Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM BLOK 13 FARMAKOLOGI

PERCOBAAN KONVULSAN DAN

ANTI KONVULSAN

Kelompok Praktikum A2

Oleh:

Ronin Dutta Amanda (191610101041)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2021
PERCOBAAN DENGAN KONVULSAN DAN ANTI KONVULSAN

TUJUAN UMUM
Menganalisis obat-obat yang menimbulkan Konvulsan dan Anti Konvulsan.

TUJUAN KHUSUS
1. Mengamati Konvulsi yang ditimbulkan Kafein.
2. Menjelaskan cara kerja Anti Konvulsan, penggolongan Anti Konvulsan dan
penggunaannya.

Alat yang digunakan


1. Timbangan mencit
2. Stopwatch

Binatang Percobaan : Mencit

Binatang percobaan ditimbang kemudian dibagi dalam beberapa kelompok sesuai dengan
jumlah obat yang digunakan.
1) Kelompok I : Kafein + Aquades
2) Kelompok II : (Injeksi) valium + Kafein
3) Kelompok III : (tablet) diazepam + Kafein
Mencit kelompok I dan III diberi perlakuan per oral, sedangkan mencit kelompok II diinjeksi
intra peritoneal.
Kemudian suntiklah mencit semua kelompok dengan kafein. Penyuntikan dilakukan
secara intra peritoneal. Perhatikan dengan seksama setiap perubahan yang terjadi pada
binatang percobaan. Pengamatan dilakukan selama 4 x 15 menit, catatlah hasilnya:
a) gerakan/aktivitas binatang percobaan.
b) ada/tidak sedasi binatang tidur.
c) apakah ada kejang-kejang dan bagaimana kejang-kejangnya (tipe konvulsi).
d) bagaimana keadaan pernafasan binatang percobaan.
e) apakah binatang percobaan mati dan apa sebab kematiannya.
Bandingkan hasil pengamatan dari masing-masing kelompok!

Obat-obat yang digunakan :


a) Konvulsan : Kafein (50 mg/KgBB)
b) Anti Konvulsan : Diazepam (30 mg/KgBB) Valium (2
mg/KgBB)
PERHATIKAN
a. Jarak pemberian Konvulsan dan Anti Konvulsan 45 – 60 menit.
b. Perhatikan binatang percobaan dengan cermat, catatlah segala perubahan yang terjadi dan
waktu terjadinya perubahan

Tabel Hasil Pengamatan


OBAT- OBAT KONVULSAN DAN ANTI KONVULSAN

1.KEJANG
Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam otak. Secara
pasti, apa yang terjadi selama kejang tergantung kepada bagian otak yang memiliki muatan
listrik abnormal. Jika hanya melibatkan daerah yang sempit, maka penderita hanya merasakan
bau atau rasa yang aneh. Jika melibatkan daerah yang luas, maka akan terjadi sentakan dan
kejang otot di seluruh tubuh. Penderita juga bisa merasakan perubahan kesadaran, kehilangan
kesadaran, kehilangan pengendalian otot atau kandung kemih dan menjadi linglung.

2. KONVULSI
Konvulsi adalah gerak otot klonik atau tonik yang involuntar. Konvulsi dapat timbul
karena anoksia serebri, intoksikasi sereberi hysteria, atau berbagai manifestasi epilepsi.
Epilepsi ialah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi namun dengan gejala
tunggal yang khas, yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron
kortikal secara berlebihan.
Kejang yang timbul sekali, belum boleh dianggap sebagai epilepsi. Timbulnya
parestesia yang mendadak, belum boleh dianggap sebagai manifetasi epileptic. Tetapi suatu
manifestasi motorik dan sensorik ataupun sensomotorik ataupun yang timbulnya secara
tibatiba dan berkala adalah epilepsi.
Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan listrik
atau depolarisasi abnormal yang eksesif, terjadi di suatu focus dalam otak yang menyebabkan
bangkitan paroksismal. Fokus ini merupakan neuron epileptic yang sensitif terhadap rangsang
disebut neuron epileptic. Neuron inilah yang menjadi sumber bangkitan epilepsi.

