Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI

“Keracunan Strychnin”

Kamis, 20 November 2014

Disusun oleh : Kelompok 3

Ketua : Muhamad Ilham (0661 12 133)

Anggota : 1. Nadia Rani Diastuti (0661 12 161)

2. Chandra Rafii Arifin (0661 12 140)

3. Suci Diah Astuti (0661 12 150)

4. Aulia Mustika (0661 12 171)

` Dosen Pembimbing : 1. Drh. Mien Rachminiwati, Ph.D

2. Dr. E. Mulyati Effendi, M.Si

Asisten Dosen : 1. Antony Basit Erlangga

2. Evi Julianti Gani

3. Doni Ardiansyah

LABORATORIUM FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PAKUAN

BOGOR

2014
LEMBAR PENGESAHAN

KELOMPOK 3

KETUA KELOMPOK

Muhammad Ilham

(0661 12 133)

ANGGOTA ANGGOTA

Nadia Rani Diastuti Chandra Raffi Arifin

(0661 12 161) (0661 12 140)

ANGGOTA ANGGOTA

Suci Diah Astuti Aulia Mustika

(0661 12 150) (0661 12 171)


KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan laporan praktikum
Farmakologi II tentang “Keracunan strychnin” ini dengan baik sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya penyusunan
laporan seperti ini, pengamatan yang kami laksanakan dapat tercatat dengan rapi dan dapat
kita pelajari kembali pada kesempatan yang lain untuk kepentingan proses belajar kita
terutama dalam bidang Farmakologi.

Dalam penyusunan makalah ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik
dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini dan untuk
pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan tugas-tugas yang lain di masa mendatang.
Semoga dengan adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan
kemajuan ilmu pengetahuan.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kejang dapat disebabkan oleh banyak factor, seperti penyakit, demam,rangsangan electroshock
atau pengaruh bahan kimia. Obat-obat yang mengatasi kejang adalah Phenobarbital dan Diazepam.
Striknin tidak bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskan fisiologi dan farmakologi susunan saraf,
obat ini menduduki tempat utama diantara obat yang bekerja secara sentral. (Louisa dan Dewoto, 2007)
Striknin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap transmiter penghambatan
yaitu glisin di daerah penghambatan pascasinaps. Striknin menyebabkan perangsangan pada semua bagian
SSP. Obat ini merupakan obat konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada hewan coba konvulsi
ini berupa ekstensif tonik dari badan dan semua anggota gerak. Gambaran konvulsi oleh striknin ini
berbeda dengan konvulsi oleh obat yang merangsang langsung neuron pusat. Sifat khas lainnya dari kejang
striknin ialah kontraksi ekstensor yang simetris yang diperkuat oleh rangsangan sensorik yaitu
pendengaran, penglihatan dan perabaan. Konvulsi seperti ini juga terjadi padahewan yang hanya
mempunyai medula spinalis. Striknin ternyata juga merangsang medula spinalis secara langsung. Atas
dasar ini efek striknin dianggap berdasarkankerjanya pada medula spinalis dan konvulsinya disebut
konvulsi spinal. (Louisa danDewoto, 2007). Striknin tidak langsung mempengaruhi system
kardiovaskuler, tetapi bila terjadi konvulsi akan terjadi perubahan tekanan darah berdasarkan efek sentral
striknin pada pusat vasomotor. Bertambahnya tonus otot rangka juga berdasarkan efek sentral striknin.pada
hewan coba dan manusia tidak terbukti adanya stimulasi saluran cerna. Striknin mudah diserap dari saluran
cerna dan tempat suntikan, segera meninggalkan sirkulasi masuk ke jaringan. Stirknin juga segera di
metabolisme oleh enzim mikrosom sel hati.

I.2. Tujuan percobaan.


