringan keras, tulang) akan ditampilkan menjadi putih dan CT Number
yang rendah (lemak, udara) akan ditampilkan hitam. Karena untuk jaringan lunak (Soft
tissue) memiliki range tertentu yang kemudian masih dibagi-bagi lagi menjadi
beberapa jaringan, maka khusus untuk jaringan lunak ini dipakai teknik degradasi
warna dari hitam ke putih sesuai skala grey level agar jaringanjaringan lunak dengan
skala range kecil dapat ditampilkan dalam warna yang berbeda satu dan lainnya
(Kartawiguna, 2014).
Gambar CT dapat disimpan dalam pita magnetik dan cakram magnetik. Saat
ini, teknologi penyimpanan optik telah menambah dimensi penyimpanan informasi
dari CT-Scan. Pada penyimpanan optik, data yang terekam dibaca oleh sinar laser.
Pada kasus ini penyimpanannya biasa disebut laser storage. Media penyimpanan optik
seperti disket, pita kaset dan kartu. Pada CT, komunikasi bermakna transmisi
elektronik data berupa tulisan dan gambar dari CT-Scan ke alat lain seperti laser
printer, diagnostic workstation, layar monitor di radiologi, ICU, kamar operasi dan
trauma di RS; dan komputer di luar RS. Komunikasi elektronik pada CT perlu protokol
standar yang memungkinkan koneksitas (networking) antar modalitas (CT, MRI,
digital radiography danfluoroscopy) dan peralatan multivendor.
1. Kelebihan CT-Scan
a. Paparan radiasi akibat sinar X yang digunakan yaitu sekitar 4% dari radiasi sinar X
saat melakukan foto rontgen. Jadi ibu hamil wajib memberitahu kondisi
kehamilannya sebelum pemeriksaan.
b. Munculnya artefak (gambaran yang seharusnya tidak ada tapi terekam). Hal ini
biasanya timbul karena pasien bergerak selama perekaman, pasien menggunakan
tambal gigi amalgam atau sendi palsu dari logam, atau kondisi jaringan tubuh
tertentu.
c. Reaksi alergi pada zat kontras yang digunakan untuk membantu tampilan gambar.
(a) (b)
Gambar 2.6. (a) Potongan axial computed tomography menunjukkan citra adanya
fragmen tulang dan otak mengalami kolaps akibat pembusukan dalam.
(b) Penampakan sepert keju Swiss otak akibat adanya gas dekomposisi
(panah) (Thalia, et al., 2003).
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. CT atau CAT-Scan merupakan alat kedokteran Radiodiagnostik yang digunakan
untuk menampilkan gambar penampang tubuh yang dideteksi menggunakan sinar
X-Ray dengan bantuan komputer.
2. Penerapan prinsip fisika pada CT Scan menggunakan teori Atenuasi dan
mempunyai cara kerja terdiri dari akuisisi data, pengolahan data, rekonstruksi,
representasi dan penyimpanan.
3. Kelebihan CT Scan adalah cepat, akurat, tidak invasive, resolusinya tinggi dan
dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Sedangkan kekurangan CT Scan adalah
dosisnya tinggi, biasanya terjadi movement unsharpness dan resiko alergi media
kontras.
4. CT-Scan memungkinkan digunakan pada saat situasi emergency / kedaruratan
akibat Blast Injury , sehingga mengurangi dampak kecacatan dan kemungkinan
cidera serius sampai pada kematian
DAFTAR PUSTAKA
Aflani , Iwan.dr. M.Kes., Sp.F., SH, dkk., 2017 . Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. Jakarta. Rajawali Pers.
Arief Nurokhman, Faisal., 2015. Tugas Mata Kuliah Fisika Forensik Pengunaan
Bushong, S. C., 2012. Radiologic Science for Technologists: Physics, Biology, and
Protection. 10th ed. Missouri: Mosby.
Corno, A. & Festa, P., 2009. Congenital Heart Defects: Decision Making for Cardiac
Surgery. 3rd ed. Jerman: Steinkopff Verlag.
Hsieh, J., 2014. History of x-ray computed tomography. In: W. R. Hendee, ed. Cone
Beam Computed Tomography. Florida: CRC Press, p. 1.
Kartawiguna, D., 2014. Pemindai Tomografi Komputer. 1st ed. Jakarta: Binus
University Press.
Kawasumia, Y., Onozuka, N., Kakizakia, A. & Usui, A., 2013. Hypothermic death:
Possibility of diagnosis by post-mortem computed tomography. European Journal
of Radiology, Volume 82, p. 361– 365.
Li, L., Chen, Z. & Wang, G., 2014. Reconstruction algorithms. In: W. R. Hendee, ed.
Cone Beam Computed Tomography. Florida: CRC Press, p. 21.
Micelle J.Haydel MD, et al., Indications for Computed Tomography in Patients with
Minor Head Injury,2000, N. Eng J. Med 2000;343:100-5.
Munim Idris , Abdul, dr. SpF dan Legowo Tjiptomartono, Agung., 2013. Penerapan
Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses Penyidikan . Jakarta . Sagung Seto
Pattamapaspong, N., Madla, C., Mekjaidee, K. & Namwongprom, S., 2015. Age
estimation of a Thai population based on maturation of the medial clavicular
epiphysis using computed tomography. Forensic Science International, Volume
246, pp. 123 e1 - e5.
Thalia, M. et al., 2003. Into the decomposed body—forensic digital autopsy using
multislice-computed tomography. Forensic Science International, Volume 134,
pp. 109-114.
Torimitsu, S. et al., 2014. Stature estimation in Japanese cadavers using the sacral and
coccygeal length measured with multidetector computed tomography. Legal
Medicine, Volume 16, pp. 14-19.