Pada dasarnya, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :


1. Bangkitan umum primer (epilepsi umum)
· Bangkitan tonik-konik (epilepsi grand mall)
· Bangkitan lena (epilepsi petit mal atau absences)
· Bangkitan lena yang tidak khas (atypical absences, bangkitan tonik, bangkitan
klonik, bangkitan infantile
2. Bangkitan pasrsial atau fokal atau lokal (epilepsy parsial atau fokal)
· Bangkitan parsial sederhana
· bangkitan parsial kompleks
· Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
3. Bangkitan lain-lain (tidak termasuk golongan I atau II)
Mekanisme dasar terjadinya bangkitan umum primer adalah karena adanya cetusan
listrik di fokal korteks. Cetusan listrik tersebut akan melampaui ambang inhibisi neuron
disekitarnya., kemudian menyebar melalui hubungan sinaps kortiko-kortikal. Kemudian,
cetusan korteks tersebut menyebar ke korteks kontralateral melalui jalur hemisfer dan jalur
nukleus subkorteks. Timbul gejala klinis, tergantung bagian otak yang tereksitasi. Aktivitas
subkorteks akan diteruskan kembali ke focus korteks asalnya sehingga akan meningkatkan
aktivitas eksitasi dan terjadi penyebaran cetusan listrik ke neuron-neuron spinal melalui jalur
kortikospinal dan retikulospinal sehingga menyebabkan kejang tonik-klonik umum. Setelah
itu terjadi diensefalon.
Sedangkan mekanisme dasar terjadinya bangkitan parsial meliputi eua fase, yakni fase
inisiasi dan fase propagasi. Fase inisiasi terdiri atas letupan potensial aksi frekuensi tinggi
yang melibatkan peranan kanal ion Ca++ dan Na+ serta hiperpolarisasi/hipersinkronisasi
yang dimediasi oleh reseptor GABA atau ion K+. Fase propagasi terjadi peningkatan K+
intrasel (yang mendepolarisasi neuron di sekitarnya), akumulasi Ca++ pada ujung akhir pre
sinaps (meningkatkan pelepasan neurotransmitter), serta menginduksi reseptor eksitasi
NMDA dan meningkatkan ion Ca++ sehingga tidak terjadi inhibisi oleh neuron-neuron di
sekitarnya. Kemudian akan dilanjutkan dengan penyebaran dari korteks hingga spinal,
sehingga dapat menyebabkan epilepsy umum/epilepsy sekunder.

3. KAFEIN
Kafeina, atau lebih populernya kafein, ialah senyawa alkaloid xantina berbentuk
kristal dan berasa pahit yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan diuretik ringan
Kafeina ditemukan oleh seorang kimiawan Jerman, Friedrich Ferdinand Runge, pada tahun
1819. Ia menciptakan istilah "kaffein" untuk merujuk pada senyawa kimia pada kopi. Kafeina
juga disebut guaranina ketika ditemukan pada guarana, mateina ketika ditemukan pada
mate, dan teina ketika ditemukan pada teh. Semua istilah tersebut sama-sama merujuk pada
senyawa kimia yang sama.
Kafeina dijumpai secara alami pada bahan pangan seperti biji kopi, daun teh, buah
kola, guarana, dan maté. Pada tumbuhan, ia berperan sebagai pestisida alami yang
melumpuhkan dan mematikan serangga-serangga tertentu yang memakan tanaman tersebut.
Ia umumnya dikonsumsi oleh manusia dengan mengekstraksinya dari biji kopi dan daun teh.
Kafeina merupakan obat perangsang sistem pusat saraf pada manusia dan dapat
mengusir rasa kantuk secara sementara. Minuman yang mengandung kafeina, seperti kopi,
teh, dan minuman ringan, sangat digemari. Kafeina merupakan zat psikoaktif yang paling
banyak dikonsumsi di dunia. Tidak seperti zat psikoaktif lainnya, kafeina legal dan tidak
diatur oleh hukum di hampir seluruh yuridiksi dunia. Di Amerika Utara, 90% orang dewasa
mengonsumsi kafeina setiap hari

