Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSIP

HIFEMA TRAUMATIKA OCULUS DEXTRA

Disusun Oleh:
dr. Narendra Tyas Wicaksana

Dokter Staf Ahli Ilmu Penyakit Saraf :


dr. Sri Sumarni, Sp.S

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNGARAN


KABUPATEN SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Narendra Tyas WIcaksana


Judul Portofolio : Acute Tetraparesis Flaccid susp Sindroma Guillaine Barre
Topik : Ilmu Penyakit Saraf

Semarang, April 2018

Dokter Pendamping I Dokter Pendamping II

dr. Widuri dr. Windi Artanti

Mengetahui,
Dokter Staf Ahli Ilmu Penyakit Saraf

dr. Sri Sumarni, Sp.S


BERITA ACARA PRESENTASI LAPORAN KASUS

Pada hari Selasa 24 April 2018 telah dipresentasikan laporan kasus oleh :
Nama presentan : dr. Narendra Tyas Wicaksana
Judul Kasus : Acute Tetraparesis Flaccid susp Sindroma Guillaine Barre
Nama Wahana : RSUD UNGARAN
TANDA
NO NAMA
TANGAN
1 dr. Sri Sumarni, Sp.S 1.
2 dr. Widuri 2.
3 dr. Windi Artanti 3.
4 4.
5 5.
6 6.
7 7.
8 8.
9 9.
10 10.
11 11.
12 12
13 13.
14 14.
15 15.
16 16.
17 17.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya
Dokter Pendamping I Dokter Pendamping II

dr. Widuri dr. Windi Artanti


Mengetahui,
Dokter Staf Ahli Ilmu Penyakit Dalam

dr. Sri Sumarni, Sp.S


BAB I

PENDAHULUAN

Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola mata
terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh tulang yang kuat. Kelopak mata bisa
segera menutup untuk membentuk penghalang bagi benda asing dan mata bisa mengatasi
benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan.Meskipun demikian, mata dan struktur di
sekitarnya bisa mengalami kerusakan akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi
kebutaan atau mata harus diangkat. Trauma pada mata harus diperiksa untuk menentukan
pengobatan dan menilai fungsi penglihatan.1
Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai adalah
trauma tumpul pada mata. Walaupun trauma yang mengenai mata tidak selalu merupakan
penyebab utama dari kebutaan, namun merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan
hilangnya penglihatan unilateral. Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang
sehingga kemungkinan merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva, sclera,
kornea dan lensa) dan struktur mata bagian belakang (retina dan persarafan). Perdarahan di
dalam Camera Oculi Anterior (COA) yang disebut dengan hifema merupakan masalah yang
serius dan harus segera ditangani.2
Penelitian menemukan 33% dari seluruh trauma mata yang serius menimbulkan
hifema, 80% hifema terjadi pada pria, perkiraan rata-rata kejadian di Amerika utara adalah
17-20/100.000 populasi pertahun. Sering pada pasien yang berumur kurang dari 20 tahun
dan pertengahan 30 tahun. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 3:1. Penelitian yang
dilakukan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, menunjukan pada tahun 2002-2006 terdapat
50 kasus hifema. Kasus terbanyak pada usia 1-12 tahun. Penyebab terbanyak akibat trauma
benda tumpul.3
Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan
perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara
akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata. Perdarahan biasanya
terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan cabang-
cabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar.4
Pada gejala klinik pasien akan mengeluh nyeri pada mata, disertai dengan epifora dan
blefarospasme. Pengelihatan pasien kabur dan akan sangat menurun. Terdapat penumpukan
darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk
hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. 4,5
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas dua yaitu hifema primer: terjadi
langsung setelah trauma, dapat sedikit dapat pula banyak. Hifema sekunder: biasanya timbul
pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat dari pada yang primer.
Penderita sebaiknya di rawat di rumah sakit, karena ditakutkan terjadi perdarahan sekunder
yang lebih hebat dari pada perdarahan primer. Perdarahan ulang dapat terjadi pada 16-20%
kasus dalam 2-3 hari.6
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan
sekunder, glaukoma dan hemosiderosis disamping komplikasi traumanya sendiri berupa
dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak, dan iridodialysis. Besarnya komplikasi tergantung
pada tingginya hifema.7,8
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli
anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma,
prognosisnya baik karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa
hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada
seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila
tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosisnya penderita adalah
buruk kerena dapat menyebabkan kebutaan.7,8
BAB II
STATUS PASIEN

2.1. IDENTIFIKASI
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Tanggal Lahir : 14 Desember 1992
Umur : 25 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Belum menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : -
Agama : Islam
Alamat : Prenggang RT 10/2 Polosiri Bawen
Tanggal masuk RS : Selasa, 5 juni 2018
No. RekamMedis : 239156

