Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Tujuan Percobaan
1. Mempelajari salah satu gejala keracunan oleh obat
2. Memahami penanganan keracunan yang bersifat somptomatis
1.2. Dasar Teori
Kejang dapat disebabkan oleh banyak factor, seperti penyakit,
demam,rangsangan electroshock atau pengaruh bahan kimia. Obat-obat yang
mengatasi kejang adalah Phenobarbital dan Diazepam. Striknin tidak
bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskan fisiologi dan farmakologi
susunan saraf, obat ini menduduki tempat utama diantara obat yang bekerja
secara sentral. Striknin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme
kompetitif terhadap transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah
penghambatan pascasinaps. Striknin menyebabkan perangsangan pada semua
bagian SSP. Obat ini merupakan obat konvulsan kuat dengan sifat kejang
yang khas.
Pada hewan coba konvulsi ini berupa ekstensif tonik dari badan dan
semua anggota gerak. Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan
konvulsi oleh obat yang merangsang langsung neuron pusat. Sifat khas
lainnya dari kejang striknin ialah kontraksi ekstensor yang simetris yang
diperkuat oleh rangsangan sensorik yaitu pendengaran, penglihatan dan
perabaan. Konvulsi seperti ini juga terjadi padahewan yang hanya
mempunyai medula spinalis. Striknin ternyata juga merangsang medula
spinalis

secara

langsung.

Atas

dasar

ini

efek

striknin

dianggap

berdasarkankerjanya pada medula spinalis dan konvulsinya disebut konvulsi


spinal. Striknin tidak langsung mempengaruhi system kardiovaskuler, tetapi
bila terjadi konvulsi akan terjadi perubahan tekanan darah berdasarkan efek
sentral striknin pada pusat vasomotor. Bertambahnya tonus otot rangka juga
berdasarkan efek sentral striknin.pada hewan coba dan manusia tidak terbukti
adanya stimulasi saluran cerna. Striknin mudah diserap dari saluran cerna dan
tempat suntikan, segera meninggalkan sirkulasi masuk ke jaringan. Stirknin
juga segera di metabolisme oleh enzim mikrosom sel hati.

Keracunan Strignin 1

1.3.
-

Hipotesis
Pemberian striknin pada mencit menyebabkan ekstensif tonik dari badan
dan semua anggota gerak memperkuat rangsangan sensorik berupa
pendengaran, penglihatan dan rabaan.

Pemberian diazepam menyebabkan relaksasi otot yang bekerja sentral


terhadap mencit, khususnya berpengaruh secara selektif terhadap reflex
polosinaptik di medulla spinalis dan mengurangi aktifitas neuron sistim
reticular di mesensepalon yang mengendalikan tonus otot kerangka.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Keracunan Strignin 2

Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam otak.


Secara pasti, apa yang terjadi selama kejang tergantung kepada bagian otak yang
memiliki muatan listrik abnormal. Jika hanya melibatkan daerah yang sempit,
maka penderita hanya merasakan bau atau rasa yang aneh. Jika melibatkan daerah
yang luas, maka akan terjadi sentakan dan kejang otot di seluruh tubuh. Penderita
juga bisa merasakan perubahan kesadaran, kehilangan kesadaran, kehilangan
pengendalian otot atau kandung kemih dan menjadi linglung.
Konvulsi adalah gerak otot klonik atau tonik yang involuntar. Konvulsi dapat
timbul karena anoksia serebri, intoksikasi sereberi hysteria, atau berbagai
manifestasi epilepsi. Epilepsi ialah manifestasi gangguan otak dengan berbagai
etiologi namun dengan gejala tunggal yang khas, yaitu serangan berkala yang
disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan. Kejang
yang timbul sekali, belum boleh dianggap sebagai epilepsi. Timbulnya parestesia
yang mendadak, belum boleh dianggap sebagai manifetasi epileptic. Tetapi suatu
manifestasi motorik dan sensorik ataupun sensomotorik ataupun yang timbulnya
secara tiba-tiba dan berkala adalah epilepsi.
Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan
letupan listrik atau depolarisasi abnormal yang eksesif, terjadi di suatu focus
dalam otak yang menyebabkan bangkitan paroksismal. Fokus ini merupakan
neuron epileptic yang sensitif terhadap rangsang disebut neuron epileptic. Neuron
inilah yang menjadi sumber bangkitan epilepsi. Pada dasarnya, epilepsi dapat
dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
1. Bangkitan umum primer (epilepsi umum)
-

Bangkitan tonik-konik (epilepsi grand mall)

Bangkitan lena (epilepsi petit mal atau absences)

Bangkitan lena yang tidak khas (atypical absences, bangkitan tonik,


bangkitan klonik, bangkitan infantile

2. Bangkitan pasrsial atau fokal atau lokal (epilepsy parsial atau fokal)
-

Bangkitan parsial sederhana

Bangkitan parsial kompleks

Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum

3. Bangkitan lain-lain (tidak termasuk golongan I atau II)

Keracunan Strignin 3

Mekanisme dasar terjadinya bangkitan umum primer adalah karena adanya


cetusan listrik di fokal korteks. Cetusan listrik tersebut akan melampaui ambang
inhibisi neuron disekitarnya., kemudian menyebar melalui hubungan sinaps
kortiko-kortikal. Kemudian, cetusan korteks tersebut menyebar ke korteks
kontralateral melalui jalur hemisfer dan jalur nukleus subkorteks. Timbul gejala
klinis, tergantung bagian otak yang tereksitasi.
Aktivitas subkorteks akan diteruskan kembali ke focus korteks asalnya
sehingga akan meningkatkan aktivitas eksitasi dan terjadi penyebaran cetusan
listrik ke neuron-neuron spinal melalui jalur kortikospinal dan retikulospinal
sehingga

menyebabkan kejang tonik-klonik umum. Setelah itu

terjadi

diensefalon.Sedangkan mekanisme dasar terjadinya bangkitan parsial meliputi eua


fase, yakni fase inisiasi dan fase propagasi. Fase inisiasi terdiri atas letupan
potensial aksi frekuensi tinggi yang melibatkan peranan kanal ion Ca++ dan Na+
serta hiperpolarisasi/hipersinkronisasi yang dimediasi oleh reseptor GABA atau
ion K+. Fase propagasi terjadi peningkatan K+ intrasel (yang mendepolarisasi
neuron di sekitarnya), akumulasi Ca++ pada ujung akhir pre sinaps
(meningkatkan pelepasan neurotransmitter), serta menginduksi reseptor eksitasi
NMDA dan meningkatkan ion Ca++ sehingga tidak terjadi inhibisi oleh neuronneuron di sekitarnya. Kemudian akan dilanjutkan dengan penyebaran dari korteks
hingga spinal, sehingga dapat menyebabkan epilepsy umum/epilepsy sekunder.

BAB III
METODE KERJA

Keracunan Strignin 4

3.1.

Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
1. Alat Suntik
2. Stopwatch
3.1.2. Bahan
1. Diazepam
2. Mencit
3. Striknin
3.2. Prosedur Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Disuntikkan Nitas Strychnine secara subkutan pada mencit dengan dosis
3.
4.
5.
6.

0,75ml/kg bb subkutan
Setelah disuntikkan , hindari mencit dari cahaya , sentuhan , serta suara
Ditunggu beberapa menit hingga terlihat gejala yang dialami
Setelah terjadi konvulsi, disuntikkan Diazepam 5mg/kg bb secara IP
Diamati setelah penyuntikan Diazepam

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.

Data Pengamatan
No

Data Pengamatan

Bobot badan

Data Hewan Coba


Normal

Strignin

Diazepam

36 gram

36 gram

36 gram

Keracunan Strignin 5

Laju Nafas

72

60

160

Denyut Jantung

188

180

148

Refleks Kesadaran

+++

++

Tonus Otot

+++

Rasa Nyeri

++

+
-

Gejala Lain:
7

- Defekasi
- Urinasi
- Salifasi
Gejala Keracunan

- Peka Cahaya
- Peka Suara

++
+

Keterangan:
+++

: Sangat Baik

++

: Baik

: Kurang Baik

: Tidak Terjadi
4.2. Perhitungan
a. Strignin (0,75 mg/ KgBB). 0,01%
- Dosis Konversi
DK

0,00075 gram
1000 gram

X
36 gram

1000x = 36 gram x 0,00075 gram

36 gram x 0,00075 gram


1000

= 0,000027 gram

Dosis Penimbangan
DP =

0,01
100 mL

100 x 0,000027
0,01

= 0,27 mL ~ 0,3 mL

DK
y

Keracunan Strignin 6

b. Diazepam (5 mg/ KgBB) 5 mg/ 20mL


- Dosis Konversi
DK

0,005 gram
1000 gram

X
36 gram

1000x = 36 gram x 0,005 gram


x =

36 gram x 0,005 gram


1000

x = 0,00018 gram
-

4.3.

Dosis Penimbangan
DP =

0,005
20 mL

20 x 0,00018
0,005

= 0,72 mL ~ 0,7 mL

DK
y

Pembahasan
Percobaan kali ini dilakukan untuk mempelajari salah satu gejala
keracunan oleh obat dan memahami penanganan keracunan yang bersifat
simptomatis. Untuk mempelajari gejala keracunan obat ini digunakan obat
strychnine yang disuntikan secara subkutan pada mencit, penggunaan obat
secara subkutan bertujuan untuk memperlambat absorpsi obat pada mencit
dibandingkan dengan pemberian secara intra peritoneal yang akan cepat
diabsorpsi didalam tubuh. Pada pemberian strychnine terjadi kaku otot yang
menyerang mencit pada menit rata-rata 7 menit. Kaku otot ini dikarenakan
strychnine merupakan obat konvulsan yang menyebabkan perangsangan pada
semua bagian SSP dan juga terlihat dengan sifat kejang yang khas pada
mencit. Strychnine dapat mempengaruhi Medula oblongota pada dosis yang
menimbulkan hipereksitabilitas seluruh SSP. Striknin tidak langsung
mempengaruhi sistem kardiovaskuler, tetapi bila terjadi konvulsi akan terjadi
perubahan tekanan darah berdasarkan efek sentral striknin pada pusat
vasomotor. Bertambahnya tonus otot rangka juga berdasarkan efek sentral
striknin. Kejang yang terjadi pada mencit yaitu kejang simetris (tangan
mengangkat secara bersamaan).
Keracunan Strignin 7

Kejang yang terjadi pada mencit menunjukan gejala keracunan strychnine.


Sehingga diperlukan pengobatan keracunan striknin yaitu untuk mencegah
terjadinya kejang dan membantu pernapasan dengan cara pemberian
diazepam secara ip. Pemberian secara ip digunakan agar obat cepat diabsorpsi
didalam tubuh dan membantu penurunan aktifitas tonus otot. Walaupun dosis
diazepam sedikit tetapi obat penyebab depresan pada SSP ini lebih efektif
dikarenakan diazepam merupakan salah satu obat ansiolitik yang bersifat
merelaksasi otot dan bekerja sentral, khususnya berpengaruh secara selektif
terhadap reflex polisinaptik di medulla spinalis dan mempengaruhi aktifitas
neuron sistim reticular di mesensepalon yang mengendalikan tonus otot
sehingga obat ini dapat digunakan untuk mengatasi stimulansia medulla
oblongata.

BAB V
KESIMPULAN

Pemberian striknin pada mencit menyebabkan ekstensif tonik dari badan


dan semua anggota gerak memperkuat rangsangan sensorik berupa pendengaran,

Keracunan Strignin 8

penglihatan dan rabaan sehingga mencit yang diberikan striknin mengalami


konvulsi (konvulsi simetris). Pemberian diazepam menyebabkan relaksasi otot
yang bekerja sentral terhadap mencit, khususnya berpengaruh secara selektif
terhadap reflex polosinaptik di medulla spinalis dan mengurangi aktifitas neuron
sistim reticular di mesensepalon yang mengendalikan tonus otot kerangka.
(Hipotesis diterima).

DAFTAR PUSTAKA

Katzung, BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 6. EGC : Jakarta,
hal. 354-356

Keracunan Strignin 9

Louisa M & Dewoto HR . 2007. Perangsangan Susunan Saraf Pusat . Dalam :


Farmakologi dan Terapi, edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta, hal. 247-248


Mardjono, M. 1988. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat : Jakarta, hal. 439-

441; 444
Medicastore. 2008. Kejang. Apotek Online dan Media Informasi Obat

Penyakit. (online), (http://www.medicastore.com)


Mycek, MJ dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika :

Jakarta, hal. 90; 149


Utama H. & Gan. V . 2007. Antiepilepsi dan Antikonvulsi . Dalam :
Farmakologi dan Terapi, edisi 5. Departemen

Keracunan Strignin 10

Anda mungkin juga menyukai