Metabolisme dan toksisitas Kafein


Kafeina memiliki molekul metabolit yaitu 1-3-7-asam trimetilurat, paraksantina,
teofillina dan teobromina dengan masing-masing lintasan metabolismenya.[36] Kafeina
mengikat reseptor adenosina di otak. Adenosina ialah nukleotida yang mengurangi aktivitas
sel saraf saat tertambat pada sel tersebut. Seperti adenosina, molekul kafeina juga tertambat
pada reseptor yang sama, tetapi akibatnya berbeda. Kafeina tidak akan memperlambat
aktivitas sel saraf/otak, sebaliknya menghalangi adenosina untuk berfungsi. Dampaknya
aktivitas otak meningkat dan mengakibatkan hormon epinefrin terlepas. Hormon tersebut
akan menaikkan detak jantung, meninggikan tekanan darah, menambah penyaluran darah ke
otot-otot, mengurangi penyaluran darah ke kulit dan organ dalam, dan mengeluarkan glukosa
dari hati. Lebih jauh, kafeina juga menaikkan permukaan neurotransmiter dopamin di otak.
Kafeina dapat dikeluarkan dari otak dengan cepat, tidak seperti alkohol atau
perangsang sistem saraf pusat yang lain sehingga tidak mengganggu fungsi mental tinggi dan
tumpuan otak. Konsumsi kafeina secara berkelanjutan akan menyebabkan tubuh menjadi
toleran terhadap kehadiran kafeina. Oleh sebab itu, jika produksi internal kafeina
diberhentikan (dinamakan "pelepasan ketergantungan"), tubuh menjadi terlalu sensitif
terhadap adenosina dan menyebabkan tekanan darah turun secara mendadak yang seterusnya
mengakibatkan sakit kepala dan gejala-gejala lainnya. Kajian terbaru menyebutkan kafeina
dapat mengurangi risiko penyakit Parkinson, tetapi hal itu masih memerlukan kajian
mendalam.
Terlalu banyak kafeina dapat menyebabkan peracunan (intoksikasi) kafeina (yaitu
mabuk akibat kafeina). Antara gejala penyakit ini ialah keresahan, kerisauan, insomnia,
keriangan, muka merah, kerap kencing (diuresis), dan masalah gastrointestial. Gejala-gejala
ini bisa terjadi walaupun hanya 250 mg kafeina yang diambil. Jika lebih dari 1g kafeina
dikonsumsi dalam satu hari, gejala seperti kejang otot (muscle twitching), kekusutan pikiran
dan perkataan, aritmia kardium (gangguan pada denyutan jantung)m dan gejolak psikomotor
(psychomotor agitation) bisa terjadi. Intoksikasi kafeina juga bisa mengakibatkan kepanikan
dan penyakit kerisauan.
Walaupun masih aman bagi manusia, kafeina, teofilina, dan teobromina (pada
kakao) lebih meracun bagi sebagian hewan, seperti kucing dan anjing karena perbedaan dari
segi metabolisme hati.