2.2. ANAMNESIS
Anamnesis dengan pasien pada tanggal 5 juni 2018 di IGD RSUD Ungaran.
 Keluhan utama
Mata kanan nyeri
 Riwayat penyaki tsekarang
Mata kanan terasa nyeri sejak ± 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai
kabur dan mata merah. 1 jam yang lalu, pasien mengalami kecelakaan kerja.
Menurut pasien, mata kanan pasien terkena cipratan bunga api saat pasien sedang
memasang alat listrik ditempat dia bekerja. Lalu pasien merasa mata kanannya nyeri
dan mata terasa kabur secara tiba-tiba dan pasien tidak dapat melihat benda-benda
yang jauh.
 Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit
dibetes mellitus, hipertensi disangkal pasien.
 Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang mengeluh seperti ini
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 5 juni 2018
Status Generalis
Keadaanumum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi : Cukup
Tekanandarah : 110/80 mmHg
Respirasi : 24x/menit
Nadi : 80x/menit
Temperature : 36.7OC
Okulus Dextra Okulus Sinistra
Visus 1/300 6/6
Tekanan
N+1 N
Intraokuler
Segmen Anterior
Hiperemis (-),Edema
Palpebra Hematom(+)
(-)
Injeksi konjungtiva
Injeksi konjungtiva (+)
Konjungtiva (-)
Injeksi siliar (+)
Injeksi siliar (-)
Kornea Edema (+) Jernih
COA Darah (+) 1/3 COA Dalam
Pupil: RAPD (-),
Pupil: RAPD (-), bulat,
bulat, refleks cahaya
Iris/Pupil refleks cahaya (+)
Iris: sinekia (-) (+)
Iris: sinekia (-)
Segmen Posterior
Refleks fundus Sulit dievaluasi Normal
Retina Sulit dievaluasi Normal
Papil N. II Sulit dievaluasi Normal
Makula Sulit dievaluasi Normal

2.4.RESUME MEDIS
Pasien datang dengan keluhan mata kiri nyeri akibat trauma tumpul ± 1 jam sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan tersebut diikuti dengan mata merah dan pandangan kabur.
Pada keadaan umum didapatkan pasien tampak sakit sedang. Dari status oftalmologi ,
pada mata kanan didapatkan visus 1/300. Pada konjungtiva palpebra tampak hiperemis,
konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva dan injeksi siliar. Tampak adanya darah
pada 1/3 COA, kornea tampak edema, iris tidak terdapat sinekia, pupil tidak terdapat
RAPD, Refleks cahaya (+).

2.5. DIAGNOSIS
Hifema traumatika oculus dextra
2.6.PENATALAKSANAAN
A. Rencana Diagnostik:
 Rawat inap
 Monitor KU/TTV dan keluhan pasien
B. Rencana Terapi (On Admisi):
 Posisi semi-fowler
 Infus RL 20 tpm
 Inj. Ceftriaxon 1 gr / 12 jam
 Inj. Asam Tranexamat 500 mg / 8 jam
 Kalium Diclofenac 2x50 mg (po)
 Ranitidin 2x50 mg
 Glauseta 2x1
 C. Timol 2x1 gtt OD
 C. Tobroson 6x1 gtt OD
 C. Mydriatil 4x1 gtt OD
 Kompres es 3x15 menit
2.7. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanationam : dubia
2.8. FOLLOW UP
Tanggal Pemeriksaan Diagnosa Terapi
10 Maret S: lemas tidak bisa berjalan(+) Acute Tetraparesis Terapi Sp.A
2018 demam (-) Flaksid susp SGB  Infus D5 ¼ NS
10 tpm
O: S: 37,1oC BB : 10 kg SpO2 :  Inj. Ceftriaxon
99% 400 mg / 12 jam
Kekuatan Motorik  Inj. Amoxicilin
200 mg / 8 jam
2 2
 Paracetamol syr
1 1 3 x 1 cth (po)
Terapi Sp.S
 Inj.
Meticobalamin
125 mg / 12 jam
 Inj. Metil
Prednisolon 30
mg / 12 jam

11 Maret S : lemas tidak bisa berjalan(+) Tetap  Tx tetap


2018 demam (-) muntah (+) 2x,  Konsul dr.jaga
batuk(-)  Inj. Ranitidin 2 x ¼
O: S: 36,8oC BB : 10 kg SpO2 : A
98%  Inj Ondancetron 2
Kekuatan Motorik x¼A
2 2
1 1

12 Maret S : lemas (+) demam(-) Tetap Terapi Sp.A


2018 O: S: 37,3oC BB : 10 kg SpO2 :  Tx lanjut
97%  refer
Terapi Sp.S
Kekuatan Motorik  Belum ada
perbaikan  refer
2 2
1 1 Keluarga pasien
menolak dirujuk
karena alasan biaya

13 Maret S : lemas (+) demam(-) Tetap  Tx lanjut


2018 O: S: 36,7oC BB : 10 kg SpO2 :
98%
Kekuatan Motorik

2 2
1 1

14 Maret S : lemas (+) demam(-) bab cair Tetap  Zinc syr 1 x 1 cth
2018 2x  Tx lanjut
O: S: 36,5oC BB : 10 kg SpO2 :
99%
Kekuatan Motorik