1. Mempelajari salah satu gejala keracunan oleh obat
2. Memehami penanganan keracunan yang bersifat simptomatis

I.3. Hipotesis.
- Pemberian striknin pada hewan coba mencit menyebabkan kejang-kejang atau
konvulsi
- Pemberian diazepam menyebabkan membantu penurunan aktifitas tonus otot atau
konvulsi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kejang
Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam otak. Secara
pasti, apa yang terjadi selama kejang tergantung kepada bagian otak yang memiliki
muatan listrik abnormal. Jika hanya melibatkan daerah yang sempit, maka penderita
hanya merasakan bau atau rasa yang aneh. Jika melibatkan daerah yang luas, maka
akan terjadi sentakan dan kejang otot di seluruh tubuh. Penderita juga bisa merasakan
perubahan kesadaran, kehilangan kesadaran, kehilangan pengendalian otot atau
kandung kemih dan menjadi linglung.
Konvulsi adalah gerak otot klonik atau tonik yang involuntar. Konvulsi dapat
timbul karena anoksia serebri, intoksikasi sereberi hysteria, atau berbagai manifestasi
epilepsi. Epilepsi ialah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi namun
dengan gejala tunggal yang khas, yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepas
muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan.
Kejang yang timbul sekali, belum boleh dianggap sebagai epilepsi. Timbulnya
parestesia yang mendadak, belum boleh dianggap sebagai manifetasi epileptic. Tetapi
suatu manifestasi motorik dan sensorik ataupun sensomotorik ataupun yang timbulnya
secara tiba-tiba dan berkala adalah epilepsi.
Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan
listrik atau depolarisasi abnormal yang eksesif, terjadi di suatu focus dalam otak yang
menyebabkan bangkitan paroksismal. Fokus ini merupakan neuron epileptic yang
sensitif terhadap rangsang disebut neuron epileptic. Neuron inilah yang menjadi
sumber bangkitan epilepsi.
Pada dasarnya, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
1. Bangkitan umum primer (epilepsi umum)
 Bangkitan tonik-konik (epilepsi grand mall)
 Bangkitan lena (epilepsi petit mal atau absences)
 Bangkitan lena yang tidak khas (atypical absences, bangkitan tonik, bangkitan
klonik, bangkitan infantile
2. Bangkitan pasrsial atau fokal atau lokal (epilepsy parsial atau fokal)
 Bangkitan parsial sederhana
 bangkitan parsial kompleks
 Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
3. Bangkitan lain-lain (tidak termasuk golongan I atau II)
Mekanisme dasar terjadinya bangkitan umum primer adalah karena adanya
cetusan listrik di fokal korteks. Cetusan listrik tersebut akan melampaui ambang
inhibisi neuron disekitarnya., kemudian menyebar melalui hubungan sinaps kortiko-
kortikal. Kemudian, cetusan korteks tersebut menyebar ke korteks kontralateral
melalui jalur hemisfer dan jalur nukleus subkorteks. Timbul gejala klinis, tergantung
bagian otak yang tereksitasi. Aktivitas subkorteks akan diteruskan kembali ke focus
korteks asalnya sehingga akan meningkatkan aktivitas eksitasi dan terjadi penyebaran
cetusan listrik ke neuron-neuron spinal melalui jalur

kortikospinal dan retikulospinal sehingga menyebabkan kejang tonik-klonik umum.


Setelah itu terjadi diensefalon.

Sedangkan mekanisme dasar terjadinya bangkitan parsial meliputi Dua fase,


yakni fase inisiasi dan fase propagasi. Fase inisiasi terdiri atas letupan potensial aksi
frekuensi tinggi yang melibatkan peranan kanal ion Ca++ dan Na+ serta
hiperpolarisasi/hipersinkronisasi yang dimediasi oleh reseptor GABA atau ion K+.
Fase propagasi terjadi peningkatan K+ intrasel (yang mendepolarisasi neuron di
sekitarnya), akumulasi Ca++ pada ujung akhir pre sinaps (meningkatkan pelepasan
neurotransmitter), serta menginduksi reseptor eksitasi NMDA dan meningkatkan ion
Ca++ sehingga tidak terjadi inhibisi oleh neuron-neuron di sekitarnya. Kemudian akan
dilanjutkan dengan penyebaran dari korteks hingga spinal, sehingga dapat
menyebabkan epilepsy umum/epilepsy sekunder.