4. DIAZEPAM (VALIUM) 4.1


Merk Dagang :
Diazepam, Valium, diazepin, Cetalgin, Danalgin, Metaneuron, proneuron, Valisanbe,
Valdimex, Neuropyron, Neurindo, Meparyp, dan Stesolid

4.2 FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK


Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu potensiasi
inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator pada sistim
syaraf pusat. Diazepam bekerja dengan cara meningkatkan efek dari GABA, yakni zat
komunikasi antarsel saraf di otak yang berfungsi membawa efek inhibisi (efek menghampat
suatu respon atau rangsangan). Diazepam juga diketahui bekerja di bagian otak yang
berfungsi menimbulkan efek tenang.
Diazepam atau valium dimetabolisme di hati sehingga pemberiannya harus hati-hati bagi
penderita dengan gangguan fungsi hati. Dimetabolisme menjadi metabolit aktif yaitu
Ndesmetildiazepam dan oxazepam. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 1 – 2 jam
pemberian oral. Waktu paruh bervariasi antara 20 – 50 jam sedang waktu paruh
desmetildiazepam bervariasi hingga 100 jam, tergantung usia dan fungsi hati.
Valium bekerja cepat sesaat setelah penderita mengonsumsinya. Lama efek yang ditimbulkan
bervarisi. Diazepam yang diberikan melalui oral (tablet) dapat bertahan 7-8 jam. Sedangkan
diazepam yang diberikan melalui suntikan hanya bertahan 5-90 menit.

4.3 Beberapa indikasi dan kontra indikasi untuk obat valium yakni:
INDIKASI :
1) Gangguan rasa cemas;
2) Kondisi reaksi lepas alkohol;
3) Pasien yang akan menjalani endoskopi (teropong saluran cerna);
4) Pasien yang akan menjalani operasi;
5) Spasme otot;
6) Gangguan kejang, termasuk epilepsi.

KONTRA INDIKASI :
1) Penderia hipersensitif
2) Bayi dibawah 6 bulan
3) Wanita hamil dan menyusui
4) Depress pernapasan
5) Glaucoma sudut sempit
6) Gangguan pulmoner akut
7) Keadaan Phobia

4.4 EFEK SAMPING


Pada prinsipnya obat yang bekerja sentral di otak memiliki efek samping yang cukup banyak
dan berbahaya. Efek samping muncul terutama pada penderita yang sensitif terhadap
diazepam atau pada pemberian yang menyalahi dosis. Beberapa efek samping valium antara
lain:
1. Tekanan darah rendah (hipotensi);
2. Lemah, lemas;
3. Penurunan frekuensi napas hingga henti napas;
4. Gangguan jumlah komponen darah.

4.5 DOSIS
Valium tersedia dalam kemasan tablet dengan dosis 2 mg dan 5 mg. Dosis Untuk
kejang ialah 2-10 mg setiap 6-12 jam atau 0,2 mg/kg berat badan/kali minum. Dosis untuk
anak usia 2-5 tahun ialah 0,5 mg/kg berat badan diulangi setiap 4-12 jam. Dosis untuk anak
usia 6-11 tahun ialah 0,3 mg/kg berat badan diulangi setiap 4-12 jam. Dosis untuk anak usia
12 tahun ke atas ialah 0,2 mg/kg berat badan diulangi setiap 4-12 jam.

4.6 INTERAKSI OBAT :


Penggunaan bersama obat-obat depresan Susunan Syaraf Pusat atau alkohol dapat
meningkatkan efek depresan. Cimetidin dan Omeprazol mengurangi bersihan benzo-diazepin.
Rifampisin dapat meningkatkan bersihan benzodiazepin.