2 2
1 1
15 Maret S : lemas (+) demam(-) bab cair Tetap Terapi Sp.A
2018 2x  Pasang NGT
O: S: 36,8oC BB : 10 kg SpO2 :  Diet cair 4 x 50-
96% 100cc
Kekuatan Motorik  Susu 4 x 60 cc
 Tx lanjut
2 2
1 1

16 Maret S : lemas (+) Tetap  Tx lanjut


2018 O: S: 37,1oC BB : 10 kg SpO2 :
99%
Kekuatan Motorik

2 2
1 1

17 Maret S : lemas (+) Tetap  Tx lanjut


2018 O: S: 36,7oC BB : 10 kg SpO2 :
99%
Kekuatan Motorik

3 3
1 1

18 Maret S : lemas (+) Tetap  Tx lanjut


2018 O: S: 37,3oC BB : 10 kg SpO2 : Keluarga pasien
97% meinta dirujuk ke
Kekuatan Motorik RSUD boyolali
karena ingin
3 3 mengurus jamkesda
1 1 diboyolali

19 Maret S : lemas (+) Tetap  Tx lanjut


2018 O: S: 36,9oC BB : 10 kg SpO2 :  Pasien dirujuk ke
98% RSUD Boyolali
Kekuatan Motorik

3 3
1 1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu
daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata)
yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata
telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan
penglihatan.
Hifema atau darah didalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.2,3
Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Pengihatan pasien
akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik
mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang
terlihat iridoplegia dan iridodialisis.2,3

II. Klasifikasi
a). Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi2,3:
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya
pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata)
3. hifema akibat inflamasi yang arah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah
pecah
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah
5. hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma)
b). Berdasarkan onset perdarahannya, hifema dibagi menjadi:
1. hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata
2. hifema sekunder terjadi 2-5hari setelah trauma pada mata
c). Berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi:
1. makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang
2. mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop
d). Berdasarkan pemenuhan darah dibilik mata depan, hifema dapat dibagi menjadi:
 Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan
 Grade 2, darah mengisi 1/3-1/2 bilik mata depan
 Grade 3, darah mengisis 1/2 – kurang dari seluruh bilik mata depan
 Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total hyphema,
blackball atau 8-ball hyphema

III. Penegakan Diagnosis


Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan adanya
hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA (dapat diperiksa
dengan flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-
tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar),
penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat,
kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen.5,6,7,8
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan
mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat
terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang COA. Otot
sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi
pewarnaan darah (blood staining) pada kornea, anisokor pupil.5,6,7,8
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah mengganggu
media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara langsung dapat mengakibatkan
tekanan intra okuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera anterior oleh darah.
Kenaikan tekanan intra okuler ini disebut glaucoma sekunder. Glaukoma sekunder juga
dapat terjadi akibat massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi
membuang humor aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama
berada di kamera anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan
kerusakan jaringan kornea.5,6,7,8

IV. Penatalaksanaan
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan demikian
maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema traumatik ini
masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah 5,6:
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat
absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.

Perawatan Konservatif
1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi
alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi
tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah
perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini
sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema.
Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi
dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.5,6

2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara
para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk mengurangi
pergerakan bola mata yang sakit. 5,6
3. Pemakaian obat-obatan
 Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral,
berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan. Pada hifema yang baru dan terisi
darah segar diberi obat anti fibrinolitik sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap
dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh.
Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. 5,6
 Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika
atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-
sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan
midriatika akan mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila
didapatkan komplikasi iridiocyclitis. Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa
pemberian midriatika dan miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua
kali sehari akan mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat
saja.5,6
 Ocular Hypotensive Drug
Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral
sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.
 Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis
dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.5,6
DAFTAR PUSTAKA

1. Rizky G. Hifema.Medicinesia.2013. available at URL: www. Medicinesia.com


2. Ilyas, S. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata.Edisi 3. FKUI, Jakarta, 2005
3. Ilyas, S.Hifema. Dalam : Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Edisi 3. FKUI:
Jakarta. 2005
4. Balatay A, Ibrahim H. Traumatic Hyphema. Dohuk Medical Journal 2008. Available
at URL: www.uod.ac
5. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophthalmology.16 th
ed.USA:McGraw-Hill
6. Kuhn F, Pieramici D. Mechanical Globe Injuri: Anterior Chamber. Dalam: Ocular
trauma principles and practice. New York:Thieme.2002.
7. Kuhn F. Anterior Chamber. Dalam: Ocular TraumatologyUSA:Springer.2008.
8. Behbehani A, Abdelmoaty S, Aljazaf A. Traumatic Hyphema. Dalam Studi Journal
og Ophtalmology, Volume 3, No. 3 July-September.2006
9. Sheppard JD. Hyphema. Available at URLL: //medicine.medscape.com
10. Sumarsono, Contusio Oculi. Available at:
http://www.portalkalbe/kalbe_ContusioOculi.html.

Anda mungkin juga menyukai