B. Striknin
Striknin tidak bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskan fisiologi dan
farmakologi susunan saraf, obat ini menduduki tempat utama diantara obat yang
bekerja secara sentral.
Striknin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap
transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatan pascasinaps, dimana
glisin juga bertindak sebagai transmiter penghambat pascasinaps yang terletak pada
pusat yanng lebih tinggi di SSP.
Striknin menyebabkan perangsangan pada semua bagian SSP. Obat ini
merupakan obat konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada hewan coba
konvulsi ini berupa ekstensif tonik dari badan dan semua anggota gerak. Gambaran
konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan konvulsi oleh obat yang merangsang
langsung neuron pusat. Sifat khas lainnya dari kejang striknin ialah kontraksi ekstensor
yang simetris yang diperkuat oleh rangsangan sensorik yaitu pendengaran, penglihatan
dan perabaan. Konvulsi seperti ini juga terjadi pada hewan yang hanya mempunyai
medula spinalis. Striknin ternyata juga merangsang medula spinalis secara langsung.
Atas dasar ini efek striknin dianggap berdasarkan kerjanya pada medula spinalis dan
konvulsinya disebut konvulsi spinal.
Medula oblongota hanya dipengaruhi striknin pada dosis yang menimbulkan
hipereksitabilitas seluruh SSP. Striknin tidak langsung mempengaruhi sistem
kardiovaskuler, tetapi bila terjadi konvulsi akan terjadi perubahan tekanan darah
berdasarkan efek sentral striknin pada pusat vasomotor. Bertambahnya tonus otot
rangka juga berdasarkan efek sentral striknin.pada hewan coba dan manusia tidak
terbukti adanya stimulasi saluran cerna. Striknin digunakan sebagai perangsanmg
nafsu makan secara irasional berdasarkan rasanya yang pahit.
Striknin mudah diserap dari saluran cerna dan tempat suntikan, segera
meninggalkan sirkulasi masuk ke jaringan. Kadar striknin di SSP tidak lebih daripada
di jaringan lain. Stirknin segera di metabolisme oleh enzim mikrosom sel hati dan
Necel 4 diekskresi melalui urin. Ekskresi lengkap dalam waktu 10 jam, sebagian dalam
bentuk asal.
Gejala keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah kaku otot muka dan
leher. Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan gerakan motorik hebat. Pada
stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih terkoordinasi, akhirnya terjadi
konvulsi tetanik. Pada stadium ini badan berada dalam sikap hiperekstensi
(opistotonus), sehingga hanya occiput dan tumit saja yang menyentuh alas tidur.
Semua otot lurik dalam keadaan kontraksi penuh. Napas terhenti karena kontraksi otot
diafragma, dada dan perut. Episode kejang ini terjadi berulang; frekuensi dan hebatnya
kejang bertambah dengan adanya perangsangan sensorik. Kontraksi otot ini
menimbulkan nyeri hebat, dan pesien takut mati dalam serangan berikutnya. Kematian
biasanya disebabkan oleh paralisis batang otak karena hipoksia akibat gangguan napas.
Kombinasi dari adanya gangguan napas dan kontraksi otot yang hebat dapat
menimbulkan asidosis respirasi maupun asidosis metabolik hebat; yang terakhir ini
mungkin akibat adanya peningkatan kadar laktat dalam plasma.
Obat yang penting untuk mengatasi hal ini ialah diazepam 10 mg IV, sebab
diazepam dapat melawan kejang tanpa menimbulkan potensial terhadap depresi post
ictal, seperti yang umum terjadi pada penggunaan barbiturat atau obat penekan ssp
non-selektif lain. Kadang-kadang diperlukan tindakan anastesia atau pemberian obat
penghambat neuromuskular pada keracunan yang hebat.
Pengobatan keracunan striknin ialah mencegah terjadinya kejang dan
membantu pernapasan. Intubasi pernapasan endotrakeal berguna untuk memperbaiki
pernapasan. Dapat pula diberikan obat golongan kurariform untuk mengurangi derajat
kontraksi otot. Bilas lambung dikerjakan bila diduga masih ada striknin dalam
lambung yang belum diserap. Untuk bilas lambung digunakan larutanKMnO4 0,5 ‰
atau campuran yodium tingtur dan air (1:250) atau larutan asam tanat. Pada perawatan
ini harus dihindarkan adanya rangsangan sensorik.
BAB III

METODOLOGI KERJA

2.1 Bahan dan Alat


 Tikus
 Strychnine
 Disposible syring
 Pengukur waktu

2.2 Cara Kerja


Suntikan Nitris Strychnine subkutan pada tikus dengan dosis 0,75mg/kb bb subkutan.

Parameter yang diamati


a. kepekaan refleks oleh suara dan sentuhan
b. Timbulnya konvulsi-konvulsi
 Penyebaran
 Simetri tidaknya
 Ekstensia/fleksia
 Episthonus/emphostonus
 Klenik tetanik
c. Kondisi umum antara dari hewan antara konvulsi
d. Hubungan konvulsi dan stimulasi yang sekonyong-konyong
e. Respirasi sebelum selama dan sesudah konvulsi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Pengamatan
Hewan Coba Mencit
No Data Pengamatan
Normal Strignin Diazepam
1 Berat badan. 17 17 17
2. Frekuensi Jantung 78 96 62
3 Laju nafas 75 88 58
4 Reflex +++ +++ +
5 Tonus otot +++ +++ +
6 Kesadaran +++ +++ ++
7 Rasa nyeri +++ +++ +
8 Gejala lain
 Simetris
 Asimetris +++
 Spontan
 Aspontan +++
Devekasi +++ +++ ++
Urinasi
Salvasi +++

