Atpwtp PDF
Atpwtp PDF
Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan yang
diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal. Pendekatan yang digunakan
dalam analisis ATP didasarkan pada alokasi biaya untuk transportasi dari pendapatan rutin
yang diterimanya. Dengan kata lain ability to pay adalah kemampuan masyarakat dalam
membayar ongkos perjalanan yang dilakukannya. Dalam studi ini, terdapat faktor-faktor
yang mempengaruhi ability to pay diantaranya:
1. Besar penghasilan;
2. Kebutuhan transportasi;
3. Total biaya transportasi (harga tiket yang ditawarkan);
4. Prosentase penghasilan yang digunakan untuk biaya transportasi;
Willingness To Pay (WTP) adalah kesediaan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas
jasa yang diperolehnya. Pendekatan yang digunakan dalam analisis WTP didasarkan pada
persepsi pengguna terhadap tarif dari jasa pelayanan angkutan umum tersebut. Dalam
permasalahan transportasi WTP dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:
1. Produk yang ditawarkan/disediakan oleh operator jasa pelayanan transportasi;
2. Kualitas dan kuantitas pelayanan yang disediakan;
3. Utilitas pengguna terhadap angkutan tersebut;
4. Perilaku pengguna;
Dalam pelaksanaan untuk menentukan tarif sering terjadi benturan antara besarnya WTP
dan ATP, kondisi tersebut selanjutnya disajikan secara ilustratif yang terdapat pada
Gambar 2.1.
WTP
Pada prinsipnya penentuan tarif dapat ditinjau dari beberapa aspek utama dalam sistem
angkutan umum. Aspek-aspek tersebut adalah:
1. Pengguna (User);
2. Operator;
3. Pemerintah (Regulator).
Bila parameter ATP dan WTP yang ditinjau, maka aspek pengguna dalam hal ini dijadikan
subyek yang menentukan nilai tarif yang diberlakukan dengan prinsip sebagai berikut:
1. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, sehingga nilai tarif yang
diberlakukan, sedapat mungkin tidak melebihi nilai ATP kelompok masyarakat
sasaran. Intervensi/campur tangan pemerintah dalam bentuk subsidi langsung atau
silang dibutuhkan pada kondisi, dimana nilai tarif berlaku lebih besar dari ATP,
sehingga didapat nilai tarif yang besarnya sama dengan nilai ATP (sesuai Gambar
2.2).
2. WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan angkutan umum, sehingga bila nilai
WTP masih berada dibawah ATP maka masih dimungkinkan melakukan
peningkatan nilai tarif dengan perbaikan kinerja pelayanan (sesuai Gambar 2.2).
Bila perhitungan tarif berada jauh dibawah ATP dan WTP, maka terdapat keleluasaan dalam
perhitungan/pengajuan nilai tarif baru.
WTP
Zone Keleluasaan Penentuan
Tarif Ideal tanpa
Perbaikan Kinerja Pelayanan sampai batas nilai
WTP
Nilai Tarif
Keadaan terpaksa dapat terjadi karena dari sisi lain, tarif juga ditentukan oleh kondisi
operasinya, yang tercakup di dalamnya biaya operasi kendaraan sebagai cost dan okupansi
penumpang, rit/hari, jarak dan lain-lain. sebagai benefit.
Rp.
Tarif Berdasarkan
Rp 15.000,- Perhitungan Operasi
ATP
Rp 10.000,-
Pada kondisi lain, dimana Nilai ATP tetap = Rp. 10.000,- dan WTP = Rp. 5.000, dengan nilai
tarif, berdasarkan perhitungan operasi, yang kurang dari Rp. 10.000 (ATP), misalnya Rp.
7.500, terdapat pilihan untuk memperbaiki tingkat pelayanan hingga WTP-nya naik sampai
Rp. 7.500,- atau menurunkan tarif (tanpa perbaikan tingkat pelayanan) sampai Rp. 5.000,-
(sesuai Gambar 2.3). Selanjutnya kelebihan Rp. 2.500,- harus disubsidi.
Rp.
ATP
Rp 10.000
Pada kondisi selanjutnya, dimana Nilai ATP tetap = Rp. 10.000 dan WTP = Rp. 5.000,
dengan nilai tarif, berdasarkan perhitungan operasi, yang kurang dari Rp. 10.000 (ATP),
misalnya Rp. 5.000, terdapat keluasaan Rp. 5.000 untuk menaikkan nilai tarif sampai dengan
Rp. 10.000 (sesuai Gambar 2.4). Namun demikian perlu dilakukan perbaikan tingkat
pelayanan angkutan umum, sehingga WTP-nya juga meningkat hingga minimal sama
dengan tarif yang berlaku.
Rp.
ATP
Rp 10.000
Ilustrasi terakhir adalah kondisi ideal, dimana Nilai ATP tetap = Rp. 10.000 dan WTP = Rp.
5.000, dengan nilai tarif, berdasarkan perhitungan operasi, yang kurang dari Rp. 5.000
(WTP), misalnya Rp. 2.500. Pada kondisi ini terdapat keluasaan Rp. 2.500 untuk menaikkan
nilai tarif sampai dengan Rp. 5.000, tanpa perbaikan tingkat pelayanan (sesuai Gambar 2.5).
Sebagai pelengkap atas ilustrasi di atas, dapat disampaikan beberapa hal tambahan sebagai
berikut:
1. Nilai tarif berdasarkan pertimbangan operasi kendaraan sudah memperhitungkan
faktor keuntungan disamping faktor ekonomis lain (depresiasi, bunga bank dll.),
sehingga pada kondisi tarif operasional saja, pihak operator sudah mendapatkan
keuntungan.
2. Dalam konteks operasi kereta api, subsidi harus dilakukan dengan cara langsung,
oleh pemerintah. Hal yang harus diperhatikan adalah bila tidak terdapat kondisi ideal,
dimana tarif dibawah WTP (Gambar 2.5), maka regulator harus memberikan subsidi
langsung pada kendaraan yang tarifnya diatas ATP.
Rp.
ATP
10.000
5.000 WTP