PERTANYAAN
1. A. Perubahan apa yang terjadi pada mencit yang mendapat suntikan Diazepam dan
Valium?
Jawab:
 Pada pemberian diazepam per oral atau tablet, mencit menunjukkan perubahan
sebagai berikut:
1. Terdapat respon kejang tidak separah pada kelompok control
2. Keadaan nafas terlihat lebih stabil dibanding kelompok control
3. Tidak terjadi efek sedative atau mengantuk
4. Tidak menyebabkan kematian
 Pada pemberian valium melalui injeksi, mencit menunjukkan perubahan sebagai
berikut:
1. Terdapat respon kejang tetapi tidak separah kelompok control maupun
kelompok yang diberi diazepam per oral
2. Keadaan nafas terlihat lebih stabil dibanding kelompok control maupun
kelompok yang diberikan diazepam per oral.
3. Menimbulkan efek sedative atau mengantuk
4. Tidak menyebabkan kematian
B. Bagaimana pergerakan/aktivitas kedua kelompok binatang percobaan?
Jawab:
Pergerakan atau aktivitas yang terlihat pada kelompok pemberian diazepam adalah
respon kejang lebih parah dibandingkan dengan kelompok mencit yang diberikan
injeksi valium. Keadaan nafas juga terlihat lebih stabil pada kelompok pemberian valium
dibandingkan dengan kelompok pemberian diazepam. Hal ini menunjukkan bahwa
frekuensi nafas pada kelompok valium lebih sedikit dibandingkan dengan yang diberi
diazepam. Efek sedative atau penenang terlihat pada kelompok pemberian valium dan
pada kelompok pemberian diazepam baru muncul efek sedative pada menit ke 5
kelompok 5.
C. Adakah perbedaan yang nyata pada kedua kelompok?
Jawab:
Ada, hal ini disebabkan oleh efek konvulsan yang diakibatkan oleh kafein. Kejang
terlihat lebih parah pada kelompok pemberian diazepam tablet dibandingan dengan
kelompok pemberian injeksi valium. Keadaan nafas juga lebih cepat pada kelompok
pemberian diazepam daripada kelompok valium. Efek sedative muncul pada kelompok
valium sedangkan pada kelompok diazepam tidak semua menunjukkan efek sedative.
2. Apakah kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini bila dihubungkan dengan
penggunaan klinis Diazepam dan Valium?
Jawab:
Diazepam merupakan obat esensial golongan benzidazepin yng tercantum dalam
WHO dan dalam penggunaannya harus dikontrol secara nasional maupun global.
Diazepam diindikasikan untuk terapi kecemasan dalam jangka waktu yang lama. Selain itu
juga sebagai sedative atau penenang yang berhubungan dengan rasa cemas. Selain sebagai
ansietas, diazepam digunakan sebagai hipnotik, antikonvulsi, pelemas otot dan induksi
anastesi. Golongan obat ini umumnya dianggap sebagai obat tidur pilihan pertama karena
toksisitas dan efek sampingnya yang relative ringan. Diazepam juga merupakan obat yang
hanya menimbulkan lebih sedikit interaksi dengan obat lain dan lebih ringan menekan
pernafasan. Selain itu diazepam merupakan benzodiazepine yang larut dalam lemak serta
memiliki durasi kerja lebih panjang dibanding golongan lain
3. Apabila ada mencit yang mati dari kelompok ini, apakah penyebab kematiannya?
Jawab:
Apabila mencit terdapat yang mati kemungkinan diakibatkan oleh efek penggunaan
kafein yang overdosis. Kejang yang berlangsung lama akan mengakibatkan hipoksemia,
hiperkapnia dan disertai denyut jantung yang tidak teratur serta suhu tubuh makin
meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot. Hal tesebut merupakan
factor penyebb terjadinya kerusakan neuron pada otak dan akan menimbulkan kematian.
Factor penyebab utama kematian apabila kejang berlangsung lama adalah gangguan
peredaran darah yang menyebabkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler
dan akan timbul edema otak serta berujung pada kerusakan sel neuron otak.
4. A. Bagaimana perubahan mencit-mencit dari kelompok I, II dan III?
Jawab:
 Pada kelompok I pemberian kafein dan aquades, mencit merespon adanya kejang
yang sangat tinggi serta frekuensi nafas yang sangat meningkat. Kelompok ini
tidak memberikan respon sedative (tidur) serta tidak menunjukkan adanya mencit
yang mengalami kematian.

 Pada kelompok II pemberian valium injeksi dan kafein, mencit merespons adanya
kejang yang tidak tinggi serta frekuensi nafas yang tidak begitu meningkat.
Kelompok ini memberikan respon sedative (penenang) serta juga tidak
menunjukkan adanya mencit yang mengalami kematian
 Pada kelompok III pemberian diazepam tablet dan kafein, mencit merespon
adanya kejang yang tinggi serta frekuensi nafas yang meningkat. Kelompok ini
tidak memberikan respon sedative (penenang) serta juga tidak menunjukkan
adanya mencit yang mengalami kematian.
B. Apakah ada perbedaan yang nyata pada ketiga kelompok tersebut?
Jawab:
Ada perbedaan nyata pada ketiga kelompok tersebut
C. Bila ada, apa sebabnya? Jelaskan!
Jawab:
Penyebabnya adalah kafein sebagai obat konvulsan. Mencit memberikan respon
kejang diakibatkan adanya proses kafein yang diserap oleh tubuh. Dosis rendah pada
kafein dapat menyebabkan relaksasi otot polos terutama otot jantung dan
meningkatkan diuresis, menghilangkan kantuk dan meningkatkan kewaspadaan. Pada
dosis tinggi, kafein dapat merangsang system saraf pusat yang menyebabkan gejala
kejang.
Perbedaan di setiap kelompoknya adalah ada tidaknya pemberian obat sebagai
antikonvulsan. Pada kelompok I, mencit hanya diberikan aquades. Aquades bukan
merupakan obat sebagai antikonvulsi sehingga mencit memberikan respon kejang yang
sangat tinggi disertai peningkatan frekuensi nafas. Pada kelompok II, mencit diberikan
valium secara injeksi. Valium secara injeksi sangat efektif sebagai antikonvulsan
karena valium akan segera diserap oleh tubuh tanpa melalui proses yang Panjang. Pada
kelompok III, mencit diberikan diazepam secara per oral. Diazepam secara oral
memberikan respon yang lebih lama sebagai antikonvulsan. Pemberian obat secara per
oral akan diabsorpsi kemudian akan masuk ke hepar sebelum disebarkan ke sirkulasi
hingga menuju target sasaran. Obat-obatan per oral akan mengalami proses
metabolism pertama di hati dan usus sehingga efek kerja yang ditimbulkan lebih lama
dan juga berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

Katznug, B. G. (2012). Faemakologi Dasar & Klinik edisi 12. Jakarta: Buku Kedokteran
ECG.
Louisa M & Dewoto HR . 2007. Perangsangan Susunan Saraf Pusat . Dalam : Farmakologi
dan Terapi, edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta, hal. 247-248

Lovett, Richard (24 September 2005). "Coffee: The demon drink?" (fee required). New
Scientist (2518). Diakses tanggal 2008-11-07.
Mardjono, M. 1988. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat : Jakarta, hal. 439-441; 444

Maughan, RJ; Griffin J (2003). "Caffeine ingestion and fluid balance: a review.". J Human
Nutrition Dietetics 16: 411–20.

Medicastore. 2008. Kejang. Apotek Online dan Media Informasi Obat Penyakit. (online),
(http://www.medicastore.com, diakses 4 Mei 2008)

Priyatni,N.W. (2016). Berapa Kebutuhan Diazepam Untuk Memenuhi Pelayanan Kesehatan


Di Indonesia? Studi Kasus Konsumsi Diazepam Di Indonesia. Jurnal Manajemen dan
Pelayanan Farmasi, 297-302.
Thahya Aryasa.E.M (2016). Obat Antikonvulsan Sebagai Analgesik. Denpasar: Bagian
Anesthesia Dan Reanimasi FK UNUD RSUP Sangklah Denpasar.
Utama H. & Gan. V . 2007. Antiepilepsi dan Antikonvulsi . Dalam : Farmakologi dan
Terapi, edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta, hal. 179-181; 186; 188

Anda mungkin juga menyukai