Tabel Onset
Kelompok Striknin Diazepam
1 7 menit 31 menit
2 6 menit 30 menit
3 9 menit 30 menit
4
5 5 menit
6 4 menit 43 menit
7
8
X
IV.2 Perhitungan Dosis
Dosis Strycnin 0,75 mg/kg bb konsentrasi 0,01%
7,5 𝑥 10−4 𝑥
X= 𝑋
1000 17
7,5 𝑥 10−4
𝑋 17
1000

=1,275 x 10-5
0,01 1,275 𝑥 10−5 𝑥 100
𝑥=
100 0,01

X = 0,1275 ml
Dosis diazepam 5 mg/kg bb konsentrasi 10 mg/20ml
0,005 𝑥
X= 𝑋
1000 17
17 𝑥 0,005
1000

= 8,5x10-5
0,01 𝑔 8,5 𝑥 10−5
𝑥=
20 𝑚𝑙 𝑥
8,5 𝑥 10−5 𝑥 20
0,01

X = 0,17 ml
IV.3. Pembahasan

Percobaan kali ini dilakukan untuk mempelajari salah satu gejala keracunan
oleh obat dan memahami penanganan keracunan yang bersifat simptomatis. Adapun obat
yang digunakan adalah obat strychnine yang disuntikan dengan secara subkutan,
pengaruh pemberian atau penyuntikan strychnine pada hewan coba mencit setelah
beberapa menit terjadi kaku otot atau terjadinya konvulsi, hal ini dapat terjadi karena
strychnine merupakan obat konvulsan yang menyebabkan perangsangan pada semua
bagian SSP dan juga terlihat dengan sifat kejang yang khas pada hewan coba adapun
konvulsi atau kejang yang terjadi pada hewan coba yaitu kejang simetris, yang
menunjukan gejala keracunan strychnine, setelah terjadinya keracunan striknin diberi
diazepam secara ip, agar obat cepat diabsorpsi didalam tubuh dan membantu penurunan
aktifitas tonus otot, obat yang digunakan diazepam karna merupakan obat ansiolitik yang
bersifat merelaksasi otot dan bekerja dan obat ini juga dapat digunakan untuk mengatasi
stimulansia medulla oblongata.

Dari data pengamatan di atas dapat di ketahui bahwa setelah mencit di berikan
strignin frekuensi jantung dan laju nafas semakin bertambah karena terjadinya efek
kejang yang di berikan dan waktu onset yang di butuhkan setelah pemberian strignin
adalah 9 menit kemudian langsung di berikan anastesi diazepam pada hewan coba mencit
yang bertujuan untuk menghentikan kejang-kejang akibat keracunan strignin setelah di
berikan diazepam waktu onset yang di butuhkan adalah 30 menit dan laju nafas, frekuensi
jantung kembali normal seperti biasa. Dalam praktikum ini keadaan di dalam percobaan
harus dalam keadaan tenang karena pada saat anastesi mencit perlu suasana yg tenang
apabila dalam suasana ramai maka hewan coba akan merasakan sters dan hewan coba
akan mati.

Gejala keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah kaku otot muka dan
leher. Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan gerakan motorik hebat. Pada
stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih terkoordinasi,akhirnya terjadi konvulsi
tetanik. Episode kejang ini terjadi berulang, frekuensi dan hebatnya kejang bertambah
dengan adanya perangsangan sensorik. Kontraksi otot ini menimbulkan nyeri hebat, dan
penderita takut mati dalam serangan berikutnya. Obat yang paling bermanfaat untuk
mengatasi hal ini adalah diazepam sebab diazepam dapat melawan kejang tanpa
menimbulkan potensiasi terhadap depresi
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


V.1 Kesimpulan
 Pada saat setelah pemberian strignin dan hewan coba kejang maka langsung
di berikan diazepam untuk menangkal kejang tersebut
 Suasana percobaan tidak boleh terlalu ramai
 Diazepam merupakan obat yang melawan kejang tanpa menimbulkan
potensiasi terhadap depresi.

V.2 Saran
 Pada saat penyuntikan diazepam harus dilakukan pada waktu yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
 Sunaryo. 1995. Perangsang Susunan Saraf Pusat dalam Farmakologi dan Terapi
Ed.IV. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
 Katzung, Bertram,G. 2007, farmakologi dasar dan klinik. Jakarta
 Buku penuntun praktikum farmakologi toksikologi, laboratorium farmasi program
studi farmasi FMIPA Universitas Pakuan Bogor 2014
 Mardjono, M. 1988, Neurologi klinik dasar Dian Rakyat: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai